loading...

Asy-Syadz

January 22, 2013
loading...
Asy-Syadz

Syadz artinya : yang ganjil, yang jarang ada, yang menyalahi.

Dalam ilmu Hadist, Syadz itu bermakna:

“Suatu Hadits yang diriwayatkan oleh rawi kepercayaan, tetapi matannya atau sanadnya menyalahi riwayat orang yang lebih patut (quat) dari padanya”.

Menurut ta’rif ini, maka Syadz itu ada pada bagian :

1. pada sanad dan

2. pada matan.

Contoh Syadz pada sanad :

Artinya : (Turmidzi berkata): Telah menceritakan kepada kami, ibnu Abi ‘Umar, telah menceritakan kepada Sufyan, dari ‘Amr bin Dinar, dari ‘Ausajah, dari Ibnu Abbas bahwa seorang laki-laki meninggal dunia di massa Rasullullah SAW. Serta tidak meninggal ahli warits. Seorang hamba yang ia merdekakan (Maula), maka Rasullulah berikan waritsannya kepada hamba itu. (Turmudzi 8 : 250)

Dengan Hadits :

Artinya : (Ibnu Abi Hatim): Diriwayatkan Hadits itu oleh Hammad bin Zaid, dari ‘Amr bin Dinar, dari ‘Ausajah (hamba Ibnu ‘Abbas), bahwa seorang laki-laki meninggal.............)

Keterangan :

1. Dalam sanad yang pertama, yang menjadi pokok adalah Sufyan bin ‘Uyainah. Sufyan meriwayatkan dari ‘Amr bin Dinar, dari ‘Ausajah, dari Ibnu ‘Abbas.

2. Yang menjadi pokok dalam sanad kedua, adalah Hammad bin Zaid. Hammad ini meriwayatkan dari ‘Amr bin Dinar, dari ‘Ausajah tanpa Ibnu Abbas.

3. Sufyan dan Hammad adalah orang-orang kepercayaan dan ahli hafalan, tetapi riwayat Sufyan yang memakai sebutan Ibnu Abbas itu dibantu oleh Ibnu Juraij Muhammad bin Muslim Ath-Thai-ifi dan lainnya sedang riwayat Hammad tidak ada yang membantunya.

4. Berdasarkan keterangan di atas (No. 3), maka riwayat Sufyan lebih patut (=kuat) daripada riwayat Hammad.

5. Karena itu Imam Abu Hatim menguatkan riwayat Sufyan.

6. Riwayat Hammad yang menyalahi sufyan yang lebih itu disebut: Syadz sedang riwayat Sufyan dikatakan: Azh (=yang terpelihara).

Riwayat-riwayat Ayadz seperti tersebut teranggap lemah. Syadz tersebut terjadinya pada sanad. Karena itu disebut ada sanad.

Contoh Syadz pada matan :

Artinya: “(Kata abu Daud_: Telah menceritakan kepada kami, Ibnu-Sarah telah menceritakn kepada kami, Ibnu Wahab telah menghabarkan kepada kami Yunus dari Ibnu Syihab dari “Amrah binti Abdirrhaman, dari “Aisyah isteri Nabi SAW, bahwa rasulullah SAW. Berkurban untuk keluarga Muhammad (= isteri-isterinya) pada haji Wada seekor sapi Betina.

Dengan hadits :

Artinya: “Diriwayatkan hadits itu oleh ‘Ammar ad-Duhni dari “Abdurrahman bin Al-Qasim dari ayahnya(= A. Qasim) dari “Aisyah, ia berkata: Rasulullah SAW telah menyembelih untuk kami pada hari kami naik haji seekor sapi seekor sapi.(Nasa-i)

Keterangan :

1. Yang menjadi pokok pembicaraan dalam Hadits pertama, adalah Yunus dan dalam Hadits kedua “Ammar Duhni.

2. Isteri Nabi SAW ada 9 orang. Dalam hadits pertama “Seekor sapi” yakni seekor sapi untuk 9 orang isteri dalam hadits kedua dikatakan “seekor, seekor”, berarti 9 orang isteri, Nabi berkurban 9 ekor sapi.

Dua hadits ini berlawanan. Perlu diperiksa mana yang kuat.

3. Yunus dan ‘Ammar adalah orang-orang kepercayaan tetapi Yunus lebih kuat daripada ‘Ammar.

Tambahan pula Riwayat Yunus dibantu oleh Ma’mar yang lafazh haditsnya lebih tegas dari Riwayat Yunus, dan dibantu lagi dari jalan Abi Hurairah. Pembantu-pembantu ini semua meriwayatkan bahwa Nabi SAW. Berkurban seekor sapi untuk 9 orang isterinya. Adapun Riwayat “Ammar tidak mendapat bantuan.

4. Karena itu maka riwayat Yunus terjadi lebih patut (=lebih kuat) daripada riwayat “Ammar.

Maka riwayat Yunus itu dikatakan Mah-Fuzh sedang Riwayat “Ammar disebut Syadz.

5. Karena keganjilan ini terjadi pada matan, maka dikatakan Syadz pada matan. Syadz pada matan ini pun teranggap lemah dan tidak boleh di pakai.

6. Dalam kejadian tersebut yang terpakai adalah Riwayat Yunus yang mengatakan bahwa Nabi SAW. Berkurban seekor sapi betina untuk 9 orang isterinya.

7. Setelah memperhatikan pembicaraan Syadz dari permulaan sampai akhir, dapatlah pembaca ketahui persamaan dan perbedaan antara Syadz ini dengan Munkar yang tersebut di halaman 139 seterusnya.

Persamaannya di tentang perlawanan dua hadits yaitu yang satunya menyalahi yang lain.

Perbedaan di tentang adanya, yaitu :

• Hadits Munkar dan Ma’ruf adanya dalam pembicaraan lemah, dan

• Hadits Syadz dan Mahfuzh adanya dalam pembicaraan Shahih.

Beberapa Pengertian Tentang Syadz

Selain dari ta’rif Syadz yang telah lalu terdapat pula beberapa pengertian yang lain.

I. Al-Hafizh Abu Ya’la Al-Khalili Al-Qazwaini berkata Bahwa Syadz itu: “Satu hadits yang hanya mempunyai satu sanad saja yang bersendiri denganya seorang kepercayaan atau yang bukan kepercayaan”.

Maka Hadits dari rawi yang tidak kepercayaan, ditinggalkan, tidak diterima, dan Hadits dari orang kepercayaan ditawaqqufkan tidak dijadikan hujjah (=alasan).

Menurut keterangan selanjutnya, berdasarkan kepada pengertian tersebut, maka hal “menyalahi” Riwayat orang lain itu tidak menjadi urusan.

Hadits Syadz dengan arti tersebut terkadang dapat dipakai sebagai Syahid (=saksi, pembantu).

II. Al-Hakim An-Naisaburi berkata:

“Syadz itu ialah hadits yang seorang rawi kepercayaan bersendiri dengannya serta tidak ada yang menguatkannya (=membantunya).

Pendapat Al-Khalili dan Al-Hakim ini musykil untuk diterima begitu saja karena itu perlu ada rinciannya (=Tafshil).

Dalam memberi Tafshil terhadap semua Ta’rif Syadz itu, Ibnu Katsir membuat kesimpulan yang maknanya sabagai berikut :

a. Bahwa ta’rif Syadz yang dihalaman 188 itulah yang benar yaitu Syadz seperti tersebut itu tertolak, haditsnya tidak dipakai.

b. Bahwa dalam ta’rif yang pertama di atas ada “orang kepercayaan” dan “yang bukan kepercayaan”. Kalau Hadits itu diriwayatkan dari jalan “orang yang dipakai”. Adapun yang diriwayatkan dari jalan “orang yang kepercayaan”, harus diterima haditsnya apabila si rawi itu orang yang adil, kuat hafalan dan teliti.

c. Bahwa rawi yang berse.ndiri itu, apabila ia seorang yang adil, lagi dlabith, maka Hadits itu dianggap baik, tetapi apabila tidak demikian, maka Haditsnya tertolak.

Sesudah pembaca ketahui pembicaraan-pembicaraan yang tersebut di atas, maka apabila dalam salah satu kitab Agama kita terdapat kata-kata Syadz yang ditujukan kepada sesuatu hadits, maka hendaklah pembaca periksa lebih dahulu, Syadz yang mana yang dikehendaki oleh pengarang itu, sehingga nanti dapat pembaca dudukkan pengertiannya itu sebagaimana mestinya, dan terselamat daripada kekeliruan.
loading...
Previous
Next Post »
https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929