loading...

ANALISIS PENGARUH KARATERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP FINANCIAL DISTRESS

January 29, 2018 Add Comment

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang

Pengelolaan suatu perusahaan merupakan hal yang wajib dilakukan oleh setiap perusahaan. Dalam pengelolaannya harus menerapkan tata kelola perusahaan yang baik karena dengan hal itu, kemungkinan perusahaan mengalami kondisi sehat atau dalam kondisi yang baik. Perusahaan sehat merupakan hasil interaksi manajemen dalam mengelola dana dan lingkungan sekitar perusahaan. Kegiatan pengelolaan perusahaan pasti akan menemukan kendala. Kendala perusahaan dapat menyebabkan perusahaan akan gagal atau sukses dalam mempertahankan kelangsungannya. Kegagalan perusahaan dapat diindikasikan dengan adanya kesulitan keuangan (financial distress). Kegagalan perusahaan dalam mengatasi kesulitan keuangan dapat dikatakan memiliki tata kelola perusahaan yang buruk, misalnya keputusan yang tidak tepat yang diambil oleh manajemen atau kurangnya upaya pengawasan kondisi keuangan sehingga terdapat penggunaan dana yang kurang tepat (Ardina dan Basuki : 2013).
Tujuan perusahaan tidak hanya sekedar mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya tetapi juga memberikan kesejahteraan bagi lingkungannya, dan untuk mencapai tujuannya tersebut, perusahaan perlu menerapkan strategi yang tepat (Anggarini : 2010). Suatu perusahaan juga di tuntut untuk dapat meningkatkan kinerja agar tidak tertinggal di lingkungan industri sehingga kelangsungan hidup suatu perusahaan dapat terjaga. Penurunan kinerja perusahaan dapat membuat kondisi keuangan perusahaan memburuk dan mengakibatkan perusahaan mengalami financial distresss (Elyanto dan syafaruddin : 2013).
 Perusahaan yang sehat merupakan hasil dari manajemen perusahaan yang tepat, baik dalam pengelolaan SDM maupun pendanaan, pada kenyataannya, tidak semua perusahaan mampu mengelola perusahaan dengan baik. Hal tersebut dapat dikarenakan perusahaan tersebut mendapatkan kendala eksternal maupun internal. Kendala yang dialami perusahaan dapat berupa kerugian penjualan secara terus-menerus, penjualan yang tidak laku, bencana alam, serta sistem tata kelola yang tidak baik. Kendala yang dapat dihadapi oleh perusahaan dapat diindikasi melalui kegagalan keuangan (financial distress), dimana perusahaan tersebut tidak mampu mengelola keuangan perusahaaanya sendiri dan menimbulkan dampak keseluruhan bagian perusahaan (Samson : 2017).
Kesulitan keuangan terjadi karena serangkaian kesalahan, pengambilan keputusan yang tidak tepat, dan kelemahan-kelemahan yang saling berhubungan yang dapat menyumbang secara langsung maupun tidak langsung  kepada manajemen serta tidak adanya atau kurangnya upaya mengawasi kondisi keuangan sehingga penggunaan uang tidak sesuai keperluan (Hidayat dan Meiranto : 2014). Financial distress merupakan suatu keadaan yang menunjukan tingkat penurunan kondisi keuangan perusahaan yang terjadi sebelum kebangkrutan atau likuidasi atau ketidakmampuan perusahaan membayar kewajiban pada saat jatuh tempo (Dwiyanti : 2010). Sejalan dengan dikatakan dengan Rahmawati dan Marsono (2014) bahwa perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) akan mengalami kesulitan dalam menghasilkan laba dalam satu priode pelaporan,selain itu perusahaan juga mengalami kesulitan memenuhi kewajiban jangka pendeknya terhadap pihak ketiga seperti investor, kreditor, dan karyawan. Variabel financial distress ini menggunakan rasio profitabilitas yang di proksi oleh net profit margin ratio (NPM) (Masak dan Noviyanti : 2019). Net profit margin atau margin laba bersih merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur besarnya persentase laba bersih atas penjualan bersih, rasio ini dihitung dengan membagi laba bersih terhadap penjualan bersih (Hery, 2017: 198).
Keanggotaan komite audit yang dijelaskan pada peraturan Otoritas Jasa keuangan nomor 55/POJK.04/2015 yang mengatakan bahwa Komite Audit paling sedikit terdiri dari 3 (tiga) orang anggota yang berasal dari Komisaris Independen dan Pihak dari luar Emiten atau Perusahaan Publik dan Komite Audit diketuai oleh Komisaris Independen. Efektivitas komite audit akan meningkat jika ukuran komite meningkat, karena komite memiliki sumber daya yang lebih untuk menangani masalah-masalah yang dihadapi oleh perusahaan. Oleh karena itu, diharapkan keberadaan komite audit yang efektif dapat mengubah kebijakan yang berbeda dalam pencapaian laba akuntansi pada beberapa tahun ke depan sehingga perusahaan dapat menghindari terjadinya permasalahan keuangan karena kurangnya kinerja yang baik. Kinerja tersebut dapat diwujudkan dengan adanya tim yang terdiri dari beberapa orang yang berpengalaman (Ardina dan Basuki  : 2013). Sedangkan menurut Pembayun dan Januarti (2012) semakin banyak jumlah anggota komite audit, maka semakin kecil financial distress terjadi dalam sebuah perusahaan. Variabel ukuran komite audit ini menggunakan proksi dengan melihat total keseluruhan anggota komite audit (Masak dan Noviyanti : 2019).
Pengaruh Independensi Komite Audit terhadap Financial Distress di Peraturan BEI dan ketentuan pedoman corporate governance dalam pembentukan komite audit yang efektif menyatakan bahwa komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya satu orang komisaris independen dan sekurang-kurangnya dua orang anggota lainnya berasal dari luar perusahaan. Syarat anggota komite audit harus berasal dari pihak ekstern perusahaan yang independen, tidak terlibat dengan tugas sehari-hari dari manajemen yang mengelola perusahaan,serta memiliki pengalaman untuk melaksanakan fungsi pengawasan secara efektif. Adanya anggota independen pada komite audit juga dapat menambah kepercayaan investor terhadap penyajian laporan keuangan dan akan mengurangi kemungkinan perusahaan dalam kondisi kesulitan keuangan (Ardina dan Basuki : 2013). Sedangkan menurut Pembayun dan Januarti (2012) semakin banyak jumlah anggota komite audit yang independen, maka semakin kecil financial distress terjadi dalam sebuah perusahaan. Variabel independensi komite audit ini menggunakan proksi dengan melihat jumlah komite audit independen di bagi total seluruh anggota komite audit (Masak dan Noviyanti : 2019).
Menurut SA Seksi 210, SPAP  (2011) kompentensi berkaitan dengan pendidikan dan pengalaman yang dimiliki oleh auditor di bidang auditing dan akuntansi. Keahlian auditor independen dengan pendidikan formal, lalu diperluas dengan pengalaman-pengalaman dalam praktik audit. Penelitian teknis yang memadai juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan teknis auditor karena kemungkinan untuk menemukan pelanggaran pada pelaporan laporan keuangan tergantung dalam pelaporan teknisnya (Castellani : 2008). Sedangkan menurut Pembayun dan Januarti (2012) semakin banyak anggota komite audit yang berkompeten, maka semakin kecil financial distress terjadi dalam sebuah perusahaan. Variabel kompentensi komite audit ini menggunakan proksi yaitu, 1 jika perusahaan memiliki anggota komite audit kompeten dan 0 jika tidak ada (Masak dan Noviyanti : 2019).
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mewajibkan komite audit untuk mengadakan pertemuan tiga sampai empat kali dalam satu tahun. Frekuensi pertemuan tersebut harus jelas terstruktur dan dikontrol dengan baik oleh ketua komite. Komite audit yang menyelenggarakan frekuensi pertemuan yang lebih sering dapat mencegah dan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pembuatan keputusan oleh manajemen karena aktivitas pengendalian internal perusahaan dilakukan secara terus menerus dan terstruktur sehingga setiap permasalahan dapat cepat terdeteksi dan diselesaikan dengan baik oleh manajemen (Ardina dan Basuki : 2013). Sedangkan menurut Pembayun dan Januarti (2012) Semakin sering frekuensi pertemuan komite audit, maka semakin kecil financial distress terjadi dalam sebuah perusahaan. Variabel frekuensi pertemuan komite audit ini menggunakan proksi dengan melihat total pertemuan komite audit dalam satu tahun (Masak dan Noviyanti : 2019).
Perusahaan Property, Real Estate dan Konstruksi Bangunan merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pembangunan apartemen, perumahan, perkantoran, real estate dan sebagainya. Bisnis properti merupakan salah satu usaha yang hampir dapat dipastikan tidak akan pernah mati karena kebutuhan akan papan atau tempat tinggal merupakan kebutuhan pokok manusia, dan setiap manusia akan berusaha untuk dapat memenuhinya. Sektor Property, Real Estatedan Konstruksi Bangunan biasanya dipilih sebagai salah satu instrument usaha bagi investor. Sektor Property, Real Estate dan Konstruksi Bangunan merupakan salah satu alternatif investasi yang diminati investor dimana investasi di sektor ini merupakan investasi jangka panjang dan Property, Real Estate dan Konstruksi Bangunan merupakan aktivamultiguna yang dapat digunakan oleh perusahaan sebagai jaminan, oleh karena itu perusahaan sektor Property, Real Estate dan Konstruksi Bangunan mempunyai struktur modal yang tinggi.
Grafik 1
Berdasarkan dari grafik di atas salah satu perusahaan properti dan real estate di BEI tahun 2016 yaitu PT. Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) mengalami penurunan laba bersih sebesar 15,96 persen. Perusahaan hanya meraup laba bersih sebesar Rp1,79 triliun pada tahun 2016, sedangkan tahun 2015 dapat mencapai Rp2,13 triliun. Selanjutnya PT. Ciputra Development Tbk (CTRA) juga mengalami penurunan laba bersih sebesar 32,41 persen. Perusahaan hanya mampu meraup laba bersih sebesar Rp867,63 miliar di tahun 2016, atau dari sebelumnya yang mencapai Rp1,28 triliun di tahun 2015. Sementara itu, PT. Summarecon Agung Tbk (SMRA) mengalami penurunan laba bersih yang paling signifikan. Tercatat, laba perusahaan anjlok 63,55 persen dari Rp855,18 miliar di tahun 2015
menjadi Rp311,66 miliar di tahun 2016. (Dinda Audriene, 2017. CNNIndonesia.com).
Berdasarkan fenomena diatas penurunan laba bersih pada PT. Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT. Ciputra Development Tbk (CTRA), dan PT. Summarecon Agung Tbk (SMRA) tahun 2016 berpengaruh terhadap kondisi Financial Distress. Dengan demikian, penelitian ini bahwa Financial Distress dengan pertimbangan terjadinya penurunan laba dapat dijelaskan oleh laporan rasio laba rugi yang dimiliki oleh perusahaan. Alasan yang cukup mendasar atas diperolehnya hasil yang signifikan adalah bahwa kondisi keuangan yang agak memprihatinkan dari suatu perusahaan, akan menjadikan sinyal atau early warning (peringatan dini) bagi perusahaan bahwa mereka dapat mengalami tekanan keuangan atau financial distress pada tahun berikutnya (Fanny, Sufitrayati, dan Badaruddin : 2018).
Penelitian terdahulu terkait pengaruh ukuran komite audit terhadap financial distress yang dilakukan oleh Pembayun (2012) berhasil membuktikan bahwa ukuran komite audit berpengaruh terhadap financial distress, sedangkan penelitian yang dilakukan Alimuddin (2012) menyatakan bahwa ukuran komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress.
Penelitian mengenai pengaruh independensi komite audit terhadap financial distress yang dilakukan oleh Alimuddin (2012)  yang mengatakan bahwa independensi komite audit perpengaruh terhadap financial distress, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Pembayun (2012) yang mengatakan bahwa independensi komite audit tidak berpengaruh terhadap financial distress.
Penelitian mengenai pengaruh kompetensi komite audit terhadap financial distress yang dilakukan oleh Pembayun (2012) yang mengatakan bahwa kompetensi komite audit berpengaruh terhadap financial distress, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Samson (2017) yang mengatakan bahwa kompetensi komite audit tidak berpengaruh terhadap financial distress.
Penelitian mengenai pengaruh frekuensi pertemuan komite audit terhadap financial distress yang dilakukan oleh Alimuddin (2012) mengatakan bahwa frekuensi pertemuan audit berpengaruh terhadap financial distress, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Samson (2017) mengatakan frekuensi pertemuan audit tidak berpengaruh terhadap financial distress.
Penelitian ini mengacu dari penelitian yang dilakukan oleh Masak dan Noviyanti (2019) dan penelitian lainnya yang meneliti tentang pengaruh karakteristik komite audit terhadap financial distress ( Pada Perusahaan Sektor Property dan Real Eatate yang terdaftar di BEI 2017). Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai financial distress. Alasan melakukan penelitian lebih lanjut adalah untuk menguji kembali hasil penelitian terdahulu dengan mengacu pada beberapa fenomena yang terjadi pada objek penelitian terbaru.
Penelitian ini memiliki beberapa perbedaan dari penelitian terdahulu. Perbedaanya terletak pada variabel penelitian yang mana peneliti terdahulu  yang dilakukan oleh Masak dan Noviyanti (2019) menggunakan empat variabel independen yaitu ukuran komite audit, independensi komite audit, frekuensi pertemuan komite audit dan, jumlah ahli keuangan komite audit, sementara penelitian ini mengganti karateristik komite audit yaitu jumlah ahli keuangan komite audit dirubah menjadi kompetensi komite audit. Selanjutnya perbedaanya terletak pada tahun penelitian yang mana penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Masak dan Noviyanti  (2019) yaitu tahun 2017 sedangkan dalam penelitian ini tahun 2015-2018.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh Karateristik Komite Audit terhadap Financial Distress (Pada Perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Apakah ukuran komite audit, independensi komite audit, kompetensi komite audit dan frekuensi pertemuan komite audit berpengaruh secara bersama-sama terhadap financial distress pada perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018?
2.       Apakah ukuran komite audit berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018?
3.      Apakah independensi komite audit berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018?
4.      Apakah kompetensi komite audit berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaanSektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018?
5.       Apakah frekuensi pertemuan komite audit berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018?

1.3 Tujuan Penelitian

            Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1.      Untuk memberikan bukti secara empiris pengaruh ukuran komite audit, independensi komite audit, kompetensi komite audit dan frekuensi pertemuan komite audit terhadap financial distress pada perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018.
2.      Untuk memberikan bukti secara empiris pengaruh ukuran komite audit terhadap financial distress pada perusahaanSektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018.
3.       Untuk memberikan bukti secara empiris pengaruh independensi komite audit terhadap financial distress pada perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018.
4.       Untuk memberikan bukti secara empiris pengaruh kompetensi komite audit terhadap financial distress pada perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018.
5.       Untuk memberikan bukti secara empiris pengaruh frekuensi pertemuan komite audit terhadap financial distress pada perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018.

1.4 Manfaat Penelitian

1.      Bagi Manajemen Perusahaan
Penelitian ini dapat menjadi acuan bagi pihak manajemen untuk meningkatkan kinerjanya sehingga mampu menghindari perusahaan dari financial distress.
2.       Bagi Peneliti
Diharapkan dengan adanya penelitian ini akan menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti khususnya pada bidang audit mengenai hal-hal yang mempengaruhi financial distress dan sebagai bahan untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh dibangku kuliah.
3.       Bagi Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan mendorong dilakukannya penelitian-penelitian audit dan memberikan kontribusi pengembangan literatur akuntansi khususnya audit. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi penelitian berikutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Auditing

2.1.1    Pengertian Auditing

Menurut konrath (2000:5) mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematis untuk secara objektif mendapatkan dan mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang kegiatan-kegiatan dan kejadian-kejadian ekonomi untuk menyakinkan tingkat keterkaitan antara asersi tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Menurut Jusup (2014), pengauditan adalah suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara obyektif untuk menentukan tingkat kepatuhan antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Sedangkan menurut Agoes (2012), auditing merupakan suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh pihak manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
Auditing bukan merupakan cabang akuntansi, tetapi merupakan suatu disiplin bebas yang mendasarkan diri pada hasil kegiatan akuntansi yang lain (Mulyadi : 2013). Akuntansi merupakan proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, dan penyajian transaksi keuangan perusahaan atau organisasi lain. Hasil akhir proses akuntansi adalah laporan keuangan yang dipakai oleh manajemen untuk mengukur dan menyampaikan data keuangan dan data kegiatan yang lain. Selain definisi ini, ada definisi audit yang sangat terkenal adalah definisi yang berasal dari ASOBAC (A Statement of Basic Auditing Concepts) yang mendefinisikan auditing sebagai :
Suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kreiteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan.

2.1.2    Tipe-Tipe Audit

Menurut Kell dan Boyton (2008) mengatakan, audit umumnya digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu: audit laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional. Pengertian ketiga jenis audit tersebut adalah sebagai berikut:
1.                  Audit Laporan Keuangan (financial statement Audit)
Audit laporan keuangan mencangkup menghimpun dan pengevaluasian bukti mengenai laporan keuangan suatu entitas dengan tujuan untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai kriteria yang telah ditentukan yaitu prinsip akuntansi yang berterima umum (PABU). Jadi, ukuran kesesuaian audit laporan keuangan adalah kewajaran (fairness). Kriteria utama yang digunakan adalah prinsip akuntansi yang berterima umum. Audit laporan keuangan ini dilakukan oleh external auditor biasanya atas permintaan klien, kecuali dalam audit laporan keuangan BUMN yang dilakukan oleh BPK atau BPKP. Audit tersebut bukan atas permintaan klien, tetapi BPK atau BPKP memiliki hak untuk melakukan pemeriksaan berdasarkan UU/peraturan yang ada. Hasil audit akan disajikan dalam bentuk tertulis yang disebut laporan auditor independen.
2.               Audit kepatuhan (compliance audit)
Audit kepatuhan mencangkup penghimpunan dan pengevaluasian bukti dengan tujuan untuk menentukan apakah kegiatan finansial meupun operasi tertentu dari suatu entitas sesuai dengan kondisi-kondisi, aturan-aturan, dan regulasi yang telah ditentukan. Kriteria yang ditentukan tersebut dapat berasal dari berbagai sumber seperti manajemen, kreditor, maupun lembaga pemerintah. Ukuran kesesuaian audit kepatuhan adalah ketepatan (correctness), misalnya : ketetapan SPT-Tahunan dengan undang-undang pajak penghasilan. Hasil audit kepatuhan tersebut biasanya disampaikan kepada pihak yang menentukan kriteria tersebut.
3.                  Audit operasional (operational audit)
Audit operasional meliputi penghimpunan dan pengevaluasian bukti mengenai kegiatan operasional organisasi dalam hubunganya dengan tujuan pencapaian efisiensi, efektivitas, maupun kehematan (ekonomis) operasional. Efisiensi adalah perbandingan antara keluaran dengan target yang sudah ditetapkan. Dengan demikian yang menjadi tolok ukur atau kriteria dalam audit operasional adalah frencana, anggaran, dan standar biaya atau kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya
Tujuan naudit operasional adalah:
-           Menilai prestasi
-           Mengidentifikasi kesempatan untuk perbaikan
-           Membuat rekomendasi untuk pengembangan dan perbaikan, dan tindakan lebih lanjut.
Audit operasional sering disebut juga dengan management audit atau performance audit. Ukuran kesesuaian yang digunakan adalah keefisienan, keefektifan, dan kehematan / keekonomisan, misalnya apakah suatu kegiatan atau program telah dilaksanakan secara efisien, efektif dan ekonomis. Auditor diharapkan melakukan obsxervasi obyektif dan analisis komperhensif atas operasi tertentu perusahaan.

2.1.3    Jenis - jenis Auditor

Menurut Jusup (2014), orang atau kelompok yang melaksanakan audit (auditor) dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan: auditor pemerintah, auditor internal, dan auditor independen
1.                  Auditor pemerintah
Adalah auditor yang bertugas melakukan audit atas keuangan negara pada instansi-instansi pemerintah. Di indonesia audit ini dilakukan oleh Badab Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang dibentuk sebagai perwujudan dari pasal  23 ayat 5 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunti sebagai berikut.
Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu badan pemeriksa keuangan yang pengaturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Badan pemeriksa keuangan merupakan badan yang tidak tunduk kepada pemerintah sehingga diharapkan dapat melakukan audit secara independen, namun demekian badan ini bukanlah badan yang berdiri di atas pemerintah. Hasil audit yang dilakukan BPK disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai alat kontrol atas pelaksanaan keuangan negara.
Selain BPK, di indonesia kita juga mengenal adanya badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP) yang merupakan internal auditor pemerintah yang independen terhadap jajaran organisasi pemerintah. Upaya yang diperankan internal auditor pemerintah merupakan dorongan bagi diterapkannya good govermance pada setiap jenjang pemerintah serta pengelola kekayaan negara yang dipisahkan. Selain itu, internal auditor pemerintah merupakan kekuatan pendorong dalam upaya peningkatan efektivitas, efisiensi, dan kehematan penyelenggaraan pelayanan publik dan pembangunan nasional.
2.                  Auditor internal
Auditor  internal adalah auditor yang bekerja pada suatu entitas (perusahaan) dan oleh karenanya berstatus sebagi pegawai pada entitas tersebut. Tanggung jawab auditor internal pada berbagai perusahaan sangat beranekaragam tergantung pada kebutuhan perusaan yang bersangkutan. Kadang-kadang staf auditor internal hanya terdiri dari satu atau dua orang yang sebagian besar waktunya digunakan untuk melakukan tugas rutin berupa audit kepatuhan. Pada perusahaan lain, staff auditor internal bisa banyak sekali jumlahnya dengan tugas yang bermacam-macam, termasuk melakukan tugas-tugas di luar bidang akuntansi.
Agar dapat melakukan tugasnya secara efektif, auditor internal harus indenpenden terhadap fungsi-fungsi lini dalam orgfanisasi tempat ia bekerja, namun dengan demikian ia tidak bisa indenpenden terhadap perusahaannya karena ia adalah pegawai dari perusahaan yang diaudit. Auitor internal berkewajiban memberi informasi kepada manajemen yang berguna untuk pengambilan keputusan yang berkaitan dengan efektifitas perusahaan. Pihak luar perusahaan pada umumnya tidak bisa mengandalkan hasil audit yang dilakukan oleh kedudukan yang tidak independen. Kedudukan yang tidak indenpenden inilah yang membedakan auditor internal dengan auditor eksteren yang indenpenden dari kantor- kantor akuntan publik.
3.                  Auditor indenpenden (Akuntan publik)
Tanggung jawab utama auditor indenpenden atau lebih umum disebut akuntan publik adalah melakukan fungsi pengauditan atas laporan keuangan yang diterbitkan entitas (peusahaan dan organisasi lainnya). Pengauditan ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan terbuka (perusahaan yang menjual sahamnya kepada masyarakat melalui pasar modal), perusahaan-perusahaan besar, dan juga pada perusahaan-perusahaan kecil, serta oganiusasi-organisasi yang tidak bertujuan mencari laba. Dengan demikian banyaknya perusahaan yang harus diaudit laporan keuangannya, dan kalangan bisnis serta banyak pihak lainnya semakin mengenal laporan ini, maka orang awam sering mengartikan auditor sama dengan akuntan publik, padahal terdapat beberapa jenis auditor yang berbeda-beda fungsi dan pekerjaannya. Pada saat ini keberadaaan akuntan publik di indonesia di atur dalam undang-undang No 5 tahun 2011 tentang akuntan publik. Menurut Undang-Undang tersebut, akuntan publikn adalah akuntan yang telah memperoleh izin dari menteri keuangan untuk memberikan jasa akuntan publik di indonesia.

2.2       Komite Audit

2.2.1    Pengertian Komite Audit

Komite nasional kebijakan Corporate Governance mendefinisikan komite Audit sebagai: Suatu komite yang beranggotakan satu atau lebih anggota Dewan Komisaris dan dapat meminta kalangan luar dengan berbagai keahlian, pengalaman, dan kualitas lain yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan Komite Audit.
Menurut Hiro Tugiman (2014) pengertian Komite Audit adalah: Komite audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas khusus atau sejumlah anggota Dewan Komisaris perusahaan klien yang bertanggungjawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan independensinya dari manajemen.
Sarbanes Oxley Act mengartikan komite audit sebagai sebuah komite (atau badan yang setingkat) yang didirikan oleh dan terdiri atas Board of Directors  dengan tujuan mengawasi proses pelaporan akuntansi dan keuangan dan audit atas laporan keuangan perusahaan. Apabila komite ini belum di bentuk maka Board of Directors secara keseluruhan dianggap sebagai Komite Audit
Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-103/MBU/2002 menjelaskan pengertian audit yang tidak diterangkan secara gamblang, tetapi pada intinya mengatakan bahwa komite audit adalah suatu badan yang berada dibawah komisaris yang sekurang-kurangnya minimal satu orang anggota komisaris, dan dua orang ahli yang bukan merupakan pegawai BUMN yang bersangkutan yang bersifat mandiri baik dalam pelaksanaan tugasnya maupun pelaporannya dan bertanggung jawab langsung kepada dewan komisaris.
Ketentuan dan peraturan mengenai Komite Audit diantaranya :
a.                  Surat Edaran Bapepam No.SE-03/PM/2000, tentang pelaksanaan pembentukan Komite Audit bagi perusahaan yang go public.
b.                  Keputusan Direksi BEJ No.Kep-339/BEJ/07-2001, mengatur mengenai Komite Audit dalam jumlah dan kualifikasi keanggotaan.
c.                   Surat Keputusan Ketua Bapepam No.Kep-412/PM/2003, tentang pedoman Pembentukan Komite Audit.
d.                   Peraturan No.IX.1.5 tentang pembentukan dan pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No.29/PM/2004.
e.                  Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55 /pojk.04/2015 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit.

Umumnya dewan komisaris membentuk komite-komite dibawahnya sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan peraturan perundangan yang berlaku untuk membantu dewan komisaris dalam melaksanakan tanggungjawab dan wewenangnya secara efektif (Anggarini : 2010). Tugas komite audit pada dasarnya adalah membantu Dewan Komisaris dalam menjalankan fungsi pengawasan atas kinerja perusahaan. Tugas komite audit erat kaitannya dengan penelaahan terhadap risiko yang dihadapi perusahaan dan ketaatan peraturan yang berlaku. Keberadaan komite audit menjadi sangat penting sebagai salah satu perangkat utama dalam penerapan good corporate governance. Komite audit memiliki beberapa karakteristik yaitu ukuran komite audit, independensi komite audit, frekuensi pertemuan komite audit dan kompetensi komite audit (Revitasari, dkk : 2017).

2.2.2    Sifat dan Pembentukan Komite Audit

Komite Audit dibentuk oleh Dewan Komisaris/Dewan Pengawas, yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu Komisaris dalam melaksanakan tugasnya. Komite Audit bersifat mandiri baik dalam pelaksanaan tugasnya maupun dalam pelaporan, dan bertanggungjawab langsung kepada Komisaris. Lebih jelas Undang-Undang Republik Indonesia No.19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-41/PM/2003 menyatakan:
1.                  BUMN maupun Emiten atau Perusahaan Publik wajib membentuk Komite Audit yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu Komisaris dan Dewan Pengawas.
2.                  Komite Audit dipimpin oleh seorang ketua yang bertanggungjawab kepada Komisaris dan Dewan Pengawas.
3.                  Komite Audit terdiri dari sekurang-kurangnya satu orang Komisaris Independen dan sekurang-kurangnya dua orang lainnya berasal dari luar perusahaan.
Komite Audit dituntut untuk dapat bertindak secara independen, independensi Komite Audit tidak dapat dipisahkan dari moralitas yang melandasi integeritasnya. Hal ini perlu disadari karena Komite Audit merupakan pihak yang menjembatani antara eksternal auditor dan perusahaan yang juga sekaligus menjembatani antara fungsi pengawasan Dewan Komisaris dengan Internal Auditor.
Tujuan dan Manfaat Pembentukan Komite Audit :
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mengemukakan bahwa Komite Audit mempunyai tujuan membantu Dewan Komisaris untuk memenuhi tanggungjawab dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh. Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: Kep117/M-MBU/2002 menjelaskan bahwa tujuan Komite Audit adalah membantu Dewan Komisaris atau dewan Pengawas dalam memastikan efektivitas sistem pengendalian intern dan efektivitas pelaksanaan tugas auditor eksternal dan internal.


Sedangkan manfaat Komite Audit dikemukakan oleh Hiro Tugiman (2014), adalah sebagai berikut:
1.                  Dewan Komisaris dan Direksi akan banyak terbantu dalam pengelolaan perusahaan.
2.                   Bagi auditor eksternal adalah keberadaan Komite Audit sangat diperlukan sebagai forum atau media komunikasi dengan perusahaan, sehingga diharapkan semua aktivitas dan kegiatan eksternal auditor dalam hal ini akan mengadakan pemeriksaan, disamping secara langsung kepada objek pemeriksaan juga dibantu dengan mengadakan konsultasi dengan Komite Audit.
Dari penjelasan tersebut, maka dapat diketahui bahwa Komite Audit dibentuk karena belum memadainya peran pengawasan dan akuntabilitas Dewan Komisaris perusahaan. Pemilihan anggota Dewan Komisaris yang berdasarkan kedudukan dan kekerabatan menyebabkan mekanisme check and balance terhadap direksi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Fungsi audit internal belum berjalan optimal mengingat secara struktural, auditor tersebut berada pada posisi yang sulit untuk bersikap independen dan objektif. Oleh karena itu, muncul tuntutan adanya auditor independen, maka Komite Audit timbul untuk memenuhi tuntutan tersebut.

2.2.3    Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang Komite Audit

Jenis tugas dan tanggung jawab komite audit secara umum diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 55 /POJK.04/2015 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit. Namun secara spesifik jenis tugas dan tanggung jawab satu perusahaan dengan perusahaan lainnya tidak sama persis. Peran dan tanggung jawab komite audit tersebut tertuang dalam piagam komite audit setiap perusahaan. Berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 55 /POJK.04/2015 pasal 10 dalam menjalankan fungsinya, Komite Audit memiliki tugas dan tanggung jawab paling sedikit meliputi:
a.                  melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan Emiten atau Perusahaan Publik kepada publik dan/atau pihak otoritas antara lain laporan keuangan, proyeksi, dan laporan lainnya terkait dengan informasi keuangan Emiten atau Perusahaan Publik.
b.                  melakukan penelaahan atas ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan kegiatan Emiten atau Perusahaan Publik.
c.                  memberikan pendapat independen dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara manajemen dan Akuntan atas jasa yang diberikannya.
d.                  memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris mengenai penunjukan Akuntan yang didasarkan pada independensi, ruang lingkup penugasan, dan imbalan jasa.
e.                  melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal dan mengawasi pelaksanaan tindak lanjut oleh Direksi atas temuan auditor internal.
f.                    melakukan penelaahan terhadap aktivitas pelaksanaan manajemen risiko yang dilakukan oleh Direksi, jika Emiten atau Perusahaan Publik tidak memiliki fungsi pemantau risiko di bawah Dewan Komisaris.
Keputusan Ketua Bapepem Nomor: Kep-41/PM/2003 menyatakan bahwa komite audit memiliki wewenang mengakses secara penuh, bebas dan tak terbatas terhadap catatan, karyawan. dana, asset, serta sumber daya perusahaan dalam rangka tugasnya serta berwenang untuk bekerjasama dengan auditor internal. menelaah pengaduan yang berkaitan dengan proses akuntansi dan pelaporan keuangan Emiten atau Perusahaan Publik; menelaah dan memberikan saran kepada Dewan Komisaris terkait dengan adanya potensi benturan kepentingan Emiten atau Perusahaan Publik; dan menjaga kerahasiaan dokumen, data dan informasi Emiten atau Perusahaan Publik.
Berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 55 /POJK.04/2015 pasal 10 dalam menjalankan fungsinya, Komite Audit memiliki wewenang sebagai berikut:
a.                  mengakses dokumen, data, dan informasi Emiten atau Perusahaan Publik tentang karyawan, dana, aset, dan sumber daya perusahaan yang diperlukan.
b.                  berkomunikasi langsung dengan karyawan, termasuk Direksi dan pihak yang menjalankan fungsi audit internal, manajemen risiko, dan Akuntan terkait tugas dan tanggung jawab Komite Audit.
c.                  melibatkan pihak independen di luar anggota Komite Audit yang diperlukan untuk membantu pelaksanaan tugasnya (jika diperlukan).
d.                  melakukan kewenangan lain yang diberikan oleh Dewan Komisaris.

2.2.4    Komite Audit yang Efektif

Harmawan (2013) mengatakan komite audit yang efektif bekerja sebagai suatu alat untuk meningkatkan efektifitas, tanggungjawab, keterbukaan dan objektifitas dewan komisaris dan memiliki fungsi untuk:
a.                  Memperbaiki mutu laporan keuangan dengan mengawasi laporan keuangan atas nama dewan komisaris.
b.                  Menciptakan iklim disiplin dan kontrol yang akan mengurangi kemungkinan penyelewengan-penyelewengan.
c.                  Memungkinkan anggota non-eksekutif menyumbangkan suatu penilaian independen dan memainkan suatu peranan yang positif.
d.                  Membantu direktur keuangan, dengan memberikan suatu kesempatan di mana pokok-pokok persoalan yang penting yang sulit dilaksanakan dapat dikemukakan.
e.                  Memperkuat posisi auditor eksternal dengan memberikan suatu saluran komunikasi terhadap pokok-pokok persoalan yang memprihatinkan dengan efektif.
f.                    Memperkuat posisi auditor internal dengan memperkuat independensinya dari manajemen.
g.                  Meningkatkan kepercayaan publik terhadap kelayakan dan objektifitas laporan keuangan serta meningkatkan kepercayaan terhadap kontrol internal yang lebih baik.
Dezoort et al. berpendapat bahwa komite audit yang efektif ditentukan dua hal, yaitu sisi input merupakan komposisi kualifikasi, kewenangan dan jumlah sumber daya, serta dari sisi proses yaitu harus memiliki etos kerja yang tinggi (Harmawan : 2013). Dari input dan proses tersebut diharapkan komite audit dapat bekerja efektif sehingga mampu menghasilkan output berupa laporan keuangan, pengendalian internal dan manajemen risiko yang bisa dipercaya.

2.2.5    Ukuran Komite Audit

Ukuran komite audit merupakan banyaknya anggota komite audit dalam suatu perusahaan. Keanggotaan komite audit diatur dalam surat keputusan direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-339/BEJ/07/2001 bagian C yaitu sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang anggota. Hal serupa juga dijelaskan pada peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 55 /POJK.04/2015 yang mengatakan bahwa Komite Audit paling sedikit terdiri dari 3 (tiga) orang anggota yang berasal dari Komisaris Independen dan Pihak dari luar Emiten atau Perusahaan Publik dan Komite Audit diketuai oleh Komisaris Independen. Dalam pedoman pembentukan komite audit yang efektif mengatakan berdasarkan praktek dan pengalaman dalam lingkup internasional, kebanyakan dari komite audit yang efektif terdiri dari 3 sampai 5 anggota.
Komite audit yang memiliki sedikit anggota cenderung dapat bertindak lebih efisien dan efektif, tetapi komite audit dengan anggota terlalu sedikit memiliki kelemahan yaitu minimnya pengalaman anggotanya (Samson : 2017). Jumlah anggota komite audit ini berkaitan erat dengan seberapa banyak sumber daya yang dialokasikan untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi perusahaan. Komite audit haruslah memiliki jumlah yang memadai untuk mengemban tanggung jawab pengendalian dan pengawasan aktivitas manajemen puncak (Harmawan : 2013).

2.2.6    Independensi Komite Audit

Agoes (2012), menjelaskan Independensi adalah: “Independensi artinya tidak mudah dipengaruhi, karena auditor melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum”. Ini berarti seorang auditor haruslah bersikap netral dan tidak mementingkan pihak manapun, independensi penting dimiliki setiap auditor karena akan berpengaruh terhadap kepercayaan orang lain.
Peraturan BEI dan ketentuan pedoman corporate governance dalam pembentukan komite audit yang efektif menyatakan bahwa komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya satu orang komisaris independen dan sekurang-kurangnya dua orang anggota lainnya berasal dari luar perusahaan. Syarat anggota komite audit harus berasal dari pihak ekstern perusahaan yang independen, tidak terlibat dengan tugas sehari-hari dari manajemen yang mengelola perusahaan, serta memiliki pengalaman untuk melaksanakan fungsi pengawasan secara efektif. Dengan adanya komite audit independen bertujuan untuk memelihara integritas serta pandangan yang objektif dalam laporan serta penyusunan rekomendasi yang diajukan oleh komite audit, karena individu yang independen cenderung lebih adil dan tidak memihak serta obyektif dalam menangani suatu permasalahan FCGI (2002). Adanya anggota independen pada komite audit juga dapat menambah kepercayaan investor terhadap penyajian laporan keuangan dan akan mengurangi kemungkinan perusahaan dalam kondisi kesulitan keuangan (Nuresa, Ardina dan Hadiprajitno, Basuki : 2013).
Jika seorang auditor diragukan independensinya maka kredibilitas auditor tersebut juga akan menurun. Jusup (2014) menjelaskan pengertian independensi terdiri dari jenis yaitu:
a.                       Independensi dalam penampilan (Independent In Appearance) merupakan sikap yang menghindari tindakan atau situasi yang dapat menyebabkan pihak ketiga (pihak yang rasional dan memiliki pengetahuan mengenai semua informasi yang relevan, termasuk pencegahan yang diterapkan) meragukan integritas, objektivitas, atau skeptisme professional dari anggota tim assurance, KAP, atau jaringan KAP.
b.                       Independensi dalam pikiran (Independent In Mind) merupakan sikap mental yang memungkinkan pernyataan pemikiran yang tidak dipengaruhi oleh hal-hal yang dapat mengganggu pertimbangan professional, yang memungkinkan seorang individu untuk memiliki integritas dan bertindak secara objektif, serta menerapkan skeptisme professional.

2.2.7    Kompetensi Komite Audit

Kompetensi merupakan kemampuan ataupun keahlian yang harus dimiliki oleh seorang auditor serta pemahaman yang memadai mengenai ruang lingkup pekerjaannya. Menurut Hiro Tugiman (2006) : “Peningkatan kompetensi internal auditor secara signifikan dilakukan melalui program sertifikasi profesi, baik sertifikasi tingkat nasional maupun internasional” (Samson : 2017). Kompetensi auditor penting untuk ditingkatkan untuk menambah kemampuan auditor tersebut dalam menganalisa laporan keuangan perusahaan.
Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota komite audit untuk melaksanakan tugas dengan baik (Anggarini : 2010). Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PER-211/K/JF/2010 tentang standar kompetensi auditor bahwa kompetensi auditor adalah ukuran kemampuan minimal yang harus dimiliki auditor yang mencakup aspek pengetahuan (knowledge), keterampilan/keahlian (skill), dan sikap perilaku (attitude) untuk dapat melakukan tugas-tugas dalam jabatan fungsional auditor dengan hasil baik. Hal ini berarti seorang auditor dapat dikatakan kompeten jika telah memiliki pengetahuan, keahlian serta sikap atau prilaku yang baik agar dapat mengemban setiap tanggung jawab yang telah ditugaskan.

2.2.8    Frekuensi Pertemuan Komite Audit

Pertemuan komite audit sangat penting bagi keberhasilan komite audit dalam menjalankan tugasnya. Dalam setiap audit committee charter yang dimiliki oleh masing-masing anggota, komite audit akan mengadakan pertemuan untuk rapat secara periodik dan dapat mengadakan rapat tambahan atau rapat-rapat khusus bila diperlukan (Anggarini : 2010). Komite audit biasanya perlu untuk mengadakan pertemuan tiga sampai empat kali dalam satu tahun untuk melaksanakan kewajiban dan tanggungjawabnya. 
Berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan  nomor 55 /POJK.04/2015 tentang pembentukan dan pedoman kerja komite audit, komite audit mengadakan rapat secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan, rapat Komite Audit tersebut dapat diselenggarakan apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota dan keputusan rapat komite audit diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Komite audit juga dapat mengadakan pertemuan eksekutif dengan pihak-pihak luar keanggotaan komite audit yang diundang sesuai dengan keperluan atau secara periodik. Pihak-pihak luar tersebut antara lain komisaris, manajemen senior, kepala auditor internal dan kepala auditor eksternal (Harmawan : 2013). Frekuensi dan isi pertemuan tergantung pada tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepada komite audit. Jumlah pertemuan tersebut ditentukan berdasarkan ukuran perusahaan dan besarnya tugas yang diberikan kepada komite audit.

2.3       Financial Distress

Financial distress (kesulitan keuangan) merupakan tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi, perusahaan di kategorikan ke financial distress pada tahun pertama dimana arus kas kurang dari saat ini pada utang jangka panjang yang jatuh tempo (Bramanti dan Negoro : 2017). Selama arus kas melebihi hutang, perusahaan memiliki cukup dana untuk membayar kreditur. Kunci utama yang menjadi faktor dalam mengidentifikasi perusahaan-perusahaan dalam kondisi financial distress adalah ketidakmampuan mereka untuk memenuhi kewajiban utang jangka pendek.
Rendahnya efektivitas yang dimiliki oleh komite audit berdampak pada penurunan kinerja perusahaan. Penurunan kinerja perusahaan dapat membuat kondisi keuangan perusahaan memburuk dan mengakibatkan perusahaan mengalami financial distress (Elyanto dan Syafruddin : 2013). Perusahaan yang mengalami financial distress akan mengalami ketidakmampuan atau kegagalan dalam membayar utang kepada kreditur, hal ini yang kemudian dapat mendorong dilakukannya restrukturisasi hutang dengan kreditur atau institusi keuangan lainnya. Bramanti dan Negoro (2017) menyatakan bahwa kegunaan informasi jika suatu perusahaan mengalami kondisi financial distress adalah:
1.                  Dapat mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah masalah sebelum terjadinya kebangkrutan;
2.                  Pihak manajemen dapat mengambil tindakan merger atau takeover agar perusahaan lebih mampu untuk membayar hutang dan mengelola perusahaan dengan lebih baik;
3.                   Memberikan tanda peringatan dini adanya kebangkrutan pada masa yang akan datang.

2.4       Penelitian Terdahulu

Dari beberapa hasil penelitian terdahulu mengenai pengaruh karakteristik komite audit terhadap financial distress, dapat dilihat ringkasannya dalam tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1
Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu
NO
PENELITI
JUDUL PENELITIAN
HASIL PENELITIAN
PERBEDAAN PENELITIAN
1.
Martina Eny Kristanti jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang (2012)






Pengaruh Karakteristik Komite Audit
Pada Kondisi Financial Distress
Perusahaan
(Studi Pada Perusahaan Manufaktur
Yang Terdaftar Di BursaEfek Indonesia Tahun 2008-2010)








Hasil penelitian ini menunjukkan : 1) ukuran komite audit tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap probabilitas perusahaan
mengalami financial distress, 2) independensi komite audit tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap probabilitas perusahaan mengalami financial
distress, 3) frekuensi rapat komite audit memberikan pengaruh negatif yang
signifikan terhadap probabilitas perusahaan mengalami financial distress,
perusahaan yang memiliki frekuensi rapat lebih sering, memiliki probabilitas yang
lebih sedikit untuk mengalami financial distress, dan 4) keahlian keuangan
anggota komite audit tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
probabilitas perusahaan mengalami financial distress.
Variabel penelitian: penelitian ini menambah pengetahuan jumlah komisaris independen komite
audit, frekuensi rapat komite audit, dan keahlian keuangan anggota komite audit Subjek penelitian: penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia di Indonesia
2008-2011
. Alat analisis financial distress:
penelitian ini menggunakan analisis z-score







2
Agatha Galuh Pembayun, Indira Januarti Jurnal Akuntansi Diponogoro (2012)
Pengaruh Karakteristik Komite Audit Terhadap Financial Distress ( Studi Perusahaan Publik Di Bursa Efek Indonesia Pada Priode 2007- 2010)
Hasil penelitian ini menunjukkan : 1). Hasil pengujian regresi logistik menunjukkan bahwa variabel ukuran Komite Audit (ACSIZE) berpengaruh negatif terhadap financial distress.
2). Hasil pengujian regresi logistik menunjukkan bahwa variabel Komite Audit independen (ACIND) tidak berpengaruh negatif terhadap financial distress.
3). Hasil pengujian regresi logistik menunjukkan bahwa variabel Pertemuan Komite Audit (ACMEET) tidak berpengaruh negatif terhadap financial distress.
4). Hasil pengujian regresi logistik menunjukkan bahwa variabel kompetensi komite audit (ACCOMP) berpengaruh negatif terhadap financial distress.
Subjek penelitian: penelitian ini dilakukan pada perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia di Indonesia
2007-2010
Alat analisis financial distress:
penelitian ini menggunakan analisis z-score.

Text Box: 31111111
11
Ardina Nuresa, Basuki Hadiprajio
Jurnal Akuntansi semarang (2013)
Pengaruh Karakteristik Komite Audit Terhadap
Financial Distress (Studi Empiris Pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2011)
Hasilnya menunjukkan bahwa frekuensi komite audit dan pengetahuan keuangan audit
komite berpengaruh negatif signifikan dengan financial distress.
Variabel penelitian: penelitian ini menambah pengetahuan keuangan audit sebagai variabel independen. Subjek penelitian: penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia di Indonesia
2008-2011
. Alat analisis financial distress:
penelitian ini menggunakan analisis z-score
Text Box: 4
Ni Wayan Krisnayanti Arwinda Putri1 &
Ni Kt. Lely A. Merkusiwati
Jurnal Akuntansi Universitas Udayana (2014)
Pengaruh Karakteristik Komite Audit Terhadap Financial Distress
(Studi Empiris Pada perusahaan
manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2012)
Ukuran Perusahaan Memiliki Pengaruh
Negatif Dan Signifikan Pada Financial Distress. Sedangkan Mekanisme Corporate Governance,
Likuiditas Dan Leverage Tidak Memiliki Pengaruh Signifikan Pada financial distress.
Variabel penelitian: penelitian ini menambah corporate governance, likuiditas, leverage, variabel independen. Subjek penelitian: penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur tahun 2009-2012. Alat analisis financial distress: terdahulu
menggunakan metode Metode purposive sampling
digunakan sebagai metode penentuan sampel.
Text Box: 5



I Gusti Agung Ayu Pritha Cinantya &
Ni Ketut Lely Aryani Merkusiwati Jurnal Akuntansi Universitas Udayana (2015)



Pengaruh Corporate Governance, Financial Indicators, Dan Ukuran Perusahaan Pada Financial Distress
(Studi Kasus
Pada Perusahaan Property & Real Estate Terbesar Di Indonesia Yaitu PT Bakrieland Development, Tbk)

Hasil analisis ditemukan bahwa kepemilikan institusional dan likuiditas berpengaruh pada financial distress. Sedangkan kepemilikan manajerial, proporsi komisaris independen, jumlah dewan direksi, leverage dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh pada kesulitan keuangan.


Variabel penelitian: penelitian ini menambah Pengaruh Corporate Governance, Financial Indicators variabel independen. Subjek penelitian: penelitian ini dilakukan pada perusahaan Property & Real Estate Terbesar Di Indonesia Yaitu PT Bakrieland Development, Tbk yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia di Indonesia
. Alat analisis financial distress:
penelitian ini menggunakan analisis z-score
6

Febri Masak & Suzy Noviyanti Jurnal Akuntansi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga (2019)
Pengaruh Karateristik Komite Audit Terhadap Funancial Distress (Studi Kasus Perusahaan Property Dan Real Estate Tahun 2017)
Hasil penelitian ini menunjukkan : 1) ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap
financial distress,
2) independensi komite audit tidak berpengaruh terhadap
financial
distress,
3) frekuensi rapat komite audit tidak berpengaruh negatif yang
terhadap financial distress,
4) jumlah keahlian keuangan tidak berpengaruh terhadap kondisi
financial distress.
Variabel penelitian: penelitian ini menambah jumlah keahlian keuangan, tahun penelitian di jurnal ini 2017. Alat analisis financial distress:
penelitian ini menggunakan analisis z-score.

2.5       Hubungan Antar Variabel

Financial distress dipengaruhi oleh beberapa variabel. Dalam penelitian ini variabel independen yang digunakan adalah karakteristik komite audit yang terdiri dari ukuran komite audit, independensi komite audit, frekuensi komite audit dan kompetensi komite audit yang mempengaruhi financial distress yang merupakan variabel dependennya.

2.5.1    Hubungan Ukuran Komite Audit terhadap Financial Distress

Komite audit yang efektif sangat dibutuhkan dalam pengendalian dan pemantauan atas kegiatan pengelolaan perusahaan, maka dari itu komite audit harus memiliki anggota yang cukup untuk melaksanakan tanggung jawab. Dalam pedoman pembentukan komite audit yang efektif merekomendasikan agar anggota komite audit terdiri dari dari paling sedikit tiga orang anggota dan diketuai oleh komisaris independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen terhadap perusahaan serta menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan. Jumlah anggota komite audit yang harus lebih dari satu orang ini dimaksudkan agar komite audit dapat mengadakan pertemuan dan bertukar pendapat satu sama lain. Hal ini dikarenakan  masing-masing anggota komite audit memiliki pengalaman tata kelola perusahaan dan pengetahuan keuangan yang berbeda-beda (Harmawan : 2013).
Komite audit harus mampu  menganalisa laporan keuangan perusahaan  dan  memahami permasalahan yang dihdapi  perusahaan  sehingga bisa memberikan  masukan  kepada dewan  mengenai  masalah  tersebut. Oleh  karna  itu  banyaknya  jumlah  anggota  komite  audit yang ada akan mempermudah anggota komite audit saling bertukar pikiran mengenai permasalahan yang dihadapi sehingga hal-hal buruk yang akan atau yang sedang terjadi dapat dipecahkan. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Pembayun (2012) berhasil membuktikan bahwa ukuran komite audit berpengaruh terhadap financial distress, sedangkan penelitian yang dilakukan Alimuddin (2012) menyatakan bahwa ukuran komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress.

2.5.2    Hubungan Independensi Komite Audit terhadap Financial Distress

Pedoman pembentukan komite audit yang efektif menjelaskan anggota komite audit harus diangkat dari anggota dewan komisaris yang tidak melaksanakan tugas-tugas eksekutif dan mayoritas harus independen. Anggota komite audit dipersyaratkan berasal dari pihak ekstern perusahaan yang independen, harus terdiri dari individu-individu yang independen dan tidak terlibat dengan tugas sehari-hari dari manajemen yang mengelola perusahaan, serta memiliki pengalaman untuk melaksanakan fungsi pengawasan secara efektif. Kehadiran komite audit yang independen akan meningkatkan reputasi komite audit yang independen, objektif dan mampu memberikan kritik maupun saran yang membangun.
Anggota komite audit independen dapat dikatakan sebagai pengawas yang baik karena dianggap lebih objektif dan kritis dalam hubungannya dengan kebijakan yang dibuat oleh manajemen. Di samping itu, anggota independen memiliki kepentingan untuk meningkatkan reputasi sebagai pengawas yang baik. Oleh karena itu, anggota independen akan mengurangi terjadinya financial distress. Hal ini didukung oleh penelitian Alimuddin (2012) yang mengatakan bahwa independensi komite audit perpengaruh terhadap financial distress, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Pembayun (2012) yang mengatakan bahwa independensi komite audit tidak berpengaruh terhadap financial distress.

2.5.3    Hubungan Kompetensi Komite Audit terhadap Financial Distress

Keahlian keuangan merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh Komite Audit yang disyaratkan oleh BAPEPAM. Pengetahuan dalam akuntansi dan keuangan juga memberikan dasar yang baik bagi anggota komite audit untuk memeriksa dan menganalisis informasi keuangan. Latar pendidikan komite audit mengindikasikan seorang komite audit akan melaksanakan perannya dengan baik. Oleh karena itu, kompetensi menjadi syarat utama bagi komite audit.
Pedoman corporate governance menyatakan bahwa anggota komite audit harus memiliki suatu keseimbangan keterampilan dan pengalaman dengan latar belakang usaha yang luas. Setidaknya satu komite audit harus pula mempunyai pengertian yang baik tentang pelaporan keuangan. Keberadaan personal yang memenuhi syarat sebagai anggota komite audit diharapkan dapat mengadopsi standar akuntabilitas dan tingkat prestasi yang tinggi, dapat menyediakan bantuan dalam peran mengontrol dan pengawasan, dan berusaha keras untuk citra dan kinerja perusahaan yang lebih baik sehingga komite audit dengan kompetensi yang baik dapat mengurangi jumlah perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan Anggarini (2010). Hal serupa juga dibuktikan dengan penelitian Pembayun (2012) yang mengatakan bahwa kompetensi komite audit berpengaruh terhadap financial distress, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Samson (2017) yang mengatakan bahwa kompetensi komite audit tidak berpengaruh terhadap financial distress.

2.5.4    Hubungan Frekuensi Pertemuan Komite Audit terhadap Financial Distress

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mewajibkan
komite audit untuk melakukan pertemuan tiga sampai empat kali dalam setahun. Pertemuan tersebut haruslah terstruktur, jelas dan terkendali oleh ketua komite audit. Pertemuan komite audit diperlukan agar semakin baiknya fungsi pengawasan yang dijalankan. Pertemuan yang rutin tersebut akan membantu komite audit dalam memeriksa bagian akuntansi perusahaan maupun sistem pengendalian internalnya. Pembayun (2012), mengungkapkan bahwa komite audit yang menyelenggarakan frekuensi pertemuan yang lebih sering memberikan mekanisme pengawasan dan pemantauan kegiatan keuangan yang lebih efektif, meliputi persiapan dan pelaporan informasi keuangan perusahaan.
 Pertemuan komite audit yang dilakukan secara periodik dapat mencegah dan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pembuatan keputusan oleh manajemen karena aktivitas pengendalian internal perusahaan dilakukan secara terus menerus dan terstruktur sehingga setiap permasalahan dapat cepat terdeteksi dan diselesaikan dengan baik oleh manajemen. Hal ini sesuai dengan penelitian Alimuddin (2012) mengatakan bahwa frekuensi pertemuan audit berpengaruh terhadap financial distress, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Samson (2017) mengatakan frekuensi pertemuan audit tidak berpengaruh terhadap financial distress.
Dari hubungan antar variabel yang telah dikemukakan diatas maka dapat dibuat hubungan untuk menjelaskan pengaruh karakteristik komite audit terhadap financial distress pada perusahaan sektor property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2018, sebagaimana gambar 2.1 berikut ini:




Gambar 2.1
Kerangka Penelitian

Financial Distress merupakan kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis. Wulandari (2011)
 
 



 

Ukuran komite audit merupakan jumlah atau banyaknya anggota komite audit yang terdapat dalam suatu perusahaan. Bramanti dan Negoro (2017)
 

Independensi komite audit mengacu pada rasio komite audit yang independen dan non-independen. Bramanti dan Negoro, 2017)
 

Kompetensi merupakan profesional yang mempunyai latar belakang
Pendidikan dan berpengalaman dalam bidang akuntansi dan auditing. Samson (2017)

 

Pertemuan komite audit adalah frekuensi pertemuan komite audit (Harmawan, 2013).
 
 

















2.6       Model Penelitian

Berdasarkan hubungan antar variabel di atas, maka model penelitian disajikan dalam bagan berikut ini:
Gambar 2.2

Ukuran Komite Audit (X1)
 

Independensi Komite Audit (X2)
 

Kompetensi Komite Audit (X3)
 

Frekuensi Pertemuan Komite Audit (X4)
 
     Model Penelitian

Financial Distress
(Y)
 



Keterangan :
Pengaruh secara parsial
Pengaruh secara simultan






Kesimpulan dan Saran
 
 2.7      Hipotesis

 Hipotesis merupakan jawaban sementara rumusan penelitian. Dikarenakan jawaban sementara karena  jawaban yang diberikan baru didasari oleh teori yang relevan, belum didasarkan pada faktor-faktor empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiono : 2010).
Bukti empiris financial distress dipengaruhi oleh ukuran komite audit, independensi komite audit, Efektifitas komite audit dan kompetensi komite audit pada  Perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018 untuk mendapatkannya, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1         Ukuran Komite Audit, Independensi Komite Audit, Kompetensi Komite Audit, dan Frekuensi Pertemuan Komite Audit secara simultan berpengaruh terhadap Financial Distress pada Perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018
H2        Ukuran Komite Audit berpengaruh terhadap Financial Distress pada Perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018
H3        Independensi Komite Audit berpengaruh terhadap Financial Distress pada Perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018
H4        Kompetensi Komite Audit berpengaruh terhadap Financial Distress pada Perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018
H5        Frekuensi Pertemuan Komite Audit berpengaruh terhadap Financial Distress pada Perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018




BAB III

METODE PENELITIAN

3.1       Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah jenis kuantitatif yang menghasilkan penemuan-penemuan yang dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran) (Sujarweni : 2015). Bertujuan untuk melihat sejauh mana hubungan antar suatu variabel dengan variabel lainnya. Didalam penelitian ini peneliti mencari pengaruh karakteristik komite audit yang terdiri dari ukuran komite audit, independensi komite audit, kompetensi komite audit dan Frekuensi Pertemuan komite audit terhadap financial distress pada perusahaan industri Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018.

3.2       Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu jenis data penelitian yang diperoleh dari sumber yang sudah ada dan tidak perlu dikumpulkan sendiri oleh peneliti (Sujarweni : 2015). Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang terdiri dari:
1.                  Data keuangan untuk menghitung z-score diambil dari laporan keuangan auditan perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018.
2.                  Data untuk melihat karakteristik komite audit diperoleh dari laporan tahunan perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018.

3.3       Objek Penelitian

Objek penelitian menjadi sangat penting dalam sebuah penelitian, hal ini berhubungan dengan judul penelitian dan data yang diperlukan, jika penentuan objek penelitian ternyata tidak mendukung judul dan data penelitian, tentu saja mempengaruhi hasil penelitian tersebut (Sunyoto : 2016). Objek penelitian ini adalah variabel-variabel yang akan diuji yaitu variabel independen atau bebas dan variabel dependen atau terikat. Subjek dalam penelitian ini perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015 Sampai dengan rahun 2018.

3.4       Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitan ini adalah perusahaan Sektor Property dan Real Estate terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2015 sampai dengan 2018. Data tersebut digunakan sebagai pedoman penentuan apakah perusahaan mengalami financial distress ataukah tidak. Periode penelitian ini dilakukan sampai dengan periode tahun 2018 disebabkan data ini merupakan data terbaru yang tersedia selama penelitian dilakukan.
Penentuan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada metode purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan dan kriteria tertentu yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Adapun kriteria pemilihan sampel yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
1.                  Perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2018.
2.                  Perusahaan mempublikasikan laporan tahunan lengkap selama periode 2015 – 2018.
3.                  Perusahaan menyajikan data secara lengkap selama periode penelitian tahun 2015 - 2018 berkaitan dengan variabel yang diteliti, yaitu data komite audit dan financial distress yang diukur dengan menggunakan altman z-score.
Proses purposive sampling dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini :
Tabel 3.1
NO
Proses Purposive Sampling Penelitian Purposive Sampling
Jumlah
1.



2.



3.


Perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak tahun 2015- 2018.

Dikurangi perusahaan yang tidak mempublikasikan laporan tahunan berturut-turut 2015 – 2018.

Dikurangi perusahaan yang tidak menyajikan data secara lengkap selama periode penelitian tahun 2015-2018

59



(14)



(10)
Jumlah
35
Pengamatan data selama 4 tahun (2015 - 2018)

            140

Berdasarkan kriteria yang ditetapkan diperoleh sampel sebanyak 35 perusahaan. perusahaan yang dapat dijadikan sampel dalam penelitian ini seperti yang ditampilkan pada tabel 3.2 berikut ini:


Tabel 3.2
Sampel Penelitian
No
Kode
Nama Perusahaan
1.
APLN
Agung Podomoro Land Tbk
2.
BAPA
Bekasi Asri Pemula Tbk
3.
BEST
Bekasi Fajar Industrial Estte Tbk
4.
BIKA
Binakarya Jaya Abadi Tbk
5.
BKSL
Sentul City Tbk
6.
BSDE
Bumi Serpong Damai Tbk
7.
COWL
Cowell Development Tbk
8.
CTRA
Ciputra Development Tbk
9.
DART
Duta Anggada Reality Tbk
10.
DILD
Intiland Development Tbk
11.
DMAS
Puradelta Lestari Tbk
12.
DUTI
Duta Pertiwi Tbk
13.
FMII
Fortune Mate Indonesia Tbk
14.
GAMA
Gading Development Tbk
15.
GMTD
Goa Makasar Tourism Development Tbk
16.
GWSA
Greenwood Sejahtera Tbk
17.
JRPT
Jaya Real Property Tbk
18.
KIJA
Kawasan Industri Jababeka Tbk
19.
LCGP
Eureka Prima Jakarta Tbk
20.
LPKR
Loppo Karawaci Tbk
21.
MDLN
Modernland Reality Tbk
22.
MMLP
Mega Manunggal Property Tbk
23.
MTLA
Metropolitan Land Tbk
24.
MTSM
Metro Reality Tbk
25.
GPRA
Perdana Gapura Prima Tbk
26.
OMRE
Indonesia Prima Property Tbk
27.
PPRO
Pp Properti Tbk
28.
PLIN
Plaza Indonesia Reality Tbk
29.
PWON
Pakuwon Jati Tbk
30.
RDTX
Roda Vivatex Tbk
31.
RODA
Pikko Land Development Tbk
32.
SCBD
Dadanayasa Arthatama Tbk
33.
SMDM
Suryamas Dutamakmur Tbk
34.
SMRA
Summarecon Agung Tbk
35.
TARA
Sitara Propertindo Tbk

3.5       Operasionalisasi Variabel

            Variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen).

3.5.1    Variabel Independen

Variabel ini, sering disebut variabel stimulus, prediktor, antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut variabel bebas. Variabel independen bebas adalah variabel yang nilainya tidak tergantung oleh variabel lain (Sunyoto : 2016). Variabel independen dalam penelitian ini adalah ukuran komite audit, independensi komite audit, frekuensi pertemuan komite audit, kompetensi komite audit dan masa jabatan komite audit.
a.          Ukuran Komite Audit (X1)
Komite audit pada perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia paling sedikit terdiri dari 3 (tiga) orang anggota yang berasal dari Komisaris Independen dan Pihak dari luar Emiten atau Perusahaan Publik, hal itu berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55 /POJK.04/2015. Variabel ukuran komite audit dalam penelitian ini diukur dengan jumlah anggota di dalam komite audit.
Selanjutnya dalam penelitian ini variabel ukuran komite audit akan dinamakan ACSIZE.


b.         Independensi Komite Audit (X2)
Komite audit independen adalah jumlah komite audit yang berasal dari luar perusahaan. Komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya satu orang komisaris independen dan sekurang-kurangnya dua orang anggota lainnya berasal dari luar perusahaan. Anggota komite audit dipersyaratkan berasal dari pihak yang tidak terlibat dengan tugas sehari-hari dari manajemen yang mengelola perusahaan dan memiliki pengalaman.
Selanjutnya dalam penelitian ini, variabel Independensi Komite Audit dinamakan ACINDP
c.         Kompetensi Komite Audit (X3)
Anggota komite audit disyaratkan memiliki kemampuan dan pengetahuan dibidang akuntansi dan keuangan. Kompetensi anggota komite audit penelitian ini menggunakan variabel dummy. Pemberian kode pada variabel ini adalah 1 (satu) jika minimal salah satu anggota komite audit adalah seseorang yang memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman di bidang keuangan, dan 0 (nol) jika tidak terdapat satu pun anggota komite audit yang memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman di bidang keuangan.
Selanjutnya dalam penelitian ini, variabel Efektifitas komite audit akan dinamakan ACKNOW.

d.        Frekuensi Pertemuan KomiteAudit (X4)
Komite Audit mengadakan rapat secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan, hal ini berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55 /POJK.04/2015. Frekuensi pertemuan         komite audit diperoleh dari jumlah pertemuan komite audit dalam satu tahun.
Selanjutnya dalam penelitian ini variabel frekuensi pertemuan komite audit akan dinamakan ACMEET.

3.5.2    Variabel Dependen

Variabel ini sering disebut variabel output, kriteria, konsekuen, dan dalam bahasa Indonesia sering disebut variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang besar kecilnya tergantung pada nilai variabel bebas (Sujarweni : 2015). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Financial Distress.
a.                  Financial Distress (Y)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah financial distress. Penelitian ini mendefinisikan perusahaan yang mengalami financial distress dengan mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh (Pudjiono (2009) yaitu menggunakan analisis diskriminan model Altman (z-score).
                                                             Tabel 3.3
`                                   Operasional Variabel


No

Variabel Penelitian

Definisi


Indikator Pengukuran

Skala Pengukuran
1.

Ukuran Komite Audit (X1)

Ukuran komite audit merupakan jumlah atau banyaknya anggota komite audit yang terdapat dalam suatu perusahaan. Bramanti dan Negoro, (2017)

Σ Anggota Komite Audit

Rasio

2.
Independensi Komite Audit (X2)

Independeni komite audit mengacu pada rasio komite audit yang independen dan non-independe. Bramanti dan Negoro (2017)











Rasio

3.













Kompetensi Komite Audit (X3)

Kompetensi merupakan profesional yang mempunyai latar belakang
Pendidikan dan berpengalaman dalam bidang akuntansi dan auditing. Samson, (2017)





1 jika perusahaan memiliki anggota komite audit kompeten dan 0 jika tidak ada






Nominal

4.












Frekuensi pertemuan komite audit (X4)

Pertemuan komite audit adalah frekuensi pertemuan komite audit Harmawan (2013)



∑ Pertemuan anggota komite audit







Rasio

6.
Financial Distress (Y)

Financial Distress merupakan kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis. Wulandari (2011)





1 jika perusahaan mengalami financial distress dan 0 jika perusahaan tidak mengalami financial distress






Nominal


3.6       Teknik Analisis Data

3.6.1    Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden terkumpul.

3.6.2    Statistik Deskriptif

Kuantitatif menggunakan statistik. Dalam penelitian ini jenis statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif dan statistik induktif (uji hipotesis).  Menurut Sugiyono (2010) statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Statistik deskriptif dapat digunakan bila peneliti hanya ingin mendeskripsikan data sampel. Termasuk dalam statistik deskriptif antara lain adalah penyajian data melalui tabel, grafik, diagram lingkaran, pictogram, perhitungan modus, median, mean (pengukuran tendensi sentral), perhitungan desil, persentil, perhitungan penyebaran data melalui perhitungan rata-rata dan standar deviasi, perhitungan persentase.

3.6.3    Analisis Regresi Logistik

Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah mean, standar deviasi, maksimum, dan minimum. Mean digunakan untuk mengetahui rata-rata data yang bersangkutan. Standar deviasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar data yang bersangkutan bervariasi dari rata-rata. Maksimum digunakan untuk mengetahui jumlah terbesar data yang bersangkutan. Minimum digunakan untuk mengetahui jumlah terkecil data yang bersangkutan.
Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan analisis regresi logistik karena variabel dependen diukur dengan menggunakan variabel dummy, sehingga peneliti memilih menggunakan alat uji tersebut untuk mengetahui pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen. Regresi logistik adalah regresi yang digunakan untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel dependen dapat diprediksi dengan variabel independen. Pada teknik analisis regresi logistik tidak memerlukan lagi uji normalitas dan uji asumsi klasik pada variabel bebasnya Ghozali (2016).

3.6.3.1 Menilai Kelayakan Model Regresi

A.       Menilai Model Fit (Overall Model Fit Test)
Uji ini digunakan untuk menilai model yang telah dihipotesiskan telah fit atau tidak dengan data. Pengujian dilakukan pada model sebelum dimasukkan variabel independen (Block 0) dan model setelah dimasukkan variabel independen (Block 1). Hipotesis untuk menilai model fit adalah:
H0 : Model yang dihipotesiskan fit dengan data
HA : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data
Model yang baik adalah model yang fit dengan data, sehingga H0 harus diterima. Statistik yang digunakan berdasarkan Likelihood. Likelihood L dari model adalah probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan menggambarkan data input. Untuk menguji hipotesis nol dan alternatif, L ditransformasikan menjadi -2 LogL.
Setelah pengujian pada Block 0 dan Block 1, kelayakan model regresi juga dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Model ini untuk menguji hipotesis nol bahwa data empiris sesuai dengan model
(tidak ada perbedaaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Adapun hasilnya Ghozali (2011)
I.                   Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s goodness of Fit Test sama dengan atau kurang dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak. Hal ini berarti ada perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga Goodness fit model tidak baik karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya.
II.                   Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih besar dari 0,05, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan bahwa model dapat diterima karena sesuai dengan data observasinya

3.6.3.2 Persamaan Regresi Logistik

Model regresi logistik yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:
= β0 + β1 ACSIZEi + β2% ACINDPi + β3 ACEFECTIVEi + β4ACKNOWi+ β5% ACTENUREi + εi
Keterangan
β0
Konstanta
ACSIZE
Audit committee size atau jumlah seluruh anggota komite.
ACINDP
Independence of audit committee atau proporsi anggota yang independen di dalam komite audit terhadap jumlah seluruh anggota komite audit.
ACEFFECTIVE
Effective of audit committee atau efektifitas anggota komite audit
ACKNOW
Financial Knowledge of audit committee atau pengetahuan keuangan yang dimiliki oleh anggota komite audit. Nilai 1 (satu) jika terdapat minimal satu anggota komite audit yang memiliki kemampuan dan pengalaman di bidang akuntansi dan keuangan, dan 0 (nol) untuk lainnya.
ACTENURE
Audit Committee Tenure atau masa jabatan komite audit yang
menjabat selama dua periode terhadap jumlah komite audit.
Ei
Disturbance error.

3.6.1    Pengujian Hipotesis

3.6.4.1 Uji Omnibus (Uji Simultan)

Uji ini digunakan untuk menilai model yang telah dihipotesiskan telah fit atau tidak dengan data. Uji ini juga dapat menjawab rumusan masalah nomor 1 dimana variabel independen dihipotesiskan berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen. Hipotesis untuk menilai model fit adalah:
H0 : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data
H1 : Model yang dihipotesiskan fit dengan data
Dari hipotesis ini, agar model fit dengan data maka H0 harus diterima. Statistik yang digunakan berdasarkan Likelihood. Likelihood L dari model adalah probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan menggambarkan data input. Untuk menguji hipotesis nol dan alternatif, L ditransformasikan menjadi -2 LogL. Output SPSS memberikan dua nilai -2 LogL yaitu satu untuk model yang hanya
memasukkan konstanta saja dan satu model dengan konstanta serta tambahan bebas. Adanya pengurangan nilai antara -2LogL awal dengan nilai -2LogL pada langkah berikutnya menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali, 2016). Log Likelihood pada regresi logistik mirip dengan pengertian “Sum of Square Error” pada model regresi, sehingga penurunan model Log Likelihood menunjukkan model regresi yang semakin baik. Kriteri pengujian sebagai berikut:
1.                  Chi Square hitung >Chi Square tabel atau sig. < 0,05 (α = 5%), maka H1 diterima.
2.                  Chi Square hitung <Chi Square tabel atau sig. > 0,05 (α = 5%), maka H0 diterima.

3.6.4.2 Uji Wald (Uji Parsial)

Uji ini juga dapat menjawab rumusan masalah nomor 2 - 6 dimana variabel independen dihipotesiskan berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen. Hipotesis yang dirumuskan adalah:
H0 : Variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
Ha : Variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.
Kriteri pengujian sebagai berikut:
1.                   Wald hitung > Chi Square tabel atau sig. < 0,05 (α = 5%), maka H1 diterima.
2.                   Wald hitung < Chi Square tabel atau sig. > 0,05 (α = 5%), maka H0 diterima.

3.6.4.3 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) merupakan pengujian untuk mengukur seberapa jauh kemampuan variabel independen dalam menerangkan variabel dependen Ghozali (2016). Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1. Bila nilai R2 kecil berarti kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas. Sedangkan jika R2 mendekati 1 berarti variabel independen dapat memberikan hampir semua informasi yang diperlukan untuk memprediksi variabel dependen. Pada regresi logistik terdapat nilai Cox & Snell R Square dan Nagelkerke R Square. Nilai-nilai tersebut disebut juga dengan Pseudo R-Square atau jika pada regresi linear (OLS) lebih dikenal dengan istilah R-Square. Nilai Cox & Snell R Square merupakan ukuran yang mencoba meniru ukuran R2 pada multiple regression yang didasarkan pada teknik estimasi likelihood dengan nilai maksimum kurang dari 1 (satu) sehingga sulit diinterpretasikan. Nagelkerke R Square merupakan modifikasi dari koefisien Cox & Snell R Square untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0 (nol) sampai 1 (satu). Ghozali (2016).
Kriteria penafsiran koefisien korelasi sebagai berikut:
Tabel 3.4
Kriteria Penafsiran Indeks Korelasi
No.

Indeks

Korelasi Keeratan

1.
0,00-0,20

Sangat lemah

2.
0,21-0,40

Lemah

3.
0,41-0,70
Kuat

4.
0,71-0.90
Sangat kuat

5.
0,91-0,99
Sangat kuat sekali
6.
1
Sempurna


                                                            Sumber : Ghozali (2016)







DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno. 2012. Auditing Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan Oleh Akuntan    Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Alimuddin, Rieka Sartika HS. 2012. Pengaruh Karakteristik Komite Audit Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2007-2011. Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin. Makassar.
Anggraini, Tivani Vota. 2010. Pengaruh Karateristik Komite Audit Terhadap Financial Distress Padaperusahaan Property Dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia 2007-2011. Jurnal Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Hasanuddin. Makasar.
Ardina, Basuki. 2013. Pengaruh Efektivitas Komite Audit Terhadap Financial Distress. Jurnal Volume 2, Nomor 2, Halaman 1-10. Semarang.
Arwinda Putri, Ni Wayan Krisnayanti & A. Merkusiwati,  Ni Kt. Lely. 2014. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance, Likuiditas,  Leverage,  Dan Ukuran Perusahaan Pada Financial Distress.Jurnal Akuntansi Universitas Udayana.
Bramanti, Haziro, A.L, dan Negoro. N.P. 2017. Pengaruh Karateristik Komite Audit Terhadap Financial Distress Perbankan Indonesia. Jurnal sains dan seni volume 6 nomor 1. Institut teknologi sepuluh november . surabaya.
Dwiyanti, Ririn. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang.
Elyanto, Alvin Agus., dan Syafruddin Muchamad. 2013. Analisis Pengaruh Karakteristik Komite Audit terhadap Financial Distress. Jurnal Akuntansi Volume 2 Nomor 2. Universitas Diponegoro. Semarang.
FCGI. (2002). Tata Kelola Perusahaan (CG); The Essence Of Good Corporate Governance; Konsep Dan Implementasi Perusahaan Publik Dan Korporasi Indonesia. Yayasan Pendidikan Pasar Modal Industri & Sinergy Communication. Jakarta.
Ghozali, Imam.2016. Aplikasi Analisis Multivartate Dengan Program IBMSPSS 23. Semarang Badan Universitas Diponogoro.
Harmawan, Dhika. 2013. Pengaruh Karakteristik Komite Audit, Ukuran Dewan, dan Struktur Kepemilikan Terhadap Financial Distress. Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Hery. 2017. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta : Pt. Grasindo.
Hidayat,  Muhammad  Arif, Dan Wahyu Meiranto. 2017. Prediksi Financial Distress Perbankan Indonesia. Jurnal Akuntansi Volume 3 Nomor 3. Universitas Diponogoro. Semarang.
I Gusti, Ni Ketut. 2015.Pengaruh Corporate Governance, Financial Indicators, Dan Ukuran Perusahaan Pada Financial Distress. Jurnal Akuntansi Universitas Udayana.
Jusup, AL Haryono. 2014. Auditing (Pengauditan Berbasis ISA). Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu YKPN.
Kristanti, Martina Eny. 2012. Pengaruh Karakteristik Komite Audit Pada Kondisi Financial Distress Perusahaan. Jurnal Akuntansi Diponegoro Semarang.
Masak, Febri, dan Suzy Noviyanti. 2019. Pengaruh Karateristik Komite Audit Terhadap Financial Distress. Jurnal Akuntansi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Mulyadi. 2013. Auditing . Jakarta: Salemba Empat.
Nailufar, Fanny,  Sufitrayati., dan Badaruddin 2018. Pengaruh Laba dan Arus Kas Terhadap Kondisi Financial Distress Pada Perusahaan Non Bank Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Penelitian Ekonomi Akuntansi (Jensi), Vol. 2, No. 2. Banda Aceh
Pembayun, Agatha Galuh, Dan Indira Januarti. 2012. Pengaruh Karateristik Komite Audit Dan Perusahaan Terhadap Kecurangan Pelaporan Keuangan. Jurnal Akuntansi Dan Auditing Volume 1 No 1. Universitas Diponegoro. Semarang.
Prasetyo, Andrian Budi, 2014  Pengaruh Karateristik Komite Audit Dan Perusahaan Terhadap Kecurangan Pelaporan Keuangan. Jurnal Akuntansi Dan Auding Volume 11 Nomor 1 . Universitas Diponegoro.
Pudjiono, A. (2009). Prediksi Corporate Financial Distress Yang Terjadi Pada Perusahaan Go Public Di Indonesia Dengan Menggunakan Analisis Diskriminan Model Altman (Z-Score). Skripsi Universitas Airlangga. Surabaya.
Rahmawati, Melisa., dan Marsono. 2014. Analisis Pengaruh Karakteristik Komite Audit terhadap Financial Distress. Jurnal Akuntansi Volume 3 Nomor 3 Universitas Diponegoro. Semarang.
Revitasari, Febrianti Tri., Nurdin., dan Azib. 2017. Pengaruh Karakteristik Komite Audit terhadap Financial Distress. Jurnal Manajemen Volume 3 Nomor 1. Universitas Islam Bandung.
Samson, Muhammad  Zuhdi. 2017. Pengaruh Karateristik Komite Audit Terhadap Kondisi Finansial Distress. Jurnal Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri Surakarta. Surakarta.
Sugiono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Sujarweni, V Wiratna. 2015. Metodologi Penelitian Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta: Pustakabarupress.
Sunyoto, Danang, 2016. Metodologi Penelitian Akuntansi. Bandung : Aditama
Tugiman, Hiro. 2014. Pandangan Baru Internal Auditing. Kansius: Yogyakarta.
Vota Anggarini, Tifani. 2010. Pengaruh Karakteristik Komite Audit Terhadap Financial Distress. Jurnal Akuntansi Universtas Diponegoro Semarang.







https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929