loading...

Pengapuran Tanam Masam Untuk Kedelai

January 16, 2013
loading...
PENGAPURAN TANAM MASAM UNTUK KEDELAI

PENDAHULUAN

Tanah yang baik untuk pertanian seperti grumusol, andosol, mediteran serta sebagian besar aluvial dan latosol, hampir habis untuk dibudidayakan manusia. Perluasan lahan pertanian harus diarahkan ke tanah-tanah masam, seperti podsolik, aluvial hidromorf berpirit (tanah sulfiat masam) atau organosol (5). Ketiga jenis tanah ini mempunyai penyebaran di Indonesia berturut-turut 27.5:7.7: dan 20.0 juta ha (Tabel 1, 2 dan 3).

Tabel 1. Keasaman dan luas berbagai jenis tanah di Indonesia.

Jenis tanah Taksonomi Keasaman

(pH) Luas (juta ha)

Lahan kering

Aluvial Entisol Masam netral 15.00

Podsolik Ultisol Sangat masam

(4.2 – 5.0) 27.50

Latosol Oksisol Inceptisol Sangat agak masam

(4.5 – 6.5) 0.55

Andosol Andisol Masam

(5.5 – 6.0)

0.33

Podsol Spodosol Sangat masam

(4.0 – 5.0) 3.29

Mediteran Alfisol Agak masam netral

(6.0 – 7.3) 0.96

Grumusol Vertisol Netral-alkali 0.33

Renzina Molisol Netral-alkali 0.81

Rawa/Pasang Surur

Aluvial hidromorf/ Aquent/ Masam-netral 7.73

Humic gley/ Aquept

Low humic gley

(tanah sulfat masam)

(Sulfatquent atau subgrup sulfik)

Organosol Histosol Masam-sangat masam 20.00

Sumber: Lembaga Penelitian Tanah, Bogor (12)

a jenis tanah menurut Dudal dan Soepraptohardjo.

Faktor penyebab rendahnya produktivitas tanah masam di tropika basa berkaitan erat dengan keasaman tanah. Kendala produksi tersebut antara lain berupa:

Konsentrasi toksik dari Al dan Mn

Kekahatan Ca dan Mg

Kemudahan K tercuci

Jerapan P, S dan Mo dan sering juga

Pengaruh jelek H sendiri (6).

Hubungan tata air udara sering pula merupakan kendala utama produksi. Diantara semua kendala tersebut, kekahatan merupakan kendala terpenting dan paling sering didapati pada sebagian besar tanah-tanah masam (2).

Usaha untuk meningkatkan hasil kedelai pada tanah masam dapat ditempuh dengan cara:

Mengembangkan varietas toleran terhadap keracunan Al, Mn atau sanggup menyerap hara P walau ketersediaan hara ini rendah sekali dalam tanah;

Mengurangi, bahkan kalau dapat meniadakan kendala-kendala tanah masam itu sendiri dengan memanipulasi sifat fisika-kimia tanah lewat pengapuran, pemupukan dan pengelolaan bahan organik atau;

Kombinasi dari pendekatan (i) dan (ii).

Dari pelita IV, pertanaman kedelai akan diperluas menjadi 1.85 juta ha melalui program pengapuran tanah masam meliputi lahan lama 1.00 juta ha dan lahan baru atau transmigrasi 0.85 juta ha. Sebagian besar lahan ini termasuk tanah podsolik merah kuning (4).


KEMASAMAN TANAH DAN PENGAPURAN

Kemasan Tanah

Tingkat kemasaman tanah sering hanya dinyatakan dengan pH, yang dijabarkan dengan persamaan berikut:

pH = - log10 (H-)

dimana (H-) adalah konsetrasi ion H- dalam larutan dan log10 adalah logaritma dengan bilangan dasar 10.

Tanah masam adalah tanah yang mempunyai pH < 6.8. Tanah yang ber pH 6.8 – 7.2 disebut tanah bereaksi netral dan yang ber pH > 7.2 disebut alkali.

Konsentrasi ion H- atau pH suatu larutan berkaitan dengan jumlah asam-asam lemah yang ada dalam larutan itu. Walaupun demikian pH tidak mengukur seluruh H- atau keasaman total, sebab tidak satu pun asam-asam tersebut berdisosiasi penuh. Jelasnya, pH hanya mengukur jumlah ion H-, ada dalam larutan. Kemasaman total adalah seluruh ion H-, yang dapat dilepaskan asam-asam tersebut dan hanya dapat ditetapkan dengan titrasi.

Tanah dapat dipandang sebagai suatu larutan yang mengandung berbagai asam lemah. Dengan demikian pH tanah hanya menunjukkan keaktifan ion H- dalam larutan, yang disebut kemasaman aktif dan merupakan faktor intensitas jumlah seluruh ion H- yang dapat ditimbulkan oleh sumber pemasam dalam tanah disebut kemasaman potensial dan merupakan faktor kuantitas, yang mempertahankan pH atau merupakan daya sangga tanah tersebut.

Sumber pemasam pH atau mekanisme yang dominan berperan dalam menentukan kemasaman tanah berkaitan erat dengan pH tanah. Oksidasi pirit dan mineral yang mengandung S membuat pH tanah < 3.0. Pada selang pH 3.0 – 4.5 Al3 yang dapat ditukar (Aldd) merupakan sumber pemasaman utama. Pendesakan Al3 oleh kation basa ke dalam air akan menimbulkan H-: Al3 + H2O Al (OH)2 + H- Al (OH)2- – H2O Al (OH)2 + H- Al (OH)2- – H2O Al (OH)2 + H- Aldd ion hidroksida Al dan Hdd merupakan faktor kuantitas kemasaman untuk selang pH 4.5 – 5.5 dan semakin mendekati pH 5.5 peranan ion hidroksida Al dan Hdd bertambah. Di atas pH 5.5 tidak terdapat Aldd dan sumber kemasaman utama adalah Hdd dan H yang berdisosiasi dari ikatan OH yang terdapat pada oksida dan oksida berair Fe dan Al, gugus > AlOH di tepi mineral liat silkikatdan gugus fenolik dan karboksil dari bahan organik tanah. Ikatan –OH dari gugus fenolik dan karboksil bersifat lebih masam dibanding ikatan –OH dari gugus > AlOH. Oleh karena itu, dibandingkan dengan gugus > AlOH, gugus karboksil dan fenolik mampu melepas H- pada pH yang lebih rendah.

R OH R O- + H-

Gugus fenolik

O O

R – C R – C + H-

OH O-

Gugus karboksil

> AlOH AlO- + H+

Gugus > AlOH

Kemasaman total tanah ditetapkan secara titrasi sampai pH 8.2. Secara garis besar, kemasaman total ini dapat dibedakan dalam:

Komponen kemasaman yang dapat dipertukarkan dan

Komponen kemasaman titrasi (11).

Komponen kemasaman yang pertama adalah kemasaman yang dapat ditukar oleh kation suatu larutan garam netral tanpa penyangga, misalnya larutan KCl IN. Kemasaman tertitrasi dapat pula disebut kemasaman yang tak dapat dipertukarkan dan dihitung dari perbedaa kemasaman total dan kemasaman yang dapat dipertukarkan. Sebagian besar komponen ini terdiri dari H- yang pelepasannya atau disosiasinya dari ikatan OH- tergantung pada pH. Pada tanah masam kaya oksida dan oksida berair Fe dan Al atau tanah dengan muatan dapat ubah (soils with variauble charge). Kemasaman tentras merupakan bagian terbesar dari kemasaman total. Komponen ini tidak berpengaruh jelek terhadap pertumbuhan tanaman (10).

Seperti telah diuraikan sebelum umunya, Aldd merupakan komponen utama kemasaman tanah dengan pH < 5.0. Pada sebagian besar tanah masam, Aldd merupakan penyebab utama keracunan pada tanaman. Oleh karena itu kejenuhan Al, yaitu persentase Aldd terhadap jumlah kation-kation basa dan Aldd merupakan kriteria kemasaman yang realistik. KEBUTUHAN KAPUR

Kebutuhan kapur suatu tanah masam adalah jumlah kesetaraan basa murni yang diperlukan untuk mencapai tingkat kemasaman, yang memberikan pertumbuhan optimum tanaman. Terdapat beberapa pendekatan yang mendasari penentuan kebutuhan kapur, yaitu:

Penetralan sampai pH rendah

Pencapaian tingkat kejenuhan dan nisbi tertentu dan basa-basa

Pengurangan tingkat keracunan Al dan Mn

Pengaruh baik peningkatan pH tanah sangat nyata pada tanah masam yang komposisi mineral liatnya di dominasi tipe bermuatan permanen, sebagaimana umunya tanah-tanah di daerah beriklim sedang. Pengapuran sampai mencapai pH 6.0 – 7.0 sering dilakukan di daerah ini. Hal itu didasarkan pada pengetahuan bahwa ketersediaan hara dan mikroba tanah umumnya tertinggi pada selang pH tersebut. Dalam keadaan ini diharapkan tanaman dapat tumbuh optimal. Namun kenyataan in tidak berlaku untuk semua jenis tanaman. Pertumbuhan tanaman terbaik tercapai pada pH yang bertanam tergantung tingkat pelapukan tanahnya. McLean (14) menyimpulkan bahwa pH optimal untuk suatu tanaman lebih rendah pada tanah yang tingkat pelapukannya lebih lanjut (tabel 2). Pengapuran sampai pH 6.5 tidak dapat dianjurkan untuk tanah masam di daerah tropik yang mengalami pelapukan lanjut seperti tanah ultisol dan oksisol. Pengapuran sampai tingkat ini, selain tidak perlu juga berakibat buruk. Pemilihan pH yang akan dicapai melalui pengapuran tergantung pada keadaan tanah dan jenis serta varietas tanaman yang akan ditanam.

Konsep kejenuhan nisbi basa telah pula diajukan sebagai pedoman dalam pengelolaan kesuburan tanah, lewat pengapuran dan pemupukan. Penjenuhan kapasitas tukar kation tanah dengan 65 % Ca, 10 % Mg, 5 % K dan sekitar 20 % H, menjadikan keadaan tanah sangat ideal untuk pertumbuhan tanaman. Namun penelitian lain menunjukkan bahwa penjenuhan dengan 75 % Ca, 10 % Mg dan 2.5 – 5 % K adalah terbaik, ditemukan pula bahwa basa sangat sedikit terpengaruh bila sedang kejenuhan Ca 65 – 85 %, Mg 6 – 12 % dan K 2 – 5 % (15). Bila selang kejenuhan basa ini tercapai, diharapkan bahwa selang pH dan jumlah kation-kation basa adalah cukup dan berimbang untuk pertumbuhan tanaman yang memuaskan.

Tabel 2. Tanggapan tanah-tanah masam terhadap pengapuran (14).

Jenis Tanah

Molisol Alfisol Ultisol Oxisot

Selang pH 6.2 – 6.8 6.0 – 6.6 5.6 – 6.2 5.0 – 5.6

Optimal a

Tanggapan tanaman relatif b Sedang – baik Baik sekali Baik sekali Baik – baik sekali

Penyebab tanggapan c

Kimia Pengaturan pH Pengaturan pH Pengurangan Al dan Mn Pengurangan Al danMn

Mobilisasi Ca Pengurangan Al Penambahan Ca Penambahan Ca

Fiksasi dan metabolisme N Mobilisasi Ca Memperlambat pelapukan

Fisik Memperbaiki agrerat Agak memperbaiki agrerat Tidak ada bila pH sampai optimal Tidak ada bila pH sampai optimal

Pengaruh jelek pengapuran terlalu banyak c

Kimia Hampir tidak ada Kekahatan Zn dan Mn Kekahatan Zn, Mn (Cu, B) Kekahatan Zn, Mn Cu, B

Keracunan Mo Keracunan Mo Keracunan Mo

Kelebihan Ca Kelebihan Ca

Fisik Hanpir tidak ada Tidak ada Pecahnya agrerat Pecahnya agrerat

pH optimal bervariasi, tergantung jenis dan varietas tanaman, tetapi selang diatas cukup sesuai untuk sebagian besar tanaman pada tanah-tanah ini.

Dengan anggapan pH tanah semula satu satuan di bawah optimal

Menurut urutan dari kemungkinan terjadinya

Kejeniham Al merupakan kriteria kemasaman yang baik untuk tanah-tanah masa, terutama ultisol. Beberapa tanaman memerlukan penurunan kejenuhan Al sampai di bawah 20 %, termasuk kedelai. Kejenuhan Al cukup diturunkan sampai di bawah 40 % saja untuk tanaman yang toleran. Untuk tanaman yang sangat peka terhadap keracunan Al, pengapuran dianjurkan sebanya 1.5 – 2.0 kali Aldd untuk menekan Al dalam urutan tanaman serendah-rendahnya.

CARA PENETAPAN KEBUTUHAN KAPUR

Kebutuhan kapur suatu tanah dapat ditetapkan dengan:

Percobaan pengapuran di lapang

Penelitian inkubasi tanah yang dikapur

Penetapan kurva titrasi tanah dengan suatu basa

Pengukuran pH setelah keseimbangan reaksi antara tanah dan suatu larutan penyangga tercapai

Penghitungan kebutuhan kapur berdasar Aldd (15)

Percobaan pengapuran di lapang memberikan data kebutuhan kapur tertentu untuk tanah dan tanaman bersangkutan. Seperti halnya dengan percobaan-percobaan lapang lainnya, hasil percobaan ini pun sangat spesifik untuk suatu daerah. Pengalihan hasilnya hanya dapat dilakukan ke tempat dengan keadaan lingkungan yang sama. Percobaan pengapuran di lapang tidak banyak dikerjakan mengingat banyak memakan waktu tenaga dan dana yang dibutuhkan. Percobaan pengapuran di lapang diperlukan untuk penentuan kalibrasi dalam pengembangan uji tanah untuk penetapan kebutuhan kapur.

Penetapan kebutuhan kapur dengan metode inkubasi sangat murah dan jauh lebih cepat dibandingkan dengan percobaan lapang. Keuntungan dari metode ini adalah bahwa penetapan tersebut dapat dilakukan dengan banyak contoh tanah dengan keragaman yang besar dalam faktor-faktor penentu kebutuhan kapur. Metode ini terdiri dari:

Pencampuran beberapa dosis kapur (CaCO3) dengan cairan masing-masing tanah dan kemudian dengan tanah bersangkutan;

Inkubasi dengan mempertahankan kapasitas air lapang dan;

Pengukuran pH setelah ekuilibrium tercapai.

Kebutuhan kapur untuk mencapai pH tertentu ditetapkan dari kurva hubungan pH dengan dosis kapur. Penentuan pH optimum untuk macam tanah dan tanaman tertentu dapat dilakukan dari hasil kalibrasi di lapang.

Penetapan kurva titrasi tanah dengan suatu basa tidak dilakukan dengan titrasi langsung, mengingat reaksi penetralan kemasaman tanah dengan basa berjalan sangat lambat. Titrasi sangat dipercepat bila tanah dikocok garam dengan larutan garam yang cukup pekat misalnya KC N. Kurva titrasi yang lebih memuaskan, walaupun lebih lambat dapat diperoleh dengan cara berikut:

Kedalam deretan botol kocok berisi 10 g tanah ditambahkan sederetan kenaikan volume larutan Ca(OH), jenuh dan ditambahkan sampai membuat volume total cairan 50 ml.

Pengukuran pH setelah beberapa kali pengocokan selama beberapa hari untuk mencapai keseimbangan reaksi. Dari kurva titrasi ini kebutuhan kapur untuk mencapai pH optimal ditetapkan.

Masalah yang dihadapi dalam titrasi kemasaman tanah mendorong pengembangan berbagai metode ekuilibrasi dengan larutan penyangga (15). Satu diantara metode ini adalah metode Schoemaker, McLean & Pratt, yang terkenal sebagai metode SMP dan banyak digunakan sebagai dasar pemberian rekomendasi pengapuran tanah masam.

Penentuan kebutuhan kapur dengan menggunakan metode SMP dapat dilakukan dengan cepat dan sederhana. Ke dalam botol kocok berisi 5 g contoh tanah ditambahkan 10 ml larutan penyangga SMP (19). Setelah dikocok 10 menit, pH suspensi tanah penyangga ditetapkan. Kebutuhan kapur untuk mencapai suatu pH dapat dibaca dari tabel yang dibuat berdasar kurva titrasi larutan penyangga tersebut.

Seperti telah dikemukakan, kejenuhan Al merupakan kriteria kemasaman yang baik, sehingga Al dapat dijadikan indeks kebutuhan kapur (9). Untuk mencapai kejenuhan Al tertenntu kebutuhan kapurnya diperkirakan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

KK = 1.8 (Al . a (Al + Ca + Mg/100)

dimana KK adalah kebutuhan kapur (t CaCO3/ha) dan a merupakan kejenuhan alumunim yang ingin dicapai, sedangka Al, Ca dan Mg adalah kation yang dapat dipertukarkan (me/100g)

Untuk menekan Al dalam larutan tanah serendah-rendahnya diperlukan kapur 1.5 – 2.0 kali kelipatan Alddnya dan tergantung dari tanamannya (9)

PENGARUH PENGAPURAN DAN INTERAKSINYA DENGAN PEMUPUKAN

Perconaan pengapuran dan pemupukan P pada kedelai varietas orba diselenggarakan di KP Hortikultura Segunung dan kebun Institut Theologia dan Keguruan Advent Cisarua Lembang, yang tanahnya termasuk hydric dystrandent. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pengapuran tidak menaikkan hasil kedelai (13). Fungsi tanggapan kuadratik untuk biji kering dari hasil percobaan di Segunung adalah sebagai berikut:

Y=1377.54+2.814 X-0.0017 X_1^2+ 0.94924 X_2- 0.00029116 X_2^2

0.00199 X_1 X_2 (R^2=0.5839)

dimana Y = kg biji/ha, X1 = kg P/ha dan X2 = kg CaCO3/ha (nyata pada P = 0.05)

Ternyata pengaruh pengapuran tidak nyata, sedangkan pengaruh linier pemupukan P nyata dan interaksi pengapuran dengan pemupukan P nyata dan negatif. Hal ini menunjukkan bahwa pengapuran menaikkan hasil pada pemupukan P yang lebih tinggi. Hal ini diduga berkaitan dengan terjadinya penumpukan ion Ca dan peningkatan pH di sekitar perakaran, sehingga akhirnya menimbulkan gangguan unsur mikro dan serapan P menjadi tertekan (7).

Di tempat yang sama percobaan P, K dan pengapuran menunjukkan hal yang serupa (gambar 4). Tanggapan terhadap pengapuran lebih tinggi pada pemupukan P yang lebih rendah. Tidak ada tanggapan terhadap pengapuran bila ketersediaan hara lainnya cukup.

Gambar 1 juga menunjukkan bahwa di Segunung terdapat tanggapan terhadap pemupukan K hanya bila hanya bila tanah dikapur. Bila tanah tidak dikapur pemupukan K tidak menaikkan hasil dan bahkan cenderung menurunkan hasil. Terlihat pula bahwa pengapuran menurunkan hasil bila tidak disertai pemupukan K. Perlu diketahui, bahwa Kdd tanah di lokasi tersebut adalah 0.6 me 100 g, yang dinilai sedikit diatas taraf cukup. Kenaikan konsentrasi Ca akibat pengapuran menurunkan serapan K dan oleh karena itu hasil berkurang. Disimpulkan bahwa konsep nisbi kejenuhan kation basa harus diperhatikan dalam pemberian kapur dan pemupukan K.

Penelitian pemupukan N, P, K dan pengapuran di KP Maros MK 1976/77 menunjukkan bahwa pengapuran 5 t/ha meningkatkan hasil kedelai dengan 0,54 – 0.76 t/ha biji kering (17). Dikemukakan bahwa hasil petak dengan pupuk dan yang dipupuk 50 kg N, 60 kg P2O5 dan 60 kg K2O/ha berturut-turut adalah 0.63 dan o.98 t/ha. Dengan pengapuran, hasil ditingkatkan berturut-turut menjadi 1.93 dan 1.52 t/ha. Ini berarti bahwa kemasaman tanah merupakan kendala untama pada tanah ini.

Percobaan pot dengan tanah podsolik merah kuning (ultisol) dari Gunung Kencana menunjukkan bahwa penggunaan inokulan Rhizobium berpengaruh pada pertumbuhan tanaman kedelai bila didahului dengan pengapuran (21). Pemberian Nitragin + 150 ppm P2O5 dalam bentuk TSP dan pengapuran, sangat nyata menaikkan bobot biji pemberian K, Mg atau unsur mikro Mo dan B tidak berpengaruh.

Dengan tanah-tanah ultisol yang memiliki keragaman besar dalam kapasitas tukar kation efektif (3.1 – 30.7 me 100 g dan Aldd 2.1 – 22.9 m/100g). Amien et.al (1) menyimpulkan bahwa bobot kering tanaman kedelai per pot berkaitan erat dengan kejenuhan alumunium. Ternyata pula bahwa varietas Orba masih dapat tumbuh baik pada kejenuhan Al 60 %. Umunya pertumbuhan tanaman kedelai baik bila kejenuhan Al < 20 % (9). Bila demikian, Orba termasuk varietas kedelai yang toleran terhadap kejenuhan Al tinggi. Mengenai hal ini pengkajian lebih lanjut diperlukan, terutama di lapangan.

Tanggapan yang besar dari kedelai terhadap pengapuran ditemukan pada tanah Ultisol di Cipanas, Rangkasbitung pada MH 1982/83 (20). Tanah ini mempunyai pH (H2O) = 4.8 ; Δ pH = 0.9, kapasitas tukar kation efektif 5.6 me 100 g, Aldd 4.0 me/100 g dan dengan demikian kejenuhan Al 71.3 %. Gambar 2 menunjukkan adanya suatu interaksi negatif, seperti pada tananh Hydric Dystrandept di Segunung dan Lembang. Terlihat pula bahwa hasil kedelai pada pemupukan 45 kg P2O5/ha lebih tinggi dibandingkan dengan pengapuran 4 t/ha. Harga kedelai, pupuk TSP dan kapur serta biaya pemakaiannya seyogyanya dipertimbangkan dalam menentukan dosis pupuk dan kapur yang dianjurkan, disamping pengaruh residu keduanya. Tampak untuk mencapai 90 % hasil maksimum diperlukan 1 – 2 t/ha kapur.

Dari percobaan-percobaan tersebut, ternyata tanggapan kedelai terhadap pengapuran sangat tergantung pada jenis tanah dan tingkat kemasaman tanah dibawah pH optimum. Selang pH optimum tergantung pada tingkat pelapukan tanah, untuk tanah-tanah ultisol pH 5.6 – 6.2 dan untuk tanah-tanah oksisol pH 5.0 – 5.6 (tabel 2). Pada tanah-tanah ini, keuntungan on Ca dan Mg dalam larutan tanah, serta memperlambat proses pelapukan pada tanah Oksisol. Keracunan Al tidak terjadi bila pengapuran dilakukan sampai pH 5.5 dan bila diduga ada keracunan Mn pengapuran dapat dilakukan sampai pH 6.0 (18).

TEKHNIK PENGAPURAN

Berikut ini diuraiakan tentang waktu dan cara pemberian serta macam dan mutu kapur. Oleh karena tidak banyak penelitian mengenai hal ini, penjelasan sebagian besar diambil dari pustaka (18,22) berdasarkan pengalaman di Amerika yang telah lama melaksanakan pengapuran.

Waktu Pemberian

Reaksi penetralan oleh pengapuran berlangsung lambat dan tergantung antara lain dari macam dan ukuran butir kapurnya. Supaya efektif, pengapuran untuk kedela hendaknya dilakukan 3 – 6 bulan sebelum tanam. Dengan demikian sebaiknya pengapuran dilakukan pada waktu pertanaman jagung atau padi pada musim sebelumnya dan diberikan 2 – 4 minggu sebelum tanam. Kapur dalam bentuk oksida atau hidroksida perlu diberikan cukup lama sebelum tanam, walaupun reaksinya cepat untuk menghindari kerusakan terhadap tanaman.

Pengulangan pemberian kapur tergantung dari takaran yang diberikan tekstur atau kesarangan tanah dan ukuran butir kapur yang diberikan. Tanah bertekstur pasir perlu pengapuran lebih sering. Sebaiknya contoh tanah untuk penentuan kebutuhan kapur diambil setiap 3 – 6 tahun dan lebi sering untuk berpasir.

Cara Pemberian

Kapur biasanya diberikan dengan menyebar rata dipermukaan tanah, kemudian diaduk kedalam tanah. Pencampuran yang sempurna diperlukan untuk mempercepat reaksi penetralan. Bila hanya untuk mengatasi kekahatan Ca atau Mg, pemberian dapat dengan menyebar dan mencampur kapur dalam alur. Tindakan pengapuran ini dapat merangsang pengisian polong pada kacang tanah.

Pengapuran terlalu banyak (overliming) sering terjadi, terutama bila menggunakan takaran penuh untuk mencapai keadaan optimum pada tanah-tanah dengan kemasaman (Aldd) tinggi. Hal ini dapat dihindari dengan penyebaran rata dan pengadukan sempurna. Alat penyebar kapur yang ditarik ternak atau traktor dan dengan rototiller untuk mencampurnya, akan sangat membantu.

Pengapuran hendaknya dilakukan mencapai lapisan pertumbuhan akar. Untuk tanaman berakar dalam atau untuk memperbesar volume perakaran, dianjurkan pemberian kapur pada lapisan tanah yang lebih dalam, terutama untuk tanah ultisol atau oksisol yang kejenuhan Al di bawah lapisan atasnya umumnya tinggi. Didi Ardi et.al (3) mengemukakan bahwa pemberian sampai 30 cm lebih baik daripada cara pemberian lainnya. Penelitiannya dilakukan pada tanah ultisol di Cipanas, Rangkasbitung.

Bahan Kapur

Diisyaratkan bahwa kation-kation dalam bahan kapur adalah Ca dan Mg sedangkan anionnya harus yang dapat mengurangi aktivitas ion H-. Bahan yang biasa digunakan untuk pengapuran adalah oksida, hidroksida, karbonat dan silikat dari kalsium atau kalsium dan magnesium CaO, Ca (OH), CaCO3, CaMg(CO3)2, marl dan terak besi (CaS1O3).

Mutu Kapur

Mutu kapur pertanian di nilai dari komposisi kimia, kemurnian dan ukuran butirnya.

Nilai penetralan

Bahan kapur berbeda dalam daya menetralkan asam. Nilai penetralan suatu bahan kapur tergantung dari jumlah asam yang dapat dinetralkan oleh satu-satuan bahan pengapuran. Sifat ini ditentukan oleh komposisi kimia dan kemurniannya. CaCO3 murni dijadikan standar dan nilai penetralannya dinyatakan 100 %. Nilai penetralan MgCO3 murni adalah 119 mengingat bobot molekul MgCO3 dan CaCO3 berturut-turut adalah 84 dan 100. Nilai penetralan beberapa bahn kapur adalah sebagai berikut:

Bahan Murni Nilai Penetralan (%)

CaO 179

Ca(OH)2 136

CaMg (CO3)2 109

CaCO3 100

CaSiO3 84

Analisis bahan kapur sering dinyatakan dalam:

Persentase unsur Ca dan Mg

Persentase oksida CaO dan MgO

Persentase karbonat CaCO3 dan MgCO3.

Pengalihan dari nilai yang satu ke yang lain dapat dilakukan dengan mudah dengan melihat bobot atom dari unsur Ca dan Mg serta bobot molekul dari oksida atau karbonatnya, dimana 24 g Mg, 40 g Ca, 40 g MgO, 56 CaO atau 84 g MgCO3 adalah setara dengan 100 g CaCO3.

Ukuran butir

Keefektifan bahan kapur tidak saja tergantung pada komposisi kimia kemurnian dan nilai penetralannya melainkan juga pada ukuran butirnya. Tingkat kehalusan butir menentukan kecepatan reaksi bahan tersebut dengan tanah. Bahan yang kasar, 4 – 8 dan 8 – 20 mesh, hampir tidak reaktif karena dalam waktu lebih dari 18 bulan tidak mengubah pH tanah. Bahan dengan kehalusan 30 – 40 mesh menaikan pH tanah kurang dari satu satuan pada aktif bulan ke – 12, tidak ada artinya dibandingkan dengan kapur kehalusan 100 mesh. Reaksi bahan dengan kehalusan 100 mesh sama cepat dengan CaO atau Ca(OH)2 (22).

Pemilihan bahan kapur tergantung pada nilai penetralan, kadar Mg dan ukuran butirnya. Tingkat kehalusannya didasarkan atas penilaian berikut (metode Ohio, Amerika Serikat):

Ukuran Nilai Efisiensi (%)

< 60 mesh 100

20 – 60 mesh 60

8 – 20 mesh 20

Kehalusan yang dianjurkan berlainan, ada yang minta 40 % lolos 60 mesh. Di North Carolina, Amerika Serikat digunakan persyaratan 100 % lolos 10 mesh dan 50 % lolos 100 mesh.

PENGARUH RESIDU PENGAPURAN DAN PEMUPUKAN

Pengelolaan tanah dan tanaman mempengaruhi sifat kimia dan fisik tanah. Hasil monitoring akibat pengelolaan tanah menunjukkan bahwa pengolahan tanah dan pemupukan menaikkan kadar Aldd dari 0.11 – 0.13 menjadi 0.43 – 0.64 me/100 g sesuai dengan penurunan pH (H2O) dari 5.5 – 5.7 menjadi 5.1 – 5.2 selama enam musim (8). Selama musim yang sama pengapuran (1 x Aldd) menurunkan Aldd dari 0,13 menjadi 0.06 dan mempertahankan pH (H2O) 5.7 – 5.8.

Tidak nyatanya pengaruh pengapuran terhadap hasil kedelai pada tanah Hydric Dystrandept terlihat dari percobaan di Lembang dalam MK 1977 (gambar 3). Penanaman kedelai pada petak yang sama dalam MH 1979 dosis kapur 0.3 Aldd sampai 3.7 Aldd adalah 0.6 – 0.9 t/ha. Tanah di Lembang tersebut mengandung Aldd 2.05 me/100 g, pH(H2O) 4.3 dan pH(KCl) 4.0 (13).

Pemupukan nitrogen meningkatkan kejenuhan Al, tetapi pemupukan TSP dan pengapuran menurunkan kejenuhan Al (tabel 3). Pemupukan TSP saja dapat menurunkan kejenuhan Al ke tingkat cukup rendah, menjadi 34.1 – 42.7 % pada akhir MH 1982/83 dan menjadi 23.9 – 45.8 % setelah MK 1983. Pengapuran 0.5 Aldd yaitu 2 t CaCO3/ha, telah menekan kejenuhan Al sampai dibawah ambang toleran kedelai, yaitu kejenuhan Al 20 %. Pengapuran 1 x Aldd hampir meniadakan Al dari kompleks jerapan tanah, kejenuhan Al mendekati O. Dengan demikian, untuk tanah Ultisol tidak diperlukan faktor 1.5 – 2.0 dalam menentukan kebutuhan kapur untuk menekan Al aktif serendah-rendahnya guna memberi pertumbuhan optimum kedelai.

Pemupukan TSP 45 kg P2O5/ha dan pengapuran 2 t CaCO3/ha hanya menurunkan kejenuhan Al ke 32.7 %. Padahal pada dosis yang sama, pengapuran saja teah menekan kejenuhan Al menajdji 15.8 % dan pemupukan TSP sendiri dapat menurunkan kejenuhan Al. Ketidaksesuaian ini diduga akibat tidak samanya tingkat erosi yang dialami petak-petak percobaan, disamping adanya “spatial variability” sejak sebelum percobaan. Hal ini menambah kesulitan dalam penilaian residu pengapuran, yang sebaiknya dikaitkan dengan tanggapan tanaman.

Tabel 3. Pengaruh pemupukan P pengapuran dan residunya terhadap kejenuhan Al pada akhir Mh 1982/83 dan MK 1983 serta hasil kedelai MH 1983/84.

P2O5 (kg/ha) CaCO3 (t/ha) Kejenuhan Al (%) Hasil (t/ha) MH 1983/84

MH 1982/83 Mk 1983

0 0 63.4 76.7 0.0

2 15.8 17.6 0.3

4 0.0 2.3 0.5

45 0 42.7 45.8 0.6

2 32.7 23.7 0.7

4 2.9 0.3 0.9

900 0 34.1 23.9 0.8

2 15.9 24.6 1.2

4 0.0 0.7 1.2

Dosis P yang sama diberikan sebelum tanam. Semua petak mendapat 45 kg N/ha untuk kedelai dan 90 kg N/ha untuk jagung serta 60 kg K2O/ha setiap tanam (20).

Evaluasi pengaruh residu biasanya dilakukan dengan:

Penanaman kembali tanaman yang sama atau tanaman-tanama lain dari suatu pola rotasi atau dan

Pengambilan contoh tanah setiap kali panen atau sebelum tanam untuk analisis tanah.

Keefektifan nisbi residu (KNR) pengapuran tidak dapat dihitung dari data ini mengingat adanya pengaruh musim. Keefektifan nisbi residu didefenisikan sebagai berikut:

KNR = 100 (YRx – YO) / (YX – YO)

dimana YRX adalah hasil pada petak residu dosis X : YX hasil petak yang mendapat pemberian baru dengan dosis x dan YO adalah hasil kontrol. Namun penghitungan KNR dapat bias, akrena YRX dan YX adalah hasil pada musim yang berlainan. Pengaruh musim berkaitan dengan perbedaan antara tanggapan terhadap residu dan pengapuran baru. Oleh karena itu perlu dirancang percobaan yang khusus mempelajari pengaruh residu
loading...
Previous
Next Post »
https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929