loading...

Masyarakat dan Kebudayaan

November 24, 2016 Add Comment
Masyarakat dan Kebudayaan

BAB I
PENDAHULUAN


A . LATAR BELAKANG
Indonesia dikenal sebagai salah satu wilayah yang diyakini menjadi tempat bermukimnya manusia purba. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya fosil-fosil manusia purba beserta alat-alat kebudayaannya yang tersebar hampir diseluruh wilayah Indonesia. Kebudayaan manusia itu pada pangkalnya satu, dan disatu tempat yang tertentu, yaitu pada waktu mahluk manusia baru saja muncul didunia ini. Kemudian kebudayaan induk itu berkembang, menyebar, dan pecah kedalam banyak kebudayaan baru, karena pengaruh keadaan lingkuangn dan waktu. Dalam proses memecah itu bangsa-bangsa pemangku kebudayaan-kebudayaan baru tadi tidak tetep tinggal terpisah. Sepanjang masa dimuka bumi ini senantiasa terjadi gerak perpindahan bangsa-bangsa yang saling berhubungan serta pengaruh mempengaruhi. Tugas terpenting ilmu etnolgi menurut para sarjana tadi ialah antara lain untuk mencari kembali sejarah gerak perpindahan bangsa-bangsa itu, proses pengaruh-mempengaruhi, serta persebaran kebudayaan manusia dalam jangka waktu beratus- ratus ribu tahun yang lalu mulai saat terjadinya manusai hingga sekarang. proses penyebaranunsur-unsur kebudayaan dari individu ke individu lainya atau dari masyarakat ke masyarakat lainya dinamakan Difusi Kebudayaan.


B. RUMUSAN MASALAH
1. Defenisi Masyarakat dan Kebudayaan
2. Unsur-Unsur Masyarakat
3. Unsur-Unsur Kebudayaan




















BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Masyarakat dan Kebudayaan
Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan-kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmiah maupun dalam bahasa sehari-hari, adalah masyarakat. Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang beraasal dari bahasa Latin Socius, berarti “kawan”. Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar bahasa Arab syaraka yang berarti “ikut serta, berpartisipasi”.
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling “bergaul”, atau dengan istilah ilmiah, saling “berinteraksi”.
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), di mana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Kalau dalam bahasa sehari-hari “kebudayaan” dibatasi hanya pada hal-hal yang indah (seperti candi, tari-tarian, seni rupa, seni suara, kesusastraan dan filsafat saja). Sedangka dalam Ilmu Antropologi jauh lebih luas sifat dan ruang lingkupnya. Menurut Ilmu Antropologi, “kebudayaan” adalah: keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusiadalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

B. Unsur-Unsur Masyarakat
Adanya bermacam-macam wujud kesatuan kelompok manusia menyebabkan bahwa kita memerlukan beberapa istilah untuk membeda-bedakan berbagai macamksatuan manusia tadi. Kecuali istilah yang paling lazim, yaitu masyarakat, ada istilah-istilah lain untuk menyebut kesatuan-kesatuan khusus yang merupakan unsur-unsur dari masyarakat, yaitu kategori sosial, golongan sosial, komunitas, kelompok dan perkumpulan.


C. Unsur-Unsur Kebudayaan
Ketujuh unsur yang dapat kita sebut sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan di dunia itu adalah:
1. Bahasa,
2. Sistem pengetahuan,
3. Organisasi sosial,
4. Sistem peralatan hidup dan tekhnologi,
5. Sistem mata pencarian hidup,
6. Sistem religi,
7. Kesenian.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orangyang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), di mana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitasyang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskertayaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia.Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata LatinColere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Adanya bermacam-macam wujud kesatuan kelompok manusia menyebabkan bahwa kita memerlukan beberapa istilah untuk membeda-bedakan berbagai macamksatuan manusia tadi. Kecuali istilah yang paling lazim, yaitu masyarakat, ada istilah-istilah lain untuk menyebut kesatuan-kesatuan khusus yang merupakan unsur-unsur dari masyarakat, yaitu kategori sosial, golongan sosial, komunitas, kelompok dan perkumpulan.
Ketujuh unsur yang dapat kita sebut sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan di dunia itu adalah:
8. Bahasa,
9. Sistem pengetahuan,
10. Organisasi sosial,
11. Sistem peralatan hidup dan tekhnologi,
12. Sistem mata pencarian hidup,
13. Sistem religi,
14. Kesenian.
Dalam perubahan system nilai suatu kebudayaan oleh perubahan spontan dalam system nilai orang-orangnya, kita berhadapan dengan proses hidup yang dasar seperti terjelma dalam proses budi manusia. Tiap-tiap system nilai, oleh etiknya, member kepada proses kebudayaan suatu tenaga pertumbuhan. Proses kebudayaan bergerak terus menerus ke suatu arah berdasarkan suatu logika imanen, yaitu dari dalam, dari system nilai dan etiknya sampai kemungkinan-kemungkinannya habis. Hanya dalam arti ini kita dapat berbicara sebagai kiasan tentang masa muda remaja, masa dewasa dan masa tua suatu kebudayaan.

Pengertian Aliran Esensialisme

November 24, 2016 2 Comments

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing. Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Aliran Essensialisme?
2. Siapa Tokoh-tokoh dari Aliran Essensialisme?
3. Bagaimana pandangan Aliran Esensialisme serta penerapannya dibidang pendidikan?
4. Bagaimana Implikasi Aliran Essensialisme dalam dunia pendidikan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu Aliran Essensialisme.
2. Untuk mengethui siapa saja tokoh-tokoh Aliran Essensialisme
3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan Aliran Essensialisme serta penerapannya dibidang pendidikan
4. Untuk mengetahui bagaimana implikasi Aliran Essensialisme dalam dunia pendidikan

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Aliran Esensialisme
Secara Etimologi, Essensialisme berasal dari bahasa Inggris yakni “Essential” yang berarti inti atau pokok dari sesuatu dan “Isme” berarti Aliran Mazhab atau paham. Essensialisme dikenal sebagai gerakan pendidikan dan juga sebagai aliran filsafat pendidikan.
Essensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia, yang muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progrevisme. Perbedaannya yang utama adalah memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas. Menurut Esensialisme pendidikan harus bertumpu pada nilai-nilai yang telah teruji ketangguhannya dan kekuatannya sepanjang masa sehingga nilai-nilai yang tertanam dalam warisan/budaya sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan yang berbentuk secara berangsur-angsur melalui kerja keras dan susah payah selama beratus tahun, didalam telah teruji dalam gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah teruji dalam perjalanan waktu. Idealisme dan Realisme sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing. Idealisme dan Realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Maka konsep-konsep nya tentang pendidikan sedikit banyak diwarnai oleh konsep-konsep idealisme dan realisme.
Esensialisme dalam melakukan gerakan pendidikan bertumpu pada mazhab filsafat idealisme dan realisme meskipun kaum idealisme dan kaum realisme berbeda pandangan filsafat nya, namun mereka sepaham bahwa :
1. Hakikat yang mereka anut makna pendidikan bahwa anak harus menggunakan kebebasannya dan ia memerlukan disiplin orang dewasa untuk membantu dirinya sebelum ia sendiri dapat mendisiplinkan dirinya.
2. Manusia dalam memilih suatu kebenaran untuk dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya mengandung makna pendidikan bahwa generasi perlu belajar untuk mengembangkan diri setinggi-tinggi nya dan kesejahteraan sosial.
Aliran Essensialisme bersumber dari Filsafat Idealisme dan Realisme. Sumbangan yang diberikan keduanya bersifat eklektik artinya dua aliran tersebut bertemu sebagai pendukung Esensialisme yang berpendapat bahwa pendidikan harus bersendikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan
kestabilan. Nilai-nilai itu menjadi sebuah tatanan yang menjadi pedoman hidup, sehingga dapat mencapai kebahagiaan. Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad yang lalu, yaitu zaman Renaisans.
Adapun peranan Aliran Esensialisme adalah sebagai berikut :
1. Sebagai sako guru dalam kebudayaan modern
2. Sebagai pemeliharaan kebudayaan (warisan kebudayaan)

B. Tokoh-tokoh Aliran Esensialisme
1. Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831)
Georg Wilhelm Friedrich Hegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan yang dikuasai oleh huum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan pula bahwa sejarah adalah manifestasi dari berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir dan mengadakan ekspresi mengenai pengaturan yang dinamis mengenai dunia dan semuanya nyata dalam arti spiritual. Oleh karena Tuhan adalah sumber dari gerak, maka ekspresi berpikir juga merupakan gerak.

2. George Santayana
George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung atas otoriter atau nilai-nilai, namun juga tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri (memilih, melaksanakan).

3. Desiderius Eranus
Berusaha agar kurikulum sekolah bersifat humanis dan bersifat internasional, sehingga bisa mencakup lapisan menengah dan kaum aristokrat.


4. Johan Amos Comenius (1592-1670)
Berpendapat bahwa pendidikan mempunyai peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan karena pada hakekatnya dunia adalah dinamis dan bertujuan.

5. Thomas Hobbes
Berpendapat bahwa pengetahuan yang benar adalah yang dapat dijangau oleh indera. Jadi, pengetahuan tidak dapat mengatasi (melampaui) penginderaan. Persentuhan dunia luar dengan indera, jadi bersifat empiric, menjadi pangkal dan sumber pengetahuan.

6. Davis Hume
Mengemukakan analisa mengenai pengetahuan dan substansi. Pengetahuan adalah sejumlah pengalaman yang timbul silih berganti. Masing-masing pengalaman itu mengadakan impresi tertentu bagi orang yang menghayati substansi itu sebenarnya tidak ada, karena sebenarnya adalah perlangan pengalaman yang tadi.

C. Pandangan Esensialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
1. Pandangan Esensialisme Mengenai Belajar
Idealisme sebagai Filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitik beratkan pada individu tersebut. Menurut Idealisme, bila seorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami dirinya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif. Dengan mengambil landasan fikir, belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai substansi spiritual yang jiwanya membina dan menciptakan diri sendiri. Belajar adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh nilai-nilai sosial angkatan baru yang timbul untuk ditambah dan dikurangi serta diteruskan kepada angkatan berikutnya. Dengan demikian, pandangan-padangan realisme mencerminkan adanya dua jenis, yaitu determinasi mutlak dan determinasi terbatas.
a. Determinasi Mutlak, menunjukkan bahwa belajar adalah mengalami hal-hal yang tidak dapat dihalng-halangi adanya, jadi harus ada, yang bersama-sama membentuk dunia ini. pengenalan ini perlu diikuti oleh penyesuaian supaya dapat tercipta suasana hidup yang harmonis.
b. Determinasi terbatas, memberikan gambaran kurangya sifat pasif mengenai belajar. Bahwa meskipun pengenalan terhadap hal-hal yang kausatif didunia ini berarti tidak dimungkinkan adanya penguasaan terhadap mereka, namun kemampuan akan pengawas yang diperlukan.

2. Pandangan Esensialisme mengenai Kurikulum
Beberapa tokoh Idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Herman Harrel Horne dalam bukunya mengatakan bahwa hendaknya kurikulum itu bersendikan alas fundamen tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal. Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik. Atas ketentuan ini kegiatan atau keaktifan anak didik tidak terkekang, asalkan sejalan dengan fundamen-fundamen.

D. Implikasi Aliran Esensialisme Terhadap Pendidikan
a. Pandangan Ontologi Esensialisme
Sifat khas dari ontologi esensialisme adalah suatu konsepsi bahwa dunia ini di kuasai oleh tatanan yang cela, yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Ini berarti bahwa bagaimanpun bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan tatanan tersebut. Secara filosofis esensialisme dilandasi oleh prisip-prinsip klasik dari filsafat realisme dan idialisme moderen. Ontologinya dapat disebut realisme objektif, yang berpendapat bahwa kenyataan adalah sebuah pokok (subtansi) mater atau idialisme objektif yang berpandangan bahwa kenyataan itu pada pokoknya bersifat rohaniah.
Ontologi filsafat pendidikan idealisme menyatakan bahwa kenyataan dan kebenaran itu pada hakikatnya adalah ide-ide atau hal-hal yang berkualitas spiritual. Oleh karena itu, hal pertama yang perlu ditinjau pada peserta didik adalah pemahaman sebagai makhluk spiritual yang mempunyai kehidupan yang bersifat telelogis dan idealistik. Pendidikan bertujuan untuk membimbing peserta didik menjadi makhluk yang berkepribadian, bermoral serta mencita-citakan segala hal yang serba baik dan bertaraf tinggi.

b. Pandangan epistemologi essensialisme
Epistemologi essensialisme pada tingkat tertinggi merupakan teori persesuaian pengetahuan yang meyakini bahwa kebenaran tampil mewakili atau sesuai dengan fakta objektif. Realisme memperhatikan pandangan tiga aliran psikologi yaitu assosianesmi, behavorisme, dan koneksionisme. Lazimnya metode yang digunakan dalam aliran psikologi ini adalah menerapkan metode ilmu alam
Aspek epistemologi yang perlu diperhatikan dalam pendidikan adalah pengetahuan hendaknya bersifat ideal dan spiritual yang dapat menuntun kehidupan manusia pada kehidupan yang lebih mulia. Pengetahuan semacam itu tidak semata-mata terikat kepada hal-hal yang bersifat fisik, tetapi mengutamakan yang bersifat spiritual. Dalam bidang epistemologi bahwa pengetahuan adalah hasil yang dicapai oleh proses mana subjek dan objek mengadakan pendekatan. Dengan demikian hasilnya adalah perpaduan antara pengamatan, pemikiran dan kesimpulan dari kemampuan manusia dalam menyerap objeknya.

c. Pandangan mengenai Pendidikan
Essensialisme timbul karena adanya pandangan kaum progesif mengenai pendidikan yang fleksibel. Oleh karena adanya saingan dari progresivisme, maka pada sekitar tahun 1930 muncul organisasi. Dengan munculnya komite ini pandangan-pandangan essensilaisme menurut tafsiran abad XX mulai diketengahkan dalam dunia pendidikan.

d. Pandangan mengenai belajar
Essensialisme yang didukung oleh pandangan idealisme berpendapat bahwa bila seseorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia objektif. Akal budi manusia membentuk, mengatur, mengelompokkannya dalam ruang dan waktu. Dengan prinsip itu dapat dikatakan bahwa belajar pada seseorang sebenarnya adalah mengembangkan jiwa pada dirinya sendiri sebagai substansi spritual. Jiwa membina dan menciptakan dirinya sendiri. Jadi belajar adalah menerima dan mengenal dengan sungguh-sungguh nilai-nilai sosial oleh angkatan baru yang timbul untuk ditambah dan dikurangi serta diteruskan kepada angkatan berikutnya (Barnadib:1996:56). Belajar adalah cerminan dari jiwa yang aktif.

e. Pandangan Kurikulum Essensialisme
Essensialisme adalah suatu teori pendidikan yang menegaskan bahwa pendidikan selayaknya bergerak dalam kegiatan pembelajaran tentang keahlian dasar, seni dan sains yang telah nyata-nyata berguna dimasa lalu dan tetap demikian dimasa yang akan datang. Para essensialis percaya bahwa beberapa keahlian esensi atau dasar mempunyai kontribusi yang besar terhadap keberadaan manusia seperti membaca, menulis, aritmatika dan perilaku sosial yang beradab. Keahlian dasar ini merupakan hal yang selayaknya dan memang dibutuhkan sehingga selalu ada dalam setiap kurikulum sekolah dasar yang baik.
Pada kurikulum sekolah pertama, kurikulum dasar seharusnya terdiri dari sejarah, matematika, sains dan sastra. Kurikulum perguruan tinggi terdiri dari dua komponen yaitu mata kuliah umum dan sains. Dengan menguasai mata kuliah ini yaitu yang berkaitan dengan lingkungan sosial dan alam, seorang siswa mempersiapkan diri untuk berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat beradab.
Jadi intinya kurikulum hendaknya disusun secara sistematis, dari mulai yang sederhana sampai yang kompleks. Kurikulum direncanakan dan disusun berdasarkan pikiran yang matang agar manusia dapat hidup harmonis dan menyesuaikan diri dengan sifat-sifat kosmis.

f. Aksiologi Esensialisme
Dalam bidang aksiologi faktor peserta didik perlu dipandang sebagai agen yang ikut menentukan hakikat nilai. Esensialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah pada keduniaan serba ilmiah dan materialistis. Selain itu juga diwarnai oleh pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan realisme. Tujuan umum Aliran Esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia didunia dan akhirat. Johan Amos Comenius (1592-1670) sebagai salah satu tokoh esensialisme mengatakan bahwa karena dunia ini dinamis dan bertujuan, kewajiban pendidikan adalah membentuk anak sesuai dengan kehendak tuhan. Tugas utama pendidikan ialah membina kesadaran manusia akan semesata dan dunia untuk mencari kesadaran spiritual menuju Tuhan.
Teori nilai menurut Idealisme bahwa hukum-hukum etika adalah hukum-hukum kosmos karena itu seseorang diakatakan baik hanya bila ia secara aktif berada didalam dan melaksanakan hukum-hukum itu. Dengan demikian posisi seseorang jelas dapat dimengerti dalam hubungannya dengan nilai-nilai itu. Dalam filsafat misalnya agama di anggap mengajarkan doktrin yang sama, bahwa perintah-perintah tuhan mampu memecahkan persoalan-persoalan moral bagi siapapun yang mau menerima dan mengamalkannya. Meskipun idealisme menjunjung asas otoriter atas nilai-nilai itu, namun ia tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri yaitu memilih dan melaksanakan.
Teori nilai menurut Realisme, prinsip sederhana Realisme tentang etika ialah melalui asas ontologi bahwa sumber semua pengalaman manusia terletak pada keteraturan lingkungan hidupnya. Karena itu Approach pada pengetahuan yakni dengan pemahaman obyektif atas peristiwa-peristiwa dalam kehidupan. Fakta peristiwa itulah yang menimbulkann pertimbangan proporsional dalam ekspresi keinginan, rasa kagum, tidak suka dan penolakan. Kecenderungan Approach obyektif ini yang melahirkan penyelidikan ilmiah, khususnya dalam ilmu pengetahuan sosial.
Teori belajar menurut Esensialisme ialah teori korenpondensi sebagai dasar. Yakni kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan dan fakta. Meskipun proses belajar dianggap bidang psikologi, tetap oleh aliran ini belajar juga dianggap sebagai masalah ontologi, epistemologi dan aksiologi. Pendirian demikian berdasarkan prinsip bahwa perlu verifikasi kodrat realita yang kita pelajari (ontologi). Juga diperlukan reabilitas pengetahuan yang dipelajari (epistemologi) dan demikian pula nilai dari realitas dan pengetahuan itu (aksiologi). Pada prinsipnya proses belajar adalah melatih daya jiwa yang potensial sudah ada. Proses belajar sebagai proses menyerap apa yang berasal dari luar yaitu dari warisan-warisan sosial yang disusun didalam kurikulum tradisional dan guru berfungsi sebagai perantara.
Prinsip-prinsip pendidikan Esensialisme yaitu :
1. Pendidikan harus dilakukan melalui usaha keras, tidak begitu saja timbul dari dalam diri siswa.
2. Inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada peserta didik. Perana guru adalah menjembatani antara dunia orang dewasa dengan dunia anak. Guru disiapkan secara khusus utnuk melaksanakan tugas diatas, sehingga guru lebih berhak untuk membimbing pertumbuhan peserta didiknya. Esensialisme menurut Imam Barnadib bahwa guru sebagai penetu bagi pendidikan. Kedudukan guru atau pendidik demikian penting karena mereka mengenal dengan baik tentang tujuan pendidikanserta pengetahuan atau materi-materi lain.
3. Inti proses pendidikan adalah asimilasi dan mata pelajaran yang telah ditentukan. Kurikulum diorganisasi dan direncankan dengan pasti oleh orang dewasa. Pandangan ini sesuai dengan filsafat realisme bahwa secara luas lingkungan material dan sosial adalah manusia yang menetukan bagaimana seharusnya ia hidup.
4. Sekolah harus mempertahankan metode-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin mental.
5. Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum.
6. Menghendaki pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang tinggi, yang hakiki kedudukannya dalam kebudayaan. Nilai-nilai ini hendaklah yang sampai kepada manusia nmelalui sivilisasi dan telah teruji oleh waktu. Tugas pendidikan adalah sebagai perantara atau pembawa nilai-nilai yang ada didalam gudang diluar ke jiwa peserta didik. Ini berarti bahwa peserta didik itu perlu dilatih agar mempunyai kemampuan penyerapan yang tinggi.

E. Peranan Esensialisme sebagai Pemeliharaan Kebudayaan
Karena prinsip utama dan watak dari esensialisme ialah semangat ingin kembali kepada warisan kebudayaan masa silam yang agung dan ideal. Maka pendidikan baginya ialah sebagai pemeliharaan kebudayaan yang ada.
Esensialisme sebagai teori pendidikan dan kebudayaan melihat kenyataan bahwa lembaga-lembaga dan praktek-prekte kebudayaan modern telah gagal dalam banyak hal untuk memenuhi harapan zaman modern. Maka untuk menyelamatkan manusia dan kebudayaan haru diusahakan melalui pendidikan.
Secara sadar esensialisme memelihara kebudayaan warisan secara bijaksana dan dengan efektif melalui dua cara :
1. Percaya pada praktek-praktek, kebiasaan-kebiasaan dan lembaga-lembaga yang telah terbina dan terpuji.
2. Mengembangkan kesadaran atas dalil-dalil, kebenaran-kebenaran, hukum-hukum dan asas yang ada dibawah praktek, kebiasaan dan lembaga-lembaga yang telah ada dan terbina.



























BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara Etimologi, Essensialisme berasal dari bahasa Inggris yakni “Essential” yang berarti inti atau pokok dari sesuatu dan “Isme” berarti Aliran Mazhab atau paham. Essensialisme dikenal sebagai gerakan pendidikan dan juga sebagai aliran filsafat pendidikan.
Essensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia, yang muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progrevisme.
Esensialisme dalam melakukan gerakan pendidikan bertumpu pada mazhab filsafat idealisme dan realisme meskipun kaum idealisme dan kaum realisme berbeda pandangan filsafat nya.
Adapun Tokoh-tokoh Aliran Esensialisme adalah sebagai berikut :
1. Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831)
2. George Santayana
3. Desiderius Eranus
4. Johan Amos Comenius (1592-1670)
5. Thomas Hobbes
6. Davis Hume

B. Kritik dan Saran
Dengan mengerjakan tugas yang diberikan oleh Bapak mengenai Esensialisme maka penulis berharap agar Bapak memberikan penjelasan mengenai pembuatan makalah yang baik dan benar agar kedepannya penulis bisa mengetahui cara penulisan makalah yang baik dan benar.







DAFTAR PUSTAKA

Khobir Abdul. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Pekalongan : STAIN Pekalongan Press.

Syam, Mohammad Noor. 1986. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pnancasila. Surabaya : Usaha Nasional.

PENYUSUNAN SKRIPSI/BUKU

November 24, 2016 Add Comment
KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan pertolonganNya kami dapat menyelesaiakan karya ilmiah yang berjudul ‘Membuat Mesin Pembuat Kopi’. Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaikannya dengan baik.
Tak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu kami dalam mengerjakan proyek ilmiah ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan karya ilmiah ini.
Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada masyarakat dari hasil karya ilmiah ini. Karena itu kami berharap semoga karya ilmiah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama.
Pada bagian akhir, kami akan mengulas tentang berbagai masukan dan pendapat dari orang-orang yang ahli di bidangnya, karena itu kami harapkan hal ini juga dapat berguna bagi kita bersama.Semoga karya ilmiah yang kami buat ini dapat membuat kita mencapai kehidupan yang lebih baik lagi.


PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ada anggapan sebagian mahasiswa, terutama calon sarjana, bahwa menyusun karya ilmiah dengan bahasa yang baik dan benar itu rumit. Sebagian mereka nengeluh setelah diberi tugas menyusun makalah atau skripsi oleh dosen pembimbing atau olehperguruan tingginya. Mereka seakan-akan “menyerah sebelum bertempur”.
Sesungguhnya menyusun karya ilmiah tidak jauh berbeda dengan menyusun karya yang lain, seperti karya jurnalistik atau laporan perjalanan,bedanya,penyusunan karya ilmiah,mengikuti metode ilmiah(scientific metode) yang atas langkah-langkah untuk mengorganisasi dan mengatur gagasan melalui garis pemikiran yang konseptual dan prosedural yang disepakati oleh para ilmuwan.
Jadi, siapapun mampu menyusun karya ilmiah,asal mereka mau mempelajari cara-caranya.Didalam makalah ini, kami mencoba menguraikan cara penyusunan karya ilmia(skripsi/buku) dari sumber-sumber yang kami dapat,walaupun kami sendiri juga masih kurang ahli dealam hal ini.

A.Bagian-Bagian Utama Skripsi
Penulisan skripsi haruslah berdasarkan kerangka (pola urutan) yang ditetapkan. Sebuah skripsi yang biasanya terdiri dari banyak halaman itu dapat kita sederhanakan menjadi tiga bagian utama, yaitu : bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir.

Bagian awal skripsi berupa :
- halaman cover (sampul depan)
- halaman judul
- halaman pengesahan
- prakata
- daftar isi
- daftar tabel
- daftar gambar
- daftar lampiran, dan
- intisari (abstrak).

Bagian inti skripsi berupa :
- BAB I Pendahuluan
- BAB II Tinjauan Pustaka
- BAB III Metodologi Penelitian
- BAB IV hasil penelitian dan pembahasan, dan
- BAB V kesimpulan.dan Saran

Bagian akhir skripsi berupa :
- daftar pustaka
- lampiran












B. KANDUNGAN MASING-MASING BAGIAN SKRIPSI
Isi bagian awal
Halaman Sampul
Halaman sampul biasanya berisi judul,kata skripsi,nama dan NIM, lambing perguruan tinggi, fakultas, jurusan dan waktu ujian. Semua huruf dicetak dengan huruf capital, dengan komposisi dan tata letak yang diatur secara simetris, rapid an serasi.
Halaman Judul
Halaman judul terdiri atas dua halaman. Halaman pertama, isi dan formatnya sama dengan halaman sampul.
Halaman kedua memuat:
1. Judul skripsi
2. Teks skrips diajukan kepada perguruan tinggi untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam program sarjana pendidikan…
3. Nama dan NIM, (ditlis dngan huruf kecil kecuali huruf pertama)
4. Nama lengkap perguruan tinggi, fakultas, dan jurusan (dengan huruf capital)
5. Bulan (dengan huruf kecil)
A. Abstrak
Kata abstarak ditulis di tengah halaman dengan huruf besar, simetris di batas atas bidang pengetikan dan tanpa tanda titik. Nama penulis diketik dengan jarak 2 spasidari kata abstrak, di tepi kiri dengan urutan: nama akhir diikuti koma,nama awal, nama tengah (jika ada) diakhiri titik.judul digarisbawahi atau dicetak miring dan dicetak dengan huruf kecil (kecusli huruf-huruf pertama dari setiap kata) diakhiri dengan titik. Kata skripsi ditulis setelah judul dan diakhiri dengan koma, diikuti dengan nama jurusan (tidak boleh disingkat), nama fakultas, nama institute, dan diakhiri dengan titik. Kamudian dicantumkan nama dosen pembimbing I dan II lengkap dengan gelar akademiknya.
Dalam abstrak dicantumkan kata kunci yang ditempatkan dibawah nama dosen pembimbing. Jumlah kata kunci berkisar antara tiga sampailima buah. Kata kunci diperlukan untuk komputerisasi sstem informasi ilmiah. Dalam teks abstrak disajikan secara padat inti sari skripsi yang mencakup latar belakang, masalah yang diteliti, metode yang digunakan, hasil-hasil yyang diperoleh, kesimpulan yang dapat ditarik. Diketik dengan spasi tunggal (satu spasi) dan panjangnya tidak lebih dari dua halaman kertas ukuran kuarto.


B. Kata pengantar/Prakata
Kata pengantar berisi ucapan terima kasih penulis kepada semua pihak yang telah membantu dalam mempersiapkan,melaksanakan dan menyelesaikan penulisan skripsinya.Tulisan KATA PENAGNTAR ditulis dengan huruf besar, simetris di batas atas bidang pengetikan dan tanpa tanda titik. Teks kata pengantar dengan spasi ganda (dua spasi) panjang teks tidak lebih dari dua halaman kertas kuarto.
C. Daftar isi
Daftar isi memuat judul bab, judul subbab, dan judul anak subbab yang disertai nomor halaman tempat pemuatannya dalam teks. Semua judul bab diketik dengan huruf besar. Judul subbab dan anak subbab hanya huruf awalnya saja yang diketik dengan huruf besar.
D. Daftar Tabel
Daftar tabel memuat: nomor tabel, judul tabel, serta nomor halaman untuk setiap tabel. Judul yang lebih dari satu baris diketik dengan spasi tunggal. Antara judul tabel yang satu dengan yang lainnya diberi jarak satu setengah spasi.
E. Daftar Gambar
Daftar gambar memuat: nomor gambar, judul gambar, dan nomor halaman tempat pemuatan dalam teks. Tata cara penulisannya sama dengan daftar tabel.
F. Daftar Lampiran
Daftar lampiran memuat: nomor lampiran, dan halaman tempat lampiran itu berada.
G. Daftar Lainnya
Jika pada skripsi banyak dipakai tanda-tanda yang memiliki makna penting,maka perlu ada daftar khusus yang memuat tanda-tanda dan lambang-lambang itu.
H. Isi Bagian Inti
Skripsi memiliki enam bagian inti yaitu pendahuluan, hasil penelitian, pembahasan, dan penutup.
I. Bab I Pendahuluan
Bab ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan apa yang diteliti, untuk apa dan nengapa penilitian itu dilakukan.



J. Latar Belakang Masalah
Dalam bagian ini diuraikan secara ringkas tentang teori, hasil-hasil penelitian, kesimpulan seminar ataupun diskusi ilmiah, pengalaman ataupun pengamatan pribadi yang berkaitan erat dengan masalah yangf diteliti sehingga masalah yang diteliti memiliki landasan perpijak yang kokoh.
K. Rumusan Masalah
Rumusan masalah berfungsi menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan yang ingin dicarikan jawabannya dan hendaknya disusun secara singkat, padat, jelas, dan dituangkan dalam bentuk kalimat tanya.
L. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mengungkapkan sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian. Hipotesis Penelitian, Hipotesis mengungkapkan jawaban sementara terhadap maswalah penelitian.
M. Asumsi Penelitian
Asumsi penelitian adalah anggapan dasar tentang suatu hal yang dijadikan pijakan beroikir dan bertindak dalam melakukan penelitian.
N. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian berisi alasan kelayakan atas masalah yang diteliti.
O. Penegasan Istilah
Penegasan istilah diperlukan jika diperkirakan akan timbul perbedaan pengartian atau kekurang jelasan makna jika penegasan istilah tidak diberikan.
P. Bab II Kajian Pustaka
Kajian pustaka memuat dua hal yaitu deskripsi teoritis tentang variabel atau objek yang diteliti dan kesimpulantentang kajian yang antara lain berupa argumentasi atas hipotesis yang diajukan dalam bab yang mendahuluinya.pemilihan bahan pustaka yang akan dikaji berdasarkan dua kriteria yaitu: 1) prinsip kemutakhiran (kecuali untuk penelitian historis). 2) prinsip relevansi.




B.Fungsi dan Teknik penulisan kutipan,Catatan kaki dan daftar pustaka

A. Pengertian Kutipan


Kutipan, sebuah kata yang mungkin semua orang belum mengetahui maksudnya apa. Disini saya akan mengulas sedikit mengenai kutipan. Kutipan adalah gagasan, ide, pendapat yang diambil dari berbagai sumber. Proses pengambilan gagasan itu disebut mengutip. Gagasan itu bisa diambil dari kamus, ensiklopedi, artikel, laporan, buku, majalah, internet, dan lain sebagainya.
C Fungsi Kutipan

Kutipan memiliki fungsi tersendiri. Fungsi dari kutipan adalah sebagai berikut :

1) Menunjukkan kualitas ilmih yang lebih tinggi.
2) Menunjukkan kecermatan yang lebih akurat.
3) Memudahkan penilaian penggunaan sumber dana.
. 4) Memudahkan pembedaan data pustaka dan ketergantungan tambahan
5) Mencegah pengulangan penulisan data pustaka.
6) Meningkatkan estetika penulisan.
7) Memudahkan peninjauan kembali penggunaan referensi, dan memudahkan penyuntingan naskah yang terkait dengan data pustaka.


Di bawah ini adalah cara - cara menulis kutipan dan contohnya:

1. Memasukkan nama penulis di dalam tanda kurung
Pisahkan nama penulis dan tahun publikasi dengan tanda baca koma. Bisa juga ditambahkan halaman dengan simbol p, atau pp, untuk memperjelas lokasi kutipan pada buku, paraphrase, ringkasan, atau informasi yang kita kutip.
Contoh :Fotosintesis adalah proses yang terjadi pada daun untuk menghasilkan makanan hasil dari proses kimiawi yang terjadi di dalamnya (Nugraha, 1995, p. 17).

2. Memasukkan nama penulis di dalam pembahasan
Ketika ingin memasukkan nama penulis di pembahasan, tambahkan tahun di dalam tanda kurung setelah nama penulis. Bisa juga menambahkan nomor halaman di belakang kutipan.
Contoh :Menurut Nugraha (1995), Fotosintesis adalah proses kimiawi yang terjadi di dalam daun untuk menghasilkan makanan (p. 17).

Atau :Menurut Ichwan (1989), Skimming adalah teknik membaca cepat dengan hanya melihat sekilas saja untuk mendapatkan informasi dalam waktu yang cepat.

3. Kutipan dengan dua penulis berbeda
Jika nama pengarang dimasukkan di dalam kutipan, Pisahkan ke duanya dengan menggunakan tanda ampersand (&). Sebaliknya, jika memasukkan kedua nama tersebut di dalam pembahasan, gunakan kata dan.

Contoh : Fakta membuktikan bahwa pria yang sudah menikah berpenghasilan lebih tinggi daripada pria yang belum menikah (Chun & Lee, 2001).

Menurut Naskoteen dan Zimmer (2001), Penghasilan seseorang mempengaruhi sesorang memilih calon suami atau istrinya.

4. Kutipan dengan tiga hingga lima penulis
Tulis semua nama sesuai abjad dan pisahkan dengan tanda koma.

Contoh :Al baironi, Munandar, Nyoman, dan Susanto (1889) berpendapat bahwa kesusksesan seseorang ditentukan oleh kemauan kuat yang ada pada dirinya.

Bisa juga dengan menggunakan : et al yang berarti dan lainnya.

Menurut Al baironi et al. (1889), kesuksesan bergantung pada kemauan yang ada pada diri pribadi.

5. Kutipan dengan 6 atau lebih penulis
Kata penulis yang dimaksud di sini adalah nama – nama yang memiliki pendapat sama. Nama – nama tersebut tidak boleh ditulis semua, tulis nama orang pertama dan gunakan et al.

Contoh :Gracia et al. (2003) berpendapat, “Pendidikan karakter di masa kanak – kanak akan mencetak remaja – remaja yang memiliki karakter."

Atau:Pendidikan karakter yang diajarkan pada masa kanak – kanak memungkinkan untuk menghasilkan remaja – remaja yang berkarakter pula. (Gracia et al, 2003).

6. Kutipan tanpa adanya nama penulis
Ketika suatu sumber tidak ada nama penulisnya, gunakan dua atau tiga kata pertama dari judul karya tersebut. Jika judul itu merujuk pada sebuah artikel, bab buku, atau halaman Web, gunakan huruf kapital. Namun, jika judul mengacu pada buku, majalah, brosur, atau laporan, gunakan huruf miring.

Contoh :Penyakit banyak sekali tumbuh di masa pencaroba ini (“Dampak Perubahan Musim,” 2015).
Pointilis teknik bisa digunakan untuk membuat gambar di kertas gambar (Paduan Menggambar untuk, 2014).






7. Penulis dengan nama yang sama
Ketika mengutip pernyataan atau sumber dari penulis yang memiliki nama yang sama. Tulis nama belakang dengan inisial.

Contoh:Menahan diri untuk tidak makan atau diet bisa mencegah obesitas (A. Nugraha, 1997). Namun, faktanya diet bisa menimbulkan penyakit lain seperti mag, dan mal nutrisi (B. Nugraha, 2000).

8. Karya yang sama dikutip lebih dari sekali
Ketika menulis kembali kutipan pada sumber yang sama, tidak perlu lagi menulis nama dan tanggal kutipan tersebut.

Contoh :Ekonomi mikro adalah penunjang pertumbuhan ekonomi suatu Negara (Afriando, 2012, p.3). Namun, Afriando mengatakan “jumlah ekonomi mikro di Indonesia masih sangat jauh dari cukup” (p. 4).

9. Dua atau lebih sumber di dalam kutipan
Ketika ingin menyimpulkan informasi dari berbagai sumber, tulis semua nama penulis dan tanggal pisahkan sumber – sumber informasi itu dengan tanda titik koma. Urutkan sesuai abjad, dan untuk penulis yang sama urutkan sesuai tanggal.

Contoh :Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa kekuasaan dengan pekerjaan yang didapatkan berhubungan dengan performa di tempat kerja (Faire 2002; Hall, 1996, 1999).

10. Dua atau lebih informasi yang dikutip dari sumber dan tahun yang sama
Mengutip informasi dari sumber yang dipublikasikan oleh penulis dan pada tahun yang sama.

Contoh :Schmidt (1997a, p. 23) menyatakan, “kesuksesan dapat dicapai dengan usaha yang tekun.”
11. Mengutip informasi dari sumber lain

Ketika mengutip informasi secara tidak langsung, Tambahkan keterangan sumber Anda mengutip kutipan tersebut dengan as cited in dalam tanda kurung.

Contoh :Menurut Pablo (1976), Olahraga dapat menyegarkan pikiran (as cited in Wayan, 2013).

Atau:Olahraga dapat menyegarkan pikiran (Pablo, 1976, as cited in Wayan, 2013).




12. Kutipan yang diambil dari organisasi atau kelompok
Sebutkan nama organisasi, kelompok peneliti, perusahaan, atau agensi dalam kutipan pertama. Tambahkan singkatan dari kelompok, atau organisasi dan lainnya dalam tanda kurung. Kemudian pada kutipan selanjutnya gunakan hanya singkatan dari kelompok, atau organisasi tersebut.

Kutipan pertama:Hewan – hewan yang dilindungi oleh pemerintah masih terancam
keberadaannya. Bahkan sebagian telah punah (Kelompok Pemerhati Satwa [KPS], 2014).

Kutipan kedua:Penyebab punahnya hewan – hewan itu tidak lain dan tidak bukan adalah faktor pemburu dan perdagangan gelap (KPS, 2014).


13. Kutipan yang berasal dari wawancara langsung, e-mail, surat, atau memo
Tulislah kalimat Personal Communication, dan tanggal. Karena pembaca tidak bisa mengakses sumber ini, maka jangan tempatkan kutipan ini di daftar referensi.


















B.Fungsi dan Teknik penulisan footnote atau catatan kaki
Fungsi footnote atau catatan kaki
Beberapa fungsi catatan kaki (footnote) adalah sebagai berikut:
1. Untuk menunjukkan atau menguatkan evidensi (pembuktian) semua pernyataan dan keterangan tentang sesuatu yang harus dikuatkan penjelasannya. Keterangan pada footnote adalah menunjukkan tempat dimana evidensi tersebut didapatkan.
2. Untuk menunjukkan adanya peminjaman atau pengambilan dari bahan yang digunakan. (Untuk fakta-fakta yang bersifat umum tidak perlu diberi footnote).
3. Untuk memperluas diskusi suatu masalah tertentu di luar konteks dan teks.
4. Untuk memberi keterangan atau petunjuk. Misalnya untuk menunjukkan bahan dalam lampiran, atau persoalan-persoalan yang sudah di bahas dalam halaman, sub-bab, atau bab dalam karya ilmiah yang bersangkutan.
Teknik penulisan footnote atau catatan kaki:
1. Nomor footnote agak diangkat sedikit di atas baris biasa, tetapi tidak sampai setinggi satu spasi. Nomor itu jauhnya tujuh huruf dari margin atau tepi teks, atau sama dengan permulaan alinea baru. Jika catatan kaki terdiri lebih dari dua baris, baris kedua dan selanjutnya dimulai di garis margin atau tepi teks biasa.
2. Nama pengarang ditulis menurut urutan nama aslinya. Pangkat atau gelar seperti Prof., Dr., Ir., dan sebagainya tidak perlu dicantumkan.
3. Judul buku digaris bawah jika diketik dengan mesin ketik atau dicetak miring jika diketik dengan komputer.
4. Jika buku, majalah, atau surat kabar ditulis oleh dua atau tiga orang, nama pengarang dicantumkan semua.
5. Jika sumbernya berasal dari internet: Nama depan dan belakang penulis, “Judul dokumen,” nama website, alamat web komplit, tanggal dokumen tersebut di download.
6. Pengarang yang lebih dari tiga orang, ditulis hanya nama pengarang pertama, lalu di belakangnya ditulis et al., atau dkk.
7. Dalam menuliskan footnote, adakalanya digunakan singkatan-singkatan tertentu, yaitu
1. ibid, kependekan dari ibidem yang berarti ‘di tempat yang sama dan belum diselingi dengan kutipan lain’.
2. op.cit., singkatan dari opere citato, artinya ’dalam karangan yang telah disebut dan diselingi dengan sumber lain’.
3. loc.cit, kependekan dari loco citato, artinya ‘di tempat yang telah disebut’. loc. Cit digunakan jika kita menunjuk ke halaman yang sama dari suatu sumber yang telah disebut.
4. Perhatikan pemakaian ibid., op. cit., dan loc. cit., dibawah ini.



• 1Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999, hlm. 8.
• 2Ibid., hlm. 15 (berarti dikutip dari buku di atas)
• 3Ismail Marahimin, Menulis secara Populer, Pustaka Jaya, Jakarta, 2001, hlm 46.
• 4Soedjito dan Mansur Hasan, Keterampilan Menulis Paragraf,Remaja Rosda Karya, Bandung, hlm. 23.
• 5Gorys Keraf, op. cit. hlm 8 (buku yang telah disebutkan di atas)
• 6Ismail Marahimin, loc. cit. (buku yang telah disebut di atas di halaman yang sama, yakni hlm. 46)
• 7Soedjito dan Mansur Hasan, loc. cit. (menunjuk ke halaman yang sama dengan yang disebut terakhir, yakni hlm. 23)
Sedangkan fungsi Daftar Pustaka salah satunya untuk memberikan referensi bagi pembaca buku tersebut untuk melakukan kajian ulang atau lanjutan sehubungan dengan tema buku. Juga sebagai bentuk penghargaan atau apresiasi terhadap penulis buku dalam Daftar Pustaka atas karyanya yang sudah mempunyai peranan dalam penulisan buku atau karya tulis. Penyusunan Daftar Pustaka seharusnya mengedepankan asas kemudahan dalam pemakaian Daftar Pustaka.

B. Cara Membuat Daftar Pustaka


Adapun beberapa ketentuan serta aturan cara Penulisan Daftar Pustaka yang baik dan benar yaitu :
1. Bagi penulis yang menggunakan marga/keluarga , nama marga/keluarganya ditulis terlebih dahulu, sedangkan untuk penulis yang tidak menggunakan nama marga / keluarga , diawali dengan penulisan nama akhir / belakang kecuali nama Cina.
2. Gelar kesarjanaan penulis tidak perlu dicantumkan dalam daftar pustaka.
3. Judul buku dicetak miring atau digarisbawahi pada setiap kata, jadi tidak dibuat garis bawah yang bersambung sepanjang judul.
4. Baris pertama diketik mulai ketukan pertama sedangkan baris kedua dan seterusnya diketik mulai ketukan ke-7.
5. Jarak antara baris satu dengan baris berikutnya satu spasi.
6. Jarak antara sumber satu dengan sumber berikutnya dua spasi

Sedangkan untuk Cara Penulisan Daftar Pustaka dan teknik Penulisan Daftar Pustaka dibedakan berdasarkan sumbernya yaitu sumber dari Jurnal , buku, Internet, Peraturan Pemerintah , Perundang-undangan, Makalah, Karya Tulis serta Surat Kabar / Koran.

MAKALAH SIAYASAH MALIYAH

November 24, 2016 Add Comment
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar belakang masalah
Seperti di dalam fiqh siyasah dusturiyah dan fiqh siyasah dauliyah, di dalam fiqh siyasah maliyah pun pengaturannya diorientasikan untuk kemaslahaan rakyat. Oleh karena itu, di dalam siyasah maliyah ada huubungan diantara tiga factor, yaitu: rakyat, harta, dan pemerintah atau kekuasaan.
Dikalangan rakyat ada dua kelompok besar dalam suatu atau beberapa Negara yang harus bekerjasama dan saling membantu antar orang-orang kaya dan orang miskin. Di dalam siyasah maliyah dibicarakan bagaimana cara-cara kebijakan yang harus diambil untuk mengharmonisasikan dua kelompok ini, agar kesenjangan antara orang kaya dan miskin tidak semakin lebar.
Produksi, distribusi, dan komsumsi dilandasi oleh aspek-aspek keimanan dan moral, serta dijabarkan dalam aturan-aturan hukum, agar ada keadilan dan kepastian. Adalah benar pernyataan bahwa “hukum tanpa moral dapat jatuh kepada kezaliman, dan moral tanpa hukum dapat menimbulkan ketidakpastian.
Oleh karena itu, di dalam fiqh siyasah orang-orang kaya disentuh hatinya untuk mampu bersikap selalu sabar (ulet), berusaha, dan berdoa mengharap karunia Allah. Kemudian, sebagai wujud dari kebijakan, di atur di dalam bentuk, zakat, dan infak, yang hukumnya wajib atau juga di dalam bentuk-bentuk lain seperti wakaf, sedekah, dan penetapan ulil amri yang tidak bertentangan dengan nash syari’ah, seperti bea cukai (usyur) dan kharaj.
Isyarat-isyarat Al-Quran dan Al-Hadits Nabi menunjukkan bahwa agama Islam memiliki kepedulian yang sangat tinggi kepada orang fakir dan miskin dan kaum mustad’afiin (lemah) pada umumnya, kepedulian inilahyang harus menjiwai kebijakan penguasa (ulil amri) agar rakyatnya terbebas dari kemiskinan.
Orang-orang kaya yang telah mengeluarkan sebagian kecil dari hartanya yang menjadi hak para fakir dan miskin harus dilindungi, bahkan didoakan agar hartanya mendapat keberkahan dari Allah SWT. Sudah tentu bentuk-bentuk perlindungan terhadap orang kaya yang taat ini akan banyak sekali seperti dilindungi hak miliknya, dan hak-hak kemanusiannya.
Dalam tata negara harus ada pengaturan keluar masuknya keuangan yang ditangani oleh lembaga-lembaga tertentu. Tentunya hal itu bukan sesuatu yang mudah, karena tidak sedikit pejabat yang berada dalam lembaga ini sering terjerat oleh hukum seperti Gayus Tambunan. Perlu ada pembenahan kembali dalam menata keuangan negara. Karena hal ini penting maka penulis akan memaparkan sedikit penjelasan yang berkaitan dengan keuangan negara dalam bidang fiqih siyasah maliyah.

1.2 Rumusan masalah
1. Pengertian Siyasah Maliyah
2. Sumber Keuangan Negara
3. Pengeluaran da Belanja Negara


BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Secara etimologi siyasah maliah ialah politik ilmu keuangan, sedangkan secara terminologi siyasah maliah adalah mengatur segala aspek pemasukan dan pengeluaran keuangan yang sesuai dengan kemaslahatan umum tanpa menghilangkan hak individu dan menyia-nyiakannya.1Jadi, pendapatan negara dan pengeluarannya harus diatur dengan baik. Karena keuangan negara termasuk pilar yang sangat berperan penting dalam kemaslahatan masyarakat. Ketika keuangan diatur sedemikian, maka dampaknya terhadap ekonomi, kemiliteran, dan hal-hal yang lainnya; yaitu kesejahteraan bagi penduduk negara tersebut.

2. Sumber-sumber keuangan
Mengenai sumber pendapatan negara untuk membiayai segala aspek aktivitas negara, ada beberapa perbedaaan pendapat:
a. Menurut Ibnu Taimiyah dalam bukunya As-Siyasatus Syari’ah fi Islahir Ra’i war Ra’iyah(Pokok-Pokok Pedoman Islam dalam Bernegara) menyebutkan bahwa hanya ada dua sumber pendapatan negara, yaitu zakat dan harta rampasan perang.
b. Sedangkan pendapat Muhammd Rasyid Ridha, dalam bukunya Al-Wahyu al-Muhammady(wahyu Ilahi kepada Muhammad), menyatakan bahwa selain zakat dan harta rampasan perang seperti yang diajukan oleh Ibnu Taimiyah ditambahkannya jizyah (pemberian) yang didapatkan dari golongan minoritas (non muslim) sebagai jaminan kepada mereka, baik jaminan keamanan dan keselamatan jiwa dan harta benda mereka maupun jaminan hak-hak asasi mereka.

c. Lain halnya dengan Yusuf Qhardawi, ia menyatakan, selain hal-hal diatas, pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara, karena jika hanya ada tiga macam sumber pendapatan negara, dapat dipastikan pendapatan tersebut tidak mungkin dapat membiayai semua kegiatan negara, yang makin hari makin luas dan besar.

2.1. Zakat
Harta yang wajib dikeluarkan oleh pemilik yang memiliki persyaratan, diberikan kepada yang berhak menerimanya.3 Sedangkan jenis-jenis harta benda yang dapat dizakati ialah:
a. Harta benda simpanan
b. Peternakan
c. Pertanian
d. Pertambangan
e. Perikanan
f. Perdagangan
g. Profesi
h. Saham dan obligasi

2.2. Harta rampasan perang
Rampasan perang mempumyai empat komponen:
a. Salab, ialah alat dan perlengkapan perang yang didapatkan dari musuh di medan pertempuran.
b. Ghanimah, ialah harta yang didapatkan dari musuh dengan jalan perang selain salab, baik barang yang bergerak maupun barang yang tidak bergerak.
c. Al-Fa-i (upeti), ialah harta yang didapatkan dari orang kafir dengan jalan damai.

Problem yang timbul dari harta rampasan perang ini adalah mengenai cara penggunaannya. Menurut ketentuan hadits, tentara yang melakukan operasional dimedan pertempuran turut mendapatkan bagian harta rampasan perang tersebut. Ketentuan hadits ini berlaku, karena tentara (militer) pada zaman Rasulullah SAW. sepenuhnya bersifat sukarelawan
yang segala persenjataanya dan perlengkapannya dipenuhi oleh tiap-tiap tentara yang bersangkutan, bukan oleh negara. Bahkan jaminan ekonomi untuk keluarga yang ditinggalkan ditanggung sepenuhnya oleh tentara tersebut. Berebeda dengan kondisi sekarang, semua pasukan tentara bersifat profesional yang seluruh persenjataan dan perlengkapan perangnya ditanggung oleh negara. Bahkan untuk penghidupan ekonomi keluarga yang ditinggalkan ke medan perang pun sepenuhnya mendapat jaminan gaji dari negara. Lebih jauh dari itu, apabila seorang tentara cacat atau mati di medan pertempuran, dia atau keluarganya mendapat jaminan pensiun dari negara.
Karena itu, dengan perbedaan kondisi antara pasukan tentara Islam pada zaman Rasulullah SAW. dengan kondisi militer sekarang ini, Sayid Sabiq menyatakan bahwa tentara zaman sekarang ini tidak berhak mendapatkan harta rampasan perang.

2.3. Jizyah

Upeti yang dikenakan kepada non Islam sebagai indikasi untuk jaminan terhadap mereka. Baik itu berupa jaminan yang bersifat keamanan jiwa mereka, harta benda, hak-hak asasi ataupun yang lainnya.

2.4.Pajak

Ketentuan-ketentuan Syar’i, baik yang tertuang di dalam Al-Quran maupun Hadits Nabi SAW. yang mengatur pajak secara langsung memang tidak ada. Hanya atsar para sahabat yang berbentuk praktek penyelenggaraan negara yang dilakuakan oleh para Khulafaur Rasyidin, sejak Khalifah Umar bin Khattab. Itu pun terbatas pada pajak yang wajib dibayarkan oleh warga negara nonmuslim yang menggarap tanah-tanah negara.
Karena itulah, wajar jika timbul perbedaan dikalangan ahli hukum Islam di dalam menentukan boleh-tidaknya pajak sebagai sumber pendapat negara. Untuk itu, ada pendapat yang dismpulkan oleh Yusuf Qardhawi. Ia menyatakan, “tidak diragukan lagi bahwa mencari hukum melalui kaidah-kaidah syariat tidak hanya berakhir pada membolehkan pajak semata-semata, tapi menetapakan kewajiaban serta memungutnya untuk merealisasikan
kepentiangan umum dan negara serta guna menolak segala yang membahayakan kepadanya, apabila sumber-sumber lain yang tidak mencukupinya. Apabila negara Islam modern dibiarkan tanpa pajak untuk membiayai kegiatannya, dapat dipastikan bahwa dalam waktu singkat akan hilang kemampuannya. Lambat laun negara akan lemah, lebih-lebih bila menghadapi ancaman militer dari pihak musuh.
Karena itu, para ulama mengharuskan mengisi sumber pendapatan negara dengan hasil pajak yang ditetapkan kewajibannya oleh negara untuk memenuhi keperluannya.5
5 Ibid. hlm 410-411.


3 Pengeluaran dan Belanja Negara
Tujuan dasar dari pengeluaran keungan negara adalah untuk memberikannya kepada yang berhak, tidak mencegah dari yang berhak dan bisa mencegah dari yang batil, tujuan-tujuan ini bisa dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengeluaran hendaknya kepada yang berhak

Ini merupakan tujuan terpenting dari pengeluaran keuangan Negara. Telah diketahui bahwa beberapa tempat pengeluaran Negara yang telah ditentukan oleh syari’at, dan menyerahkan pengeluaran pemasukan lain kepada ijtihad pemerintah. Lebih utama lagi, tidak boleh mengeluarkarkan keuangan Negara tersebut terhadap hal-hal yang haram.

b. Melindungi sumber-sumber keuangan dari pejabat

Penyalahgunaan jabatan merupakan cara yang paling berbahaya untuk menguasai sumber keuangan, karena bisa memanfaatkan kekuasaannya, pangkatnya atau kekuatannya untuk memanfaatkan harta rakyat yang bukan menjadi milik pribadinya.

c. Menyampaikan hak kepada orangnya

Sebagaimana Umar ra.yang selalu mengawasi jalannya pengeluaran agar tidak dikeluarkan kepada orang yang bukan menjadi haknya, umar juga mengawasi pengeluaran agar orang yang berhak tidak terhalang untuk mendapatkan haknya. Diantara perkataan beliau yang menunjukkan perhatiannya terhadap sampainya hak-hak kepada orangnya adalah “tidaklah pada sebuah bumi umat islam yang bukan budak, kecuali dia mempunyai hak dalam pajak ini, diberikan atau tidak kepadanya.
Apabila kamu hidup, pastilah seorang pemimpin akan memberikan haknya sebelum wajahnya memerah, yaitu dalam memintanya”.

d. Ekonomis dalam pengeluaran

Sedang-sedang saja dalam berinfak merupakan salah satu sifat umat Islam baik individu atau golongan. Berlebih-lebihan dalam berinfak pada perangkat pemerintah adalah salah satu sebab terbesar kebangkrutan kas negara, merusak ekonomi dan memberhentikan jalan roda pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana sayyidina Umar ra. Sangat menyadari sebab-sebab yang merusak dari berlebih-lebihan dalam pengeluaran dari baitul mal. Diantaranya adalah berlebih-lebihan dalam menentukan jumlah gaji para pegawai. Diantara dalilnya, diriwayatkan bahwa ketika beberapa pegawainya mendesaknya untuk menambah gaji mereka, maka Umar memberikan kepada mereka setiap hari satu kambing, kemudian dia berkata, “aku tidak melihat satu desa yang diambil darinya setiap hari satu kambing, kecuali itu mempercepat kehancurannya”.

e. Keadilan distribusi
Diantara tujuan dari pengawasan pengeluaran keuangan negara adalah dengan mencegah apa yang bisa mempengaruhi keadilan distribusi.

f. Mewujudkan ketercukupan

Para pengawasan adalah untuk memastikan bahwa pengeluaran bisa mewujudkan ketercukupan, sebagaimana Umar ra. Memerintahkan orang yang mempunyai kelapangan untuk bersedekah dengan memberikan apa yang bisa mencukupi orang-orang faqir, dengan kata lain,”apabila kalian member, maka buatlah mereka cukup.


BAB III
Penutup

A. KESIMPULAN
Siyasah maliah adalah mengatur segala aspek pemasukan dan pengeluaran keuangan yang sesuai dengan kemaslahatan umum tanpa menghilangkan hak induvidu dan menyia-nyiaknnya. Dalam siyasah maliah ada pemasukan dan pengeluaran keuangan Negara. Pemasukan keuangan Negara diantaranya adalah:
1. Zakat
2. Harta rampasan perang

3. Jizyah
4. Pajak

Sedangkan pengeluaran keuangan Negara harus tepat sasaran seperti:
1. Pengeluaran hendaknya kepada yang berhak
2. Melindungi sumber keuangan dari pejabat
3. Menyampaikan hak kepada orangnya
4. Ekonomis dalam pengeluaran
5. Keadilan distribusi
6. Mewujudkan ketercukupan.


Daftar pustaka

Al-Haritsi, Jaribah bin Ahmad. 2003, Fikih Ekonomi Umar bin Al- Khathab, Jakarta: khalifa (pustaka al-kautsar Group).
al-Qadhi, Abdullah Muhammad Muhammad. 1990. Siyasah As-Syar’iyah baina Al-Nadariyah wa al-Tadbiq. Dar al-Kutub al-Jam’iyah al-hadits.
Djaelani, Abdul Qadir. 1995. Negara Ideal: menurut konsep Islam. Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Makalah tentang Lembaga Eksekutif

November 24, 2016 Add Comment
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemerintahan yang berdaulat merupakan salah satu unsur penting yang harus dipenuhi untuk berdirinya suatu negara. Pemerintahan adalah alat kelengkapan negara yang bertugas memimpin organisasi negara untuk mencapai tujuan. Oleh karenanya pemerintah sering menjadi personifikasi sebuah negara. Pemerintah melaksanakan tujuan negara dengan menjalankan fungsi-fungsinya untuk mencapai kesejahteraan bersama. Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana yang dimaksud, maka pemerintah membagi kekuasaan kedalam beberapa organ dengan tujuan adanya pembagian tugas dan kewenangan. Pembagian kekuasaan dalam sistem pemerintahan di Indonesia di bagi menjadi tiga, yaitu kekuasaan perundang-undangan diserahkan kepada lembaga legislatif, kekuasaan pelaksanaan pemerintahan diserahkan kepada lembaga eksekutif, dan kekuasaan pengawasan diserahkan kepada lembaga yudikatif.
Dalam makalah ini akan membahas salah satu pembagian kekuasaan dalam sistem pemerintahan Indonesia yaitui lembaga eksekutif. Eksekutif adalah cabang pemerintahan yang bertanggung jawab mengimplementasikan atau menjalankan hukum. Dengan kata lain eksekutif melaksanakan substansi undang-undang yang telah disahkan oleh lembaga legislatif. Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh badan eksekutif yang biasanya terdiri dari kepala negara seperti raja atau presiden, beserta menteri-menterinya.

B.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa pengertian dari eksekutif?
2. Apa saja bentuk-bentuk badan eksekutif negara?
3. Apa saja wewenang dan kekuasaan badan eksekutif?
4. Apa saja fungsi-fungsi kekuasaan eksekutif?
5. Bagaimana pengaruh kekuasaan eksekutif terhadap ajaran trias politika?





















BAB II
PEMBAHASAN

2.1Lembaga Eksekutif
Eksekutif berasal dari kata eksekusi (execution) yang berarti pelaksana. Lembaga eksekutif adalah lembaga yang ditetapkan untuk menjadi pelaksana dari peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pihak legislatif. Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh badan eksekutif. Eksekutif merupakan pemerintahan dalam arti sempit yang melaksanakan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan haluan negara, untuk mencapai tujuan negara yang telah ditetapkan sebelumnya. Organisasinya adalah kabinet atau dewan menteri dimana masing-masing menteri memimpin departemen dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya.
Menurut tafsiran tradisional azas Trias Politica yang dicetuskan oleh Montesquieu, tugas badan eksekutif hanya melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh badan legislatif serta menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya badan eksekutif leluasa sekali ruang-geraknya. Zaman modern telah menimbulkan paradoks, bahwa lebih banyak undang-undang yang diterima oleh badan legislatif dan yang harus dilaksanakan oleh badan eksekutif, lebih luas pula ruang lingkup kekuasaan badan eskekutifnya.

2.2Bentuk-Bentuk Badan Eksekutif Negara
Bentuk-bentuk lembaga eksekutif yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Presiden dan Wakil Presiden
Undang-undang Dasar 1945 yang telah diamandemen, membatasi masa jabatan presiden/wakil presiden selama 2 periode. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan (eksekutif) berdasarkan konstitusi. Dalam melakukan tugas tersebut, presiden dibantu wakil presiden. Presiden juga berhak mengajukan rancangan Undang-undang kepada DPR. Selain itu, Presiden juga memiliki kewenangan untuk menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan Undang-undang. Presiden dan Wakil Presiden Indonesia tidak dipilih dan diangkat oleh MPR melainkan langsung dipilih oleh rakyat dalam Pemilu. Presiden dan Wakil Presiden diusulkan partai politik atau gabungan partai politik sebelum Pemilu. Setelah terpilih, periode masa jabatan Presiden adalah 5 tahun, dan setelah itu, ia berhak terpilih kembali hanya untuk 1 lagi periode.
Presiden dengan persetujuan DPR dapat menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain. Dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Disamping itu, Presiden juga memiliki hak untuk memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada yang diberikan oleh presiden. Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Presiden juga memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Amnesti adalah pernyataan umum (diterbitkan melalui atau dengan undang-undang) yang memuat pencaabutan semua akibat pemidanaan dari suatu perbuatan pidana (delik) tertentu atau satu kelompok perbuatan pidana (delik) tertentu, bagi terpidana, terdakwa yang dinyatakan bersalah melakukan delik-delik tersebut. Abolisi adalah penghapusan terhadap seluruh akibat penjatuhan putusan pengadilan pidana kepada seseorang terpidana, terdakwa yang bersalah melakukan delik.
Gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya juga diberikan Presiden kepada individu maupun kelompok yang diatur dengan undang-undang. Dalam melakukan tugasnya, Presiden dapat membentuk suatu dewan pertimbangan untuk memberikan nasehat dan pertimbangan kepadanya, dan ini diatur dengan undang-undang.
2. Kementrian Republik Indonesia
Menteri adalah pembantu presiden. Ia diangkat dan diberhentikan oleh presiden untuk suatu tugas tertentu. Kementrian di Indonesia dibagi ke dalam 3 kategori yaitu Kementerian Koordinator, Kementrian Departemen, dan Kementrian Negara.
Kementrian Koordinator bertugas membantu presiden dalam suatu bidang tugas. Di Indonesia, menteri koordinator terdiri atas 3 bagian, yaitu : Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Menteri Koordinator bidang Perekonomian; Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat. Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan bertugas membantu Presiden dalam mengkoordinasikan perencanaan dan penyusunan kebijakan, serta mensinkronkan pelaksanaan kebijakan di bidang politik, hukum, dan keamanan. Fungsi yang ada padanya adalah:
a. Pengkoordinasian para Menteri Negara dan Pimpinan Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND) dalam keterpaduan pelaksanaan tugas di bidang politik dan keamanan, termasuk permasalahan dalam pelaksanaan tugas.
b. Pengkoordinasioan dan peningkatan keterpaduan dalam penyiapan dan perumusan kebijakan pemerintahan Kantor Menteri Negara, Departemen, dan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) di bidang politik dan keamanan.
c. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan
- Menteri Negara
Menteri Negara bertugas membantu presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi terhadap kebijakan seputar bidang. Menteri Negara RI terdiri atas 10 bidang strategis yang harus dipimpin seorang menteri negara. Ke-10 bidang tersebut adalah :
a) Menteri Negara Riset dan Teknologi,
b) Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah,
c) Menteri Negara Lingkungan Hidup,
d) Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan,
e) Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara,
f) Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal,
g) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional,
h) Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara,
i) Menteri Negara Perumahan Rakyat, dan
j) Menteri Negara Pemuda dan Olahraga.

- Menteri Departemen
Menteri Departemen, adalah para menteri yang diangkat presiden dan mengatur bidang kerja spesifik. Menteri Departemen mengepalai satu departemen. Di Indonesia kini dikenal ada 21 Departemen yang dipimpin seorang menteri. Departemen-departemen tersebut adalah :
a) Sekretaris Negara
b) Dalam Negeri
c) Luar Negeri
d) Pertahanan
e) Hukum dan HAM
f) Keuangan
g) Energi dan Sumber Daya Mineral
h) Perindustrian
i) Perdagangan
j) Pertanian
k) Kehutanan
l) Perhubungan
m) Kelautan dan Perikanan
n) Tenaga Kerja dan Transmigrasi
o) Pekerjaan Umum
p) Kesehatan
q) Pendidikan Nasional
r) Sosial
s) Agama
t) Kebudayaan dan Pariwisata
u) Komunikasi dan Infomatika

- Lembaga Setingkat Menteri
Lembaga Setingkat Menteri adalah lembaga-lembaga yang secara hukum berada di bawah Presiden. Namun, lembaga ini memiliki karakteristik tugas khas yang membutuhkan tata cara pengurusan tersendiri. Di Indonesia, lembaga setingkat menteri terdiri atas :
a) Sekretaris Kabinet
b) Kejaksaan Agung
c) Tentara Nasional Republik Indonesia
d) Kepolisian Negara Republik Indonesia

- Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)
LPND mirip dengan kementrian departemen, akan tetapi lebih sempit wilayah yang dibidangi dan biasanya dikepalai oleh seorang Kepala. LPND yang dikenal di Indonesia adalah :
a) Arsip Nasional Republik Indonesia
b) Badan Intelijen Negara
c) Badan Kepegawaian Negara
d) Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
e) Badan Koordinasi Penanaman Modal
f) Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
g) Badan Metereologi dan Geofisika
h) Badan Pengawasan Obat dan Makanan
i) Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi
j) Bedan Pengawas Tenaga Nuklir
k) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
l) Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata
m) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
n) Badan Pertanahan Nasional
o) Badan Pusat Statistik
p) Badan Standarisasi Nasional
q) Badan Tenaga Atom Nasional
r) Badan Urusan Logistik
s) Lembaga Administrasi Negara
t) Lembaga Ilmu Pengetahuan Nasional
u) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
v) Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

2.3 Wewenang dan Kekuasaan Badan Eksekutif
Wewenang menurut Miriam Budiardjo mencangkup beberapa bidang:
dan peraturanperundangan lainnya dan menyelenggarakan administrasi negara.
2. Legislatif, yaitu membuat rancangan undang-undang dan membimbingnya dalam badan perwakilan rakyat sampai menjadi undang-undang.
3. Keamanan, artinya kekuasaan untuk mengatur polisi dan angkatan bersenjata, menyelenggarakan perang, pertahanan negara, serta keamanan dalam negeri.
4. Yudikatif, memberikan grasi dan amnesti, dan sebagainya.
5. Diplomatik, yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan negara-negara lain.
Wewenang dan kekuasaan eksekutif yaitu Presiden juga di jelaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 mengenai penyelenggaraan pemerintah Negara yang tertinggi. Tanggung jawab pelaksanaan pemerintahan berada pada Presiden.
Berikut kekuasaan Presiden dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 (amandemen):
Pertama: sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
(2) Dalam melaksanakan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Kedua: sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5
(1) Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
Kewenangan Presiden sesuai dengan Pasal 5 UUD amandemen adalah mengajukan rancangan Undang-Undang, yang kewenangan sebelum diamandemen Presiden berhak membentuk Undang-Undang.
Ketiga: Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara (Pasal 10 UUD 1945 amandemen).
Keempat: Presiden berhak menyatakan perang dan menyatakan bahaya (Pasal 11 UUD 1945 amandemen).
Kelima: Presiden berwenang mengangkat duta, konsul dan menerima duta dari Negara lain (Pasal 13 UUD 1945 amandemen).
Keenam: Presiden berwenang memberi grasi, rehabilitasi, abosili dan amnesti (Pasal 14 UUD 1945 amandemen).
Ketujuh: Presiden berwenang untuk memberi gelar dan tanda jasa.
Presiden sebagai pelaksanaan semua keputusan yang dikeluarkan lembaga tertinggi Negara yaitu MPR, seakan-akan Presiden mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas dalam melaksanakan pemerintahan, kekuasaan presiden itu sendiri dibatasi dengan berbagai ketentuan. Karena luasnya tugas Presiden dalam pelaksanaan pemerintahan, maka dalam melaksanakan tugasnya presiden berhak untuk mengangkat Presiden maka menteri harus bertanggung jawab kepada Presiden. Pertanggung jawaban menteri kepada Presiden ini bukan bentuk tanggung jawab secara yuridis akan tetapi pertanggung jawaban secara organisatoris, artinya bukan pertanggung jawaban sebagai mana tanggung jawab Presiden kepada MPR setiap akhir jabatannya.


2.4 Fungsi-Fungsi Kekuasaan Eksekutif
Fungsi-fungsi kekuasaan eksekutif ini garis besarnya adalah : Chief of state, Head of government, Party chief, Commander in chief, Dispenser of appointments, dan Chief legislators.
a Chief of State, artinya kepala negara, jadi seorang Presiden atau Perdana Menteri merupakan kepada suatu negara, simbol suatu negara. Apapun tindakan seorang Presiden atau Perdana Menteri, berarti tindakan dari negara yang bersangkutan. Fungsi sebagai kepala negara ini misalnya dibuktikan dengan memimpin upacara, peresmian suatu kegiatan, penerimaan duta besar, penyelesaian konflik, dan sejenisnya.
b Head of Government, artinya adalah kepala pemerintahan. Presiden atau Perdana Menteri yang melakukan kegiatan eksekutif sehari-hari. Misalnya mengangkat menteri-menteri, menjalin perjanjian dengan negara lain, terlibat dalam keanggotaan suatu lembaga internasional, menandatangi surat hutang dan pembayarannya dari lembaga donor, dan sejenisnya. Di dalam tiap negara, terkadang terjadi pemisahaan fungsi antara kepala negara dengan kepala pemerintahan.
c. Party Chief, berarti seorang kepala eksekutif sekaligus juga merupakan kepala dari suatu partai yang menang pemilu. Fungsi sebagai ketua partai ini lebih mengemuka di suatu negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer. Di dalam sistem parlementer, kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri yang berasal dari partai yang menang pemilu.
d. Commander in Chief adalah fungsi mengepalai angkatan bersenjata. Presiden atau perdana menteri adalah pimpinan tertinggi angkatan bersenjata. Seorang presiden atau perdana menteri, meskipun tidak memiliki latar belakang militer memiliki peran ini. Namun, terkadang terdapat pergesekan dengan pihak militer jika yang menjadi presiden ataupun perdana menteri adalah orang bukan kalangan militer.
e. Dispenser of Appointment merupakan fungsi eksekutif untuk menandatangani perjanjian dengan negara lain atau lembaga internasional. Dalam fungsi ini, penandatangan dilakukan oleh presiden, menteri luar negeri, ataupun anggota-anggota kabinet yang lain, yang diangkat oleh presiden atau perdana menteri.
f. Chief Legislation, adalah fungsi eksekutif untuk mempromosikan diterbitkannya suatu undang-undang. Meskipun kekuasaan membuat undang-undang berada di tangan DPR, tetapi di dalam sistem tata negara dimungkinkan lembaga eksekutif mempromosikan diterbitkannya suatu undang-undang oleh sebab tantangan riil dalam implementasi suatu undang-undang banyak ditemui oleh pihak yang sehari-hari melaksanakan undang-undang tersebut.

2.5 Kekuasaan Eksekutif Dalam Ajaran Trias Politika
Biasanya, dalam sistem politik, struktur dibedakan atas kekuasaan eksekutif,legislatif, dan yudikatif. Ini menurut ajaran trias politika, meskipun tidak banyak negara yang menerapkan ajaran ini secara murni. Dalam perkembangannya, negara-negara demokrasi modern cenderung menggunakan asas pembagian kekuasaan dibandingkan dengan menggunakan asas pemisahan kekuasaan murni sebagaimana diajarkan oleh John Locke, kekuasaan negara dibagi menjadi tiga yakni kekuasaan legislatif,kekuasaan eksekutif,dan kekuasaan federatif. Masing-masing kekuasaan ini terpisah satu dengan yang lain.
Kekuasaan eksekutif merupakan kekuasaan melaksanakan undang-undang dan di dalamnya termasuk kekuasan mengadili. Miriam Budiardjo mengatakan,”Tugas badan eksekutif menurut tafsiran tradisional trias politika hanya melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh badan legislatif serta menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif”.
Eksekutif berasal dari bahasa Latin, execure yang berarti melukakan atau melaksanakan. Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh badan eksekutif. Di negara demokratis, badan eksekutif biasanya terdiri atas kepala negara seperti raja atau presiden. Badan eksekutif dalam arti luas juga mencakup para pegawai negeri sipil dan militer.
Dalam sistem presidensial mentri-mentri merupakan pembantu presiden dan dipilih olehnya, sedangkan dalam sistem parlamenter para mentri dipimpin oleh seorang perdana mentri.
Tipe Lembaga eksekutif terbagi menjadi dua, yakni:
a Hareditary Monarch yakni pemerintahan yang kepala negaranya dipilih berdasarkan keturunan. Contohnya adalah Inggris dengan dipilihnya kepala negara dari keluarga kerajaan.
b Elected Monarch adalah kepala negara biasanya president yang dipilih oleh badan legislatif ataupun lembaga pemilihan.

Sistem Lembaga Eksekutif terbagi menjadi dua:
a Sistem pemerintahan parlementer kepala negara dan kepala pemerintahan terpisah. Kepala pemerintahan dipimpin oleh perdana menteri, sedangkan kepala negara dipimpin oleh presiden. Tetapi kepala negara disini hanya berfungsi sebagai simbol suatu negara yang berdaulat.
b Sistem pemerintahan presidensial kepala pemerintahan dan kepala negara, keduanya dipengang oleh presiden.

Kekuasaan eksekutif dipengaruhi oleh:
1. Sistem pemerintahan
- Presidensiil. Hubungan di dalam sebuah trias politika tidak dapat saling menjatuhkan. Contoh: Indonesia 2004- sekarang.
- Parlementer. Ada bagian di dalam sebuah trias politika yang dapat menjatuhkan bagian lain, yaitu legislatif terhadap eksekutif riil. Contoh: Indonesia pada era parlementer.
- Presidensiil semu: eksekutif tidak dapat di jatuhkan oleh pengemban kekuasaan legislatif. Namun ironisnya, ada lembaga tertinggi negara yang notabene adalah bagian dari legislatif dan dapat menjatuhkan eksekutif. Contoh: Indonesia pada masa Orde Baru.
- Parlementer semu: eksekutif riil merupakan bagian dari legislatif karena ia dipilih oleh legislatif (parlemen) dan konsekuensinya ia dapat dijatuhkan parlemen. Namun, parlemen ternyata dapat juga dibubarkan oleh eksekutif, tepatnya eksekutif nominal. Contoh: Perancis, dimana PM dapat dipecat parlemen, dan parlemen dapat dibubarkan presiden sekaligus mempercepat pemilu legislatif.
2. Jenis eksekutif
- Eksekutif riil adalah bagian dari eksekutif yang menjalankan roda pemerintahan. Contoh: kepala pemerintahan.
- Eksekutif nominal adalah bagian dari eksekutif yang menjalankan kekuasaan simbolik dan seremonial. Contoh: kepala negara.
3. Fungsi dasar eksekutif
- Kepala negara. Tugas utama: menjadi simbol negara dan memimpin kegiatan seremonial kenegaraan.
- Kepala pemerintahan. Tugas utama: memimpin kabinet (menjalankan pemerintahan).
4. Konsekuensi dari implementasi prinsip kekuasaan yang mempengaruhi pola hubungan dalam trias politika.
- Pemisahan kekuasaan.
- Pembagian kekuasaan.
5. Asas pemerintahan yang diaplikasikan eksekutif
- Sentralisasi
- dekonsentrasi

Makalah Persoalan Yurisdiksi berkaitan dengan Pesawat Udara

November 24, 2016 Add Comment
BAB I
PENDAHULUAN

Pada dewasa ini dimana transpotasi menggunakan pesawat merupakan hal yang sudah biasa dilakukan, sehingga banyak hal yang terjadi di dalam pesawat udara tersebut termasuk tindak pidana di dalamnya, yang mana sumber daya manusia meningkat dan tindak pidana juga meningkat.
Kejahatan yang dilakukan hukumnya tidak jauh dari hokum pidana pada umumnya, yang lebih banyak terjadi kejahatan dalam penerbangan biasanya yang melakukan penipuan dalam kegiatan administrasi, tidak dalam pesawat udara.
Akan tetapi kejahatan yang dilakukan dalam pesawat juga harus ada peraturan yang mengaturnya, karena hokum adalah untuk memberikan kehidupan yang nyaman dan tentram sehingga sangat diperlukan peraturan tersebut, juga untuk memberikan klasifikasi hokum bagi pelaku tindak pidana.
Kami pemakalah akan membahas sedikit ulasan tentang kejahatan dalam pesawat, akan di paparkan di bawah berikut ini.





BAB II
PEMBAHASAN
OLEH KELOMPOK V
KEJAHATAN DALAM PESAWAT
A. Perbedaan Ruang Udara dan Ruang Angkasa
Sebagaimana diketahui menurut hukum Internasional wilayah negara terdiri dari tiga matra yaitu, darat, laut dan udara. Kalau wilayah laut merupakan perluasan dari wilayah daratan, wilayah udara suatu negara mengikuti batas-batas wilayah negara di darat dan di laut. Hal ini kemudian tercermin dalam Paris Convention for the Regulation of Arieal Navigation tahun 1919 yang mengakui kedaulatan penuh negara di ruang udara di atas wilayah daratan dan laut territorialnya. Pada awalnya kedaulatan negara tidak ditetapkan batas jaraknya secara vertical (usque ad coelum). Namun, kemudian dibatasi dengan adanya pengaturan tentang ruang angkasa.
Secara teoritis dengan adanya kedaulatan negara di ruang udara di atas wilayahnya, setiap negara dapat melakukan larangan bagi negara-negara lain untuk terbang di atas wilayahnya, kecuali kalau telah diperjanjikan sebelumnya. Dewasa ini teori tersebut telah berubah dengan lahirnya perjanjian internasional yang mengatur penggunaan ruang udara dan lahirlah ketentuan-ketentuan umum yang mengatur antara lain tentang kebebasan penerbangan (freedom of overlight) dan hak lintas penerbangan (transit). Ketentuan-ketentuan tersebut menjadi bahan perundingan dalam konferensi Cichago tentang Penerbangan Sipil Internasional (Chicago Conference on Internasional Civil Aviation) yang diselenggarakan pada tahun 1994 yang kemudian menghasilkan (Chicago Convention on international Civil Aviation) yang mulai berlaku sejak tahun 1974.
B. Persoalan Yurisdiksi berkaitan dengan Pesawat Udara
Salah satu akibat meningkatnya volume jangkauan dan frekuensi lalu lintas udara internasional, yang di barengi dengan meningkatnya jumlah negara dimana pesawat udara perusahaan penerbangan didaftarkan telah menimbulkan peningkatan persoalan-persoalan yurisdiksi yang juga deliknya berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan di dalam pesawat udara dalam penerbangan.
Apabila hal ini belum cukup, perkembangan lain telah menjadi ancaman besar terhadap keselamatan dan kepercayaan terhadap penerbangan sipil Internasional karena meningkatnya peristiwa pembajakan (hijacking) dan tindakan terorisme terhadap penumpang-penumpang pesawat udara terkait.
Upaya penting pertama untuk menanggulangi persoalan-persoalan di lakukan oleh Konvensi Tokyo 14 september 1963, tentang Tindak Pidana dan Tindakan Lain Tertentu yang dilakukan di dalam Pesawat Udara (Tokyo Convention on Offences and Certain Other Acts Commined on Bord Aircraft). Tujuan- tujuan konvensi tersebut adalah:
a. Untuk menjamin bahwa orang-orang yang melakukan kejahatan di dalam pesawat udara dalam penerbangan atau di atas permukaan laut lepas, atau di kawasan di luar wilayah suatu negara, atau yang melakukan tindak pidana dalam pesawat udara demikian yang membahayakan keselamatan penerbangan tidak akan terlepas dari penghukuman hanya karena tidak ada negara yang di anggap memiliki yurisdiksi untuk menangkap atau mengadili mereka.
b. Untuk tujuan-tujuan perlindungan dan disipliner untuk memberikan kewenangan dan kekuasaan khusus kepada komandan pesawat udara para anggota awak pesawat dan juga kepada para penumpang.

C. Pengertian Hukum Udara
Belum ada kesepakatan yang baku secara internasional mengenai pengertian hukum udara (air law). Mereka menggunakan istilah hukum udara (air law), atau hukum penerbangan (aviation law) atau hukum navigasi udara (air navigation law) atau hukum transportasi udara (air transportation law) atau hukum penerbangan (aerial law), atau hukum aeronautika penerbangan (aeronautical law), atau udara-aeoronautika penerbangan (air-aeronautical law), saling bergantian tanpa membedakan satu dengan yang lain. Istilah-istilah tersebut pengertiannya lebih sempit dibandingakan dengan pengertian air law.
Pengertian air law lebih luas sebab meliputi berbagai aspek hukum konstitusi, administrasi, perdata, dagang, komersial, pidana, publik, pengangkutan, manajemen, dan lain-lain. Pakar-pakar hukum memberikan definisi, Hukum Udara adalah serangkaian ketentuan nasional dan internasional mengenai pesawat, navigasi udara, pengangkutan udara komersial dan semua hubungan hukum, publik ataupun perdata, yang timbul dari navigasi udara domestic dan internasional.
Pesawat udara diklasifikasikan menjadi beberapa jenis. Menurut Konvensi Paris 1919, klasifikasi pesawat udara diatur dalam Bab VII tercantum dalam pasal 30, 31, 32, dan 33, masing-masing mengatur jenis pesawat udara, pesawat udara militer. Menurut pasal 30 Konvensi Paris 1919, pesawat udara terdiri dari 3 jenis, masing-masing pesawat udara militer, pesawat udara yang sepenuhnya digunakan untuk dinas pemerintahan seperti bea cukai, polisi, dan pesawat udara lainnya. Semua pesawat udara selain pesawat udara militer, dinas pemerintahan, bea cukai dan polisi termasuk pesawat udara sipil (private aircraft), namun demikian dalam Konvensi Paris 1919 tidak diatur pengertian pesawat udara.
Dalam hukum nasional, yaitu pengertian pesawat udara dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 yang dimaksud dengan pesawat udara adalah setiap mesin atau alat-alat yang dapat terbang di atmosfer karena daya angkat dari reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi udara terhadap permukaan bumi yang digunakan untuk penerbangan.
Semua pesawat udara selain pesawat udara militer, bea cukai, dan pesawat udara polisi harus diperlakukan sebagai pesawat udara sipil (private aircraft) dan pesawat udara-pesawat udara tersebut berlaku ketentuan Konvensi Paris 1919, sedangkan pesawat udara militer, bea cukai dan polisi tidak berlaku ketentuan pada Konvensi Paris 1919. Setiap pesawat udara.yang dikemudikan oleh anggota militer termasuk pesawat udara militer untuk kepentingan ini. Tidak ada pesawat udara militer negara anggota boleh terbang di atas wilayah negara anggota lainnya tanpa persetujuan lebih dahulu.
Dalam hal pesawat udara militer milik negara anggota memperoleh persetujuan terbang di wilayah negara anggota Konvensi Paris 1919, pada prinsipnya menikmati hak istimewa yang diakui oleh hukum kebiasaan internasional sebagaimana berlaku pada kapal perang. Selanjutnya, mengenai pesawat udara sipil juga diatur dalam Konvensi Chicago 1944 tentang Penerbangan Sipil Internasional. Dalam Pasal 3 diatur mengenai pesawat udara Negara 2 Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan
Pesawat udara negara (state aircraft) adalah pesawat udara yang digunakan untuk militer, polisi, dan bea cukai sedangkan yang dimaksud dengan pesawat udara sipil (civil aircraft) adalah pesawat udara selain pesawat udara negara (state aircraft). Pesawat udara negara tidak mempunyai hak untuk melakukan penerbangan diatas negara-negara anggota lainnya, sedangkan pesawat udara sipil yang melakukan penerbangan tidak berjadwal dapat melakukan penerbangan diatas negara anggota lainnya. Pesawat udara Negara (state aircraft) tidak mempunyai tanda pendaftaran dan tanda kebangsaan (nationality and registration mark), walaupun pesawat udara tersebut terdiri dari pesawat terbang (aeroplane) dan helikopter.
Sedangkan di dalam hukum internasional, setiap pesawat udara sipil yang digunakan untuk melakukan penerbangan internasional harus mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan (nationality and registration mark). Dalam hukum nasional Indonesia sendiri, terdapat pengertian pesawat udara sipil yaitu “pesawat udara yang digunakan untuk kepentingan angkutan udara niaga dan bukan niaga”. Selain itu juga terdapat pengertian pesawat udara sipil asing, yaitu “pesawat udara yang digunakan untuk kepentingan angkutan udara niaga dan bukan niaga yang mempunyai tanda pendaftaran dan tanda kebangsaan negara asing.
A. Perlindungan Hukum Dalam Hal Terjadinya Kejahatan atau Pelanggaran di Dalam Pesawat Udara
Dewasa ini ternyata masih banyak korban kecelakaan pesawat udara yang tidak mengerti
hak-hak yang seharusnya mereka terima berdasarkan perlindungan hukum yang berlaku sebagai akibat kecelakaan pesawat udara, maupun terjadinya tindak pidana di dalam pesawat udara. Selain penumpang, demikian pula pegawai pemerintah yang mengalami kecelakaan pesawat udara saat sedang menjalankan tugas pemerintahan. Masalah aspek hukum yang timbul akibat transportasi udara sangat luas.
Masalah-masalah hukum yang timbul misalnya masalah yurisdiksi, kekosongan hukum, kedaulatan atas wilayah udara, ketertiban, dan disiplin dalam pesawat udara selama penerbangan berlangsung, perlindungan awak pesawat udara, penumpang, pemilik pesawat udara, operator, ekstradisi, lingkup berlikunya, pelanggaran hukum nasional, wewenang negara anggota, wewenang kapten penerbang (aircraft commander), sertifikasi awak pesawat udara (certificate of competency), maupun pesawat udara (certificate of airworthiness) itu sendiri, penggunaan pesawat udara, izin pendaratan, pendaftaran dan kebangsaan pesawat udara (nationality and registration mark), transportasi bahan peledak (dangerous good), dan lain-lain sangat luas untuk disebutkan satu per satu.
Pada tahun 1950, delegasi Meksiko dalam Konferensi yang membahas konsep Legal Status of Aircraft mengusulkan konvensi tentang tindak pidana pelanggaran maupun kejahatan dalam pesawat udara.Konsep tersebut kemudian dikembangkan oleh Legal Sub Committee yang dibentuk oleh Legal Committee dibawah naungan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization), untuk mempelajarai instrument hukum lebih lanjut.Di dalam konsep Legal Status of Aircraft yang dikembangkan Legal Sub Committee tersebut digunakan prinsip yurisdiksi negara pendaftar pesawat udara dan prinsip yurisdiksi territorial. Penggunaan prinsip tersebut kemudian didukung sepenuhnya oleh delegasi Amerika Serikat yang disampaikan kepada Legal Committee untuk mempercepat proses penyelesaian konvensi.
Dalam sidang Legal Committee yang berlangsung di Munich pada 1959, konsep Legal Status of Aircraft disusun secara terpisah dengan konsep konvensi yang mengatur tindak pidana pelanggaran maupun kejahatan dalam pesawat udara yang berjudul Draft Convention on Offences amd Certain Other Acts Commited on Board Aircraft. Konsep ini relatif lebih baik dibandingkan dengan konsep sebelumnya, karena dalam konsep ini diatur prinsip yurisdiksi negara terhadap pelaku pelanggaran maupun kejahatan dalam pesawat udara, hak dan kewajiban negara anggota, hak dan kewajiban kapten penerbang (pilot in command), kekebalan hukum yang dimiliki oleh kapten penerbang beserta awak pesawat udara maupun penumpangnya yang mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk perlindungan terhadap penumpang serta disinggung ancaman hukuman ganda (double trial).
Konferensi Diplomatik yang dihadiri oleh enam puluh satu negara anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional dan lima organisasi internasional lainnya tersebut telah berhasil mengesahkan konvensi internasional yang berjudul Convention on Offences and Certain Other Acts Committed on Board Aircraft yang ditandatangani tanggal 14 September 1963. Konvensi Tokyo 1963 mengatur perlindungan hukum terhadap kapten penerbang, awak pesawat udara, penumpang, pemilik pesawat udara, operator maupun pelaku tindak pidana pelanggaran maupun kejahatan itu sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Konvensi Tokyo 1963 .
Berdasarkan pasal 10, kapten penerbang tidak dapat dikenakan gugatan perdata maupun tuntutan pidana atau sanksi administratif lainnya karena perbuatannya untuk melaksanakan wewenang yang diberikan oleh Konvensi Tokyo 1963. Kapten Penerbang (Aircfart Commander, Pilot-In-command) adalah pilot yang ditetapkan/ditunjuk oleh “operator atau oleh pemilik pesawat udara dalam kasus penerbangan umum, sebagai penanggung jawab dan bertugas untuk melakukan suatu penerbangan yang aman selamat.
Perlindungan hukum terhadap kapten penerbang tersebut diperlukan untuk melindungi kehidupan dan keselamatan kapten penerbang beserta keluarganya, karena tanpa perlindungan hukum tersebut, wewenang yang diberikan oleh konvensi tidak ada artinya sebab kapten penerbang tidak akan berani melakukan langkah-langkah yang diperlukan.
Seperti halnya kapten penerbang, kepada awak pesawat udara juga diberi perlindungan hukum. Menurut pasal 10, awak pesawat udara (air crew) yang telah melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk dan atas nama kapten penerbang, guna menyelamatkanpenumpang, awak pesawat udara, pesawat udara maupun barang-barang yang diangkut, maka awak pesawat udara tersebut dibebaskan dari gugatan perdata, tuntutan pidana, maiupun sanksi administratif lainnya. Tanpa adanya perlindungan hukum demikian awak pesawat udara juga akan berpikir berkali-kali untuk melaksanakan ketentuan yang diatur dalam konvensi.
Perlindungan hukum lainnya yang diberikan oleh Konvensi Tokyo 1963 kepada penumpang untuk meneruskan perjalanannya. Dalam hal kapten penerbang maupun awak pesawat udara tidak dapat melakukan pencegahan melawan tindakan melawan hukum oleh pelaku, mala berdasarkan pasal 10 Konvensi Tokyo 1963, “para penumpang juga dapat melakukan pencegahan untuk dan atas nama kapten penerbang karena itu penumpang yang melakukan tindakan pencegahan melawan hukum tersebut juga memperoleh perlindungan hukum, sehingga mereka tidak dapat didajukan gugatan perdata atau tuntutan pidana atas perbuatannya untuk mencegah perbuatan tersebut.
Perlindungan hukum juga diberikan kepada pemilik pesawat udara maupun perusahaan penerbangan terhadap gugatan perdata maupun tuntutan pidana sebagai akibat perbuatan melawan hukum. Menurut pasal 10 konvensi, “di samping kapten penerbang, awak pesawat udara maupun kepada penumpang, kepada pemilik pesawat udara (owner of aircraft) maupun perusahaan penerbangan diberikan perlindungan hukum sebagai akibat langkah-langkah tertentu untuk dan atas nama kapten penrbang, sesuai dengan ketentuan konvensi juga memberikan kekebalan hukum kepada pemilik pesawat udara maupun operator pesawat udara.” Kepada pemilik pesawat udara maupun operator juga memperoleh kekebalan hukum dari gugatan perdata maupun tuntutan pidana pelanggaran maupun kejahatan serta administratif.
Di samping memberi perlindungan hukum kepada kapten penerbang, awak pesawat udara, penumpang maupun perusahaan penerbangan sebagai akibat pencegahan tindakan melawan hukum, Hukum Internasional juga memberikan perlindungan hukum kepada pelaku tindak pidana. Konvensi Tokyo 1963 begitu objektif dengan memberikan perlindungan hukum kepada orang yang telah melakukan tindakan pidana pelanggaran maupun kejahatan di dalam pesawat udara sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (3) Konvensi Tokyo 1963, “apabila seorang pelaku tindak pidana dalam pesawat udara ditahan oleh negara anggota, orang tersebut harus dibantu oleh negara yang menahan untuk segera dapat menghubungi perwakilan negara tertuduh dalam waktu yang tidak terlalu lama.” Apabila tertuduh dapat menghubungi perwakilan negaranya, perwakilan tersebut dapat membantu kesulitan yang dihadapi oleh tertuduh, karena sesuai dengan hukum internasional yang berlaku perwakilan negara mempunyai kewajiban membantu dan melindungi warga negaranya.
Di samping pasal 13 ayat (3), perlindungan hukum terhadap tertuduh juga terdapat dalam pasal 13 ayat (5). Menurut pasal 13 ayat (5) tersebut “apabila tertuduh ditahan, negara yang menahan mempunyai kewajiban untuk segera memberitahukan kepada perwakilan negara tertuduh.” Bilamana negara yang menahan tidak berhasil menghubungi negara tertuduh yang mengakibatkan keruguan atau tertuduh bertambah menderita, negara tersebut mempunyai kewajiban hukum internasional untuk menanggung kerugian yang timbul, dengan demikian jelas maksud untuk melindungi kepentingan tertuduh, karena itu negara yang menahan mempunyai kewajiban mengambil langkah-langkah tertentu yang dianggap perlu untuk melindungi tertuduh.
Di samping perlindungan tersebut, penumpang yang diturunkan atas penumpang yang diserahkan kepada pejabat yang berwenang atau penumpang yang dituduh melakukan tindak pidana pelanggaran maupun kejahatan dalam pesawat udara harus diperlakukan seperti halnya warga negara dari negara tempat diturunkan. Apabila penumpang tersebut ditahan, maka tempat penahanan, perawatan, makanan, pemeliharaan kesehatan dan segala pelayanan yang berlaku terhadap warga negaranya juga harus berlaku terhadap penumpang tersebut.
Hal ini diatur dalam pasal 14 ayat (1) Konvensi Tokyo 1963. Berdasarkan pasal tersebut, “apabila penumpang yang diturunkan oleh kapten pemerbang dengan alasan melindungi keselamatan penumpang, awak pesawat udara, pesawat udara dan barang-barang yang diangkut atau untuk menjamin ketertiban dan disiplin dalam pesawat udara atau penumpang yang 8Vienna Convention On Diplomatic Relations, 1961 diturunkan telah melakukan tindak pidana atau penumpang diserahkan kepada pejabat yang berwenang karena menurt keyakinan kaptem penerbang penumpang tersebut telah melakukan tindakan melawan hukum dengan ancaman, sehingga penumpang yang diturunkan tersebut tidak dapat melanjutkan perjalanannya ke negara tujuam atau penumpang tersebut ditolak tinggal di negara tersebut, maka penumpang yang bersangkutan berhak untuk dikembalikan ke negaranya atau tempat tinggal tetapnya atau negara tempat keberangkatan terakhir.
Dalam hal tersebut, penumpang berhak memilih negara yang paling menguntungkan dari sisi perjalanan, dengan demikian penumpang tersebut memiliki kesempatan pergi ke negara yang dianggap memberi pelayanan paling baik dibandingkan negara sendiri, negara tempat tinggal tetap, dan negara tujuan akhir perjalanan.
B. Perlindungan Hukum Dalam Hal Terjadinya Kecelakaan Pesawat Udara
Dalam hal kecelakaan pesawat udara, perlindungan hukum korban kecelakaan pesawat udara masih banyak tergantung pada peraturan perusahaan penerbangan yang bersangkutan. Perusahaan penerbangan yang satu dengan yang lainnya belum ada keseragaman, dalam hal apakah perusahaan penerbangan yang sudah memberi jaminan asuransi kepada awak pesawat udara baik loss of licence maupun personal accident insurance. Yang dimaksud dengan korban kecelakaan pesawat udara dalam tulisan ini adalah mereka yang ada di dalam pesawat udara, apapun status mereka. Mereka adalah awak pesawat udara (crew), awak pesawat udara cadangan (extra crew), peninjau (observer) baik dari instansi pemerintah maupun dari staf atau karyawan perusahaan penerbangan, para penumpang sah maupun tidak sah (tidak dilindungi dengan dokumen pengangkutan berupa tiket). Awak pesawat udara (crew) adalah mereka yang menjalankan tugas sebagai karyawan perusahaan penerbangan untuk mengoperasikan pesawat udara dalam penerbangan. Awak pesawat udara (crew) termasuk pilot, co-pilot, pramugari, pramugara, juru mesin, juru radio, navigator. Awak pesawat udara cadangan (extra crew) adalah mereka yang menjalankan tugas sebagai karyawan perusahaan penerbangan, tetapi mereka belum mengoperasikan pesawat udara. Mereka akan menggantikan tugas awak pesawat udara pada penerbangan selanjtnya. Extra crew tidak berpakaian dinas seragam, tidak terdaftar sebagai penumpang maupun sebagai crew pesawat udara. Mereka terdaftar sebagai extra crew. Para peninjau (observer) adalah mereka yang karena tugasnya harus berada di dalam peswawat udara, misalnya dalam rangka training, familiarization penerbangan atau keperluan lainnya. Mereka dapat dari instansi pemerintah maupun dari staf atau karyawan dari suatu perusahaan penerbangan. Sebagai pegawai suatu perusahaan penerbangan, dapat saja ditugaskan oleh perusahaan yang harus dilakukan di dalam pesawat udara.Untuk menjalankan tugas tersebut mungkin saja dilakukan berulang kali, tanpa memperhatikan dokumen-dokumen pengangkutan yang seharusnya mereka lengkapi.
Penumpang adalah orang-orang selain yang disebutkan di atas, mereka adalah pihak yang mengadakan perjanjian pengangkutan dengan perusahaan penerbangan. Namun demikian, tidak semua penumpang merupakan pihak yang berjanji, tetapi kadang-kadang sebagai penumpang gelap (penumpang yang tidak dilindungi dengan dokumen pengangkutan yang biasa disebut tiket). Biasanya memakai nama orang lain, sehingga orang tersebut tidak terdaftar dalam daftar penumpang (pax manifest).
Perlindungan terhadap penumpang gelap, secara manusiawai adalah tepat, tetapi secara yuridis tidak dapat dipertanggungjawabkan, karena penumpang gelap diancam dengan hukuman berdasarkan Hukum Internasional. Kebijaksanaan yang tidak dilandasi dasar hukum hanya bersifat temporer dan sangat terpengaruh oleh para pimpinan pada saat tertentu saja.
Peraturan perundang-undangan baru tentang penerbangan, yaitu Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2009 melakukan suatu pembenahan terkait pemeriksaan terhadap personel penerbangan sipil yang diindikasikan melakukan suatu pelanggaran etika dalam profesi dan berpotensi melanggar ketentuan hukum pidana. Mekanisme pemeriksaan atas personel penerbangan dilaksanakan melalui majelis profesi penerbangan seperti yang ditegaskan dalam Pasal 364 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 yang menentukan bahwa untuk melaksanakan penyelidikan lanjutan, penegakan etika profesi, pelaksanaan mediasi dan penafsiran penerapan regulasi, komite nasional membentuk majelis profesi penerbangan, dengan tugas pokok sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 365 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2009, yaitu:
1. menegakkan etika profesi dan kompetensi personel di bidang penerbangan;
2. melaksanakan mediasi antara penyedia jasa penerbangan, personel dan pengguna jasa penerbangan; dan
3. menafsirkan penerapan regulasi di bidang penerbangan.
Terkait dengan dugaan adanya unsur-unsur tindak pidana yang ditemukan dalam hasil penyidikan lanjutan majelis profesi penerbangan, maka dapat dilimpahkan kepada instansi yang memiliki kompetensi terkait dengan hal tersebut seperti yang ditentukan dalam Pasal 368 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2009 bahwa majelis profesi penerbangan berwenang:
1. memberi rekomendasi kepada Menteri untuk pengenaan sanksi administratif atau penyidikan lanjut oleh PPNS;
2. menetapkan keputusan dalam sengketa para pihak dampak dari kecelakaan atau kejadian serius terhadap pesawat udara; dan
3. memberikan rekomendasi terhadap penerapan regulasi penerbangan.
Pembenahan terhadap prosedur investigasi atas kecelakaan pesawat terbang dan para personel penerbangan merupakan langkah yang ditempuh pemerintah selaku regulator untuk mendapatkan kepastian hukum dalam pemeriksaan kondisi yang sering terjadi didalam lingkungan penerbangan dengan didasarkan pada ketentuan-ketentuan penerbangan internasional, khususnya ICAO Annex 13 tentang Aircraft Accident and Incident Investigation (Investigasi Kecelakaan dan Kejadian Pesawat Terbang) yang berlaku secara universal dikalangan penerbangan dunia dan ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam Civil Aviation Safety Regulation (CASR) atau Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS) sebagai ketentuan standar keselamatan penerbangan.
Berdasarkan pada realita di lapangan dan dengan menitikberatkan pada pertanggungjawaban dalam aspek hukum pidana melalui mekanisme penyelidikan dan penyidikan atas seorang personel penerbangan sipil khususnya Pengatur Lalu Lintas Udara atau Air Traffic Controller (ATC) yang menyebabkan terjadinya kecelakaan pesawat terbang di Indonesia terkait dengan diberlakukannya Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
3. Aturan Pidana dalam Regulasi Penerbangan terhadap Kecelakaan Pesawat Terbang
Konvensi Chicago 1944 Wilayah penerbangan bersifat internasional, hal ini terjadi karena moda transportasi udara tidak hanya bergerak dalam lingkup domestik dalam negeri saja, melainkan menembus batas wilayah negara. Berdasarkan atas kondisi tersebut, maka regulasi terkait dengan penerbangan tidak hanya menggunakan aturan-aturan yang bersifat nasional, melainkan juga bersifat internasional dan disusun berdasarkan kesepakatan negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization / ICAO). Aturan penerbangan yang berlaku secara internasional tersebut tertuang dalam Konvensi Chicago 1944 beserta Annexes dan dokumen-dokumen teknis operasional lainnya. Annexes merupakan ketentuan standar dan petunjuk pelaksanaan internasional (international standards and recommended practices) atas aturan yang terdapat dalam Konvensi Chicago 1944. Secara substansi, aturan internasional lebih menitik beratkan aturan-aturan privat dalam ketentuan-ketentuan yang dihasilkan. Hal ini didasarkan pada konsep perjanjian antara penyedia jasa dan pengguna jasa, yang dimana hal tersebut merupakan bagian dari ketentuan aturan privat (perdata).




BAB III
KESIMPULAN
Dengan adanya perjanjian maka akan mengurangi kejahatan tindak pidana yang dilakukan seseorang, dan menentukan batasan yang harus ditempuh melalui perjanjian tersebut, juga perlunya Yurisdiksi untuk menentukan kejahatan seperti apa yang dilakukan oleh seseorang.

DAFTAR PUSTAKA

Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bandung 2003, PT. Alumni
K. Martono, Hukum Udara Nasional dan Internasional, Jakarta: 2012, Rajawali Pers

https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929