loading...

perkembangan kolonialisme dan imperialisme barat

December 28, 2013 Add Comment
Kata Pengantar

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas berkat dan limpahan rahmat-nya lah maka saya boleh menyelesaikan sebuah makalah dan tepat waktu. Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT” melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurang tepat atau menyinggung perasaaan pembaca
Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.


Jambi, Juli 2013

DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
Bab II Pembahasan
Daftar Pustaka



BAB I
PENDAHALUAN


A. Perkembangan Kolonialisme dan Imperialisme Barat di Indonesia
1. Pengertian Kolonialisme dan Imperlalisme
a. Kolonialisme
Istilah kolonialisme berasal dari kata koloni, yang dalam bahasa Latin adalah colonia yang berarti tanah pemukiman atau tanah jajahan. Dalam catatan sejarah, sistem koloni mulai muncul sejak zaman Yunani Kuno. Pada tahap perkembangannya, kolonial modern mulai tumbuh semarak sejak abad ke-16. Adapun yang menjadi cikal bakal politik kolonial modern adalah banyaknya penemuan basar yang dilakukan oleh para pedagang bangsa Barat (Eropa). Adapun bangsa yang disebut sebagai kolonisator partama adalah bangsa Portugis dan Spanyol.
Tujuan kolonialisme yang dilakukan oleh negara-negara Eropa pada umumnya memiliki tujuan yang sama, yaitu menguras sumber-sumber kekayaan daerah koloni demi parkembangan industri dan memenuhi kejayaan. Sehingga negara-negara penjajah cenderung tidak memerhatikan kesejahteraan dan pendidikan rakyat di daerah jajahannya. Sehingga kehidupan rakyat di negara jajahan (koloni) tetap miskin dan penuh penderitaan.

b. Imperialisme
Imperialisme berasal dari kata imperare, yang artinya daerah kekuasaan raja, imperialisme merupakan suatu paham yang bertujuan menjajah negara lain guna mendapatkan kekuasaan dan keuntungan. Imperialisme kuno terjadi sebelum revolusi industri dengan tujuan mendapatkan logam mulia (gold), mendapatkan kejayaan bangsa (glory), dan menyebarkan ajaran Alkitab (gospen). Imperialisme modern yang terjadi pascarevolusi industri memiliki 3 (tiga) tujuan, sebagai berikut.
1) Mendapatkan daerah penghasil bahan baku industri.
2) Mendapatkan daerah pemasaran bahan industri.
3) Mendapatkan daerah untuk investasi jangka panjang.
2. Latar Belakang Masuknya Bangsa Eropa ke Negara-negara Bagian Timur
Jatuhnya Kota Konstantinopel ke tangan kekuasaan Turki Usmani menjadi titik akhir kekuasaan Kerajaan Romawi Timur. Kondisi tersebut menyebabkan tertutupnya perdagangan di Laut Tengah bagi orang-orang Eropa. Bangsa Turki menjalankan politik yang mempersulit perdagangan Eropa beroperasi di daerah kekuasaannya. Keadaan seperti ini menyebabkan perdagangan antara dunia Timur dengan Eropa menjadi mundur, sehingga barang-barang yang sangat dibutuhkan oleh orang-orang Eropa menjadi berkurang di pasaran Eropa, terutama rempah-rempah.
Berikut faktor-faktor yang mendorong orang-orang Eropa mengadakan penjelajahan samudra pada akhir abad ke-16.
4) Jatuhnya Kota Konstantinopel tahun 1453 ke tangan penguasa Turki Usmani dalam Perang Salib yang menyebabkan tertutupnya jalur perdagangan bagi orang-orang Eropa, dan mengakibatkan tingginya harga rempah-rempah.
5) Kisah perjalanan Marco Polo ke dunia Timur, yaitu perjalanan kembalinya Marco Polo dari negara Cina melalui pelayaran atau lautan.
6) Penemuan Copernicus yang didukung oleh Galileo yang menyatakan bahwa bumi itu bulat.
7) Penemuan kompas (penunjuk arah mata angin).
8) Semangat Reconquista, yaitu semangat pembalasan terhadap kekuasaan Islam di mana pun yang dijumpainya.
Dengan berlatar belakang inilah bangsa-bangsa Barat melakukan penjajahan samudra, yang dipelopori oleh bangsa Spanyol dan Portugis, serta diikuti oleh Belanda, Inggris, Prancis, dan sebagainya.

BAB II
PEMBAHASAN


A. Masuknya Kekuasaan Asing di Indonesia .
Kedatangan bangsa asing di Indonesia semula bertujuan ingin berdagang rempah-rempah. Namun, kekayaan alam Indonesia yang berlimpah membuat mereka mengubah tujuan menjadi ingin menjajah dan menguasai Indonesia.
Berikut beberapa tujuan bangsa Eropa menguasai Indonesia.
1. Menguasai wilayah strategis guna misi perdagangan dan basis militer.
2. Mengeruk sebanyak-banyaknya kekayaan sumber daya alam suatu wilayah.
3. Menguasai perdagangan rempah-rempah langsung dari daerah sumbernya dengan menerapkan monopoli perdagangan.
4. Mencampuri urusan politik suatu wilayah.

Adapun tahap-tahap masuknya kekuasaan asing di Indonesia sebagai berikut.
1. Kekuasaan Bangsa Portugis di Indonesia
Tahun 1511, armada penjelajah Portugis di bawah pimpinan Alfonso de Alberqueque tiba di Malaka. Mereka berperang melawan Sultan Malaka, yaitu Sultan Mahmud Syah (1488 -1528). Setelah Malaka berhasil dikuasai Portugis, perdagangan pun dimonopoli dan dikuasai oleh Portugis. Bangsa Portugis melanjutkan perjalanan dari Pulau Hitu ke Ternate, Maluku, dengan tujuan menguasai daerah penghasil rempah-rempah. Awalnya, kedatangan bangsa Portugis disambut baik oleh Raja Ternate, karena bangsa Portugis membantu Ternate melawan Tidore.
Praktik monopoli perdagangan cengkih yang dilakukan Portugis merugikan Ternate. Lama-kelamaan penguasa Ternate pun menolak bangsa Portugis. Puncak penolakan terjadi setelah Sultan Hairun dibunuh bangsa Portugis. Rakyat Ternate marah dan menyerang Portugis di bawah pimpinan Baabullah, putra Sultan Hairun. Bangsa Portugis dapat diusir dari wilayah Maluku tahun 1575. Setelah diusir dari Kepulauan Maluku, armada Portugis berlayar menuju Sumatra dan Jawa. Di Jawa, armada Portugis menjalin kontak dagang dengan Pasuruan, Blambangan, Banyuwangi, Solo, Yogyakarta, dan Banten. Di Sumatra, bangsa Portugis mencoba menguasai perdagangan lada dan cengkih, namun usahanya gagal karena kuatnya dominasi Kerajaan Aceh.

2. Kekuasaan VOC (Kompeni Belanda) di Indonesia

Pada tahun 1602, pedagang-pedagang Belanda mendirikan perkumpulan dagang yang disebut Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Dalam bahasa Indonesia, perkumpulan dikenal dengan nama Kompeni Belanda. Badan perdagangan Belanda ini pada dasarnya bertujuan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dan untuk dapat memperkuat kedudukannya dalam menghadapi lawan-lawannya, seperti Portugis dan Spanyol.
Pembentukan VOC dibantu oleh pemerintah Belanda di bawah Van Oldenbarnevedt. VOC diberi hak istimewa, sehingga menjadi badan yang berdaulat. Hak istimewa itu sebagai berikut.
a. Hak monopoli untuk berdagang antara Amerika Selatan dan Afrika.
b. Hak memelihara angkatan perang, berperang, mendirikan benteng-benteng, dan menjajah.
c. Hak untuk mengangkat pegawal-pegawainya.
d. Hak untuk memberi pengadilan.
e. Hak untuk mencetak dan mengedarkan uang sendiri.

Sebaliknya, VOC mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi terhadap pemerintah Belanda, yaitu:
a. bertanggung jawab kepada Staten General (Badan Perwakilan), serta
b. pada waktu perang harus membantu pemerintah Belanda dengan uang dan angkatan perang.

Dalam monopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia, VOC memberlakukan hal-hal berikut.
a. Hak Eksteerpasi, yaitu hak untuk mengurangi hasil rempah-rempan dengan cara menebang atau memusnahkannya bila perlu. Tujuannya agar penawaran rempah-rempah terkendali dengan harga yang tetap menguntungkan VOC.
b. Pelayaran Hongi (Hongi Tochtan), yaitu pengawasan terhadap pelaksanaan monopoli perdagangan Indonesia. Jika petani menjual rempah-rempahnya kepada pihak selain VOC, maka petani tersebut ditangkap dan rempah-rempahnya dibakar.

Namun, kejayaan VOC tidak berlangsung lama. VOC mengalami kemunduran pada akhir abad XVIII. Sebab-sebab kemunduran VOC sebagai berikut.
a. Banyak pegawai VOC melakukan penyelewengan untuk memperkaya diri sendiri (korupsi).
b. Wilayah Indonesia yang luas memerlukan biaya besar untuk mengelolanya.
c. Biaya perang untuk menumpas perlawanan sporadic suku-suku di Indonesia sangat besar.
d. Persaingan dengan kongsi dagang negara lain, misalnya EIC milik pemerintah Inggris, semakin tajam.

3. Pemerintah Daendels di Indonesia (1808-1811)
Kemenangan Prancis yang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte berimplikasi pada penguasaan negara-negara jajahan Belanda menjadi dikuasai oleh Prancis. Pada tahun 1808, Daendels diangkat menjadi gubernur jenderal atas wilayah Indonesia. Tujuan utamanya untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan pasukan lnggris. Selain itu Daendels juga diberi tugas untuk mengatur pemerintahan Indonesia. Dalam rangka menjalankan tugas tersebut, Daendels melakukan beberapa upaya berikut.
a. Membangun jalan dari Anyer sampai Panarukan yang panjangnya kurang lebih 1.100 km, tujuannya untuk melancarkan mobilitas militer di Pulau Jawa dan untuk mengangkut hasil pertanian.
b. Membangun pabrik senjata di Surabaya dan Semarang.
c. Melaksanakan sistem kerja rodi untuk pekerjaan yang bersifat umum, termasuk pembangunan jalan.
d. Membangun angkatan perang, misalnya armada laut di Ujung Kulori, Banten.
e. Mencampuri urusan intern kerajaan-kerajaan Indonesia dan memengaruhi raja-raja di Indonesia.
f. Menjalankan sistem pemerintah diktator agar rakyat Indonesia tidak mengadakan perlawanan.
g. Mencari keuntungan besar melalui perdagangan budak.
4. Masa Pemerintahan Thomas Stamford Raffles

Maskapai dagang Inggris, East Indian Company (EIC), mewakili pemerintah Inggris di Indonesia. Mereka mengangkat Sir Thomas Stamford Raffles menjadi gubernur jenderal di Indonesia. Berikut beberapa langkah yang dilakukan Stamford Raffles di Indonesia.
a. Membagi Pulau Jawa menjadi 16 karesidenan.
b. Mengurangi kekuasaan bupati dengan mengangkat bupati menjadi pegawai pemerintah:
c. Menghilangkan bentuk kerja paksa atau rodi.
d. Menghapus pelayaran Hongi model VOC.
e. Melarang perbudakan karena tidak sesuai dengan semangat liberalisme.
f. Menghapus segala macam bentuk penyerahan (upeti).
g. Memungut sewa tanah, sebab tanah dianggap sebagai milik negara.
h. Melaksanakan sistem penjurian dalam peradilan.

Masa pemerintahan Raffles di Indonesia tidak berlangsung lama, hal ini dipengaruhi oleh kondisi politik di Eropa. Meskipun tidak berlangsung lama, namun kepemimpinan Raffles membawa perubahan di Indonesia. Raffles juga banyak berjasa dalam pengembangan ilmu pengetahuan, seperti berikut
a. Meneliti tumbuh-tumbuhan dan menamai bunga temuannya Rafflesia Arnoldi.
b. Membangun Kebun Raya Bogor yang berisi tanaman tropis Indonesia.
c. Menulis buku History of Java yang berisi sejarah budaya Pulau Jawa.
5. Kekuasaan Pemerintah Kolonial Belanda di Indonesia

Setelah Prancis kalah perang, Napoleon harus menandatangani Konvensi London tahun 1814. Isi konvensi tersebut adalah Prancis harus mengembalikan status negara-negara jajahannya ke kedudukan semula sebelum ada penyerangan Napoleon. Indonesia harus diserahkan kembali pada Belanda. Penyerahan itu dilakukan tahun 1816. Akan tetapi, Pulau Bangka, Pulau Belitung, dan Bengkulu tidak ikut diserahkan.
Van den Bosch mengusulkan pemberlakuan sistem cultuurstelsel atau tanam paksa di Pulau Jawa. Usulan itu mendapat persetujuan dari parlemen Belanda.

Mulailah pelaksanaan sistem tanam paksa di Indonesia tahun 1830. Ketentuan-ketentuan sistem tanam paksa sebagai berikut.
a. Ketentuan Sistem Tanam Paksa
1. Seperlima bagian tanah milik rakyat yang subur wajib dijadikan lahan bagi tanaman ekspor. Tanaman yang harus dibudidayakan, antara lain teh, tebu, tembakau, merica, kayu manis, nila, kapas, dan tanaman lain yang laku dijual di pasaran Eropa.
2. Tanah tersebut dibebaskan dari kewajiban membayar pajak.
3. Hasil panen diserahkan kepada pemerintah Belanda.
4. Apabila taksiran harga hasil panen melebihi pajak, maka kelebihannya itu menjadi hak rakyat.
5. Kegagalan panen ditanggung oleh pemerintah.
6. Waktu yang digunakan untuk menanam tidak boleh melebihi waktu menanam padi.
b. Ketentuan Sistem Tanam Paksa yang Dilanggar

Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, ketentuan di atas banyak dilanggar untuk memperbesar keuntungan pemerintah Belanda. Ketentuan yang dilanggar sebagai berikut.
1. Tanah yang dijadikan lahan tanaman ekspor tidak hanya seperlima bagian, tetapi seluruhnya.
2. Lahan yang ditanami tanaman ekspor tetap dipungut pajak.
3. Kegagalan, panen ditanggung oleh rakyat sendiri bukan pemerintah.
4. Jika taksiran hasil panen melebihi pajak, maka kelebihan itu tidak diberikan kepada rakyat.
5. Waktu yang digunakan untuk tanam paksa melebihi waktu untuk menanam padi. Hal ini disebabkan umur tanaman untuk tanam paksa lebih panjang.

c. Pengaruh Pemberlakuan Tanam Paksa
Kebijakan tanam paksa berpengaruh terhadap pemerintah Belanda maupun rakyat Indonesia. Harga pokok hasil pertanian tanam paksa sangat rendah, padahal harga jualnya sangat tinggi. Akibatnya, Belanda menjadi negara kaya. Tanam paksa membuat rakyat Indonesia sangat menderita dan kelaparan. Sebagian besar waktu mereka digunakan untuk mengurus tanaman paksa sehingga tanaman padi mereka jadi terlantar. Sisi baiknya, petani Indonesia mulai mengenai jenis tanaman baru yang diunggulkan sebagai komoditas ekspor.
1) Kelompok Pemilik Modal
Kelompok pemilik modal atau kaum kapitalis mendesak pemerintah agar menghapus sistem tanam paksa. Sebagai gantinya, para pemilik modal meminta agar diizinkan masuk ke Indonesia. Desakan kaum kapitalis itu berhasil membuat pemerintah Belanda menerapkan kebijakan Politik Pintu Terbuka. Artinya, para pemilik modal swasta diizinkan masuk ke Indonesia untuk menanamkan modalnya.
2) Golongan Humanis di Belanda
a) Eduard Douwes Dekker
b) Van Deventer
c) Baron Van Hoevel

3) Kelompok Liberal di Negara Belanda
Golongan mayoritas parlemen Belanda dikuasai oleh pihak konservatif, sementara golongan minoritas atau golongan oposisi adalah kaum liberal. Kaum liberal menyuarakan agar tanam paksa dihapuskan. Usulan tersebut mendapat simpati dari sebagian besar penduduk negara Belanda dan rakyat Indonesia yang ada di sana. Kemenangan kaum liberal pada pemilu 1860, merealisasikan usulan tersebut. Tanam paksa dihapuskan tahun 1870 dimulai dengan penghapusan tanam paksa tebu.

Pemerintah Belanda kemudian menerapkan Politik Pintu Terbuka dengan mengeluarkan Undang-Undang, Agraria tentang kepemilikan tanah di daerah jajahan. Dalam pelaksanaannya, berdirilah perkebunan-¬perkebunan besar milik swasta dengan menyewa tanah rakyat Selain itu, banyak dilakukan pembangunan jalan, irigasi, dan sarana pembangunan lainnya. Politik Pintu Terbuka juga tidak banyak membawa manfaat bagi rakyat Indonesia. Muncul usulan Politik Balas Budi (Politik Etis) yang mulai dilaksanakan tahun 1900.

DAFTAR PUSTAKA

Alam S. Dan Henry Hidayat, 2008. Ilmu Pengetahuan Social Untuk SMK dan Mak Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Mutopo, M.H. Abib dkk. 2007. Sejarah SMA Kelas X Program IPS, Jakarta: Yudhistira.
Rochamadi, Nur Wahyu. 2007. Ilmu Pengetahuan Social Untuk Sekolah Menengah Kejuruan. Jilid 1. Jakarta: Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Yulianti. 2007. 1700 Bank Soal Sejarah dan Dunia Untuk SMA/MA. Bandung: Yrama Widya.

MAKALAH KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN ISLAM

December 28, 2013 Add Comment
“Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam Sebagai Dipslin Ilmu”

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana kita ketahui bahwa sumber utama Pendidikan Islam Adalah Kitab Suci Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah S.A.W serta pendapat para sabahat dan Ulama Ilmuan Muslim sebagai tambahan. Sebuah disiplin ilmu harus membuka mata bahwa keadaan pendidikan yang terjadi saat ini jauh dari apa yang kita harapkan. Kita mengharapkan bahwa pendidikan islam memberikan kontribusi terhadap pendidikan yang terdapat di indonesia, namun hal tersebut belum terealisasikan dengan maksimal. Salah satu faktor yang menjadi hal tersebut adalah tidak diterapkannya sebuah prinsip sebagaimana dalam pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Komponen Dasar Pendidikan Islam Sebagai Disiplin Ilmu
2. Apa saja Teori Pendidikan Islam yang harus memenuhi Persyaratan
3. Permasalahan bagi Ilmu Pendidikan Islam


BAB II
PERMASALAHAN

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa sumber utama pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu adalah kitab suci Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah S.A.W. serta pendapat para sahabat dan ulama/ilmuwan muslim sebagai tambahan.
Sebagai disiplin ilmu, pendidikan Islam bertugas pokak meng-ilmiahkan wawasan atau pandangan tentang kependidikan yang terdapat di dalam sumber-sumber pokoknya dengan bantuan dari pendapat para sahabat dan ulama/ilmuwan muslim. Dalam sumber-sumber pokok itu terdapat bahan-bahan fundamental yang mengandung nilai kependidikan atau implikasi-implikasi kependidikan yang masih berserakan. Untuk dibentuk menjadi suatu ilmu pendidikan Islam, bahan-bahan tersebut perlu disistematisasikan dan diteorisasikan sesuai dengan kaidah (norma-norma) yang ditetapkan dalam dunia ilmu pengetahuan.
Dunia ilmu pengetahuan yang akademik telah menetapkan norma-norma, syarat-syarat dan kriteria¬-kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu ilmu yang ilmiah. Persyaratan keilmuan yang ditetapkan itu nampak bersifat sekuler, dalam arti bahwa mengilmiahkan suatu pandangan/konsep dalam banyak seginya, yang melibatkan nilai-nilai ke-Tuhanan dipandang tidak rasional, tapi metafisik dan tidak dapat dijadikan dasar pemikiran sistematis dan logis. Nilai-nilai ketuhanan berada di atas nilai keilmiahan dari ilmu pengetahuan. Agama adalah bukan ilmu pengetahuan, karena bukan ciptaan budaya manusia, Agama adalah wahyu Tuhan yang diturunkan, kepada umat manusia melalui Rasul rasulnya untuk dijadikan pedoman hidup yang harus diyakini kebenarannya.
Sebagai suatu disiplin ilmu, pendidikan Islam merupakan sekumpulan ide-ide dan konsep-konsep intelektual yang tersusun dan diperkuat melalui pengalaman dan pengetahuan. Jadi mengalami dan mengetahui merupakan pengokoh awal dari konseptualisasi manusia yang berlanjut kepada terbentuknya ilmu pengetahuan itu. Untuk itu Adam diajar nama-nama benda terlebih dahulu sebagai dasar konseptual bagi pembentukkan ilmu pengetahuannya.
Dengan kata lain, ilmu pendidikan Islam harus bertumpu pada gagasan-gagasan yang dialogis dengan pengalaman empiris yang terdiri atas fakta atau informasi untuk diolah menjadi teori yang valid yang menjadi tempat berpijaknya suatu ilmu pengetahuan yang ilmiah. Dengan demikian maka ilmu pendidikan Islam dapat dibedakan antara ilmu pendidikan teoritis dan ilmu pendidikan Praktis. Justru IPI menuntut adanya teori yang dijadikan pedoman operasional dalam lapangan praktek pendidikan.
Ada tiga komponen dasar yang harus dibahas dalam teori pendidikan Islam yang pada gilirannya dapat dibuktikan validitasnya dalam operasionalisasi. Tiga komponen dasar itu ialah :
1) Pendidikan Islam harus dirumuskan dan ditetapkan secara jelas dan sama bagi seluruh umat Islam sehingga bersifat universal. Tujuan pendidikan Islam adalah yang azasi karena ia sebegitu jauh menentukan corak metode dan materi (content) pendidikan Islam. Namun metode dan content itu bukanlah kurang pentingnya, karena antara tiga komponen tersebut saling berkaitan dalam proses pencapaian tujuan Islam.
Tujuan pendidikan Islam yang universal itu telah dirumuskan dalam Seminar Pendidikan Islam se-Dunia di Islamabad pada tahun 1980 yang disepakati oleh seluruh ulama ahli pendidikan Islam dari negara-negara Islam. Rumusan tersebut mencerminkan idealitas Islami seperti terkandung di dalam Al-Qur'an. Dalam bab terdahulu telah saya kemukakan rumusan tersebut.
2) Metode pendidikan Islam yang kita ciptakan harus berfungsi secara efektif dalam proses pencapaian tujuan pendidikan Islam itu. Komprehensivitas daripada tujuan pendidikan itu harus paralel dengan keanekaragaman metode, mulai dari metode verbalistik-simbolisme sampai kepada berinteraksi langsung dengan situasi belajar-mengajar, misalnya kegiatan belajar dengan berdiskusi atau soal jawab dengan guru.
3) Irama gerak yang harmonis antara metode dan tujuan pendidikan dalam proses akan mengalami vakum bila tanpa kehadiran nilai atau idea. Oleh karena itu content pendidikan Islam menjadi conditio sine qua non dalam proses tersebut. Secara prinsipal content yang diwujudkan sebagai kurikulum, mengandung makna sebagai petunjuk (baik bagi guru maupun murid) ke arah pengembangan kualitas hidup manusia selaku khalifah di atas bumi, yang memiliki kepribadian yang utuh dalam hidup mental-rohaniah (iman dan takwa) dan material jasmaniah (kemampuan jasmaniah yang tinggi) yang seimbang dan serasi. Konsepsi Al-Qur'an tentang ilmu pengetahuan, tidak membeda-bedakan antara ilmu pengetahuan agama dan umum. Kedua jenis ilmu pengetahuan itu merupakan kesatuan yang tidak, dapat dipisah-pisahkan, karena semua ilmu adalah merupakan manifestasi dari ilmu pengetahuan yang satu yaitu ilmu pengetahuan Allah. Oleh karena itu dalam Islam tidak dikenal adanya ilmu pengetahuan yang religus dan non religius (sekuler).
Klasifikasi ilmu pengetahuan yang ditetapkan oleh para filusuf Islam seperti Farabi, Ibnu Khaldun, Ibnu Sina menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan Islam, baik yang paling eksternal sekalipun memiliki ciri sakral, selama ilmu itu setia kepada prinsip-prinsip kewahyuan, karena semua ilmu pengetahuan bersumber dari firman Allah seperti yang dinyatakan dalam wahyu pertama yang diturunkan kepada Rasulullah dalam Surat Al-Alaq, 1- 5 (Sayyid Hosein Nasr, 1970, 64).
Al-Farabi mengklasifikasikan ilmu pengetahuan menjadi Bahasa; IImu Logika; Ilmu Pengetahuan tingkat persiapan Ilmu Kealaman; Metafisika; IImu Kemasyarakatan, beserta perincian masing-masing. Sedangkan Ibnu Khaldun juga mengklasifikasikan sains Islami itu menjadi: Sains filusufis beserta perinciannya, dan Sains yang ditranmisikan beserta perinciannya, (yang berupa ilmu-ilmu agama). Perincian sains tersebut dapat dilihat dalam buku Science and Civilization in Islam. Sayyid Hosein Nasr, pp. 60-64).
Berdasarkan pemikiran di atas maka Pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu telah mempunyai modal-dasar yang potensial untuk dikembangkan sehingga mampu berperan dijantung masyarakat dinamis masa kini dan mendatang. Pendidikan Islam saat ini masih berada pada garis marjinal masyarakat, belum memegang peran sentral dalam proses pembudayaan umat manusia dalam arti sepenuhnya. Untuk itu ilmu pendidikan islam yang menjadi pedoman operasionalisasi pendidikan Islam perlu dikembangkan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam dunia akademik yaitu:
1) Memiliki objek pembahasan yang jelas dan khas pendidikan Islami meskipun memerlukan ilmu penunjang dari Yang non-Islami.
2) Mempunyai wawasan, pandangan, asumsi, hipotesa serta teori dalam lingkup kependidikan Islami yang bersumberkan ajaran Islam,
3) Memiliki metode analisis yang relevan dengan kebutuhan perkembangan ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam, beserta sistem pendekatan yang seirama dengan corak keislaman sebagai kultur dan revilasi.
4) Memiliki struktur keilmuan yang sistematis mengandung totalitas yang tersusun dari komponen-¬komponen yang saling mengembangkan satu sama lain Yang menunjukkan kemandiriannya sebagai ilmu yang bulat.
Oleh karena suatu ilmu yang ilmiah harus bertumpu pada adanya teori-teori, maka teori-teori pendidikan Islam puga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Teori harus menetapkan adanya hubungan antara fakta yang ada.
2) Teori mengembangkan sistem klasifikasi dan struktur dari konsep-konsep, karena alam kita tidak menyediakan sistem siap-pakai untuk itu.
3) Teori harus dapat mengikhtisarkan berbagai fakta, kejadian-kejadian, oleh karenanya maka sebuah teori harus dapat menjelaskan sejumlah besar fakta.
4) Teori harus dapat meramalkan fakta atas kejadian-¬kejadian karena tugas sebuah teori adalah meramalkan kejadian-kejadian yang belum terjadi.
Adapun corak teoritis dari ilmu pendidikan Islam itu hendaknya disusun secara sistematis yang well-organized, yang mampu memberikan diskripsi tentang adanya fakta dari pengalaman operasional dalam bentuk , pengertian sesederhana mungkin. (Gilbert Sax, 1968,15-16).
Yang menjadi permasalahan urgen bagi ilmu pendidikan Islam ialah:
a) Bagaimana seharusnya pendidakan Islam dapat menjawab tantangan kebutuhan kependidikan generasi muda bagi kehidupannya di masa depan secara sistematis berencana, mengingat ciri khas agama Islam adalah sifat aspiratif dan kondusif kepada; kebutuhan hidup sesuai dengan human nature (fitrah).
b) Bagaimana agar pendidikan Islam mampu mendasari kehidupan generasi muda dengan iman dan takwa dalam berilmu pengetahuan yang sekaligus memotivasi daya kreativitasnya dalan kegiatan pengembangan dan pengamalan ilmu pengetahuan tersebut sejalan dengan tuntutan Al-Qur'an.
c) Bagaimana pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu dapat melestarikan dan memajukan tradisi dan budaya moral yang Islamic etnik dalam komunikasi sosial dan interpersonal dalam masyarakat yang semakin industrial teknologis.
d) Bagaimana agar pendidikan Islam tetap mampu berkemban dalam jalur input invironmental di lembaga pendidikan data proses pencapaian tujuan akhirnya, baik dalam upaya membentuk pribadi, maupun anggota masyarakat dan warga negara yang berkualitas baik.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa ilmu pendidikan islam sebagai sebuah disiplin ilmu harus senantiasa berpegang kepada prinsip-prinsip pendidikan Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah S.A.W.
Hal itu disebabkan, karena apabila sebuah disiplin ilmu tidak memiliki prinsip khususnya prinsip pendidikan Islam tersebut, maka dikhawatirkan akan terjadi yang tidak diinginkan oleh pendidikan. Pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu juga harus senantiasa mampu mengilmiahkan wawasan atau pandangan tentang pendidikan yang terdapat didalam sumber-sumber pokoknya dengan Bantuan Ulama/Ilmuwan Muslim.

DAFTAR PUSTAKA

MAKALAH PENULISAN DAN PEMELIHARAAN AL-QUR’AN

December 28, 2013 Add Comment

MAKALAH PENULISAN DAN PEMELIHARAAN AL-QUR’AN

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah menganugerahkan Al-Quran sebagai Hudan Il Al-Nas (petunjuk bagi seluruh manusia) dan rahmat Lil-Al-‘Alamin (rahmat bagi segenap alam). Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Dialah sebagai penyampai, pengamal, dan penafsir Pertama Al-Quran.
Dengan pertolongan dan hidayah Allah lah, sehingga makalah ini dapat diselesaikan.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

BAB I PENDAHULUAN 1
1..Proses Penulisan Al-Qur’an 1
a..Pada masa Nabi 1
b..Pada Masa Khulafa’ Al-Rasyidin 2
2..Penyempurnaan Penulisan Al-Qur’an Setelah masa Khafifah 9
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN


1. Proses Penulisan Al-Quran

a. Pada Masa Nabi
Kerinduan Nabi terhadap kedatangan wahyu tidak saja diekspresikan dalam bentuk hapalan, tetapi juga dalam bentuk tulisan. Nabi memiliki sekretaris pribadi yang khusus bertugas mencatat wahyu. Mereka adalah Abu Bakar, `Umar, `Utsman, `Ali, Abban bin Sa'id, Khalid bin Sa'id, Khalid bin a1-Walid, dan Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Proses penulisan Al-Quran pada masa Nabi sangat sederhana. Mereka menggunakan alat tulis sederhana dan berupa lontaran kayu, pelepah kurma, tulang belulang, dan batu.
Kegiatan tulis-menulis Al-Quran pada masa Nabi di samping dilakukan oleh para sekretaris Nabi, juga dilakukan para sahabat lainnya. Kegiatannya itu didasarkan kepada sebuah hadis Nabi -sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Muslim:

Artinya:
“Janganlah kamu menulis sesuatu yang berasal dariku, kecuali Al-Quran. Barang siapa telah menulis dariku selain Al-Quran, hendaklah ia menghapusnya.” (H.R. Muslim).
Di antara faktor yang mendorong penulisan Al-Quran pada masa Nabi adalah:
1. Mem-back up hapalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya,
2. Mempresentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna, karena bertolak dari hapalan para sahabat saja tidak cukup karena terkadang mereka lupa atau sebagian dari mereka sudah wafat. Adapun tulisan akan tetap terpelihara walaupun pada masa Nabi, Al-Quran tidak ditulis di tempat tertentu.
Uraian di atas memperlihatkan bahwa karakteristik penulisan Al-Quran pada masa Nabi adalah bahwa Al-Quran ditulis tidak pada satu tempat, melainkan pada tempat yang terpisah-pisah. Hal ini tampaknya bertolak dari dua alasan berikut.
1. Proses penurunan Al-Quran masih berlanjut sehingga ada kemungkinan ayat yang turun belakangan "menghapus" redaksi dan ketentuan hukum ayat yang sudah turun terdahulu.
2. Menertibkan ayat dan surat-surat Al-Quran tidak bertolak dari kronologi turunnya, tetapi bertolak dari keserasian antara satu ayat dengan ayat lainnya, atau antara satu surat dengan surat yang lain. Oleh karena itu, terkadang ayat atau surat yang turun belakangan ditulis lebih dahulu ketimbang ayat atau surat yang turun terlebih dahulu.

b. Pada Masa Khulafa' Al-Rasyidin
1. Pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Pada dasarnya, seluruh Al-Quran sudah ditulis pada waktu Nabi masih ada. Hanya saja, pada saat itu surat-surat dan ayat-ayatnya ditulis dengan terpencar-pencar. Dan orang yang pertama kali menyusunnya dalam satu mushaf adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Oleh karena itu, Abu ‘Abdillah Al-¬Muhasibi berkata di dalam kitabnya, Fahm As-Sunan, "Penulisan Al-Quran bukanlah sesuatu yang baru. Sebab, Rasulullah pernah memerintahkannya. Hanya saja, saat itu tulisan Al-Quran berpencar-pencar pada pelepah kurma, batu halus, kulit, tulang unta, dan bantalan dari kayu. Abu Bakar kemudian berinisiatif menghimpun semuanya. Usaha pengumpulan tulisan Al-Quran yang dilakukan Abu Bakar terjadi setelah Perang Yamamah pada tahun 12 H. Peperangan yang bertujuan menumpas habis para pemurtad yang juga para pengikut Musailamah AI-Kadzdzab itu ternyata telah menjadikan 700 orang sahabat penghapal Al-Quran syahid. Khawatir akan semakin hilangnya para penghapal Al-Quran, sehingga kelestarian Al-Quran juga ikut terancam, 'Umar datang menemui khalifah pertama, Abu Bakar agar segera menginstruksikan pengumpulan Al-Quran dari berbagai sumber, baik yang tersimpan di dalam hapalan maupun tulisan.
Zaid bin Tsabit, saiah seorang sekretaris Nabi, berdasarkan riwayat Al-Bukhari (kitab "Fadh' il AI-Quran", bab III dan IV; kitab "Al-Ahkam", bab XXXVII), mengisahkan bahwa setelah peristiwa berdarah yang menimpa sekitar 700 orang penghapal Al-Quran, Zaid diminta bertemu Abu Bakar. Turut hadir dalam pertemuan itu 'Umar bin Al-Khaththab. Abu Bakar membuka pertemuan itu dengan mengatakan, ‘Umar telah mendatangiku dan mengatakan bahwa peperangan Yamamah telah berlangsung sengit dan meminta korban sejumlah qari’ Al-Qur:an. Aku khawatir hal ini meluas kepada para penduduk. Kalau demikian, akan banyak penghapal Al-Quran yang hilang. Aku memandang perlunya penghimpunan Al-Quran."
Setelah Abu Bakar berbicara, Zaid bin Tsabit mengajukan keberatannya. Kalimatnya ia arahkan kepada Umar karena usul penulisan datang darinya, "Bagaimana mungkin kita melakukan sesuatu yang belum dilakukan Rasulullah?" Umar lalu menjawab, "Demi Allah , ini sesuatu yang baik." Dan ketika Umar belum selesai mengucapkan kalimatnya, Allah telah melegakan hati Zaid tentang perlunya penghimpunan Al-Quran.
Kemudian Abu Bakar berkata kepada Zaid, "Kau adalah seorang lelaki yang masih muda dan pintar. Kami tidak menuduhmu (cacat mental). Dahulu kau menulis wahyu untuk Rasulullah. (Sekarang), lacaklah Al-Quran."
Bagi Zaid, tugas yang dipercayakan Khalifah Abu Bakar kepadanya bukan hal yang ringan. Hal ini bisa dipahami dari kalimat yang terlontar dari mulutnya dihadapan Abu Bakar dan Umar pada waktu itu, "Demi Allah, sekiranya orang-orang membebaniku memindahkan suatu gunung, hal itu tidak lebih berat daripada apa yang kau perintahkan kepadaku untuk menghimpun Al-Quran:"
Dalam melaksanakan tugasnya, Zaid menetapkan kriteria yang ketat untuk setiap ayat yang dikumpulkannya. Ia tidak menerima ayat yang hanya berdasarkan hapalan, tanpa didukung tulisan. Kehati-hatiannya diperlihatkan oleh ucapannya sebagaimana tertuang pada akhir hadis yang diriwayatkan Al-Bukhari di atas, "... Hingga aku temukan akhir surat At¬-Taubah [9] pada tangan Abu Khuzaimah Al-Anshari. "Ungkapannya itu tidak menunjukkan bahwa akhir surat At-Taubah [9] itu tidak mutawatir, tetapi lebih menunjukkan bahwa hanya Abu Khuzaimah Al-Anshari yang menulisnya. Zaid dan sahabat-sahabat lainnya juga menghapalnya, tetapi tidak memiliki tulisannya.
Sikap kehati-hatian Zaid dalam mengumpulkan A1-Quran sebenarnya atas dasar pesan Abu Bakar kepada Zaid dan 'Umar. Abu Bakar berkata:

Artinya:
Duduklah kalian di pintu masjid. Siapa saja yang datang kepada kalian membawa catatan Al-Quran dengan dua saksi, maka catatlah.
Riwayat yang berkaitan juga dikeluarkan Ibn Abi Dawud melalui jalan Yahya bin 'Abdurrahman bin Hatib yang menceritakan bahwa 'Umar berkata:

Artinya:
“Siapa saja pernah mendengar seberapa saja ayat Al-Quran dari Rasulullah, sampaikan (kepada Zaid). Dan (pada waktu itu) para sahabat telah menulisnya pada suhuf, papan, dan pelepah kurma. Zaid tidak menerima laporan ayat dari siapa pun sebelum diperkuat dua saksi.
Di dalam menerangkan pengertian "dua saksi" riwayat ini, perlu disimak pendapat ibn Hajar. Menurut tokoh hadis kenamaan ini, syahidain (dua saksi) di sini tidak harus keduanya dalam bentuk hapalan, atau keduanya dalam bentuk tulisan. Sahabat tertentu yang membawa ayat tertentu dapai diterima bila ayat yang disodorkan didukung dua hapalan dan atau tulisan sahabat lainnya. Demikian juga, suatu hapalan ayat tertentu yang dibawa oleh sahabat tertentu baru bisa diterima bila dikuatkan oleh dua catatan dan atau hapafan sahabat lainnya.
Pemahaman Ibn Hajar tentang syahidain sedikit berbeda dengan apa yang ditangkap As-Sakhawi (w. 643 H.). Asy-Syakhawi memandang bahwa syahidain artinya catatan sahabat tertentu mengenai ayat tertentu. Ayat tertentu yang disodorkan sahabat dapat diterima jika memiliki dua saksi yang memberikan kesaksian bahwa catatan itu memang ditulis di hadapan Nabi.
Pekerjaan yang dibebankan ke pundak Zaid dapat diselesaikan dalam waktu kurang lebih satu tahun, yaitu pada tahun 13 H. di bawah pengawasan Abu Bakar, 'Umar, dan para tokoh sahabat lainnya. Tidak syak lagi, ketiga tokoh yang telah disebut-sebut dalam pengumpulan Al-Quran pada masa Abu Bakar, yakni Abu Bakar, 'Umar, dan Zaid, mempunyai peranan yang sangat penting. 'Umar yang terkenal dengan terobosan-terobosan jitunya menjadi pencetus ide. Ini tentunya; punya arti tersendiri. Zaid sudah tentu mendapat kehormatan besar karena ia dipercaya menghimpun kitab suci Al-Quran yang memerlukan kejujuran, kecermatan, ketelitian, dan kerja keras. Khalifah Abu Bakar sebagai decision maker menduduki porsi tersendiri. Tak berlebihan bila 'Ali bin Abi Thalib memujinya dengan mengatakan:

Artinya:
"Semoga Allah merahmati Abu Bakar. Ia orang Nang pertAma kati (mengambit keputusan) mengumpukan W Allah." (Az-Zarkasyi, tt,I:230)
Setelah sempurna, kemudian berdasarkan musyawarah, tulisan A!¬Quran yang sudah terkumpul itu dinamakan "Mushaf', sebagaimana disebutkan 1bnuAsytah32di dalam kitab AI-Mashahifyang didasarkan pada riwayat yang sampai kepadanya melalui jalan Musa bin 'Aqabah dari Ibnu Syihab:

Artinya:
“Setelah Al-Wur’an terkumpul, mereka menuliskannya diatas kertas. Abu Bakar berkata, carilah nama untuk Al-Qur’an yang sudah ditulis ini. Sebagian sahabat mengusulkan nama ‘As-Sifr. Abu Bakar berkata, Itu nama yang diberikan orang-orang Yahudi. Mereka pun tidak menyukai nama itu. Sebagian sahabat yang lain mengusulkan nama “Al-Mushaf” karena orang-orang Habsyi pun memakai nama itu. Mereka pun akhirnya sepakat dengan nama itu”.
Setelah Abu Bakar wafiat, suhuf-suhuf AI-Quran itu disimpan Khalifah 'Umar dan ketika 'Umar wafat, mushaf itu disimpan Hafsah, bukan oleh 'Utsman bin 'Affan sebagai khalifah yang rraenggantikan 'Umar. Timbul pertanyaan, mengapa mushaf itu tidak diserahkan kepada khalifah setelah 'Umar? Pertanyaan itu logis. Hanya 'Umar, menurut Zarzur, mempunyai pertimbangan lain, yaitu bahwa sebelum wafat, 'Umar memberikan kesempatan kepada enam sahabat untuk bermusyawarah memilih -salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah. Kalau'Umar memberikan serta dikembalikan kepadanya ketika resensi A1-Quran selesai digarap. Dengan demikian, suatu naskah otoritatif (absah) AI-Quran, yang sering juga disebut mushaf 'Utsmani, telah ditetapkan. Sejumlah salinannya dibuat dan dibagikan ke pusat-pusat utama daerah Islam.
Az-Zarqani mengemukakan pedoman pelaksanaan tugas yang diemban oleh Zaid bin Tsabit sebagai berikut:
a) Tidak menulis sesuatu daiam mushaf, kecuaii telah diyakini bahwa itu adafah ayat AI-Quran yang dibaca Nabi pada pemeriksaan Jibril dan tilawah-nya tidak mansukh.
b) Untuk menjamin ketujuh huruf turunnya AI-Quran, tulisan mushaf bebas dari titik dan syakal.
c) Lafazh yang tidak dibaca dengan bermacam-macam bacaan ditulis dengan bentuk unik, sedangkan lafazh yang dibaca dengan lebih satu qira'at ditulis dengan rasmyang berbeda pada tiap-tiap mushaf. Mereka tidak rnenuliskan bacaan tersebut dalam satu mushaf karena merasa khawatir akan ada anggapan bahwa lafazh tersebut diturunkan berulang kali dalam bacaan yang berbeda. Padahal, sebenamya lafazh tersebut hanya turun satu kali yang dapat dibaca dengan bacaan lebih dari satu macam. Mereka juga menghindari penulisan lafazh dengan dua rasm dalam satu mushaf untuk menghindari dugaan bahwa rasm itu merupakan koreksi untuk yang lainnya.
d) Berkaitan dengan terjadinya perbedaan mengenai bahasa, ditetapkan bahasa Quraisy yang digunAkan karena Al-Quran diturunkan dalam bahasa tersebut.
Inisiatif Utsman untuk menyatukan penulisan AI-Quran tampaknya sangat beralasan. Betapa tidak, menurut beberapa riwayat, perbedaan cara membaca AI-Quran pada saat itu sudah berada pada titik yang menyebabkan umat Islam saling menyaiahkan dan pada ujungnya terjadi perselisihan di antara mereka. Sebuah riwayat menjelaskan bahwa perbedaan cara membaca AI-Quran ini terlihat pada waktu pertemuan pasukan perang Islam yang datang dari Irak dan Syiria. Sementara mereka yang datang dari Syam (Syiria) raiengikuti qira'at Ubai bin Ka'ab, mereka yang berasal dari Irak membacanya sesuai dengan qira'at Ibn Mas'ud. Tak jarang pula, di antara merekayang mengikuti qira'atAbu MusaAl-Asy'ari. Masing-masing pihak merasa bahwa qira'at yang dimilikinya lebih baik.
Riwayat lain yang dikeluarkan clad Abu Qulabah menjelaskan bahwa pada masa Khalifah'Utsman, seorang guru mengajarkan qira'at tokoh tertentu, dan guru (lainnya) mengajarkan qira'at tokoh (lainnya). Anak-anak bertemu dan berpecah. Persoalan ini terangkat sampai kepada para guru yang pada gilirannya saling mengafirkan.
Mengenai jumlah pasti naskah standar yang dibuat dan tempat-tempat pengirimannya, hadis memberikan penjelasan yang berbeda-beda; tetapi kemungkinannya, satu salinan disimpan di Madinah dan salinan-salinan lain dikirim ke kota-kota Kufah, Bashrah dan Damaskus, serta mungkin juga ke Mekah. Salinan-salinan AI-Quran yang ada sebelumnya, yakni sebelum adanya resensi `Utsmani, diberitakan telah dimusnahkan, sehingga teks seluruh salinan AI-Quran yang akan dibuat pada masa-masa selanjutnya didasarkan pada naskah-naskah standartersebut.
Utsman memutuskan agar mushaf-mushaf yang beredar adalah mushaf yang memenuhi persyaratan berikut:
a) Harus terbukti mutawatir, tidak ditulis berdasarkan riwayat ahad,
b) Mengabaikan ayat yang bacaannya dinasakh dan ayat tersebut tidak diyakini dibaca kembali di hadapan Nabi pada saat-saat terakhir,
c) Kronologi surat dan ayat seperti yang dikenal sekarang ini, berbeda dengan mushaf Abu Bakar yang susunan suratnya berbeda dengan mushaf 'Utsman,
d) Sistem penulisan yang digunakan mushaf mampu mencakupi qira'at yang berbeda sesuai dengan lafazh-lafazh AI-Quran ketika turun,
e) Semua yang bukan tdrmasuk AI-Quran dihilangkan. Misainya yang ditulis di mushaf sebagian sahabat yang mereka juga menulis makna ayat atau penjelasan nasikh-mansukh di dalam mushaf.'
Perbedaan penulisan AI-Quran pada masa Abu Bakar dan pada masa 'Utsman bin'Affan, dapat dilihat berikut ini:
Pada Masa Abu Bakar Pada Masa 'Utsman bin `Affan
1. Motivasi penulisannya adalah
khawatir sirnanya AI-Quran
dengan `syahidnya beberapa
penghapal AI-Quran pada
Perang Yamamah. 1. Motivasi penulisannya karena terjadinya banyak perselisihan di daiam cara membaca AI-Quran (qira'at).

2. Abu Bakar melakukannya dengan mengumpufkan tulisan¬tulisan A1-Quran yang terpencar¬pencar pada pelepah kurma, kulit, tuiang, dan sebagainya. 2. ‘Utsman melakukannya dengan menyederhanakan tulisan mushaf pada satu huruf dari tujuh huruf yang dengannya Al-Qur’an.

3) Penyempumaan PenulisanAl-Quran setelah Masa Khafifah
Mushaf yang ditulis atas perintah 'Utsman tidak memiliki harakat dan tanda titik sehingga dapat dibaca dengan salah satu qira'at yang tujuh. Setelah banyak orang non-Arab memeiuk Islam, mereka merasa kesulitan membaca mushaf yang tidak berharakat dan bertitik itu. Pada masa Khaiifah `Abd A1¬Malik (685-705), ketidakmemadainya mushaf ini telah dimaklumi para sarjana muslim terkemuka saat itu dan karena itu pula penyempumaan mulai segera di!akukan. Tersebutfah dua tokoh yang berjasa dalam hal ini, yaitu `Ubaidillah bin Ziyad (w. 67 H.) dan Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi (w. 95 H.). ibn Ziyad diberitakan memerintahkan seorang leiaki dari Persia untuk meietakkan alif sebagai pengganti dari huruf yang dibuang. Misalnya, tulisan qalat dan kanat diganti dengan dan . Adapun AI-Najjaj melakukan penyempurnaan terhadap mushaf'Utsmani pada sebelas tempat yang karenanya membaca mushaf lebih mudah.
Upaya penyempurnaan itu tidak ` berlangsung sekaligus tetapi bertahap dan dilakukan oleh setiap generasi sampai abad III H (atau akhir abad IX M.) ketika proses penyempurnaan naskah AI-Ouran (mushaf Utsmani) selesai dilakukan. Tercatat pula tiga narrta yang disebut-sebut sebagai orang yang pertama kaki meletakkan tanda titik pada mushaf 'Utsmani. Ketiga orang itu adalah Abu AI-Aswad Ad-Da'uli, Yahya' bin Ya'mar (45--129 H.), dan Nashr bin 'Ash im Al-Laits (w. 89 H.). Adapun orang yang disebut¬sebut pertama kali meletakkan hamzah, tasydid, Al-raum, dan al-isymam adalahAl-Khalil bin Ahmad AI-Farahidi A1-Azdi yang diberi kunyah Abu `Abdirrahman (w. 175 H.).
Upaya penulisan AI-Quran dengan tulisan yang bagus merupakan upaya lain yang telah dilakukan generasi terdahulu. Diberitakan bahwa KhaiifahAl-Walid (memerintah dari tahun 86-96 H.) memerintahkan Khaiid bin Abi Al-Hayyaj yang terkenal keindahan tulisannya untuk menulis mushaf AI-Quran. Dan untuk pertama kalinya, AI-Quran dicetak di Bunduqiyyah pada tahun 1530 M, tetapi begitu keluar, penguasa gereja mengeluarkan perintah pemusnahan kitab suci agama Islam ini. Dan baru lahir lagi cetakan seianjutnya atas usaha seorang Jerman bernama Hinkelman pada tahun 1694 M. di Hamburg (Jerman). Disusul kemudian oleh Marracci pada tahun 1698 M. di Padoue. Sayangnya, tak satu pun dari Al-Quran cetakan pertama, kedua, maupun ketiga itu yang tersisa di dunia Islam. Dan sayangnya pula, perintis penerbitanAl-Quran pertama itu dari kalangan bukan muslim.
Penerbitan Al-Quran dengan label Islam baru dimulai pada tahun 1787. Yang menerbitkannya adalah Maulaya 'Utsman. Dan mushaf cetakan itu lahir di Saint-Petersbourg, Rusia, atau Leningrad, Uni Soviet sekarang. Lahir fagi kemudian, mushaf cetakan di Kazan. Kemudian terbit lagi di Iran. Tahun 1248 H./1828 M., negeri Persia ini menerbitkan mushaf cetakan di kota Teheran. Lima tahun kemudian, yakni tahun 1833, terbit iagi mushaf cetakan di Tabriz. Setelah dua kali diterbitkan di Iran, setahun kemudian (1834) terbit lagi mushaf cetakan di Leipzig, Jerman.
Di negaraArab, Raja Fuad dari Mesir membentuk panitia khusus penerbitan AI-Quran di perempatan pertama abad XX. Panitia yang dimotori para syekh Al-Azhar ini pada tahun 1342 H./1923 M. berhasil menerbitkan mushafAl-Quran cetakan yang bagus. Mushaf yang pertama terbit di negara Arab ini dicetak sesuai dengan riwayat Hafsah atau qira'at Ashim. Sejak itu, berjuta¬juta mushaf dicetak di Mesir dari diberbagai negara.

DAFTAR PUSTAKA


Anwar, Rasihon. 2008. Ulumul qur’an untuk IAIN,STAIN, PTAIS. Bandung :Pustaka Setia.
Shibab, Wuraish. 1992. Membumikan Al-Qur’an. Bandung. Misan
Syafei, Rochmat. 1999. Ilmu ushul fiqh. Bandung. Pustaka Setia
Anwar, Rosihan. 1991. Mutiara Ilmu-ilmu AL-Qur’an, Bandung : Pustaka Setia Djalal, Abdul. 2000. Ulumul Qur’an Dunia Ilmu : Surabaya

Meningkatkan mutu pendidikan di sekalah

December 28, 2013 Add Comment

Meningkatkan mutu pendidikan di sekalah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekalah ialah dengan cara melalui perbaikan proses pengajaran. Dimana didalamnya terdapat kegiatan belajar dan mengajar. Berbagai konsep dan wawasan baru tentang proses belajar mengajar di sekolah telah muncul dan berkembang seiring pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan tujuan untuk memenuhi tuntutan zaman yang menuntut agar tercipta anak didik yang mampu membawa zaman ini lebih baik lagi, lebih maju dan berkembang dari pada zaman yang telah lalu dan zaman sekarang dan mampu mengembangkannya.
Dalam kaitannya dengan tuntutan pendidikan yang harus mampu melahirkan dan menyiapkan anak didik yang berkualitas, Guru adalah personel yang menduduki posisi penting dan strategis dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia dan yang selalu dituntut untuk terus mengikuti perkembangan konsep-konsep baru dalam dunia kepengajaran tersebut. Demikian pula para supervisor pendidikan, pengawas dan pengelola lembaga pendidikan juga seyogyanya juga selalu mengikuti perkembangan itu.
Tentunya untuk menjadikan pendidikan tersebut bermutu atau untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan semua proses yang ada didalamnya, termasuk pengajaran yang dilakukan guru/ pendidik atau team pendidik dalam lembaga itu harus benar-benar membuat suatu langkah atau tahapan-tahapan dalam pengajaran yang disesuaikan oleh kondisi dan psikologi anak didik, agar pengajaran yang dilakukan bisa efisien dan efektif. Dalam makalah ini sedikit banyak akan membahas tentang tahapan-tahapan pembelajaran yang semoga dengan adanya makalah ini bisa mendatangkan banyak manfaat untuk kita semua, khususnya untuk para guru/pendidik atau calon guru/calon pendidik. Aamin.

BAB II
PEMBAHASAN

Mungkin faktor terbesar tunggal yang berdampak pada kemampuan pembelajar untuk memahami konsep-konsep baru dan mencapai kemampuan gerakan adalah komunikasi. Komunikasi yang efektif terjadi ketika pesan yang jelas, cocise dan sesuai dengan tingkat penerima. Namun, semua peserta didik berbeda dalam cara mereka menerima informasi baru dan berusaha untuk memahaminya. Menyadari pengaruh perbedaan individu seperti gaya belajar, pengalaman masa lalu dan tingkat motivasi tentang bagaimana peserta didik menerima informasi memungkinkan guru, pelatih atau terapi suntuk memberikan instruksi dan desain pengalaman yang berarti bagi setiap pelajar.
• Gava belajar
Sementara pembinaan di trek perguruan bertemu, saya melihat pelatih lain berbicara dengan jumper lama setelah ia melakukan lompatan pemanasan. Pelatih sedang memberikan instruksi lisannya untuk membantu dia dalam memperbaiki cacat teknis. Ketika ia selesai dengan eplanation, ia meminta atlet jika dia mengerti apa yang dikatakannya. Dia menjawab bahwa dia dan kembali keujung landasan. Ketika dia sampai di sana, ia berpaling ke salah satu rekannya dan berkata, "Anda dapat menunjukkan apa yang ia katakan?" Sekali teknik ini menunjukkan, dia mengerti dengan sempurna.
Semua peserta didik memiliki preferensi yang unik untuk menerima dan memproses informasi baru. Preferensi ini merupakan gaya belajar seseorang individu. Penelitian menunjukkan bahwa ketika Hass gaya pembelajaran dan cocok gaya belajar, learnrs dapat memproses informasi lebih efektif, sehingga pembelajaran lebih besar (Brunner & Hill, 1992; Cano, Garton & Raven, 1992; Dunn, Beaudry & klavis 1989; Dunn & Dunn 1975; Murray, 1979; Onwuegbuzie & Daley, 1998; Harga, Dunn & Sanders, 1981; Ross, Drysdale & Shultz, 1999) , Karena tidak ada dua individu Miliki gaya belajar identik, penggabungan strategi pembelajaran tht mengakamodasi setiap pelajar merupakan pertimbangan penting ketika merancang lingkungan belajar. Atlet dalam skenario yang baru saja dijelaskan, misalnya, lebih baik dipahami kesalahan ketika ditampilkan demonstrasi dari pada dia lakukan setelah hearning instruksi lisan. Seandainya pelatihnya dikenal dan ditampung preferensi untuk informasi visual, kebutuhan atlet untuk beralih ke sumber lain akan telah dieliminasi.
Di antara sekian banyak gaya model pembelajaran, termasuk gardner'smultiple kecerdasan ( 1993), persediaan gaya belajar Kolb (1986) dan pikiran gaya Model Gregorc (1985), gaya persediaan belajar Dunn, Dunn , dan harga (1989) telah resmi digunakan dalam keterampilan motorik akuisisi pengaturan Dunn dan Dunn (1993,1992,1975) berpendapat bahwa gaya belajar individu adalah koleksi integratif berbagai tingkat dan dapat ditentukan melalui penilaian lima arreas :
1. preferensi lingkungan instruksional berkaitan dengan suara, cahaya, suhu dan desain classs,
2. preferensi emosionalitas termasuk motivasi, ketekunan, tanggung jawab dan struktur,
3. preferensi sosiologis untuk hubungan individu, pasangan sebaya, tim, dewasa atau bervariasi,
4. preferensi fisiologis mengenai persepsi, asupan, waktu dan mobilitas dan
5. preferensi psikologis berasal dari made analitik, hemisphericity dan tindakan.
Tidak hanya masing-masing elemen individual dari lima area yang diidentifikasi perlu dipertimbangkan ketika merancang profil pembelajaran yang didasarkan pada preferensi pengolahan yaitu, apakah seseorang dianggap sebagai pelajar global, pembelajar analitis atau kombinasi keduanya (Dunn , Bruna , Sklar, Zenhausern & Beaudry, 1990, Dunn , Cavanaugh, Eberle, & Zenhausern, 1982). Peserta didik global yang lebih mudah ketika mereka pertama kali disajikan dengan gambaran besar dan kemudian diminta untuk berkonsentrasi pada detail. Humor, anekdot dan praphics membantu ketika diperkenalkan kepada informasi baru. pelajar analitis, di sisi lain, lebih memilih untuk memiliki informasi baru .
EKSPLORASI KEGIATAN 6.1 MENJELAJAHI PREFERENSI ANDA BELAJAR

Elemen Serveral dari Dunn dan gaya model Dunn belajar disajikan di bawah ini. Untuk setiap elemen, lingkaran deskripsi yang paling sesuai dengan preferensi Anda ketika belajar informasi baru .
Element Opsi A Opsi B
Suara Kerja kerja peredam terbaik Terbaik saata da kebisingan latar belakang atau musik
Pencahayaan Memilih kamar dengan baik Diterangi memilih pencahayaan lembut
Desian Lebih suka bekerja di meja Lebih suka bekerja di kursi malas, di tempat tidur, dll
Ketekunan Harus menyelesaikan tugas sekali dimulai butuh waktu istirahat Lebih suka bekerja pada beberapa tugas secara simultan
Struktur Preffer pedoman, specitifictions, prosedur, aturan Lebih kurang struktur, yang memungkinkan untuk kreativitas
Sosial Lebih suka belajar sendiri atau dengan sesorang Praktisi memilih untuk belajar dengan teman sebaya
Intake Jarang makan, minum, merokok, atau meiliki gangguan lainnya sambil belajar Memilih untuk makan, minum merokok atau memiliki distracters lain sambil belajar

Peserta didik analitis akan memiliki kecenderungan untuk memilih respon di bawah opsi A, sedangkan peserta didik global lebih cenderung untuk memilih respon yang disediakan dalam pilihan B. Ingat bahwa semua peserta didik berbeda, dan beberapa orang mungkin memiliki gabungan profile. Presented dalam langkah - demi-langkah, cara berurutan yang buids terhadap konsep utama. Aturan, pedoman dan prosedur yang membantu untuk pelajar analitis. Menariknya, orang-orang dalam profesi berbasis ilmiah, seperti tenaga medis, cenderung turun dalam profit analitis, sementara sebagian besar pasien tidak (Samelson, 1997). Menyelesaikan kegiatan eksplorasi 6-1 lagi pemahaman yang lebih baik tentang preferensi belajar Anda.
Sementara beberapa elemen model Dunn dan Dunn tidak langsung berhubungan dengan pengaturan perolehan keterampilan, seperti asupan, yang lain dengan mudah dapat diakomodasi. Bruner dan Hill (1992) diubah strategi pembinaan dan didesain ulang area praktek yang digunakan oleh tim gulat SMA universitas untuk mengakamodasi preferensi individu untuk dua unsur dari Dunn

pembelajar dengan satu keterampiIan memfasilitasi pembelajaran keterampilan baru atau penggunaan keterampilan dalam konteks yang berbeda. Zona pertahanan yang digunakan dalam sepak bola dan bola basket, misalnya, berbagi banyak kesamaan. Misalnya inthis, pengalaman masa lalu peserta didik dengan zona pertahanan di basket.

Transfer negatif, di sisi lain,
Terjadi ketika pengalaman masa lalu pembelajar dengan satu keterampilan menghambat atau menghalangi pembelajaran keterampilan baru atau keterampilan kinerja dibawah kondisi baru. Terlepas dari kenyataan bahwa mengayunkan kalelawar di sofball dan bisbol berbagi karakteristik pergerakan yang sama, tugas pelacakan lapangan melaju berbeda secara signifkan dalam dua olahraga. Dalam bisbol, pitcher menggunakan gerakan melempar overarm, menyebabkan lintasan bola untuk bergerak dari tinggi kerendah. Dalam softball, bagaimanapun, pitcher menggunakan gerak memahami melempar, dan bola naik saat mendekati pengalaman Plate. Previous dalam bisbol karena itu bisa mengganggu sementara memukul kinerja dalam softball. Akhirnya, ketika dua keterampilan sama sekali tidak berhubungan, seperti berenang stroke kupu-kupu dan goal tending di polo air, nol perpindahan terjadi, karena pengalaman dengan keterampilan pertama tidak memiliki pengaruh pada kedua.
Sementara praktisi ingin memanfaatkan pengalihan positif transfer negatif dapat terjadi dan sering hasil harus mempelajari respon baru untuk stimulus baik dipelajari. Sebuah contoh klasik transfer negatif terjadi ketika seorang pemain bulutangkis terampil memutuskan untuk belajar tennis. Ini bulutangkis, forehand drive memerlukan snap pergelangan tangan. Hal ini tidak terjadi di tenis, di mana ada kontribusi minimal pergelangan tangan. lnilitially, pemain bulutangkis mungkin mencoba untuk memasukkan snap pergelangan tangan di forehand tenis. Untungnya, efek pengalihan paling negatif bersifat sementara dan bisa diatasi dengan praktek.

TEORI TRANSFER
Memahami dasar-dasar teoritis transfer akan membantu guru, pelatih atau terapis dalam merancang pengalaman belajar yang mendorong perpindahan positif. Pemahaman ini juga akan membantu Anda nnenjelaskan kesulitan yang individu ditampilkan selama upaya awal sebagai hasil dari negatif mentransfer. Penulis identik elemen teori originallu hipatesis bahwa pengalihan didasarkan pada jumlah elemen umum bersama oleh dua keterampilan (Thorndike , 1914). la berpikir bahwa elemen yang lebih identik bersama oleh dua keterampilan, semakin besar transfer positif dari satu ke yang lain. Dengan demikian, transfer positif akan diantisipasi untuk accur antara mengambil tombol dan mengambil koin, sedangkan jumlah transfer antara menempatkan dan tendangan punggung kaki dalam sepak bola akan diabaikan.
Identik Teori elemen diubah dengan Osgoode (1949), yang menetapkan bahwa kesamaan antara stimulus dan respon kondisi dari dua tugas yang mendasar daripada elemen identik. Akibatnya, tingkat tinggi transfer positif akan diharapkan ketika stimulus dan respon kondisi untuk tugas diperoleh sebelumnya adalah sama seperti untuk tugas yang dipelajari.
ketika dua keterampilan memiliki persyaratan respon stimulus yang berlawanan, kesulitan belajar dapat timbul. Sebagai contoh, transfer negatif akan diprediksi ketika keterampilan yang diperkenalkan memiliki stimulus identik sebagai yang dari keterampilan yang dipelajari sebelumnya tapi sekarang membutuhkan respon baru. Seorang individu yang membeli sepeda gunung baru, misalnya, akan mengalami beberapa frustrasi sementara jika mekanisme pemindah gigi yang berbeda dari sepeda sebelumnya dimiliki.
ldentik Teori elemen tidak, bagaimanapun, account untuk semua kondisi kemungkinan transfer. Aspek strategis dan concepyual permainan atau tugas juga dapat mentransfer. Akibatnya, transfer teori pengolahan yang tepat diusulkan untuk menjelaskan kesamaan proses kognitif yang terjadi antara condditions praktek dan kriteria kinerja (Bransford, Frank, Morris & Stein, 1979; Lee, 1988; Morris, Bransford & frank , 1977). Menurut transfer teori pengolahan yang tepat, transfer positif akan beexpected ketika kondisi praktek memerlukan peserta didik untuk terlibat dalam proses pemecahan serupa dengan yang dialami selama tugas kriteria masalah.
Dalam vollyball , ketika lonjakan terkena sekitar blok, salah satu dari tiga keterampilan defensif utama dapat digunakan : menggali (lengan lulus), gulungan gepeng tersebut. Teknik yang dipilih oleh pemain defensif tergantung pada sejumlah faktor yang harus dinilai secara instan. Untuk memfasilitasi kemampuan pemain untuk tidak hanya memilih keterampilan yang sesuai, tapi untuk melaksanakannya dengan benar, pendukung transfer pengalahan yang tepat akan merekomendasikan melatih semua tiga keterampilan selama periode latihan yang sama, tetapi dalam urutan acak, daripada berlatih keterampilan masing-masing secara independen (konsep dikenal sebagai gangguan kontekstual). Selanjutnya, terus berubah arah, kecepatan, posisi dan lintasan bola melaju akan meningkatkan kemungkinan transfer positif maksimum. Praktek ini strategi, yang dikenal sebagai praktek variabel, memaksa pelajar untuk terlibat dalam pengolahan kognitif yang realistis, karena pelajar tidak akan pernah berada dalam situasi yang sama persis dua kali. Kedua gangguan kontekstual dan praktek variabel akan dibahas lebih rinci dalam Bab 9.

TRANSFER DAN DESAIN INSTRUKSIONAL
Banyak keputusan instruksional mengenai urutan presentasi dan penggunaan alat bantu instruksional yang mengacu prinsip transfer. Sebagai contoh, versi sederhana dari keterampilan, latihan dan permainan yang dikembangkan untuk melayani sebagai prekursor untuk froms yang lebih kompleks yang akan diperkenalkan di masa depan. Progresi keterampilan, seperti yang dari menyelam ke kolam renang, di mana peserta didik pertama diajarkan untuk menyelam dari posisi berlutut dan kemudian maju ke posisi berjangkok, posisi langkah dan akhirnya posisi berdiri, didasarkan pada asumsi bahwa dengan pengalaman disederhanakan versi positif akan ditransfer ke gerakan yang sebenarnya, sehingga memfasilitasi akuisisi. Demikian pula, permainan memimpin - up, seperti T - bola, sepak bola sampingan, lima ratus di softball atau baseball, terus -jauhnya di basket dan tip hit voli, telah diadopsi untuk membantu learne tersebut .
Orther modifikasi yang dibuat ketika keterampilan melibatkan potensi risiko cedera, ketika berlatih keterampilan yang mahal, ketika ada kurangnya fasilitas praktek atau ketika praktik dalam pengaturan kehidupan nyata tidak mungkin. Pesenam pertama mempelajari keterampilan yang kompleks dan berpotensi berbahaya dengan beberapa jenis bantuan instruksional, seperti harness, untuk minimeize risiko cedera. Sepeda dilengkapi dengan roda pelatihan. Pilot pesawat tempur kereta pada simulator penerbangan yang memungkinkan uji praktek yang tak terhitung jumlahnya dengan risiko minimal dan expence. Astronot melatih bawah air, karena mensimulasikan lingkungan tanpa bobat mereka akan terkena di ruang angkasa. Dalam inveronment klinis, Kerja perangkat Simulasi BTE memungkinkan penderita untuk mensimulasikan kegiatan seperti prostetik mengemudi, memutar kunci, menarik tombol dan menerapkan rem, dan Resusci Annie manekin (Leardal Medis) digunakan untuk mernpelajari pernapasan dan CPR. Banyak contoh axist, yang semuanya berusaha untuk memanfaatkan pengalihan positif.

MENGEMBANGKAN TRANSFER POSITIF
Upaya besar yang dibuat untuk merancang metodolagi instructinoal yang memanfaatkan gagasan transfer positif Pedoman berikut, berdasarkan teori transfer, memberikan titik awal untuk practitiones.
1. Menganalisis keterampilan, Mengingat bahwa transfer didasarkan pada tingkat kemiripan, kemampuan untuk menganalisis keterampilan secara efektif menjadi sangat diperlukan untuk merancang strategi instruksional yang akan memfasilitasi belajar.
5. Pastikan bahwa keterampilan yang Anda lihat telah pelajari dengan baik. Setiap kali Anda attemp untuk memanfaatkan penggunaan transfer, penting untuk memastikan bahwa b ketermpilan atau konsep yang Anda lihat telah pelajari dengan baik. Meskipun shovlling salju dan scoopingg bola dalam berbagi lacroose pola pergerakan yang sama, jika Anda tinggal di barat daya, pengalaman Anda dengan menyekop salju saya terbatas.
6. Gunakan analogis. Teknik anathe digunakan untuk memperoleh pengalihan positif adalah penggunaan analogis. Learner menciptakan gambaran mental tentang bagaimana keterampilan akan. dieksekusi berdasarkan penjelasan seorang instruktur. Konsep berita dapat disederhanakan dengan mengaitkan informasi baru dengan model akrab. Misalnya, ketika mengajar pegangan yang benar dalam tenis, instruktur sering meminta siswa untuk "Berjabat tangan" dengan raket. Analogi ini berkaitan pegangan untuk sesuatu yang akrab, jabat tangan, meningkatkan gambaran mental pelajar tugas.
7. Maximizie kesamaan antara praktek dan kinerja / kompetisi. Ketika mengajar untuk transfer positif, memberikan kesempatan praktek yang memiliki degre tinggi kesamaan dengan konteks kinerja aktual, Gerakan requiredto langkah naik tangga adalah salah satu yang digunakan dalam berbagai stuations. Sebuah learningthis gerak steppingap pasien akan menggunakannya tidak omly memanjat tangga ketinggian differingg tetapi juga melangkahi tratoar, langkah ke dalam bak mandi dan stp ke eskalator.
8. Consisder thef tingkat skil dari peserta didik. Transfer adalah lebih bermanfaat bagi peserta didik mulai dari bagi mereka yang menengah atau lanjutan. Membandingkan aspek dari vali overhand melayani ke servis tenis dapat assit pemula untuk menciptakan citra mental yang memungkinkan mereka untuk menghasilkan attemps awal. Setelah peserta didik telah menunjukkan gambaran gerakan yang diinginkan, namun, mereka harus fokus pada isyarat keterampilan-specifik untuk memperbaiki.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Motivasi adalah kondisi internal yang menghasut dan aksi langsung atau bevior. Motivasi mempengaruhi bagaimana peserta didik dapat menerima intruksi. Peserta didik yang termotivasi akan mengeksplorasi, sarana berlatih, berpikir dan memiliki keinginan yang kuat untuk menguasai tugas. Apapun alasannya, kurangnya motivasi menghalangi belajar.
The intruduction dari keterampilan baru harus menarik captive pembelajar, dan hanya explalining yang objektif dari keterampilan tidak selalu cukup untuk melakukan hal ini peserta didik harus diberikan alasan mengapa penting untuk belajar bahwa keterampilan particulr, mungkin untuk mengembangkan dasar yang baikfro, yang untuk bulid keterampilan masa depan, untuk mendapatkan sebuah kompetisi edgein atau untuk mendapatkan kembali penggunaan anggota tubuh yang telah benter luka. Minat pelajar dalam keterampilan dapat alsso akan increassed oleh paparan model peran elit dan kinerja melalui penggunaan rekaman video atau demonstrasi langsung. Pada akhirnya Cerating sebuah environtmen belajar yang positif, mendukung, chalanging tetapi realistis dan menyediakan opportunities untuk keberhasilan dapat mengurangi ketakutan dan meningkatkan motivasi.

KESATUAN HIDUP LOKAL TRADISIONAL

December 27, 2013 Add Comment
KESATUAN HIDUP LOKAL TRADISIONAL

1. PEMBATASAN KONSEP
Kesatuan Hidup Setempat. Berbeda dengan kelompok kekerabatan, ksauna sosial ini tidaklah semata-mata berdasarkan ikatan kekerabatan, tetapi lebih didasarkan pada ikatan tempat tinggal. Secara nyata, kesatuan hidup setempat selalu menempati suatu wilayah khusus. Apabila sebagian besar warranty mulai memencar ke berbagai tempat lane, maka ikaean yang utama dari kesatuan itu hilang. Walaupun wilayah merupakan syarat mutlak bagi kesatuan hidup setempat, ada unsur-unsur lain yang mengikatnya. Orang yang tinggal bersama di suatu wilayah belum tentu merupakan suatu kesatuan hidup apabila mereka tidak merasa terikat oleh rasa bangga dan cinta kepada wilayahnya, sehingga ia tidak rindu untuk kembali ke sana apabila ia berada di tempat lain. Dalam buku-buku ajar sosiologi, kesatuan hidup setempat disebut community. Karena sebutan "kesatuan hidup setempat" terlalu panjang dan kurang luwes untuk dipergunakan, dan karena sukar mencari istilah lain yang lebih singkat, kita gunakan saja istilah "komunitas",
Sebagai suatu kesatuan manusia, komunitas tentu saja mempunyai rasa kesatuan seperti yang dimiliki hampir semua kesatuan manusia lainnya, namun perasaan kesatuan dalam komunitas itu biasanya sangat tinggi, Sehingga ada rasa kepribadian kelompok, yaitu perasaan bahwa kelompoknya itu memiliki ciri-ciri kebudayaan atau cara hidup yang berbeda dari kelompok lainnya. Tetapi di samping itu seringkali ada juga perasaan negatif, Yang merendahkan atau menganggap aneh ciri-ciri yang ada dalam komunitas lain.
Sifat dari suatu komunitas adalah adanya wilayah dan cinta pada wilayah serta kepribadian kelompok itu merupakan dasar dari perasaan patriotisme, nasionalisme, dan lain-lainnya. Suatu negara memang dapat juga merupakan komunitas, apabila cinta tanah air dan rasa kepribadian bangsa itu besar.
Bentuk dari komunitas ada bermacam-macam, ada yang besar seperti misalnya kata, negara bagian, negara (sekarang malahan timbul persekutuan-persekutuan antarnegara), tetapi ada pula komunitas-kamunitas kecil, yaitu band, desa, RT, dan lain-lainnya. Bentuk komunitas kecil, berikut beberapa konsep yang menyangkut komunitas kecil akan diuraikan lebih khusus, karena para ahli antropologi sosial memang telah memiliki pengalaman dalam meneliti dan menganalisa kehidupan manusia yang hidup dalam kelompok-kelompok komunitas kecil.
Komunitas Kecil. Selain memiliki ciri-ciri komunitas pada umumnya (yaitu adanya wilayah, cinta pada wilayah dan kepribadian kelompok),¬ komunitas kecil memiliki sifat-sifat tambahan, yaitta:
a) para warganya masih saling mengenal dan saling bergaul secara intensif;¬
b) karena kecil, maka setiap bagian dan kelompok khusus yang ada di dalamnya tidak terlalu berbeda antara yang satu dengan Yang lainnya
c) para warganya dapat menghayati berbagai lapangan kehidupan mereka. 18
Selama manusia hidup di muka bumi ini sejak kurang lebih 2 juta tahun yang lalu, sebagian besar dari waktu itu manusia hidup dalam masyarakat-masyarakat berbentuk komunitas kecil. Komunitas kecil dalam zaman sejarah berupa kelompok-kelompok pemburu. Ketika di beberapa daerah orang mulai bercocok tanam, maka manusia di daerah-daerah tersebut mulai hidup mengelompok dalam desa-desa. Komunitas-komunitas yang agak besar menjadi kota-kota yang pertama dalam sejarah kebudayaan umat manusia, sekitar 6.000 tahun yang lalu. Hingga akhir abad ke-19, hanya di Eropa Barat dan Amerika Serikat telah ada kota-kota besar, dan sekarang pun sebagian besar umat manusia masih hidup dalam komunitas-komunitas kecil.
Komunitas-komunitas kecil umumnya ada di daerah pedesaan. Di setiap negara pasti ada daerah perkataan dan daerah pedesaan, tetapi ada negara-negara yang lebih luas daerah pedesaannya dan ada negara-negara yang lebih kecil daerah pedesaannya. Di Eropa Barat dan Amerika Serikat jumlah penduduk yang tinggal di daerah pedesaan lebih kecil daripada penduduk yang tinggal di kota. Sebaliknya, di negara-negara Eropa Utara, Eropa Timur, dan hampir semua negara di Asia, Afrika Tengah dan Selatan, jumlah penduduk pedesaan lebih besar. Di Indonesia, menurut sensus 1961, sebanyak 85,4% dari seluruh jumlah penduduknya adalah penduduk pedesaan.
Terutama bagi bangsa-bangsa dengan penduduk pedesaan yang besar, pengetahuan tentang komunitas kecil sangat penting, karena gejala dan masalah-masalah sosial yang terjadi di tingkat nasional tidak terlepas dari gejala-gejala, dan masalah-masalah yang terjadi dalam komunitas kecil (Yaitu dasa-desa).

2. BENTUK-BENTUK KOMUNITAS KECIL
Seperti telah disebutkan secara sepintas lalu di atas, di antara komunitas-komunitas kecil yang ada, akan diuraikan (1) kelompok berburu (band), yang bermata pencarian sebagai pemburu dan peramu, dan berpindah-pindah tempat di dalam batas suatu wilayah tertentu, dan (2) desa, yaitu kelompok kecil yang hidup menetap di suatu wilayah.
Band. Kelompok berburu biasanya terdiri dari kurang lebih 80 - 100 jiwa, dan banyak yang bahkan lebih sedikit jumlah anggotanya. Dalam, musim berburu, kelompok-kelompok kecil seperti itu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain untuk memburu hewan dan meramu tumbuh¬-tumbuhan liar. Pada malam hari mereka mendirikan kemah atau tidur dalam gubuk-gubuk darurat yang mereka bangun dengan bahan-bahan yang mereka peroleh di sekitar mereka, dan ada pula yang membangun tadah angin yang sederhana. Suatu kelompok berburu hanya berburu dalam batas-batas suatu wilayah yang telah ditentukan, kecuali apabila ada faktor-faktor yang memaksa mereka untuk keluar dari batas-batas wilayah tersebut. Kelompok-kelompok itu mengetahui secara rinci semua ciri-ciri dari wilayah mereka, termasuk jenis flora dan faunanya, karena teknik berburu mereka memang sangat tergantung pada pengetahuan itu. Wilayah perburuan biasanya dipertahankan sekuat tenaga terhadap serangan-serangan kelompok-¬kelompok lain.
Dalam musim berburu, suatu band biasanya terpecah ke dalam, kelompok-kelompok kecil, yang saling memencar, sehingga pada saat-saat seperti itu desa-desa induk mereka tampak sunyi dan hampir tak ber¬penghuni. Namun pada waktu tidak ada kegiatan berburu, semua kelompok berkumpul kembali di desa-desa induk masing-masing. Di dalam desa induk mereka memiliki rumah-rumah yang lebih permanen. Pada waktu mereka berkumpul mereka mengadakan berbagai kesibukan dalam kehidupan sosial mereka, dengan mengadakan pesta-pesta, upacara-upacara keagamaan, dan lain-lainnya.
Setiap musim berburu, suatu kelompok berburu biasanya pindah kelokasi berburu yang berbeda, yang sesuai dengan suatu pola yang agak tetap. Namun ada kalanya mereka terpaksa mengubah arahnya karena berbagai sebab, misalnya berkurangnya hewan buruan di wilayah adat mereka, atau karena daerah mereka seringkali diserang oleh kelompok¬-kelompok lain yang lebih kuat. Dalam jangka waktu lama perjalanan kelompok-kelompak berburu seringkali dapat mencapai daerah-daerah yang jauh letaknya. Penggalian-penggalian yang dilakukan para ahli prasejarah menunjukkan bahwa dari bekas-bekas alat kelompok-kelompok suku bangsa pemburu di zaman prasejarah diketahui bahwa mereka telah menempuh jarak yang sangat besar dalam suatu jangka waktu beribu-ribu tahun, dan bahkan telah melintasi suatu benua. Kelompok-kelompok pemburu yang menurunkan suku-suku bangsa Indian di Amerika Utara dan Amerika selatan konon berasal dari bagian timur-laut Benua Asia, yang sekitar 25.000 tahun yang lalu menyeberangi Selat Bering, dan kemudian menyebar di seluruh Benua Amerika selama sekitar 17.000 tahun. Sekitar 8.000 tahun yang lalu mereka tiba di ujung paling selatan dari benua tersebut. Pola-pola kehidupan kelompok-kelompok berburu diuraikan aleh B. Spen¬cer dan J.F Gillin dalam buku mereka mengenai suku bangsa Axunta di Australia.
Suku-suku bangsa pemburu yang hidup dengan pola seperti tersebut di atas, di abad ke-20 ini tidak banyak dijumpai lagi, dan sisa-sisanya yang masih ada adalah kelompok-kelompok kecil suku bangsa Pygmce di pedalaman Togo; Kamerun, dan Kongo, dan kelompok-kelompok Bush¬man di daerah Gurun Kalahari di Afrika Selatan. Di Asia kelompok-¬kelompok semacam itu hanya ada di beberapa daerah di Asia Tenggara (misalnya di pedalaman Malaysia) dan di Siberia Timur-laut. Demikian juga di Australia masih ada beberapa kelompok di pedalaman, Queensland dan New South Wales. Di Benua Amerika mereka ada di Alaska, di Kanada dan pulau-pulau di sebelah utara Kanada (tempat bermukimnya suku-suku bangsa. Eskimo pemburu rusa reindeer dan hewan-hewan laut), di daerah Sungai Amazone di Amerika Selatan dan di daerah padang rumput di Argentina. Belum satu abad yang lalu, masih banyak suku bangsa di berbagai daerah di dunia yang kini telah tinggal di kota dan mempunyai berbagai jenis mata pencarian hidup lain, masih hidup sebagai pemburu, seperti halnya suku-suku bangsa Indian di daerah aliran Sungai Yukon dan McKenzie di Kanada Barat, suku-suku bangsa India pemburu banteng bison di daerah padang rumput di Amerika Utara, suku-suku bangsa penduduk asli Tasmania, dan lain-lain. Di Indonesia (termasuk Irian Java), kelompok-kelompok pemburu dan peramu itu juga sudah hampir tidak ada lagi, kecuali di daerah pedalaman Sumatra Timur (misalnya orang Sakai, Kubu, dan lain-lain), dan di pedalaman Kalimantan (orang Punan). Di lrian Jaya hampir semua suku bangsa telah bercocok tanam (di Peta 1 ditandai dengan titik-titik).
Selain kelompok-kelompok pemburu di daerah-daerah tersebut di atas, suku-suku bangsa yang hidup sebagai peternak juga hidup dalam kelompok-kelompok dengan ciri-ciri komuniti kecil yang dapat disebut band pu1a. Pola kehidupan mereka pada umumnya sama dengan pola kehidupan kelompok-kelompok pemburu, terutama dalam cara mereka mengembara untuk menggembalakan temak mereka. Dalam musim-musim tertentu kelompok-kelompok ternak bersama selurtah keluarga mereka menggembalakan temak mereka ke padang-padang rumput. Pada malam hari mereka membangun kemah atau tadah angin sederhana, yang mereka bawa ke mana pun mereka pergi. Biasanya arah gerak pengembaraan itu mengikuti pola yang tetap dalam.batas-batas suatu wilayah yang juga mereka pertahankan dengan gigih terhadap serangan kelompak-kelompok lain. Perubahan pola pengembaraan itu dapat pula disebabkan karena padang¬padang rumput yang lazim digunakan un.tuk menggembalakan ternak, bembah menjadi tandus, atau karena terjadinya wabah penyakit pada hewan. Sebab lain kadang-kadang adalah serangan-serangan kelompak-kelompok lain, pencurian ternak, dan lain-lain sebagainya. Oleh sebab terjadi perubahan-perubahan arah serupa itu, pala perpindahan kelompok-kelompok peternak itu seakan-akan lebih cepat menyebar dan meliputi wilayah yang lebih luas daripada perpindahan pada suku-suku bangsa pemburu. Seperti halnya pada kelompok-kelompok pemburu, di musim-musim tertentu seluruh kelompok kembali ke desa induk mereka, di mana mereka berkumpul dengan-kelompok-kelompok lain yang masih merupakan-kerabat-kerabat mereka. selama mereka berada di desa induk, kegiaran-kegiatan kehidupan sosial mereka memuncak, dengan diadakannya pesta-pesta dan berbagai upacara.
Suku-suku bangsa peternak pada umumnya mempunyai sifat yang agresif, karena mereka seringkali harus menghadapi pencurian-pencurian hewan ternak mereka aleh kelompok-kelompok ternak lain, dan karena mereka juga sering harus berperang melawan kelompok-kelompok lain untuk memperebutkan suatu wilayah. penggembalaan yang baik. Dalam sejarah kebudayaan umat manusia suku bangsa petemak memang sering bersifat agresif, seperti kelompok-kelompok peternak Mongol-Tartar di Asia Tengah, yang dalam abad ke-12 dan ke-13 berperang hingga mencapai Kiev di daerah Sungai Jnepr di Rusia, yang mereka duduki dalam tahun 1240. Begitu juga kelompok-kelompok peternak Arab Badawi, yang dalam abad ke-7 hingga abad ke-11 menguasai sebagian besar Benua Asia Barat¬ daya dan sebagian besar Afrika Utara. Contoh-contoh lain adalah kelompok kelompok suku bangsa Fula di Sudan Barat, yang dalam abad ke-19 mengembara sejauh 1.500 mil dani daerah Sungai Niger di Republik Mali, ke arah timur hingga Nigeria Utara.dan Repubiik Kamerun.
Ahli antrapologi E.E. Evans Pritchard telah membuat suatu deskripsi yang rinci mengenai kehidupan kelompok-kelompok penggcmbala terhak Niger yang tinggal di daerah hulu Sungai Nil di Sudan Selatan penelitian mengenai pola-pola gerak perpindahan menurut musim d an peirubahan arah gerak perpindahan kelompok-kelompok Fula di daerah dataran tinggi Yos di Nigeria Utara, telah diteliti dari dideskripsi den.gan Wk oleh D.J. Stenning.
Suku-suku bangsa penemak yang hidup dalam komunitas kecil sekarang masih ada di negara Rusia, khususnya di Siberia Timur-laut; Siberia Tengah (daerah Sungai l.ena dan'Yenesei, maupun di negara Kazakh dan Kirghiz), beberapa tempat di Asia Barat-daya (misalnya Saudi Arabia, Afrika Timur; Ethiopia; hulu Sungai Nil di Sudan, daerah Danau-Danau Besar di Angola dan Rhodesia, Bechuana, Transvaal, dan Natal). Di Indo¬nesia tidak ada suku-suku bangsa yang hidup dalam kelompok-kelompok komunitas kecil yang menggembalakan ternak secara besar-besaran.
Desa. Desa adalah wilayah yang dihuni aleh suatu komunitas kecil secara tetap. Suku-suku bangsa penghuni desa umumnya bermatapencarian bercocoktanam atau menangkap ikan. Berdasarkan pola perkampungannya;, ada beberapa, tipe desa.
Dalam,masyaraltat suku-suku bangsa peladang; desa biasanya tidak dihuni sepanjang masa, karena para peladang umumnya turut pindah : bersama dengan ladangnya, terutama apabila jarak antara desa dan ladang mereka menjadi terlalu -besar. Di daerah pedalaman Zamboanga di Filipina Selatan, suku bangsa Subanun hidup dalam komunitas-komunitas kecil deñgan pola perkampungan yang terpencar. Sebabnya ialah karena setiap keluarga inti mernbangun rumahnya di tengah ladang mereka. Setiap 3 atau 4 tahun sekali mereka turut pindah dengan berpindahnya ladang mereka.
Dibandingkan dengan pola perkampungan desa-desa orang Subanun; di Indonesia desa-desa lebih mengelompok padat. Desa-desa di Indonesia seperti ini jarang turut pindah dengan ladang; dan makin besar desanya; makin tetaplah sifatnya. Desa-desa suku bangsa Than di Kalimantan Barat, misalnya terdiri dari satu rumah panjang, yang dihuni oleh keluarga luas yang terdiri dari sebanyak kurang-lebih 150 jiwa. Oleh karena itu desa¬desa serupa itu jarang pindah. Peladang-peladang yang ladangnya terlalu jauh jaraknya dari desa, biasanya membangun gubuk sementara di tengah ladang mereka. Namun gubuk-gubuk yang semula dimaksudkan sebagai tempat hunian sementara, seringkali merupakan awal dari suatu desa baru yang masih menjadi bagian desa induk, tetapi yang lambat-laun melepaskan diri dam berdiri sendiri. Proses perpisahan seperti itu tidak hanya terjadi pada desa-desa orarag Iban, tetapi juga di desa-desa peladang lain di dunia.
Pola hidup lain dalam komunitas kecil terjadi bilamana desa hmya didiami selama beberapa bulan saja setiap tahun, vaitu. setelah par a penghuninya memanen hasil ladang-laciang mereka yang jauh letaknya. Ahli antropologi WC. Bennett dan R.M Zing telah membuat deskripsi mengenai komunitas kecil serupa itu di desa-desa suku bangsa Indian Tarahumara di Meksiko Barat. Pola kehidupan dalam & desa-desa suku bangsa Tarahumara juga ada di Indonesia, yaitu desa-desa orang Tora,ja di daerah pegunungan Sulawesi Tengah, yang biasanya sepi selama musirn bercocoktanam; teiapi penuh dan ramai selama masa panen.
Sebagian besar desa-desa di Indonesia merupakan ke(ompok¬kelompok perkampungan tetap yang dihuni sepanjang tahun. Terutama di daerah=daerah dengan pertanian -menetap, desa adalah pusat kehidupan para petani. Di Indonesia, desa biasanya dibangun.sepanjan.g jalan (atau¬tidak terlalu jauh dari jalan), baik jalan alam, maupun jalañ buatan manusia: Jalan yang dibangun alam yang terbaik adalah sungai. Maka kalau kita ptrhatikan daerah-daerah di Indonesia, di tnana belum ada jalan-jalan buatan' manusia, maka desa biasanya dibangun di tepi sungai atau di tempat¬tempat yang tidak jauh dari sungai. Desa-desa di tepi pantai biasanya memilih tempat di muara sungai pula. Di daerah pegunungan, desa seringkali berlokasi di lembah-lembah (yang sebenarnya merupakan daerah aliran sungai pula) atau di tepi danau. Suku-suku bangsa yang tinggal di daerah pedalaman sekitar Paletnbang, di daerah pedalaman Kalimantan, Sulawai Tengah, atau pulau-pulau lain di Indonesia, dapat dilokasikan menurut lembah; sungai; dan danau-danau yang ada di suatu daerah.

3. SOLIDARITAS DALAM MASYARAKAT KECIL
Prinsip Timbal-Balik sebagai Penggerak Masyarakat: Dalam masyarakat komunitas kecil di selutult dunia, saling tolong-menolong tarttpak sangat menanjol: Di dalarn Bab VT mengenai bercocok-tanam telah kita lihat bahwa sistem saling tolong-menolong (gotang-royong) itu di Ihdanc¬sia merupakan cara untuk menyelesaikan pekerjaan di musim-musim sibuk, 41, Dalam komunitas kecil, sistem bantu-membantu ini seringkali snenimbulkan salah paham, karena orang seringkali menyangka bahwa warp kbmunitas kecil saling tolong-menolong hanya karena mereka terdozang oieh keinginan spontan untuk berbakti pada sesama warga. Penelitian'para ahli antropologi sosial dan sosiologi sebaliknya menunjukkan bahwa saling tolong-menolong itu didasari saling membutuhkan. Menutut B. Malinowski, dalam:ma.syarakat penduduk Kepulauan Trobriand,rzB sistem saling tukar¬menukar jasa tenaga dan benda dalam berbagai bidang produksi dan ekonomi dan dalam penyelenggaraan upacara-upacara keagamaan, maupun pertukaran harta mas kawin, menjadi pengikat dan penggerak; dalam masyarakat. Sistem memberi sumbangan yang mengundang kewajiban,bagi si penerima sumbangan untuk membalasnya, merupakan prinsip dalam j,Cehidupan masyarakat kecil yang oleh Malinowski disebut principle of -reciprocity, atau "prinsip timbal-balik".
Hal ini memang sesuai dengan hasil temuan saya, sewaktu saya mengamari kegiatan-kegiatan tolong-menolong di daerah Kedu, Jawa Tengah selama beberapa bulan. Pemberian sumbangan pada pesta-pesta sesama warga desa, pemberian bantuan untuk memperbaiki rumah tetangga, atau pemberian bantuan tuntuk menyelesaikan pekerjaan di sawah, misalnya, ddak selalu diberikan-dengan rela dan spontan:lVlereka menyumbang dan membantu sesama watga desa karena di masa lalu mereka pemah menerima jasa pectolongan yang sama dari orang yang ~mereka bantu. Dalam berbagai hal orang desa seringkali menghitung dengan cermat setiap jasa yang pemah disumbangkannya, sehingga ia dapat mengetahtii dari siapa ia dapat mengharapkan bantuan dart jenis bantuan apa yang dapat diharapkannya apabila ia membutuhkannya kelak. Tanpa bantuan sesama warga desa, berbagai macam kebutulian hidupnya dalatn tnasyarakat komunitas kecil tak mungkin dipenuhinya sendiri. Di samping kegiatan-kegiatan tolong¬menolong yang dilakukan dengan penuh , pechitungan itu, ada beberapa yang diberikan secara rela dan ikhlas, yang mereka lakukan tanpa menghgapkan balasan, yaittr pada saat seorang warga desa mengalami kemalangan, yaitu ke,matian atau rnusibah-musibah lainnya..
Gotong-Royong_Tolong-Menolong:~Seperti kita lihat di,atas,: sistem tolong-menolong;,(yang juga kita sebut "gotong-royong") memang tidak selamanya diberikan secara rela dan ikhlas, tetapi ada beberapa tingkat kenelaan, tergantung dari jenis kegiatannya dalam kehidupan sasial. Dengan demikian dapat kita bedakan antara: (1) tolong-tr~enolong dalam kegiatan pertanian, (2) tolong-menolong dalam kegiatan-kegiatan sekitar rumah - tangga, (3) tolang-menolong dalam mempersiapkan pesta dan upacara, . dan (4) tolong-menalong sewaktu: terjadi, musibah.
Seperti apa yang diuraikan dalam bab=bab mengenai bercocoktanam, dalam kegiatan-kegiatan produksi pertanian, khtisusnya bercocoktanam, ad -a mdsim-musim sibuk dan ada Musim=musim untuk bcrsatitai. Apabila dalam fiusim-imusim sibuk' tenaga yang dapat disedialcah oleh para" anggota keluarga iriti atau kelaaiga luas tidak cukup, maka' bantuan tenaga dapat diperoleh dari sesama warga komunitas.Sistem ini agaknya 'bersifat universal, bagi komunitas-komunitas kecil.
Untuk tnengerjakan berbagai kegiatan sekitar rumah tangga, misalnya memperbaiki. atap'rumah, mengganti dinding'bambu; membersihkart'hama tikus, menggali sumur; dari lain-lain, biasanya tefangga diminta untuk membantu. Keluarga yang menyeienggarakan kegiatan tentu harus memperhatikan peraturan-peraturan sopan-santun dan adat-istiadat, antara lain dengan menyajikan makanan dan minuman. Saling menolong untuk mempersiapkan pesta dan upacara biasanya dilakukan dengan rela dan akhlas, karena semua orang yang turut dalam kegiatan seperti itu turut pula merasakan suasana gembira yang rneliputi pesta:
Akhirnya, saling menolong pada waktu terjadi musibah (kematian, sakit, kecelakaan, dan lain sebagainya), umumnya dilakukan dengan sangat ikhlas, karena terdorong oleh rasa bela sungkawa.
Gotong-Royong Kerja Bakti. Selain kebiasaan saling menolong antar warga suatu komunitas kecil dalam berbagai bidang kehidupan sosial, ada kegiatan-kegiatan yang dikerjakan bersama, yang juga disebut "gotong¬ioyong". Kegiatan seperti itu dilakukan oleh sejumlah besar warga komunitas tintuk bekerjasama menyelesaikan suatu proyek tertentu yang dianggap bermanfaat bagi kepentingan umum, yaitu kegiatan kerja bakti atau darma bakti.
Jenis gotong-royong kerja bakti ada dua, yaitu (1) bekerjasama dalam f proyek-proyek yang diprakarsai para warga kamunitas sendiri, dan (2) bekerjasama dalam proyek-proyek yang diperintahkan oleh Kepala Desa. Proyek-proyek yang diprakarsai para warga komunitas sendiri tentu benar¬benar dirasakan manfaatnya, karena itu diketjakan dengan ikhlas dan penuh Semangat. Seba:iknya, proyek-proyek yang diperintahkan dari atas, seringkali tidak mereka pahami benar manfaatnya; dan d'uasakan sebagai kewaji6an yañg tidak dapat mere" hindari kecuali dengan cara mewakilkarinya kepada orang lain (dengan memberi imbalan uang). Untuk mendapat sambtatan yang positif dari warga masyarakat, Pemerintah atau Kepala Desa memang harus mampu meyakinkan para warga desa akan manfaat suatu proyek bagi kesejahteraan sehulili warga desa, sehingga mereka sudi bekerja penuh semangat:
Jiwa Gotong-Rayong. Dasar dari gejala sosial berupa kegiatan tolong-menolong dan kerja bakti dalam masyarakat desa pertanian dan komunitas kecil pada umumnya adalah pengerahan tenaga yang tidak memerlukan keahlian khusus maupun tidak adanya diferensiasi tenaga.
Kecuali itu sistem tolong-menolong hanya mungkin apabila didasari hubungan saling mengenal antara warga masyarakat kecil dengan prinsip¬prinsip kelompok primer." Dengan demikian, gejala sosial tolong-menolong ada dalam setiap masyarakat dengan kelompok-kelompok primer -di dalamnya, yaitu terutama masyarakat pedesaan di seluruh dunia. Dalatn masyar#~at kota, yang sifatnya sudah sangat kompleks, arti dari kelompok prime; ~telah terdesak, dan hanya berfungsi dalam beberapa lapangan kehidupan khusus saja.
Dalam masyarakat kota orang tidak lagi dapat mengharapkan bantuan sesama warga untuk sepala kebutuhan hidupnya, karena berbagai kebutuhan orang telah dapat dipenuhi oleh lembaga-lembaga, pranata-pranata, dan organisasi-arganisasi yang ada, melalui suatu hubungan yang bersifat umutn (tidak pribadi). Orang yang tinggal di kota, misalnya, bergaul dengan para teman sejawatnya di kantor untuk menyelesaikan segala urusan yang; mertyangkut jabatannya; untuk berolahraga atau rekreasi ia mempunyai kelompok teman-teman lain pula (mungkin pula tetangga-tetapgganya); dan dalam masyarakat Eropa dan Amerika bagi orang men inggal pun sudah ada pranata yang mengurus penguburannya, dengan imbalart uang.
Sistem tolong-menolong sebagai cara pengerahan tenaga tidak lagi efektif bagi perusahaan-perusahaan besar, yang tirdiri dari bagian-bagian, dan masing-masing mempunyai keahlian khusus: Kerja bakti juga hanya masih mungkin bagi hal-hal yang tidak secara langsung berhubungan dengan pekerjaan dalam suatu perusahaan, melainkan dalarn berbagai kegiatan di luar perusahaan, yang dapat memberi manfaat bagi kesejahteraan dan kepentingan,karyawan suitu perusahaan: Apakah dengan hilangnya sistem tohang-menolang dan kerja bakti (yang menjadi ciri khas kehidupan daerah pedesaan) dalam kehidupart, modem, jiwa gotong-royong akan turut hilang? Menurut hernar kami, kegiatan tolong-menolong sebagai suatu cara kerjasama dalam kelompok¬kelompok primer dan sistem tolang-menolong dalam kehidupan modern adalah dua hal yang berbeda. Walaupun sistem tersebut kurang bermakna dalam kehidupan modem, tolong-menolong tidak pemah akan hilang sama ` sekali: Setiap manusia pasti memiliki sahabat-sahabat karib, kerabat dekat, dan teman-teman yang bernasib sama, yang merupakan kelompok primernya. Setidak-tidaknya di antara mereka itulah saling tolong-menolong irtasih ada. Dalam kehidupan modern; arti dari kelompok-kelompok primer (dan bersama itu juga sistem tolong-menolang) menjadi terbatas pada toeberapa lapangan kehidupan saja. Sebaliknya, jiwa gotong-royong tidak terbatas pada hubungan-hubungan dalam kelompak primer saja, dan kanna xtu dapat tetap dipertahankan dalam kehidupan modern. Jiwa, atau semangat gotong-royong (sebagai lawan dari jiwa individualis) timbul akibat adanya pengertian akan kebutuhan sesama warga masyarakat. Dalam rnasyarakat yang memiliki jiwa gotang-royong, kebutuhan timum dinilai lebih tinggi daripada kebutuhan pribadi, dan kerja bakti merupakan hal yang terpuji.
Dalam masyarakat yang mementingkan jiwa individualis, kebutuhan umum dikalahkan oleh hak-hak individu, kerja bakti dianggap tidak banyak : ` bermanfaat, hak individu sangat dipentingkan dalam sistem hukumnya,dan hasil karya individu dinilai sangat tinggi. Masyarakat bangsa-bangsa Asia dan Afrika secara umum dianggap menilai tinggi jiwa gotong-royong; sebaliknya masyarakat bangsa-bangsa Ero-Amerika secara umum dianggap. menilai tinggi jiwa individualis. Hal ini tentu tidak demikian, karena walaupun di Eropa dan Amerika (yaitu masyarakat-masyarakat dengan. sistem ekonomi liberal) selama beberapa abad lamanya individualisme umumnya memang sangat menonjol, masih. ada masyarakat-masyarakat y yang tidak didasari sistem ekoriorrii liberal, sehingga jiwa gotong-royong . pun masih hidup.dalam, masyarakat-masyarakat tersebut. Sebaliknya, banyak : masyarakat bangsa-bangsa Asia dan Afrika yang umumnya tidak memilih ; sistem ekoñomi yang kompleks, ada'kalanya bahkan menampakkan jiwa : individualis dalatn kehidupan masyarakat pedesaannya.
Ahli antropologi Margaret Mead pernah menganalisa bahan yang dikumpulkannya dari 13 masyarakat penduduk pribumi dari berbagai benua, untuk mengetahui sejauh mana jiwa gatong-myong, jiwa individualis, dan jiwa bersaing itu ada dalam ke-13 masyarakat kamunitas kecil itu.
Dari hasil penelitian tersebut temyata bahwa di antara ke-13 masyarakat tersebut, 6 masyarakat menilai tinggi jiwa gotong-royong, 3 masyarakat menilai tinggi jiwa bersaing, dan 4 masyarakat menilai tinggi individualisme (lihat Bagan 20). Lokasi yang terpencil atau terbuka, jenis mata pencarian, atau sistem masyarakatnya (sederhana atau kompleks), tidak mempengaruhi hasil temuan tersebut.
Dengan demikian nyata bahwa sistem pengerahan tenaga dengari tolong-menolong merupakan ciri kelompok-kelompok primer, tetapi jiwa gotong-royong dan jiwa berbakti adalah ciri-ciri dari watak atau kepribadian yang dimiliki banyak bangsa di dunia, dalam suatu lingkungan yang lebih luas daripada kelompok primer. Mengenai struktur masyarakat apa yang mendorong hidupnya jiwa gotong-royong, tak dapat dianalisa di sini. Namun dapat dikatakan bahwa sebagian besar masyarakat pedesaan di Indonesia agaknya memiliki jiwa gotong-royong.










Bagan 20
Jiwa Bersaing, Jiwa Gotong Royong,dan Jiwa Individualis

dan berburu, (3) suku bangsa Maori dari Selandia $arN, yang hidup dari pertanian, (4) penduduk Samoa di PoGnesia, yang juga hidup dari pcrtanian, (5) suku bangsa Kwakiutl di Pulau Vancouver; yang hidup dari perikanan, (li) suku bangsa Eskimo Ammassalik yang rrtenghuni daeraiy pantai selatan Greenland, yang hidup sebagai pemburu* (7) suku bangsa.Ojibwa, penghupi daerah. Rainy River di Kanada, yang hidup sehagsi petani, (8) suku bangsa Oakota, yang hidup sebagai peinburu di daerah Sungai Mis¬souri di Amerika Serikat, (9) suku bangsa Pueblo Zuni yang menghuni daerah hulu $ungai Colorado di Amerika Serikat, sebagai petani, (10) suku bangsu India Iroquois di daerah lembah Sungai Seneca di Amerika, (11) suku bangsa Bachiga dari Uganda $arat, yang hidup dari pertanian dan peternakan, (12) suku bangsa $athonga di daerah pantai Natal di Afrika, yang hidup dari pertanian, dan (13) suku bangsa Ifugao di Filipina, yang hidup dari pertanian.
Masyarakat Dan Jiwa Musyawarah. Musyawarah adalah unsur sosial yang ada dalam banyak masyarakat pedesaan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Keputusan yang diambil dalam suatu rapat tidak berdasarkan pendapat mayoritas, tetapi merupakan keputusan yang dicapai secara bulat. Dengan demikian, baik mayoritas maupun minoritas masing¬masing mengurangi pendiriannya agar dapat dicapai kesepakatan bersama. Jiwa musyawarah yang sudah dikenal dalam masyarakat pedesaan. di In¬donesia sejak berabad-abad, pertama kali dianalisa oleh para ahli hukurn adat sebagai suatu cara menyelenggarakan suatu rapat. Namun kita _ sebaiknya membedakan antara dua hal, yaitu (1) musyawarah sebagai cara menyelenggarakan rapat, dan (2) musyawarah sebagai semangat yang menjiwai seluruh kebudayaan dan masyarakat:
Sebagai cara untuk menyelenggarakan rapat, musyawarah harus memiliki kekuatan atau tokoh-tokoh yang dapat mendorong proses mencocokkan dan menginfegrasikan pendapat-pendapat yang- ada ("mencocokkan" berarti bahwa pendapat yang berbeda-beda harus diubati. agar berbagai pihak yang berbeda pendapat dapat saling tnendekat; dan "mengintegrasikan" berarti bahwa pendapat yang berbeda-beda seluruhnya dilebur menjadi suatu konsepsi yang baru, yang merupakan suatu sintese).
Jiwa musyawarah merupakan pengejawantahan dari jiwa gotong¬royong, yang terutama diterapkan dalam selunruh kehidupan sosial, sehingga semua warga masyarakat hants rela melepaskan sebagian pendapatnya, dan tidak bersikeras mempenahankannya. Dalam masyarakat yang berjiwa gotong-royong, rtiusyawarah diterapkan untuk melerai pertengkaran kecil maapun besar, seperti yang juga tatnpak dalam prmsip-prinsip hukum adat yang sifatñya 6erusaha mendamaikan pihak-pihak yang berti.kai, tanpa mengalahkan atau memenangkan satu pihaka's Contoh-contoh dad pelaksanaan pririsip musyawarah dalam hukum adat di beberapa tempat di Indonesia dimuat dalam karangan-karangan yang digunakan sebagai =ujukan dalam buku B:Ter Naar mengenai hukum adat (perdata) di indonesia.
Contoh dari kepustakaan antropologi yang paling terkenal mengenai pelaksanaan prinsip musyawarah selain dalam rapat, adalah mengenai suku bangsa Indian Pueblo Zuni di New Mexico, Amerika Serikat, yang menurut Ruth Benedict memiliki jiwa gotong-royong dan kebudayaan untuk selalu bermusyawarah, seperti yang dilukiskannya dalam bukunya berjudul Pat¬terns Of Culture (1947: hlm: 52-119).
4. SISTEM PELAPISAN SOSIAL
Dalam hampir semua masyarakat di dunia> baik yang sangat sederhana maupun yang sangat kompleks, ada pembedaan dalam hal kedudukan dan status. Dalam masyarakat yang kecil dan sederhana, pembedaan itu biasanya terbatas sifatnya, karena jumlah warganya pun sedikit, dan orang-orang dengan kedudukan yang tingg'i juga tidak banyak jumlahnya. Sebaliknya, dalam masyarakat kompleks, pembedaan mengenai kedudukan dan status juga rumit, karena jumlah warganya banyak, dan individu-individu dengan berbagai kedudukan yang tinggi pun sangat banyak jumlahnya. Pembedaan dalam hal kedudukan dan status ittalah yang menjadi dasar dari gejala lapisan sosial.
Setiap masyarakat mempunyai penilaian yang berbeda mengenai berbagai jabatan dan kedudukan yang ada di dalam bermasyarakatnya, sehingga suatu kedudukan yang dianggap paling terhormat di suatu masyarakat, mungkin berada di peringkat di bawahnya dalam masyarakat lain, dan yang dianggap rendah di satu ma"syarakat, mtangkin sangat dihormati dalam masyarakat lain. Dengan demikian ada masyarakat yang menentukan tinggi¬ rendahnya kedudukan seseorang berdasarkan besar kecilnya kekuasaannya, dan ada masyarakat yang menilai kekayaan, kepandaian, keterampilan, pengetahuan, atau suatu kombinasi aari hal-hai tertiebut untuk merientukan tinggi-rendahnya kedudukan seseorang.
Dalam hampir semua masyarakat tampak gejala bahwa orang yang dipandang (dan menganggap dirinya sendiri) mempunyai kedudukan tertentu, cenderung untuk bergaul lebih banyak dengan orang-orang dengan kedudukan yang sama, sehingga terberttuk lapisan-lapisan sosial. Setiap lapisan sosial itu kemudian mengembangkan cara dan gaya hidup tersendiri (eksklusif), berbeda dengan cara dan gaya hidup lapisan-lapisan sosial lainnya. Gaya hidup yang tampak paling peka untuk menjadi eksklusif adalah terutama pola-pola rekreasi. Di Amerika Serikat, misalnya, warga masyarakat dari lapisan tertentu berbeda dengan warga masyarakat dari lapisan-lapisan lainnya jika dilihat dari gaya pakaiannya, bagian-bagian kota yang dipilih sebagai tempat tinggal, merek mobil yang dimiliki, gereja tempat beribadah, sekolah yang dipilih bagi anak-anak mereka, toko-toko yang dikunjungi untuk berbelanja, tempat-tempat serta pola-pola rekreasi, dan bahkan bahan bacaan mereka. Lapisan-lapisan sosial yang sangat mencolok perbedaannya itu menyebabkan bahwa lapisan-lapisan sosial kemudian disebut "lapisan-lapisan sosial tak-resmi" yang dalam tulisan¬tulisan berbahasa lnggris disebut social classes.
Lapisan-lapisan sosial tak-resmi ini ada di hampir; seluruh dunia. Para=warga masyarakat sendiri umumnya tidak sadar dan tidak memiliki kansepsi yang jelas mengenai susunan pelapisan dan kelas-kelas dalam masyarakat mereka sendiri. Dalam suatu masyarakat biasanya juga tidak Ada istilah-istilah khusus untuk menyebut lapisan-lapisan sosial' tak-resmi itu, kecuali sebutan-sebutan kabur seperti misalnya "kaum atasan", "kaum terpelajar", "golongan menengah", "orang-orang bertitel", "kaum jembel", "orang kaya","para pejabat"; "orang kampung", dan lain-lainnya. Setiap sebutan ini diasosiasikan dengan suatu kedudukan tertentu (tinggi atau rendah). Penilaian tinggi-rendah mengenai suatu lapisan sosial tak-resmi y tentu berbeda bagi setiap warganya, namun mereka tentu mengetahui dengan tepat, siapa di antara warga-warga dalarrt lingkungan pergaulan mereka sendiri dapat dianggap sebagai sesamanya, siapa yang diakuinya berkedudukan lebih tinggi, dan karena itu harus diperlakukan dengan format, dan siapa yang mereka anggap lebih rendah kedudukannya daripada mereka sendiri. Karena itu setiap warga masyarakat sudah mengetahui sopan-santun pergaulan apa yang harus mereka terapkan dalam menghadapi warga-warga masyarakat yang lain. ,
Dalam masyarakat dengan pelapisan yang tidak jelas seperti terurai di atas, para warganya cenderung mengidentifikasikan diri dengan lapisan¬-lapirsan yang lebih tinggi; walaupun dalam kenyataan mereka tidak.termasuk di 'dalamnya: Angket yang pemah diedarkan datam sampel di Amerika Serikatuñtuk'mengetahui dalam lapisan mana seorang responden menempat¬kan dirinya sendiri, menunjukkan bahwa hampir 3/4 responden menempat¬kan diri sebagai, warga lap;san menengah atau tinggi, walaupurt dalarn keñyataan mereka sebagian besar adalah warga lapisan rendah:

Ada masyarakat-masyarakat di mana lapisan-lapisan dan kelas-kelas sosial sudah ditentukandengan tegas, karena warga dari setiap lapisan dan kelas tersebut telah memiliki hak dan kewajiban yang jelas, dengan sanksi hukum ad$t afau hukum yang berlaku. Kesadaran dan konsepsi mengenai susunan pelapisan dalam masyarakat mereka umumnya sangat tinggi,dan bahkan memiliki istilah-istilah tertentu bagi lapisan-lapisan itu, misalnya commoner (orang biasa), dan nobility (bangsawan) dalam masyarakat orañg Inggris, atau ate (budak), tog (orang biasa), dan usif (bangsawan) dalam masyarakat suku bangsa Atoni di Amarasi (Timor Barat). Orang Inggris umumnya paham dan mengakui bahwa orang yang berasal dari lapisan nobility berada di atas orang-orang yang berasal dari lapisan commoners; demikian pula semua orang Atoni umumnya paham dan mengakui bahwa lapisan usif lebih tinggi daripada lapisan tog dan ate. Dalam sosiologi,, lapisan sosial yang jelas dan telah ditegaskan dengan suatu sistem hak dan kewajiban yang:sudah mantap,bagi para warganya, disebut estate, yang dalam balaasa Indonesia sebaiknya diterjemahkan dengan "lapisan sosial resmi".
Seorang ahli yang akan menganalisa suatu sistem pelapisan dalam suatu masyarakat, dan sesudah itu bermaksud mendeskripsikan stratifikasi sosialnya, biasanya mengalami hambatan dalam menentukan alasan-alasan yang lazim digunakan para warga masyarakat yang bersangkutan untuk menilai tinggi-rendahnya kedudukan sosialnya. Hambatan itu terlebih dijumpainya ketika ia meneliti pola-pola pergaulan atau lingkungan sosial dañ para waiga yang kedudukannya 'sama. Penelitian juga dilakukan dengan mengamati kebiasaan-kebiasaan serta gaya hidup khas dari'auatu lapisan: Qraiig-orang yang memenuhi lierbagai,kriteria yang dinilai tinggi oleh suatu masyarakat, dalam kenyataan mungkin saja belum dianggap sebagai warga la ,pisan yang tinggi, karena kebiasaan-kebiasaan dan gaya hidupnya membedakannya dari warga-warga l4pisan tinggi tadi. Di Amerika 5erikat kekayaan menjadi; syarat utama agar seseorang dapat dipandang sebagai anggota lapisan tertinggi, atau upper class. Walaupun demikian, orang yang secara tiba-tiba menjadi sangat kaya tidak mungkin diterima begitu saja dalam lapisan upper class atu. Kebiasaan-kebiasaan dan gaya hidup warga dari lapisan di mana ia tidak dibesarkan dan menjalani sebagian besar hidupnya, tidak begitu saja dapat ditiru. Umumnya baru angkatan cucunya saja yang betul-betul telah dapat menjiwai kehidupan sebagai warga lapisan yang batu itu, dan diterima aleh para warga lapisan tersebut:
Istilah. Dalam karangan-karangan antropologi sosial dan sosiologi bahasa Inggris, digunakan istilah social stratum, social class, atau estate: Istilah yang pertama menurut hemat kami tidak begitu penting, dan untuk sementara waktu dapat kita abaikan. Tetapi istilah yang kedua seringkali dapat menimbulkan kekacauan, karena K. Marx dan para pengikutnya telah menggunakannya dengan makna yang khusus, yaitu "lapisan masyarakat yang diakibatkan oleh adanya perbedaan antara orang-orang yang memiliki semua alat produksi (tanah dan modal), dan orang-orang yang tidak memilikinya, tetapi hanya memiliki tenaga yang dapat mereka buruhkan". Untuk konsep ini digunakan juga paham class struggle, yang senantiasa hadir di antara kedua golongan tersebut.
Dalam bahasa Indonesia, keragit-raguan tnengenai paham dan makna konsep social class dalam arti umum dapat dihindari` apabila digunakan istilah "lapisan sosial tak-resmi", dan untuk estate sebaiknya digunakan istilah "lapisan sosial resmi", sementara untuk social class digunakari "kelas, sosial".
Sebab-Sebab Terjadinya Susunan Berlapis: Di atas telah disebutkan bahwa dalam tiap masyarakat itu ada sebab-sebab tertentu mengapa suatu . kedudukan dianggap lebih taiggi daripada kedudukan yang lain. Sebab¬sebabnya yang lebih rinci adalah: (a) kualitas serta keahiian, (b) senioritas, (c) keaslian, (d), hubungan kekerabatan dengan kepala, masyarakat, (e) pengaruh dan kekuasaan, (f) pangkat, (g) kekayaan.
Unsur-unsur penyebab susunan berlapis dalam masyarakat berbeda dalam setia masyarakat. Dalam kelompok-kelompok band berburu band berburu yang kecil, para individu umumnya tak memiliki harta kekayaan h,erupa tanah c9an sumber-sumber produktif lainnya. Dalam masyarakat-masyarakat seperti itu kualitas dan keahlian sebagai pemburu merupakan alasan utama untuk menggolongkan individu-individu dengan sifat-sifat tersebut ke dalam lapisan teratas. Namun masyarakat seperti itu belum tampak terdiri dari lapisan¬lapisan, apabila individu-individu yang memiliki kualitas dan keahlian berburu itu belum dibedakan dari warga masyarakatnya yang lain, antara lain dengan memiliki kebiasaan-kebiasaan yang istimewa sifatnya.
Dalam suku-suku bangsa pemburu warga-warga yang dianggap istimewa, karena itu memperoleh hak untuk mengenakan pakaian yang khas, berhiaskan lambang-lambang dan tanda-tanda kepahlawanan. Sebagai contoh dapat disebutkan beberapa suku bangsa Indian yang hidup di daerah padang rumput di Amerika Serikat bagian tengah, yang hingga; sekitar akhir abad ke-19 masih memburu banteng bison sebagai mata pencariannya. Suku-¬suku bangsa itu malahan mengenal lebih dari 2 lapisan sosial (misalnya suku bangsa Kiowa, Yang mengenal 4 lapisan sosial dalam masyarakatnya, berdasarkan kepahlawanan, kepandaian berburu, kepandaian berperang, dan keterampilan di bidang pertukangan.
Dalam banyak masyarakat lain; kepandaian dalam ilmu pengetahuan menjadi syarat untuk memperoleh kedudukara yang tinggi, dan dengan demikian terbentuklah lapisan sosial khusus yang terdiri dari orang-orang berilmu. Dalam masyarakat seperti ini kaum, pendeta dan pemuka agama biasanya tergolong lapisan, sosial yang tinggi, karena seorang pendeta biasanya memang orang yang terpelajar.
Senioritas Yang menentukan terjadinya lapisan-lapisan sosial aritara lain ada pada suku-suku bangsa penduduk negara-negara Ethiopia; Kenya; Uganda, Tanganyika, dan lain-laur. Dalam masyarakat suku bangsa Nandi
di Kenya Barat, misalnya, seorang pria harus memperjalani upacara inisiasi sewaktu ia memasuki tingkat umur baru. Anak-anak yang memasuki usia sekitar 20 tahun, harus menjalani upacara inisiasi untuk memasuki tingkat umur perajurit, Di zaman dahulu, mereka menang harus bertugas sebagai perajurit dan dilarang menikah, walaupun mereka. boleh bermiri cinta Setelah 5 tahun mereka memasuki tingkat umur dewasa, yang juga disertai dengan upacara -inisiasi: Pada tingkat umur ini mereka menikah, dan berusaha menjadi warga yang terhotmat: Pada saat seseorañg meracapi usia sekitar 50 tahun, diadakan upacara irisiasi yang terakhir, yariA tnembuamya menjadi warga,masyarakat yang sangat trhormat, dan diperkenankan memegang jabatan sebagai pemimpin atau sebagai penasehat pemimpin. Kelompok-kelompok berdasarkan tingkat umur itu juga menjadi lapisan-lapisan yang tersusun dari atas ke bawah. Setiap tingkat umur metniliki gaya hidup dan adat kebiasaannya sendiri, sehingga benar-benar apat disebut "lapisan sosial".
Sifat asli yang mendasari lapisan-lapisan sosial dalam suatu masyarakat biasanya terdapat pada masyarakat suku-suku bangsa petani yang bertani secara menetap. Para warga yang merupakan keturunan penduduk yang pertama-tama membuka lahan, biasanya dianggap sebagai lapisan yang tertinggi. Para pendatang yang bergabung kemudian, dan keturunan-keturunan mereka, secara adat dianggap sebagai lapisan sosial Yang lebih rendah. Hai ini mungkin bermula dengan munculnya hak atas tanah. Drang yang pertama-tama datang di suatu daerah dan membuka lahan pertanian serta mendirikan desa, tentu merasa memiliki hak yang lebih besar atas tanah tersebut daripada orang-orang yang datang kemudian. Karena itu mereka juga menganggap dirinya lebih tinggi daripada para pendatang. Apabila hal itu dibekukan oleh adat, maka keturunan mereka akan tetap terbagi ke dalam 2 lapisan sosial yang tersusun menurut tinggi ¬rendah.
Hubungan kekerabatan dengan kepala masyarakat, yang menyebabkan seseorang menjadi warga dari lapisan masyarakat yang tinggi, terutatna terdapat dalam masyarakat negara kerajaan. Sejak 4.000 tahun sebelum masehi; hingga Perang Dunia I usai, yaitu ketika kerajaan-kerajaan sebagai bentuk negara mulai tumbang, ada lapisan=lapisan masyarakat yangg terdiri ri orang-orang yang masih dapat menelusuri huhungan dirinya dengan keluarga kerajaan. Lapisan kaum bangsawan ini pun masih terbagi lagi ke alam lapisan-lapisan khusus berdasarkan tingkat kekerabatannya dengan .; seorang raja; makin dekat hubungannya dengan raja, makin tinggi pula tingkat, kebangsawanannya. Dengan demikian kaum bangsawan tertinggi terdiri dari kaum kerabat yang paling dekat hubunganñya dengan raja, yang disusul dengan lapisan yang terdiri dari kaum kerabat yang hubungannya dengan raja lebih jauh (misalnya hingga sekian derajat ke samping dan ke bawah), dan akhirnya iapisan bangsawan yang rendah, yang terdiri dari kaum kerabat yang hubungannya dengan raja sudah sangat 'jauh. Kaum bangsawan jelas merupakan'suatu lapisan sosial, karena mereka umumnya menganut gaya hidup dan adat kebiasaan yang berbeda dari rakyat jelata. Seorang bangsawan juga mudah dikenali dari gelar-gelar yang disandangnya.
Para kerabat dari seorang kepala rnasyarakat (raja atau kepala pemerintahan setempat) di dalam masyarakatnya (baik masyarakat yang besar maupun yang kecil) termasuk lapisan yang tertinggi. Di Indonesia, lapisan-lapisan bangsawan ada di daerah-daerah yang mempunyai kerajaan¬kerajaan swapraja, misalnya di Sumatra Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Bali, dan beberapa pulau di Nusa Tenggara Barat: Dalam masyarakat suku bangsa Ngaju yang mendiami daerah Sungai Kahayan, Sungai Kapuas, dan Sungai Barito di Kalimantan Selatan, orang¬orang yang mempunyaixhubungan kekerabatan dengan kepala desa serta' pejabat-pejabat penting dalam masyarakat; tergolong lapisan yang tertinggi (yaitu lapisan utus gantang). Kedudukan mereka sebagai warga lapisan tertinggi juga diaktualisasikan dengan pemilikan berbagai benda pusaka;. seperti misalnya senjata-senjata kuno (totnbak keris, sumpitan, gong, tikar¬tikar anyaman, kain tenun, pakaian adat, dan lain sebagainya), dan mereka' biasanya juga tinggal dalam rumah yang dihiasi ukiran-ukiran, berbeda dengan rumah-rumah peñduduk desa lainnya.
Kekuasaan biasanya merupakan sebab terbentuknya suatu lapisan dalam masyarakat dengan sistem negara. Memang;kaum bangsawan dari berbagai kerajaan di dunia bermula dari sekelompok`orang yang memegang kekuasaan. Karena berbagai sebab (acapkali revolusi), struktur darL sebagian besar negara-negara kerajaan di tlunia berubah, menjadi negara-negara republik. Walaupun demikian kaum kerabat raja bia.sanya masih tetap= marupakan lapisan sosial yang tertinggi, karena susunan berlapis yang ada sering telah menjadi mantap:
Dalam masyarakat-masyarakat kerajaan Banyankole (yang menghuni daerah danau-danau besar di Uganda)' terdapat suatu lapisan rakyat jelata Yang dinamakan bairu, dan lapisan yang terdiri dari keturunan suku-suku bangsa petemak yang memiliki ciri-ciri ras Hamit,"' yang dinamakan bahima. Warga lapisan bahima adalah keturunan suku-suku bangsa peternak yang mengembara dari daerah sekitar Ethiopia melalui daerah danau-danau besar di Uganda, dan menaklukkan suku-suku bangsa Negroid yang ',bermatapencarian sebagai petani di sana. Selama beberapa abad para pendatang yang membentuk kerajaan Banyankole (dan merupakan lapisan¬;lapisan yang paling tinggi dalam masyarakat itu) berhasil menguasai suku¬suku bangsa pribumi. Sebagai lapisan penguasa, warga lapisan bahima
memiliki hak-hak istimewa yang didukung oleh alat-alat kekuasaan yang nyata. Keadaan ini berlangsung sampai seluruh daerah Uganda diduduki `; ientara kolonial Inggris dalam tahun 1900.
Sebelum Perang Dunia I, Indonesia, seperti halnya negara-negara .ICO konial lainnya, juga memiliki lapisan-lapisan sosial tinggi yang terdiri `,4ari orang-orang yang dekat pada kekuasaan, yaitu para warga Belanda.
Kebudayaan mereka jelas berbeda dari kebudayaan rakyat Indonesia; mereka tinggal di daerah-daerah yang khusus di dalam kota, dan bahkan memiliki tempat-tempat rekreasi yang terlarang bagi bangsa pribumi: Tinggi¬rendahnya lapisan sosial dalam masyarakat jajahan, juga dapat ditentukan roleh pangkat yang dimiliki warganya: Oleh karena itu orang-orang pribumi f -yang bekerja pada pemerintah jajahan tergolong warga lapisan yang tinggi, dan memiliki gengsi yang tidak dimiliki penduduk pribumi lainnya.
Setelah Indonesia merdeka, lapisan kepegawaian, Yang terdiri dari pegawai-pegawai negeri yang menduduki berbagai jenjang kepegawaian juga merupakan lapisan sosial yang bergengsi. SebaliJcnya, perbedaan
pangkat juga menyebabkan terjadinya lapisan-lapisan sosial khusus, misalnya lapisan pejabat, yang memiliki gaya hidup yang khusus, yang tinggal di bagian kota yang paling nyaman dan eksklusif, memiliki mtibil-mobil : mewah, dan-lain-lain.
Di Indonesia, kekayaan belum menjadi ukuran tinggi-rendahnya 'ltipisan sosiai daiam masyarakat. Di zaman penjajahan, misalnya, seoiang pedagang yang sangat kaya behan mampu memperoleh gengsi yang setara dengan seorarig pegawai pamong praja. Sebaliknya, di Amerika Serikat kekayaan menjadi syarat bagi seseorang untuk dapat diterima sebagai warga lapisan yang tertinggi.
Walaupun orang Arnerika sendiri tidak mengakui adanya sistem pelapisan sosial di negaranya, karena kesempatan untuk mencapai kedudukan-kedudukan yang paling tinggi dalam masyarakat yang berdasarkan asas demokrasi itu terbuka bagi setiap warganya, dalam kenyataan lapisan-lapisan sosial itu ada. Iapisan sosial yang teitinggi (yaitu upper class), yang merupakan 1% penduduk Amerika, terdiri dari tokoh¬tokoh dunia perdagangan dan jutawan-jutawan terkenal. Dalam lapisan tengah (atau middle class) termasuk para usahawan kecil, ilmuwan, seniman, para pegawai negeri> pegawai wiraswasta> dan lain-lain, yang mencakup 40% dari seluruh bangsa Amerika. Akhirnya ada lapisan bawah, atau lower class, yang meliputi 55% dari seluruh bangsa Amerika, yaitu kaum buruh kasar.
Sistem Kasta. Sistem kasta terbentuk apabila suatu sistem pelapisan sasial seakan-akan terbeku. Walaupun sistem kasta umumnya 'kita hubungkan dengan agama Hindu (dan memang ada ahli-ahli yang menyatakan bahwa sistem kasta itu unik dan hanya ada di India), ada pakar-pakar yang cenderung memberi batasan yang lebih luas pada paham kasta, yaitu sebagai sistem pelapisan sosial dengan ciri-ciri sebagai berikut: (a) keanggotaan berdasarkan kelahiran, (b) endogami kasta yang dikuatkan dengan sanksi hukum dan agama; (c) larangan pergaulan `dengan warga¬warga kasta rendah, yang. dikuatkan dengan sanksi hukum dan agarna. Terutama larangan bergaul dengan anggota-4tlggota masyarakat yang dianggap hina inilah yang tampak mencolok dalhm kehidupan sehari-hari masyarakat India.
Berdasarkan pembatasañ paham tersebut di atas, bukan hanya masyarakat India saja yang mempunyai sistem kasta, tetapi juga masyarakat Amerika Serikat, dengan adanya pemisahan yang tajam (segregation) antara lapisan orang kulit bule (whites) dan lapisan warganegara Amerika kulit hitam (Negroes, atau coloreds),"' sedang sistem pemisah yang tajam antara lapisan orang kulit bule:dari lapisan penduduk pribumi di negara Uni Afrika Selatan juga dapat dipandang sebagai sistem kasta.
Sistem kasta di India memang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Dalam buku-buku kuno abad ke-S sebelum Masehi, yaitu Rg;-Veda
152. Lihat tulisan WL. Warner, M. Meeker; dan K. Eels, Social Class In America (Chicago, 1949).
153, Lihat karangan G.D. Beneman. "Caste In India And The United States", dalam: The American Journal Of Sociology, LXVI (1960: hlm. 120-127). Lilr.u juga karangan W. Llyod Warner, "American Caste And Class" dalam majalah The American Journal Of Sociology, XLII (1936: hlm. 234-237) dan karangan l. Dollard. Caste And Class In A Southern Town (New Haven: Yale University Press. 1937).
Dan Brahmana, tercantum bahan keterangan tertua mengenai sistem kasta O'ati) yang disebut sistem varna. Dalam buku-buku itu tertera keterangan bahwa dalam rnasyarakat India waktu itu terdapat 4 varna, yang tersusun berlapis dengan utut-urutan dari atas ke bawah sebagai berikut: Brahmana, Ksatriya, Vaicya, dan (7udra. Kasta yang pertama adalah kasta pendeta,
Ksatriya adalah kasta para bangsawan dan tentara; kasta VaiVya '.,,`adalah kasta para pedagang, dan kasta Cudra adalah kasta rakyat jelata, ~Selain keempat kasta itu masih ada orang-orang, Paria yang tidak berkasta :;dan dianggap najis, dan karena itu tidak termasuk sistem varna.
Dalam kehidupan masyarakat di India sekarang (terutama di daerah pedesaan), sistem kasta itu masih dipegang teguh, dengan susunan kasta yang jauh lebih rumit_daripada apa.yang tertera dalam buku-buku kuno. Sebagai contoh akan diuraikan sistem jati dalam masyarakat desa Shamirpet (letaknya dekat kota Hyderabad di India Selatan).
Desa Shamirpet dalam tahun 1951 terdiri dari sekitar 2.350 penduduk, yang sebagian besar berbahasa Telugu, dan sebagian menggunakan balit;sa ;Urdu sebagai bahasa kedua. Menurut ahli antropologi India, Shyarma Charan' Dube,'s kasta-kasta di Shamirpet pada mulanya merupakan kelompok¬kelompok orang dengan mata pencarian hidup yang sama. Apa yang menyebabkan bahwa satu jenis mata pencarian itu dianggap lebih tinggi daripada yang lain, sehingga menimbulkan susunan tinggi-rendahriya-: kelompok-kelompok berdasarkan mata pencarian itu, sukar diterangkan.
Kasta Brahmin terdiri dari pendeta-pendeta yang memimpin be:rbagai upacara desa, dan dapat juga diminta untuk datang ke r+umah (dengan imbalan) untuk memimpin upacara-upacara rumah tangga. Mereka tidak 6oleh makan makanan yang sudah disentuh orang-orang dari kasta yang iebih rendah, dañ karena itu tukang masak mereka harus anggota kasta mereka sendiri: Kasta Komti merupakan kasfa para pedagang pemilik warung dan toko kecil, yang hanya boleh menerima makanan dari tangan orañg Brahmin, tetapi tidak dari kasta-kasta yang lebih rendah. Kasta Redi, yang terdiri dari petani, merupakan kasta yang terbesar (karena mata pencarian masyarakat desa Shamirpet memang bertani). Kasta Kumari dan kasta Golla menganggap dirinya setingkat dengan kasta Redi; namun ada pantangan kawin dengan warga kasta-kasta itu. t?Varga lapisan Mala dan Madiga adalah orang-orang yang diarvggap najis. Pekerjaan orang Mala adalah pekerjaan-pekerjaan yang dianggap najis seperti pengrajin kulit,






Redi
(Petani)





Sale
(Penenun)

Sakali
(Tukang Cuci)

Vaddar (Tukang Batu) Brahmin
(Pendeta)

Komti
(Pedagang)

Kummari (Pembuat Timbakar)

Muttasari
(Petani)







Erkala
(Pembuat Tikar)






Golla
(Pengembala)





Gaondla
(pembuat Arak)

Mangali
(Tukang Cukur)

Pichha-Kuntla
(penyanyi)

Mala
Madiga Wadla
(tukang kayu)

Kammari
(tukang)

Ausula
(pandai emas)

Kase
(pengukir)


Kanchari
(pembuat Jam) Musulman
(muslimin)

Bagan 21
Sistem kasta dan sub-kasta datam »:asyarakat shamirpet di India
(karena untttk melakukan piekerjaan itu mereka hatus memotong sapi, yaitu hewan yang disucikan dalam agama Hindu), dan orang Madiga melakukan pekerjaan sebagai pelayan, tukang sapu, dtui lain-lain. Kecuali itu ada 5 buah kasta, yaitu Wadla, Kammari, Ausula, Kase, dan Kauchari, yang tersustut menurut suatu sistem susunan tinggi-rendah yang khusus, terpisah dari sistem kasta-kasta yang utama. Demikian juga ada kasta orang Musulman (yaitu orang-orang Muslim), yang terpisah dari kedua sistem kasta yang ada (lihat Bagan 21).
Susunan tinggi-rendah dari ;jati-jati yang berdasarkan penilaian pandangan umum dalam suatu masyarakat desa tertentu mengenai apakah suatu jenis mata pencarian itu bersifat terhormat atau najis, harus dipisahkan dari proses-proses hubungan pengaruh dan kekuasaan kasta. Kasta yang menurut adat merupakan kasta yang tinggi dan terhormat, dalam kenyataan belum tentu nnerupakan kasta yang berkuasa dan berpengaruh. Terutama dalam zaman modern sekarang ini pengaruh dari partai kasta dalam kehidupan politik lebih penting daripada kasta yang secara adat dianggap tinggi dan terhormat.
Kasta yang berpengaruh dah berkuasa biasanya adalah kasta dengan aittggota yartg'terbesar jumlahnya. Di desa Rampura (India Selatan), kasta yang seharusnya paling terhormat adalah ke-4 kasta pendeta; yaitu Hoysala; Karnataka; Madya, dan Lingayat. Tetapi dalam kenyataan, kasta Okkaliga ;(kasta para petani) merupakan kasta yang paling berpengaruh, karena memiliki kekuasaan politik yang terbesar serta menguasai jabatan jabatan penting dalam pemerintahan desa, dan di samping itu warga kasta Okkaliga juga paling tinggi pendidikannya.
Dalam kehidupan ekonomi desa Shamirpet yang berdasarkan :perfanian, kasta Redi dan Muttarasi (iihat Bagan 21) memang merupakan kasta-kasta yang terbesar, tetapi hampir semua petiduduk desa lainnya juga bermata pencarian sebagai petatu. Demikian juga pekerja sebagai pedagang tidak hanya terbatas pada warga kasta Komti saja, walaupun para pemilik wantng dan toko di Shatnupet berasal dari kasta Komti. Sebaliknya, ada pekerjaan-p.ekerjaan yang hanya dilakukan warga dari kasta-kasta tertentu. Membuat tembikar, misalnya. hanya boleh dilakukan oleh warga kasta pembuat tembikar; menenun adalah monopali warp kasta penenun; mencukur hanya boleh dilakukan oleh warga kasta tukang cukur saja; ;memandai besi adalah monopoli kasta tukang pandai be.ei, dan sebagainya: Walaupun demikian, arang yang dilahirkan dalam kasta pembuat tembikar hanya dapat menjadi pembuat tembikar saja. Dengan adanya sistem pendidikan sekolah iaman sekarang, dan ciengan makin banyaknya ikemungkinan bagi para pemuda unttak memilih suatu jenis mata pencarian hidup yang baru, nasib orang tidak seluruhnya lagi ditentukan oleh kasta jdi mana ia dilahirkan.
Mobilitas kasta di India akhir-akhir ini mulai menarik perhatian para jahli antropologi dan sosiolagi, dan dalarn masyarakat-masyarakat desa yang telah mereka teliti, banyak orang tidak lagi bekerja di lapangan yang ditentukan oleh adat, kasza mereka masing-masing. Di India Selatan, sebagian besar anggota kasta Brahmin tidak lagi bekerja sebagai pendeta, dan 83% di antara mereka telah melakukan berbagai jenis pekerjaan lain.
Demikian juga di Pakistan Utara; di antara SS warga kasta Dhabi (kasta tukang cuci), hanya 14 orang yang masiñ menggantungkan hidupnya dengan bekerja sebagai tukang cuci. Ke-71 orang lainnya ada yang menjadi pedagang telur, guru, perajurit, dan menjalankan profesi-proft;si lain. Dari 46 warga kasta Najyan (tukang cukur), hanya 13 orang yang bekerja sebagai tukang cukur, sedang sisanya menjadi petani, buruh tani, kusir delman, atau bahkan menjadi tuan tanah yang kaya.
Hoysala
(pendeta)

Karnatak
(pendeta)

Madva
(pendeta)

Okkaliga
(petani)

Kuruba
(penggembala domba)

Musulman
(Muslim, pedagang)

Ganiga Kumbara
(penjual minyak)

Besta
(nelayan)

Meda
(penjual ayam)

Kelas
(tuksang cukur)

Korama
(penggembala babi)

















Kumbara
(pembuat Tembikar)









Agasa
(tukang cuci)





























Ediga
(pembuat arak)
Lingayat
(pendeta)

Acari
(tukang)

Bagan 22
Sistem Kasta di Desa Rampura, India Selatan

Walaupun di beberapa tempat di India mulai terjadi perubahan pada kekuatan kasta dalam memilih lapangan kerja, pantangan kawin antarkasta, larangan menyentuh, dan pantangan memakan makanan yang disajikan atau disentuh warga kasta yang lebih rendah; hingga kini masih berlaku di banyak desa.
Kalau sistem jati di Hyderabad kita bandingkan dengan sistem-sistem kasta dari tempat-tempat lain di India, tampak adanya banyak perbedaan kecil. Sistem kasta di India memang sangat lokal sifatnya, sehingga di seluruh India ada beberapa ratus sistem kasta yang berbeda-beda. Dalam Bagan 22 di atas tampak sebagian dari sistem jati di desa Rampura (India Selatan), untuk menunjukkan keanekaragaman sistem-sistem kasta di In¬dia.
Sistem Pelapisan Sosial Di Bali. Masyarakat Bali secara adat terbagi ke dalam 4lapisan, yaitu Brahmana, Satria, Vesia, dan Sudra, yang jelas merupakan pengatvh Hindu, yang niasuk ke Bali di zaman kebesairan negara-negara Indonesia-Hindu di Jawa Timur, Ketiga lapisan pertama; , yang hanya merupakan bagian.yang sangat kecil dari selutvh masyarakat Bali, disebut triwangsa, sedang lapisan yang keempat, yang merupakan bagian terbesar, disebut jaha, Walaupun jumlah yang tepat tidak ada, secara umum ada anggapan bahwa jumlah warga triwnngsa berjumlah sekitar 10%, dan sisanya adalah warga Jaba.
Setiap lapisan triwangsa masih terbagi lagi ke dalam lapisan-lapisan khusus, yang memberi hak kepada warga.setiap lapisan itu untuk menggunakan gelar tertentu di depan namanya. Walaupun ada bebempa variasi kecil di sana-sini.Orang Bali umutnnya mengetahui bahwa gelar yang tertirtggi bagi seorang pria adalah "ida ilagus", yang secara menurun unttannya adalah: "Cokocda",'-Dewa", "Ngakan", "Bagus", "I Gusti"; dan "Gusti". Gelar "Ida Bagus" adalah gelar bagi orang Brahmana, gclar "Cokorda", Dewa", "Ngakan'' dan "Bagus" adalah gelar-gelar bagi orang Satria, dan gelar-gelar "I Gusti" dan "Gusti" adalah gelar-gelar bagi orang Vesia. Namun tidak banyak lagi mengetahui dengan tepat, dalatr) lapisar'r apa suatu gelar_tertentu termasuk. Juga orang Sudra memakai gelar seperti
157, Litiai karangari M.N. Sriniva+, "The Social System In A Mysore Village", yang dunuat 'dal:un txvku trlluxc tndin; ha,il rcdaksi McKim Marriot (Chicago, 1956: hlm: 1-35). 1.58. Dalaw sebuah txmbicaraan dengan C. Gcertz di desa Tihingan di Klungkung, tenip8t ia pernah melakrdcan Ix:nclitian dalam tahun 1957, 13% warga desa tersebut adalah warp triwnngsii, dan 87% adalah warp jaba.
misalnya "Pande", "Kbon", "Pasek", "Pulasari", "Parteka", "Sawan", dan lain-lain.
Gelar-gelar dalam masyarakat bali diwariskan secara patrilineal. Berbeda dengan keadaannya di India, di mana warga satu jati mernbentuk suatu kelompok dalam masyarakatnya, sistem gelar-gelar di Bali tidak
membentuk kelompok-kelompok. Orang dengan gelar yang berbeda-beda dapat saja tinggal bersamaan dalam satu desa, dan memiliki cara serta gaya hidup yang sama,dan saling bergaul erat. Walaupun gelar pada awalnya menunjukkan jenis,pekerjaan tertentu (misalnya pande, khon, pasek, dan lain-lain), di Bali gelar-gelar itu sudah sejak lama tidak lagi dihubungkan dengan suatu jenis mata pencarian tertentu, kecuaii gelar "Pedanda", yaitu: gelar bagi seorang pemuka upacara agama (dari kasta Brahmana).
Walaupun sistem kasta dan gelar-gelar tidak membagi masyarakat Bali ke dalam gotongan-golongan, gelar sangat penting dalam adat sopan¬sanwn pergaulan. Orang yang memiliki gelar yang dianggap tinggi, harus dihadapi dengan hormat (dinyatakan dengan bahasa dan tingkah laku), dan orang yang merniliki gelar yang dianggap lebih rendah dapat ..dihadapi dengan sikap bebas. Berbagai aturan adat juga memberlakukan hak-hak bagi penyandang berbagai gelar, dalam mengguryd~an lambang, perhiasan atau hiasan tertentu, unsur-unsur pakaian tertentu: bentuk rumah tertentu, bentuk-bentuk tertentu bagi tempat peribaciatan pribadi, dan lain-lain.
Seorang gadis., Bali diharapkan menikah dengan pemuda yang pemiliki gelar yang sama, atau lebih tinggi. Perkawinan dengan pria yang 1e,bih rendah derajatnya;.dianggap.sebagai penghinaan bagi keluarga gudis, Op apabila hal itu tak dapat dihindari, maka biasanya si gadia dilarikan.
Oleh calon suaminya: Perkawinan lari memang banyak terjadi di Bali. Namun apabila kemarahan kaum kerabat si gadis telah mulai reda setelah beberapa waktu, gasangan.muda itu biasanya kembali untuk meminta maaf, sehingga mereka kemudian dapat: diterima kembali di dalam keluarga. Di masa lampau, pasangan yang melarikan diri diancam dengan hukuman buang ke; Pulau Nusa:Penida apabila merek«.berhasil ditemukan oleh keluacganya: Anakyang dilahirkan asangan clari dua lapisan masyarakat yang berbeda, memperoleh gelar ayahnya.
Dengan makin majunya pendidikan modem di Bali, seberapa jauh pendidikan itu dapat mempengaruhi adat kasta di Bali, belum diketahui, dan perlu diteliti para ahli antropologi dan. sosiologi.
159. Saya sendiri mengenal seorang warga kasta Brahmana yang txkcrja sehagai surir inak.

5. PIMPINAN MASYARAKAT
Unsur-Unsur Kepemimpinan. Pimpinan dalam suatu masyarakat dapat berupa kedudukan sosial, tetapi juga proses sosial. Kedudukan sosial seorang pemitnpin (yaitu raja, kepala desa, direktur, ketua, panglima, dan lain-lainnya) membawa sejumlah hak dan kewajiban. Seorang pemimpin harus dapat membangkitkan masyarakat atau kesatuan-kesatuan sosial khusus dalam masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan sosial (misalnya dalam perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan keptitusan, pengawasan pelaksanaan, hingga pengawasan akibat pelaksanaan)."
Seorang pemimpin hat'us memiliki 3 unsur penting untuk dapat menjalankan tugasnya detigan baik, yaitu: (1) kekuasaan; (2) kewibawaan; dan (3) popularatas. Walaupun kedua unsur pertama umumnya diatiggap
sebagai unsur-unsur' yang terpentiig; tanpa unsur yang ketiga, seseorang p6i'rlimpin tak dapat melaksanakan kepemimpinannya dengan baik-dan mantap. Ketaatan pada seorang pemimpin yang tidak populer adalah:ketaatan yang didasari sikap takut, atau karena secara adat orang rnemang-harus taat pada pemimpii yang secara resmi telah mendapat kewenangan.
Dalam bahasa sehari-hari kedua unsur yang sering kali dikacaukan, harus dibedakan dengan tajam. Ada pemimpin yang memiliki kekuasaan yang brsar; tetapi sebaliknya tidak arif dan bijaksana dan tidak memiliki wibawa; sebaliknya ada pula pemimpin yang ciiakui masyarakat sebagai ,, nrang yang beiwibawa, arif; dwi: bi jaksana, tetapi tidak memilika kekttasaan ; yang nyata: Untuk menganalisa ketiga urnur kepeniimpinan tersebut di Atas, kita harus melihatnya dari segi hubungan antar manusia.
Dipandang dari segi itu, hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin tergulcing htibungan yang dalarn sosiologi disebut "hubungan ' asitñetris", yang me nyebabkan batiwa peiogaruh hanya berjalatn satu arah ` saja, yaitu dari pemimpin ke golongan yang dipimpin. Pengatuh yang besar diperoleh dengan adanya sifat-sifat pemimpin sebugai berikut:

1K0.:Lihat merigenai proses-proscs itu, karaogan E.H. Litchficld, "Notes On I A General Theory Of Administration", datam: Administrative Science• Quurtrrlv; 1 (1959: hlm. 3¬29)
161, Analisa mengenai konsep "kekuasaan" dan"wihawa" yang ;aya uhah di sana-sini,,says kutip dari uraian R.A. Schennerhorn dalam bukunya Society And Power (New York: Random House, 1961). Lihat juga karangan H:A. Simon, Human Relations In'Admi¬nislralinn, redaksi R. Dubin (New York, 1951).
1. sifat-sifat yang disenangi warga-masyarakat pada umumnya;
2. sifat-sifat yang diidam-idamkan warga masyarakat pada umumnya, yang karena itu akan ditiru;
3. memiliki keahlian yang diperlukañ dan diakui warga masyarakat;
4. pengesahan resmi, atau keabsahan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan adat masyarakat;
5. sifatnya yang keramat, menurut pandangan umum dalam masyarakat;
6. memiliki lambang-lambang pemim.pin, sesuai de.ngan adat dalam masyarakat;
7. memiliki kemampuhn untuk menggunakan kekuatan fisik.
Orang dengan sifat-sifat yang disenangi adalah orang yang populer. Seperti teiah disebutkan di atas, sifat itu penting; karena ia merupakan modal untuk memperoleh pengikut sebanyak-banyaknya. Walaupun rlamildan, kepopuleran bukanlah sifat yang mutlak dimiliki seorang pemilik. Pemimpin yang memiliki sifat yang meiupakan idaman arang banyak; tentu orang yang populer juga, walaupun keadaannya agak berbeda, karena sifat yang diidam-idamkan orang biasanya ditiru oleh masyarakat: Oleh karena itu banyak pemimpin sering berupaya mengembangkan sifat-sifat yang disukai orang. Untuk mencegah kritikan masJ46kat terhadap berbagai kelemahan yang'dimilikinya, seorang pemimpin biasanya berupaya agar masyarakat tidak melihat kelemahan-keleaahannya tersebut, dengan membuat jarak dengan masyarakat yang dipimpinnya. Searang takoh biasanya secara rnutlak menjadi tokoh idola setelah ia meninggal, yaitu tatkala orang lain telah melupakan kelemahan-kelemahannya, sementara kebajikannya biasanya dibesar-besarkan. Oleh sebab itu seorang pemimpin seringkali berupaya mendekati sifat-sifat yang dianggap ideal cleh masyarakatnya dengan mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh-tctkoh yang telah meninggal:
Contoh dari seorang pemimpin dengan keahlian yang diperlukan dan diakui sebagian besar warga masyarakatnya adalah seorang guru.
Pemimpin yang memperoleh pengesahan resmi atau keabsahan adat> :ne.mpunyai wewenang untuk menjadi.pemimpin yang resmi. Dalam rnasyarakat tradisional prosedur itu biasanya berupa serangkaian upacara,
yang dilambangkan oleh pengesahan dari ~ara ruh nenek-moyang atau l:ara dcwa. Di zaman kerajaan-kerajaan zairtan dahulu, prosedur itu adalah upacara penobatan putera mahkata yang telah ditakdirkan menjadi raja.
Dizaman-sekarang, prosedur tersebut merupakan pengesahan melalui pemilihan umum, pemilihart bertingkat, atau pemilihan oleh sebagian masyarakat:
Seorang pemuka agama atau pendeta adalah seorang pemimpin yang rñemiliki sifat-sifat yang dianggap keramat oleh masyarakat. Pemimpin seperti ini biasanya ditaati, disegani, atau bahkan ditakuti orang (dinamakan “mempunyai kharisma") karena ia dianggap sebagai orang yang telah ' rpendapat wahyu dari para leluhur, para dewa, atau oleh Tuhan. Dalam berbagai masyarakat suku.bangsa di dunia, baik di masa lalu. maupun,di zaman sekarang, di samping raja, para tokqh pemuka agama juga berwenang di pemerintahan. Dalam banyak rnasyarakat lain, raja adalah seorang tokoh w keramat, karena ia juga berfungsi sebagai pendeta, atau karena dianggap sebagai keturunan dewa-dewa (misalnya di Jepang di zaman sebelum Perang Duñia 1I).
Seorang pemimpin, dan terlebih seorang raja, biasanya memiiiki ~-berbagai lambang kepemimpinan, untuk menunjukkan bahwa ia memiliki wewenang untuk menjadi pemimpin, dan untuk memperaleh gengsi yang besar. Dalam mitoiogi Yunani Kuno, lambang raja dari kerajaan Nemis , adalah mahkota emas yang dihiasi permata yang d'ianggap keramat; yang disimpan dan dijaga ketat dalam benteng istana. Menurat kepercayaan, setiap acang yang dapat merebut mahkota itu berhak menjadi raja: Prosedur Oñggantian pemimpin dengan membunuh raja yang berkuasa dan merebut.
Unsur-Unsur Kepemimpinan Sifat-Sifat Pemimpin





Kekuasaan
Popularitas



Wewengang




Kekuatan Sifat-sifat yang disenangi masyarakat

Sifat –sifat yang diidam-idamkan masyarkat keahlian
Legitimiasi

Sifat keramat
Karisma
Lambang-lambang kepemimpinan

Kemampuan menggunakan kekuatan fisik

Bagun 23
Unsun-unsur kepemimpinan don sifat-sifat seorang Pemimpin
mahkotanya, dianggap syah aleh rakyat Nemis. Larnbang-larn bang kepemimpinan lain di berbagai kerajaan lain adalah benda-benda pusaka (misalnya berbagai benda pusaka yang terbuat dari emas dan perak yang melambangkan kepemimpinan Sri Sultan Yogyakarta), kursi kerajaan (seperti kutsi kerajaan milik raja Ashañti yang terbuat dari emas).,
Sifat yang juga sangat panting yang fiarus dimiliki seorang pemimpin adalah kekuatan fisik, yang merupakan tulang punggung dari kekuasaan seorang pemimpin. Walaupun demikian saya pribadi berpendiriañ baliwa' seorartg pemimpin tidak dapat bertahan lama apabila kekuasaannya hanya didasari kekuasaan fisik,saja; sehiñgga masyarakatnya taat hañya kar+eña didasari rasa takut.
Dengan demikian seorang pemimpin memarig sedapat mungkin memiliki ke-3 unsur kepemimpinan dan ke-7 sifat kepemimpinan tersebut di .atas, yang tampak dalam Bagan 23 di atas.
Berbagai Bentuk Kepemimpinan Dalam Masyarakat Kecil;. Penelitian mengenai berbagai bentuk dan sistem kepemimpi.nan dan, pemerintahan dari negara-negara besar merupakan bidang tugas,ilmu.politik;, sebaliknya penelitian dan analisa mengenai bentuk-bentuk' sistem kepemimpinan dan pemerintahan dalam komunitas kecil adalah bidang tugas antropologi. Hasil-ha5il dari penelitian antrotpologi ini dupat bermanfaat bagi ilmu politik, untuk menganalisa sistem-sistem pemerintahan negara¬negaia besar. Beñtuk-bentuk dasar yang terpenting dari kepemimpiñan dalam masyarakat kecil adalah: (1) kepemimpinan kadangkala; (2) kepemimpinan urbatas, (3) kepemimpinan mencakup, (4) kepemimpinan pucuk.
Bahan terbanyak mengenai bentuk kepemimpiiian aclaliwa seorañg diikuti orang lain.
Dalam kegiatan-kegiatan lain, misalnya kegiatan yang berhubungan dengan upacara keagacñaan, ada orang-orang yang dapat bertindak sebagai pemimpin upacara. Pada kelahiran anak, misalnya, dukun bayi (biasanya seorang wanita yang kaya pengalamact dalam membantu persalinan), juga memimpin upacara-upacara yang harus dilakukan berhubuñg dengan peristiwa kelahirañ. Upacara-upacara yang sifatnya lebih utnum; seperti upacara yang menyangkut perburuan atau penangkapan ikan, dilakukan orang yang dianggap ahli (meskipun dia anggota kelompok lain, apabila dalam kelompok yang bersangkutati sendiri tidak ada orang yang dapat melakukannya).
Dalam suatu komunitas yang terdiri dari beberapa kelompok kecil, seorang pemimpin seringkali diperlukan apabila terjadi pertengkaran. Apabila anggota-anggota dari dua kelampok yang berbeda bertikai; maka biasanya seorang anggota kelompok ketiga, yang diakui sebagai seqrang tokoh yang arif dan bijaksana, diminta pertalongannya untuk melerai pihak¬pihak yang bertikai. Kekuatannya terletak dalam keahliannya mendamaikan pesrselisihan
Dengan uraian tersebut-di atas tampak bahwa suku bangsa Indian Cree, dan suku-suku bangsa Indian di daerah barat-laut Kitnada pada umumnya, hidup dalam masyarakat-masyarakat kecil tanpa seorang pemimpin yang resmi. Para pemimpin itu hanya muncul pada saat-saat tesrtentu, yaitu apabila terjadi suatu masalah, dan semua orang biasanya tunduk pada orang-orang yang memiliki kemampuan untuk bertindak sebagai pemimpin, berdasarkan keahliannya dalam bidang-bidang tertentu. Pemimpin-pemimpin seperti itu tidak berbeda dari orang-orang lain; ia hanya kebetulan, saja merupakan seorang primus inter pares (memiliki keahlian mengenai suatu hal, di antara tirang-orang lain yang sama derajatnya dengan dia sendiri). Dalam masyarakat-masyarakat keIompok pembuna lain keadaannya kurang-iebih sama. Seorang Pygmee (orang ras Negro yang bcrperawakan kecil) yang hidup dalam kelompok-kelompok berburu di hutan Ituri di perbatasan negara Konga dan Uganda, dan bermatapencariari berburu hewan besar (misalnya gajah); menurut CM .
Tumbul juga tidak memiliki pemimpin-pemimpin resmi, dan pemimpin-pemimpin kadangkala muncul pada waktu mereka diperlukan saja. Banyak suku bangsa Eskimo (misainya suku bangsa Eskimo -Caribou), merniliki sistem kepemimpinan seperti itu.'"
Kepemimpinan Terbatas. Ada stiku-suku bangsa pemburu yang tidalc memiliki pemimpin kadangkala atau pernimpin yang memiliki keahlian untuk memecahkan berbagai masalah khusus, tetapi memiliki seorang pemimpin tetap, walaupun wewenangnya sangat t6batas. Contohnya ada¬lah masyarakat suku bangsa Tihdiga di Tanganyika, yang membunt hewan¬hewan kecil dan meramu tumbuh-tumbuhan, dan hidup mengemtiara dalam _ kelompok-kelompok yang terdiri dari 70 - 150 ..tirang. 4rang atau se¬kelompok orang (biasanya keluarga inti) bisa saja setiap saat meninggalkan kelpmpoknya untuk -bergabung dengan kelompok _lain selama beberapa
162. Penelitian mengenai sistem kepemimpinan dalam masy;vakat suku bangsu Crec pcrnuh dilakukan J.J. Honigmañn dan J.H. MacNeish. Lihat karangan Honigrnann, "The Attawapiskat Swampy Crce: An Ethnographic Reconstruction", dalam: Anthrotwlogi¬
cal Papers Of The University Of Alaska. V (1956: hlm. 23-R2), d;,n karangmi TH. MacNeish, "Leadership Among The Northern AthapaskAns", yang dimuat dalam Anthropvlogica;-II (1956: him. 131-163):
163. Lihat karangannya, The Forest PcqW (N6w York, 1961).¬
164. Lihat IaporAn G. van-5teenhoven, Report To The Departenunt Of Northern Affairs And, National Resources On A Field-Research Journal For The Study Of Legal Concept Among The Eskimo In Some Paris Of The Keewatin Disteric N,W,T. In The Summer Of IM (Ottawa, 1956).

waktu. Namun dalam suatu kelompok selalu ada keluarga-keluarga yang merupakan inti dari kelocnpoknya; sehingga kelangsungan hidup kelompok dapat terjaga. -
Kelompok-kelompok Tindiga memiliki seorang pemimpin tetap, yang juga anggota dari keluarga yang merupakan inti dari kelompoknya. Kedudukannya sebagai pemimpin diturunkan menurut garis pria: Walaupun belum ada tuiisan mengenai fungsi-fungsi para pemimpin Tindiga itu, fungsi¬fungsi.nya diduga terbatas pada pernutusan perkara-perkara mengenai perbedaan pendapat dan upacara (upacara berhubungan dengan: pembagian hasil buruan). Walaupun ia memiliki wewenang restni sebagai ketururtan dari pemimpin sebelumnya, ia rupa-rupanya tidak berbeda dari'anggota¬anggota kelompok yang lain, dan hanya merupakan seorang primus inter paris dengan wewenang yang terbatas. Tugas-tugas kepemimpiñan iainnya, tnisalnya mengatur tempat berkemah, menentukan arah pengembaraan; atau lainnya, dilakukan oleh anggota-anggota.lain yang masing-masing memiliki keahlian daiam bidang yang bersangkutan:
Banyak suku bañgsa peternak juga memiliki sistem kepemimpinan 4 terbatas seperti itu. Kelompolc-kelompok peternak Niter (mereka beternak sapi dan juga bercocoktanam) yang mengembara di daerah hulu Suñgai
Nil di Sudan 'I"unur, selama musim-musim tertentu menggembalakan hewan mereka di padang-padang rumput. Kelompok-kelompok seperti ini meru-pakan gabungan dari 4 - 5 keluarga iiiti yang berasal dari desa-desa induk yang berlainan. Jumlah anggota kelompok dapat mencapai sehingga 25 orang. Orang Nuer yang umumnya memiliki le6ih dari seorang isteri,, biasanya hanya membawa salah seorang di.-antaranya-dam-ar6k-añak. pasangan itu selama mereka mengembara: Kelompok=kelompok petennak yang sering berubah kam.posisi»ya setiap rnusim; pada utttumnya tidak memiiiki pemimpin yang tetap. Semua masalah yang muncul lierkeriaan dengan pekerjaan mereka, dipecahkan bersama, atau oleh salah seorang di antara mereka yang. dianggap paling cakap. la juga berperan, apabila, kelompok mereka diserang kelompok lain yang ingin merebur wilayah tempat kelompoknya menggembalakan ternak-ternak mereka, atau berr maksud mencuri ternak. Pemimpin semacam itu memang rnertipakan pemimpin kadangkala; yang tampil'hanya apabila ada,masalah khusus,
Seperti disebutkan di atas; auku: bangsa Nuer merngenal` tokoh pemimpin yang resmi, yang disebut kitnar muan (dalarn buku=liuku etnograñ sering disebut leopard-skin chief). Kepemimpinannya tampak je18s dttri jubah kttlit maean tutul yang menjadi lambang kewibawaannya: Seorang
seperti itu umumnya berasal dari klen-klen besar tertentu (yang ,p oleh orang Nuer sebagai klen-klen yang paling ash clan senior), ,,.g anggota-anggotanya tersebar di seluruh wilayah suku bangsa Nuer. Anggota-anggota klen seperti itu memiliki wakilnya di setiap desa dan setiap kelompok peternak Nuer.
Seorang kuaar muon tidak selamanya orang yang sudah lan jut usianya; dan seringkali tidak memiliki sifat-sifat pemimpin seperti yang dinilai tinggi oleh orang Nuer. Juga gengsinya tidak terlalu besar, yang ada kalanya malahan kalah dibarrdingkan dengan pemimpin-pemimpin kadangkala:¬Fungsinya yang paling utama adalah untuk menjadi penengah sewaktu terjadi perang atau perlengkaran antara dua keluarga luas, antara klen-kleri kecil, atau antara klen-klen besar. Orang Nuer memiliki sifat yang sangat agresif dan harga diri yang sangat tinggi. Suatu penghinaan kecil seringkaii dapat mengakibatkan perkelahian, clan suatu pembunuhan harus dibalas pula dengan pembunuhan. Dendam darah sepeni itu dapat menjadi berlarut¬larut sehingga berkembang menjadi perang saudara antarklen, yang kadang-, kadang dapat berlangsung bertahun-tahun. Walaupun demikian, seorang kuaar muon senantiasa harus mengupayakan perdamaian, meskipun ia tidak memiliki kekuasaan untuk memaksa kedua belah pihak untukinelaksanakan keputusannya. Selain mendamaikan dua pihak yang be.uikai, kuaar milon juga harus dapat memimpin upacara untuk mr¬
,gundang atau menolak hujan. Dengan demikian, ia biasanya juga menguasai ilmu perdukunan, dan mampu mengobati orang sakit, membuat jimat bagi orangyang jatuh. cinta, membuat guna-guna, clan lain sebagainya.
Kepemimpinan Mencakup. Masyarakat-maayarakat yang hidup menetap dalam desa-desa (baik masyarakat peladang maupun petani menetap) biasanya mempunyai pemimpin-pemimpin yang wewenangnya tidak_terbatas pada beberapa lapangan saja, tetapi mencakup hampir seluruh lapangan kehidupan masyarakat. Suatu kepemimpinan seperti itu biasanyh, didukung. oleh suatu- kewibawaan dengan lambang-lambang yang resmi: Di Indonesia, rakyatnya yang terdiri dari suku-suku bangsa pelactang atau petani menetap, umumnya mempunyai pemimpin lokal seperti ini.
Lapangan kewibawaan seringkali terbagi di antara beberapa orung yang masing-masing mempunyai wewenang yang sesuai dengan syarat¬syarat yang ditentukan adat: S.eorang pemimpin biasanya berasal dari kelompok kekerabatan tertentu (yaitu keturunan "cikal bakal" desa): Kedudukan sebagai pemimpin biasanya diturunkan berdasarkan asas patrilineal, matrilineal, bilineal, atau dengan cara-cara lain. Pada banyak masyarakat suku bangsa di Indonesia, kepala adat juga haxus merupakan )ewrunan kelompok kekerabatan tertentu, tetapi pengangkatan kepala adat biasanya berlangsung melalui pemilihan yang dilakukan penduduk asli desa, atau oleh suatu dewan desa. Kepala adat suku bangsa Atoni Pah -Meto di umar Barat; yaitu remukung, dan para pejabat desanya, yaitu amnais; dipilih oleh penduduk desa yang berasal dari beberapa-ume (klen) tertentu, Sejak Timor, dan juga daerah-daerah lain di Indonesia dikuasai oleh kaum penjajah; pengangkatan pemimpin adat umumnya ditentukan dari atas, berdasarkan'kemampuan mereka membaca, menulis dan berbicara bahasa Indonesia. Pada awai pemberlakuan pengangkatan pemimpin adat di Timor beberapa waktu yang lalu, masih terjadi ketegangan-ketegangan antara pemimpin yang diangkat oleh pemerintah; clan pemimpin-pemimpim yang . menrlapat kekuasaannya dengan dukungan adat. Di Maluku dan beberapa daerah lain di Indonesia, di mana proses perubahan-seperti itu sudah berlangsutig lebih lama, adat setempat telah menyesuailtan diri dengan ke,adaan. Di daerah itu, ada kepala-kepala desa yang sebagai wakil 'pemerintah bernagas mengatur segala hal~ yang. berhubungan dengan kehidupan sehari-hari; di samping itu ada kepala-kepala adat dengan gelar¬gelar yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai "tuan tanah", yang tugasnya adalah memutuskan perkara-perkara menyangkut tanah dan p.el.aksanaan tugas-tugas sebagai pemuka pada waktu penyelenggaraan upacara. Dalarn. sisiem sosialnya, kedua jenis pemimpin itu juga harus berasal dari kelompok-kelnmpqk kekerabatan tertentu: -Di banyak teinpat lain di Indonesia, bahkan juga di desa-desa di Jawa pada umumnya, di mana pengaruh pemerintah sudah berlangsung sejak lama dan kelompok¬kelompñk k6k'erabatan ; mulai -'berkurang fungsinya dalam kehidupan Hiasyarakat;' jabatan kepala desa tetap dipegang +aleh 4 1 nggota-anggota kiluarga kepala desa tertentu, walaupun pengangkatftn kepala desa dilakukan f'krdasairkan pemilihan. .
Dalam masyarakat-rnasyarakat desa di Indonesia, seorang,pemimpin biasanya memiliki berbagai benda.pusaka (biasanya berupa senjata-sertjata pusaka seperti keris dan tombak, gong, genderang> gamelan suqi, payung usaka, `dan laiio=lain). Seperti telah kita lihat `di atas; dalam kebudayaan
Ñuei seorang pemimpin tnemiliki jubah macan tutul sebagai lambang kekuasaatrnya; suku bangsa Ashanti di Ghana memiliki,tahta errtas bagi rajanya; dan raja-raja di Empa memiliki mahkota emas yang dihiasi permata.
Selain syarat-syarat adat yang memberi kewibawaan untuk menjadi pemimpin> pemimpin adat tentu juga memiliki sifat-sifat lain yang patut dimiliki seorang pemimpin, yang dapat menambah wibawa serta kekuatan fisiknya. Di sebagian besar warga masyarakat desa di Indonesia, dan agaknya juga di banyak masyarakat lain di dunia, sifat-sifat pemimpin yang penting adalah kekayaan, yang dapat diperlihatkan dengan tempat tinggal yang besar, mobil mewah, kemampuannya menjamu tamu-tamunya dengan mewah, dan sebagainya. Pameran kekayaan itu serYngkali membingungkan seorang peneliti yang ingin mengetahui siapa yang benar-benar kaya, dan siapa yang hanya kelihatann.ya saja kaya. :Dalam suatu penelitian yang pemah saya lakukan dalam dasawarsa 1960an di suatu desa di Jawa Tengah; kepala desa yang tinggal dalam rumah yang besar dan bagus (walaupun hanya bagian depannya saja yang dibuat bagus), dan sering menjamu tamu¬tamunya dengan pesta-pesta yang mewah, ternyata.memiliki hutang yang sangat banyak. Sementara itu penduduk desa yang berhasil dalam berbagai "cam usaha, hanya tinggal dalam rumah yang sederhana; atau bahkan gubuk kecil saja.
Di Indonesia, ada sifat pemimpin yang tampaknya'sangat dihargai, yaitu kepandaian berpidato: Bahkan ada tempat-tempat; di tnana keahlian itu oleh adat dianggap sebagai lambang kepemimpinan. Seorang pemimpin
yang tak pandai berbicara karena itu hanas mempunyai pembantu (yaitu seorang pejabat desa) yang bertugas menjalankan fungsi tersebut. Dalam masyarakat desa di NTT, misalnya, seringkali ada pejabat-pejabat, tlesa. - yang memiliki gelar, yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indone¬sia, berarti "raja bicara". Sekaranj jabatan ini seringkali hanya jabatan adat saja, dan banyak "raja biciira" juga tak pandai berbicara.
Pemimpin-pemimpin desa di daerah pertanian seperti terurai di.atas dapat kita sebut sebagai "pemimpin. mencakup", karena sehagai pribadi ataupun sebagai pemimpin yang resmi fungsi-fungsi yang mereka jalankan. seringkali menjangkau seluruh lapañgan kehidupan matiyarakat: Oleh karena meteka mendapat dukungan adat, yang meresmikan kedudukan mereka sebagai pemimpin, mereka juga bukan pemimpin kadangkala saja, melainkati pemimpin tetap:
Kepemimpinan Pucuk: Jenis pemimpin seperti ini dalam`buku-buku antropologi juga disebut paramount chief. $eorang pemimpin pucuk¬sebenarnya juga seorang pemimpin mencakup, dengan kekuasaan yang
lebih luas, yaitu meliputi suatu wilayah yang terdiri_dari sejumlah kelcimpok dan desa. Di Indonesia pemimpin seperti itu disebut ciengan gelar-gelao seperti "sultan", "raja", atau lainnya, dan walaupun ber;bagai' tugas kewajibannya dilaksanakan oleh para pejabat yang seriiigkali memiliki kekuasaan yang sangat besar, wibawa dan kekuasaan terakhir berada di tangannya:
Sifat-sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin pucuk pada "umurrinya sama dengan sifat-sifat seorang pemimpin mencakup yang memenuhi syarat yang ditentukan.adat, yaitu sebagai pewaris lambang¬~lambang dan benda-benda pusaka suci dari suatu kelompok kekerabatan 'tertinggi: Makin banyak sifat-sifat dan ciri-ciri lain yang dimilikinya, tnakin besar pula kewibawaan, kekuasaan, maupun kepopulerannya, walaupun lambang-lambang, dan benda-benda pusaka suci itu saja sudah cukup untuk inengangkamya menjadi pemimpin (pucuk).-Namun seringkali seorang ipemimpin pucuk yang memiliki segala persyaratan-itu tidak memiliki kekuasaan. Di' zaman penjajahan, para kepala swapraja d% Indonesia (di Medan, Banjarmasin, Goa (Ujung Pandang), Jawa Tengah, Bali, Sumbawa Barat, Bima, dan lain-lainnya) oleh rakyat daerah-daerah tersebut dianggap sebagai raja yang berkuasa:penuh, walaupun dalam kenyataan kekuasaan yang sebenamya dipegang oleh suatu pimpinan yang lebih tinggi; yaitu
pemerintah jajahan. Di zaman sekarang kekuasaan itu berada di tangan' pemerintah adat.
Sejak zaman purba, agaknya telah terjadi proses seperti yang diuraikan di atas, yang bermula dengan sebuah desa, yang menjadi kaya dan berkuasa dan menaklukkan daerah-daerah lainnya, sehingga pengaruhnya pun makin Iuas. Warn hainpir semua kerajaan; pemimpin pucuk (yaitu raja) dianggap pejmiliki kekuatan sakti, dan berfungsi sebagai pemuka agama; yang dimaksud agar rakyatnya dapat turut memperoleh berkah keselamatannya. Kerajaan-kerajaan lain di dunia juga, mengenal hal ini, yaitu.misalnya kerajaann,Sumeria di daerah hilir Sungai Tigris dan Sungai ; .Alfurat, kerajaan Minoa di Pulau Kreta,, dan zaman raja-raja Faraoh di Vpir, sekitar. 5.000 zahun yang, latu. Keadaan seperti ini juga dialami kerajaan-kerajaan di negeri Cina dan Jepang.selama beberapa abad:
Sebelum Perang Dunia II, kepala-kepala swapraja, yaitu'antara lain di Sumatra Timur, ifalimantan Barat dan Selatan, Goa (Ujung Partdang), J,awa Tengah, Bali, Sumbawa Barat, Bima dan lain-lain, sering dianggap¬,sebagai tokoh sakti. Sifat keramat merupakan unsur yang sangat penting .dari kekuasaannya. Hal ini juga terjadi di Afrika dan India sifatnya-yang keramat, dan pantangan bagi seorang-pemimpin pucuk untuk berhubungan erat dengan semua orang menyebabkan bahwa jarak arttara raja dan rakyatnya selalu terjaga. Daerah-daerah yang dekat pada pusat pemerintahan (yaitu tempat pemimpin pucuk, di mana ia dikelilingi para pejabat istana), memang dapat merasakan dan memperoleh manfaat dari pengaruh yang dipancarkan sifat keramatnya. Makin jauh jaraknya dari pusat, makin berkurang dan lemah pengaruh yang dirasakan (terutama di zaman dahulu, ketika teknn).ogi komunikasi belum berkembang seperti sekarang). Di daerah-daerah yang jauh letaknya dari penganah pemimpin pucuk, maka kekuasaan berada di tangan para pemimpin lokal yang kewibawaannya merupakan perpanjangan tangari pemimpin pucuk.
Dalam masyarakat modem zaman sekarang, kesaktian dan, sifttt keramat tentu tak dapat dijadikkn alat untuk membuat atau menambah kewibawaan seorang pemimpin pucuk. Untuk mengetahui lebih;-rinei mengenai cara-cara peningkatan kewibawaan searang pemimpin pucuk adalah tugas ilmu politik.
6. SISTEM-SISTEM PENGENDALIAN SOSIAL
Arli Paham. Kehidupan suatu masyarakat secara garis besar mematuhi seperangkat tata tertib yang kita sebut adat-istiudat. Adat-istiadat dalam kenyataan adalah cita-cita, nonna-norana, pendirian, keyakinan, sikap, peraturan, hukumt undang-undang, dmn sebagainya, yang mendorong tingkah laku manusia. Adat-istiaclat dalam suatu masyarakat dipahami,warganya dengan cara belajar, yang dimulai sejak lahir hingga akhir hayat mereka.
Walaupun demikian, tidak ada masyarakat di dunia ini, di mana selitz'uh warganya tanpa kecuali selalu taat dan patuh pada udat-istiadat'dañ pcraturan-peraturan yang berlaku, karena masyarakat yang'demikian itu mungkin adalah suatu masyarakat yang mati, dan'hanyit muogkin dailam negara khayalan Utopia. Adalah sifat manusia untuk pertama-rama rtiengingat kebutuhan dirinya sendiri, dan karena-itu apabila perlu ia -akan berusaha menghindar dari aturan-aturan adat atau hukum; apabila aturan¬aturan atau hukum itu menghambat atau dapat menggagalkan kepentingan pribadinya.
Dalam setiap masyarakat (terutama masytu'akat yang besar), seringkaii ttrdapat perbedaan-perbedaan kebutuhan di antara warga-warganya afau di antara golongan-golongan khusus dalam inasyarakat. Kecuafi itu; selalu ada individu-individu yang cenderung menyeleweng dari adat-ititiadat yang berlaku, yang disebabkan karena mereka mengalami kesukaran untuk me:nyesuaikan dirinya dengan tata cara dan adat-istiacfat dalam masyarakatnya. Mereka senantiasa cenderung menentang adat-istiadat dan semua peraturan yang berlaku, sehingga oleh warga masyarakat lainnya rnereka mendapat sebutan "penjahat". Dalam buku-buku asing mereka sebut deviants.
Ketiga proses sosial, yaitu: (a) ketegangan sosial antara adat-istiadat dan kebutuhan-kebutuhan individu, (b) ketegangan sosial yang rnuncul karena adanya persaingart antargolongan, dan (c) ketegangan sosial yang disebabkan karena para deviants sengaja menentang norma-norma, adat ¬istiadat, dañ peraturan-peraturan yang berlaku dalam masyarakatnya. Oleh karena itu perlu ada sistem-sistem untuk mengendalikan ketegangan¬ ketegangan sosial tersebut, yang dapat mencegah retak, pecah, atau berancurnya suatu masyarakat.
Cara Pengendalian Sosial. Berbagai cara dapat dilakukan untuk lnengendalikan ketegangan-ketegangan sosial, yaitu:
1. mempertebal keyakinan akan kebaikan dan manfaat dari adat-istiadat;
2. memberi ganjaran kepada warga masyarakat yAng taat kepada adat-adat istiadat;
3. mengembangkan ra,sa malu untuk menyeleweng dari adat-istiadat;
4. mengembangkan rasa takut untuk menyeleweng karena adanya ancaman.
Upaya mempertebal keyakinan masyarakat akan kebaikan adat-istiadat dalam , berbagai masyarakat secara khusus dapat dilakukan dengan berbagai cam, : yaitu (1) dengan pendidikan (baik oleh keluarga, melalui pendidikan for¬mal, atau dari kehidupan nyata dalam masyaraka't); (2) melalui cerita-cerita dan dongeng-dcmgeng meñgenai para pahlawari; mengenai orAng-orang Yang berjasa; dan lain sebagainya; yang berhasil dalam hidup karena mereka patuh pada adat; (3) dengan propaganda, yang, terutama dilakukan dalam masyarakat-masyarakat modem; (4) melalui religi dan agama dan segala sistem peralatannya, yaitu sistem kepercayaan dan sistem upacaranya.
Memberi ganjaran kepada warga masyarakat yang taat pada adat merupakan cara pengendalian masyarakat yang lazim di maña-maria. Selain itu, religi dan agama seringkali juga berfungsi dalam bidang ini. Dalam tiariyak religi dan agama, orang yang berbuat baik akan mendapat gattjaran dalam hidup sesudah mati.
Mengembangkan rasa malu untuk menyeleweng dari adat adalah cara pengendalian sosial yang sifatnya universal. Setiap masyarakat mengenal apa yang disebut "gunjingan". Maka untuk,menghindari dirinya menjadi bahan gunjingan masyarakatnya, maka orang akan berupaya untuk tidak berbuat asosial, melanggar adat, norma-narma susila, aturan, dan lain-lainnya
Rasa takut untuk melanggar adat juga merupakan unsur penting dalam banyak sistem pengendalian sosial. Religi dan agatria pun berfungsi untuk. menumbuhkan rasa takut ini, agar orang takut dihukum oleh rutt naitk-moyang, oleh para dewa, atau oleh Tuhan. Main religi dan agama, ilmu gaib juga mempunyai fungsi pengendalian sosial seperti ituabs
Aklurnya, suatu sistem pengendalian sosiai yang sangat penting adalah hukum, yang akan diurai.kan secara lebih rinci di bawah ini.
Nukum. Perhatian para ahli antropologi terhadap hukum, apabila dibandingkan dengan unsur-unsur kebudayaan lain, seperti misalnya sistem kektrabatan dan sistem religi, tidak banyak. Walaupun demikiañ bahan
yang telañ berhasil mereka himpun berupa tulisan-tulisan deskripsi mengenai beratus-ratus suku bangsa di seluruh duñia cukup banyak juga. Deskripsi metigenai kegiatan-kegiatan dan adat istiadat dapat menjadi acuan terhadap hukum yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutati:.Karena para ahli antropologi selalu meneliti hal-hal seperti itu guna memperoleh gambaran yang, menyeluruh dari masyarakat yang mereka teliti, maka timbullah keinginan untuk trtengetahui dasar hukum yang dapat dijadikan alat pengendali sosial. Dengan. demikian ada 2 macam pen3irian yang terta>tangan, Yaitu: (1) bahwa sistem pengendalian masyarakat yang berupa hu*um ,.afl4,dalam semua, rnasyaraka,t, dan katetla itu bersifat universal; Dalam suatu moyarakat, tidak-seluruh adat>istiadat berakibat hukum, dan hanya polanggaran terhadap sebagian daxi adat=istiadat dapat berakibat h4um;" (2) bahwa hukum tidak bersifat universal, karena tidak terdagat dalam semua masyarakat di dunia:
165. Contohnys ada banyak, tetapi secara konkret terdapat dalwn masyarakat suku-suku ' -- bkngsa yang tinggal di daerah pedalaman Sarmi di Irian 7ay,a. Suku-suku bangsa ini . . ,ttanyak menggunakan ihno:gaib, yang:dapat diterapkan oleh siapa saja (jadi baked
hanya oleh dukun atau ahli sihir). Pengetahuan itu biasanya diberikan secara turuqz tern", dan baitiyak peñgetahuan mengenai ilmu dukun atau sihir yang bersifat khusus, dijaga agar tetao berada dalam keluarga masing-masing. Orang tidak beraiu begitu saja melakukan guna-guna terhadap warga keluarga lain, katena takut kalau-kalaa itmti aihir yang dimiliki musuhnya itu lebih ampuh. iDengan demikian ilmu dukun dan sihir dapat pule berfungsi sebagai pengendali terhadap tingkah laku asosial dalam masyarakat. 166. Dalam kitab Undang-Undang Perdcrta, Pasal 1513.
Hal yang kedua ini disebabkan karena masih ada perbedaan pendapat antara para ahli antropologi dan para ahli hukum mengenai adat-istiadat biasa dan adat-istiadat yang berakibat hukum (terutama dalam masyarakat¬masyarakat kecil). Alat-alat kekuasaan adalah pengadilan dan kepolisian, sedang aturan-aturan adat-istiadat yang berakibat hukum juga dapat dipisahkan secara nyata dari adat-istiadat lain, karena tertera dalam buku undang-undang. Misalnya, pada waktu kita berjumpa dengan orang yang lebih tua, kita wajib memberi hormat lebih dahulu walaupun dia berpangkat lebih rendah; apabila kita membeli sesuatu; kita wajib membayamya. Dalam : peristiwa yang pertama, apabila kita melanggar aturan dan tidak lebih dahulu memberi hormat, maka orang tersebut mungkin akan marah, tetapi _ perisdwa itu tidak akan membawa akibat yang lebih lanjut; dalam peristiwa yang kedua, kita dapat diadukan kepada polisi dan dibaw>t ke: pengadilan karena kita tidak membayar barang yang kita beli. Dengan dernildan menjelas bahwa aturan yang pertama adalah aturan adat-istiadat biasa, tetapi aturan yang kedua adalah aturan hukum. Masyarakar yang dalam susudan dasarnya memiliki alat-alat seperti pengadilan, polisi, dan buku undang¬undang adalah masyarakat kota, daerah, negara federasi, negara; dan lain ~ sebagainya.
Ahli-ahli antropologi penganut pcndirian bahwa hukum bersifat uni¬versal adalah antara lain B. Malinowski, yang perrtah melakukan penelitian 4i antara suku bangsa Trobriand, sehingga ia mengetahui bahwa pengendalian sosial dalam masyarakat Trobriand dilakukan dengan suatu "s_istem yang dapat disebut "hukum" (karena, dalam masyarakat desa iobriand tidak ada buku undang-undang, polisi, .maupun pengadiian); alam berbagai karangannya, dan terutama dalam bukunya berjudul Crime'And Custom In Savage Society (1926) Malinowski menyebutkan bahwa ~ggiatan-kegiatan hukum ada dalam masyarakat Trobriand.
Ahli-ahli antropat`ogi yang menganut pendirian bahwa hukum tidak .Sersifat universal; adalah antara lain A.R. Radcliffe-Brown (Radcliffe-Brown 38). Menunt,tnya; adat-istiadat pada dasarnya bersifat memaksa' pada ;ira warga tñas~arakat; maka tata tertib dalam masyarakat komurtitas kecil pat te~aga karena adanya ketaatan pad a adat yang bersifaf mutlak.

U7. Dalam kenyataan masalahnya tentu tidak semudah itu, karena banyak aturan dm rwrma yang tidak dimuat dalam buku undang-undang, termasuk Wang huktutt. Narrttitt ha1¬A hal,rinci mengenai soal ini. fidak termasuk bidang antropologi.
Menurut pendapat saya pribadi, hukum adalah suatu sistem pengen¬dalian masyarakat yang bersifat universal, dan dalam masyarakat-masyarakat kecil pengendalian sosial dilakukan dengan kegiatan-kegiatan tertentu, dan
tidak terutama karena ketaatan yang mutlak kepada adat. Bagaimana aktivitas-aktivitas hukum dalam masyarakat komunitas kecil yang tidak memiliki buku undang-undang yang tertulis itu dijalankan, akan kita tinjatz di bawah ini:
Hukum Dalam Komunitas Kecii. Apabila dalam suatu komunitas kecil terjadi pelanggaran adat-istiadat yang menimbulkan ketegangan, maka ketenteraman akan diupayakan dengan cara meminta keputusan dari seorang
pemimpin (misalnya kepala desa, sesepuh desa, atau tokoh-tokoh masyarakat lainnya). Berdasarkan keputusan yang menyalahkan pihak yang tak menaati aturan adat-istiadat, dan membenarkan pihak yang menaatinya, persoalan diharapkan dapat dipecahkan.
Pengertian seperti itu sangat penting bagi seorang peneliti yang ingin membuat suatu deskripsi mengenai hukum adat yang tak tertulis. Dengan hanya mewawancarai responden-respondennya, dan mencatat semua aturan
adat yang diingat para warga suatu masyara4, atau mencatat semua perit~ahasa dan dongeng yang ada, belum tentu diperoleh hukum adat yang benar-benar hidup dalam masyarakat yang bersangkutan. Mtfigkin yang diperoiehnya hanya aturan-aturan adat yang masih diingat orang, tetapi tidak pernah dipraktekkan lagi. Dengan demikian hukum adat yang dipet+olehnya adalah hukum adat yang telah mati. Oleh karena itu seorang p6neliti hanils berangkat dari peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi dalam masyaraltat. Hukum adat juga hidup apabila ada perkara-perkara yang benar-benar dipecahkan. Dalam masyarakat-masyarakat kecil di mana tidak ada seorang hakim, pemecahan perkara dilakukan para pemimpin masyarakat atau tokoh-tokoh masyarakat lainnya. Dengan cara mencatat pendamaian dan pemecahan perkara, yang biasanya berupa keputtasan¬keputusan oleh orang-orang yang berkuasa dalam masyarakat, maka barulah ia memperoleh bahan bagi deskripsi mengenai hukum adat yang hidup.;.
Pentingnya keputusan oleh pihak yang berkuasa dalam peristiwa¬peristiwa hukum adat, sejak lama telah dipahami para ahli hukum adat di Indonesia. Lebih dari 1/2 abad yang lalu, B. Ter Haar telah menyatakan bahwa pedoman untuk mengetahui (kenhron) batas antara adat dan hukum adat adalah keputusan-keputusan para pejabat pemt;gang kuasa dalam masyarakat.'68
Tentu saja ada keputusan-keputusan orang-orang yang berkuasa yang tidak sesuai dengan aturan adat-istiadat, dan malahan merupakan pelanggaran adat, yaitu misalnya apabila keputusannya didasarkan pada kebutuhan pribadi saja. Walaupun keputusan seperti itu mungkin diterima oleh masyarakat, keputusan itu tidak dapat dipakai sebagai pedoman untuk keputusan-keputusan serupa di masa yang akan datang, karena dirasakan ~ebagai keputusan yang kurang adil, kurang memuaskan, atau dianggap sebagai "keputusan untuk sekali ini saja".
Di samping keputusan-keputusan yang dibuat para pemimpin fiasyarakat; harus ada unsur-unsur lain untuk menentukan batas antara 8dat-istiadat biasa dan adat-istiadat yang mempunyai akibat-akibat hukum.
Seorang ahii añtropologi Amerika, L. Pospisil, yang pernah melakukan lienelitian di daerah suku bangsa Kapauku di Irian Jaya; mengembangkan Ouatu pedoman untuk dapat mengetahui kegiatan-kegiatan mana dalam ,:tilasyarakat merupakan kegiatan hukum, dan mana yang tidak termasuk + ibukum.(195$). .
Pedoman tersebut diperoiehnya setelah ia menganalisa kegiatan¬+kegiatan hukum dalam masyarakat Kapauku, div mana ia berhasil itengumpulkan seban;rak 121 aturan adat yang diingat warga Kapauku. Ke-121 aturan (yang sifatnya abstrak) itu dicocokkannya penerapan ,Atrkumnya -terhadap 176 peristiwa hukum yang diputuskan orang-orang ig berkuasa: N.>siinya :adalah bahwa dari 176 keputusan itu hanya 87 auig.diputuskan sestaai dengan salahl satu tlari ke-1'21 aturan tersebut di as, sedang lebih dari separohnya diputuskan berdasarkan kebijaksanaan g-orang yang berkuasa dalam masyarakat. Dari hasil analisa ini tcrbukti wa aturan-aturan yang abstrak itu tidak selalu bermanfaat sebagai alat ngendalian sosial. Sebaliknya, orang-orang yang berkuasa memegang ranan yang sangat penting dalam mernutuskan suatu perkara.
: Pendapat ini diuraikannya dalam 3 buah pidata ilmiah; yaitu daiam pidato berjudul De Rectitspraak Van De Landraden Ndar Oiigeschreven Reclu (Y930), Het-Adatprivaatrecht Van Nederlandscls-Indie In Wetenschap, Waktijk En Underwijs (1937), dan De Beteekcnis Van De Tegenstelling Participerend Kritisch Denkeri En Dc Rec.lwraak Naar AdatrecJtt (1939). semua pidato tersebut diterbitkan posthumus dalam tahun 1941. Uraiatt sittQkat mengenai pendiriannya juga diberikannya Jalam buku ajamya, Beginsekn En StelseJ Van Net Adatrecht (1946: hhn. 235-239).

Pospisil kemudian melakukan perbandingan mengenai gejala hukum dalam 32 kebudayaan.'69 Hasilnya adalah suatu teori mengenai dasar-dasar hukum yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. hukum adalah suatu kegiatan kebudayaan yang berfungsi sebagai alat pengendali sosial. Untuk membedakan kegiatan ini dari kegiatan¬kegiatan kebudayaan lain dalam rnasyarakat,"° harus ada 4 ciri hukum; yang oleh Pospisil disebut attributes of law;
2. ciri yang menurut Pospisil adalah yang paling utama adalah attribute of authority, yaitu yang menentukan bahwa kegiatan kebudayaan yang disebut hukum adalah keputusan orang-prang atau golongan orang¬orang yang berkuasa dalam masyarakat, yang dapat meredakan ketegangan-ketegangan dalarn masyarakat, antara lain serangan terhadap diri seseorang, serangan terhadap hak seseorang, serangan terhadap pihak yang berkuasa, dan serangan terhadap keamanan umum;
3. ciri yang disebutnya ~attribute of intention of universal application, yaitu.yang menentukan bahwa keputusati pihak yang berkuasa harus dimaksudkan sebagai keputusan yang berjangka waktu panjang, dan harus dianggap berlaku terhadap peristiwa-peristiwa senipa di masa -yang akan datang."'
4. ciri yang ketiga, atau attribute of vhlightian, menentukan bahwa keputusan pemegang kuasa harus mengandung perumusan dari kewajiban pihak pertama te,rhadap pihak kedua, tetapi juga sebaliknya. Dalam hat ini pihak pertama dan kedua harus masih dalam keadaan hidup. Apabila keputusan tidak mengandung perumusan kewajibart dan hak, maka keputusan tidak mempunyai akibat hukum. Apabila pihak kedua.adalah sesearang nenek-moyang yang telah meninggai, maka keputusan yang menentukan bahwa pihak pertama mempunyai
- sesuatu ktwajiban terhadap pihak kedua, bukanlah suatu keputusañ hukum, melainkan suatu keputusan yang merumuskan suatu kewajrban keagamaan.
169. Enam di antaranya berada di Afrika, empat di Asia, tiga di Eropa, lima di Amerika Utara, lima di Amerika Selatan, dan semhilan di Osennia. .
170. 7uga dari kegiatan-kegiatan pengendali sosial lainnya, sepcrti misalnya religi dan agama. 171. Unsur ini dalam teori Pospisil agaknya dipengaruhi anggapan Malinowski bahwa dalam memutuskan perkara hukum, biasanya ads "a long range view of the situation". Lihatlah kata pengantar MaGnowski dalam buku H.I. Hogbin, Law Arid Order In Polynesia: A Study Of Primitive Legal Institutions (London, 1934).
ciri yang keernpat; yaitu attribute of sanction, menentukan bahwa keputusan-keputusan pihak yang berkuasa harus dikuatkan dengan sanksi berdasarkan kekuasaan masyarakat yang nyata. Sartksi itu dapat berupa sanksi jasmani (misalnya hukum tubuh dalam arti seluas¬luasnya), tetapi dapat pula berupa penyitaan hak milik."2
Dengan berbekal analisa L. Pospisil terurai di atas, untuk meneliti suatu masyarakat tanpa organisasi kenegaraan, tidak memiliki lembaga¬lembaga peradilan, dan tidak memiliki hukum tertulis, dapat dibedakan
antara aturan hukum adat dan aturan adat biasa. Suatu aturan hukum adat ` dirumuskan secara tegas oleh orang-orang yang berkuasa atau oleh masyarakat diberi kewenangan dan kewibawaan untuk memutuskan perkara. Sebagai bagian dari adat, hukurn adat tentu didasarkan pada anggapan umum dan hal-hal yang dianggap lazim. Keputusan yang dijatuhkan untuk memecahkan suatu masalah sosial yang dapat menghindarkan terjadinya ketegangan-ketegangan sosial, oleh semua-pihak yang bersangkutan hanas dirasakan sebagai keputusan yang adil, yang harus dipatuhi oleh semua pihak.

7. BACAAN UNTUK IVtEMPERDALAM PENGERTIAN
Barber, B. (1957) Social Stratifications: A Comparative Analysis Of Struc¬ture And Process. New York: Harcourt.
>rvans-Pritchard, E.E:.(1947) The Nuer: A Description Of Livelihood And Political Institutions Of A Nilvtic Tribe. Oxford. `Koentjaraningrat (1966) Villages In Indonesia. Ithaca: Comet University Press.
Mair, L (1962) Primitive Government. Baltimore: Penguin Books. Marriot, McKim (editor) (1955) Village Indlq: Studies, In,The Little Com¬munity. Chicagm University Of Chicago Press.
Mead, M (1961) Cvaperaeion And Competition Among Primitive Peoples. Boston: Beacon, Press.
Redfield, R.,(1956) Peasant Society And Culture: An Anthropological Approach To-Civilization. Chicago: University of Chicago Press. Richard, A:I:`( editor) (1960) East African Chiefs: A Study Of. Political Development In Some Uganda And Tanganyika Tribes. New York: Frederick A Praeger.
02. Hal ini sangat dipentingkan dalam sir tem-sistem hukum di Eropa.
190
https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929