loading...

WANITA KARIR

December 29, 2016 Add Comment
Pada era globalisasi ini, wanita yang bekerja untuk membiayai kehidupannya sendiri sudah menjadi hal yang biasa. Dengan adanya emansipasi wanita, maka sudah tidak heran jika banyak wanita yang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Wanita tidak lagi dianggap sebagai manusia yang lemah dan hanya dapat menggantungkan dirinya pada kaum lelaki. Tidak seperti wanita pada era terdahulu, wanita hanya dapat bersembunyi di belakang punggung lelaki. Mereka tidak bisa berdiri untuk dirinya sendiri. Wanita pada era terdahulu hanya diperbolehkan untuk mengurus rumah tangganya. Namun, pada era modern ini wanita dituntut untuk menjadi pribadi yang independen.
Walaupun itu telah menjadi hal yang lumrah untuk wanita di era modern ini untuk menitih karirnya, tetapi mereka harus bisa menyeimbangkan keharmonisan antara karir dan urusan keluarganya. Selama ini banyak dijumpai wanita karir yang tidak dapat menyeimbangkan antara karir dan keluarga. Banyaknya wanita yang berprofesi sebagai wanita karir mempunyai dampak baik dan buruk. Menjadi seorang wanita karir bukanlah hal yang buruk. Bahkan, hal itu dapat dibilang membanggakan selama seorang individu tersebut mampu menyikapi, mengatur waktu, dan menjaga hubungan antara karir, keluarga, maupun hubungan antar sosialnya dengan baik.



A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Era globalisasi merupakan zaman dimana seluruh aspek kehidupan telah berubah menjadi bersifat modern dan lebih kompleks, misalnya dalam cara pandang dan pola hidup. Cara pandang dan pola hidup merupakan salah satu aspek kehidupan yang paling menonjol di dalam bermasyarakat. Cara pandang dan pola hidup yang ada biasanya dijadikan sebuah pedoman dalam bermasyarakat. Sebenarnya, dua aspek ini sangat penting dan pasti ada di sekitar lingkungan masyarakat. Hanya saja kita sebagai masyarakat yang tidak menyadari adanya dua aspek ini. Cara pandang dan pola hidup masyarakat sebelum era globalisasi dengan sesudah era globalisasi sangat berbeda, misalnya dalam hal emansipasi wanita.

Menurut KBBI, emansipasi merupakan pembebasan dari perbudakan, persamaan hak dari berbagai aspek kehidupan. Jadi emansipasi wanita merupakan pembebasan wanita dari suatu perbudakan dan menyamakan kedudukan wanita dengan pria. Persamaan kedudukan wanita terdiri dari banyak hal, misalnya dalam mendapatkan hak, mendapatkan pendidikan, dan mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkannya. Pada zaman sebelum globalisasi tugas seorang wanita hanya sebatas kodratnya sebagai wanita, misalnya memasak, mengurus dapur, menikah, melayani suami, dan mengurus keluarga. Wanita tidak memiliki kebebasan untuk melakukan hal yang lebih dari kodratnya sebagai wanita. Berbeda dengan pria yang bisa melakukan banyak hal bahkan berlaku kasar dengan wanita. Semenjak terjadinya globalisasi, pemikiran masyarakat terutama wanita menjadi lebih maju sampai tercetuslah emansipasi wanita. Emansipasi wanita yang telah terjadi bisa kita lihat dalam berbagai bidang, misalnya telah munculnya istilah ‘wanita karir’.

Saat ini, peran wanita telah berubah menjadi lebih kompleks. Tidak hanya sebagai ibu rumah tangga yang mengurus kehidupan rumah tangganya saja, namun wanita sekarang menjadi lebih mandiri dan bisa mengaplikasikan ilmu serta kemampuannya ke dalam berbagai bidang usaha. Mereka memutuskan untuk bekerja dan menjadi wanita karir, sehingga mereka mempunyai dua tugas yang sangat kompleks yaitu menjadi seorang ibu yang mengurus rumah tangganya serta menjadi wanita karir. Kedua tugas tersebut sangat berat dan sulit dilakukan secara seimbang. Jadi seorang wanita karir harus benar-benar bisa membagi waktu untuk keluarga dan pekerjaaan. Selain itu, kebanyakan dari wanita karir adalah mepunyai suami yang sudah bekerja. Sehingga dalam hal ini, suami dan istri sama-sama berkerja. Hal ini memunculkan banyak pertanyaan seputar kehidupan seorang wanita karir dalam menjalani kehidupannya yang mempunyai tanggung jawab besar dalam mengatur waktu, yaitu waktu untuk mengurus rumah tangganya serta waktu untuk melakukan pekerjaannya.

2. Tujuan Khusus
Dalam proposal ini kami akan melakukan suatu penelitian dengan menyertakan beberapa pertanyaan yang muncul akibat adanya fenomena ‘wanita karir’ dalam masyarakat. Pertanyaan tersebut adalah :
a. Apakah mereka suka dan nyaman menjadi wanita karir?
b. Mengapa mereka memilih menjadi wanita karir?
c. Apa dampak dari menjadi seorang wanita karir?
d. Siapa yang mendorong mereka menjadi wanita karir?
e. Bagaimana mereka mengatur waktu yang dimilikinya?

3. Manfaat Penerapan
Manfaat penerapan wanita karir dalam rangka menunjang pembangunan dan pengembangan masyarakat dan pribadi adalah sebagai pembuktian bahwa pada dasarnya tugas wanita tidak hanya sebatas dalam kodratnya, yaitu menikah, mengurus dapur, dan mengatur rumah tangganya saja. Namun disini wanita bisa melakukan hal yang lebih dari sebatas kodratnya, bahkan bisa melakukan hal yang lebih kompleks seperti bekerja dan berkarir. Disini bisa dibuktikan bagaimana seorang wanita yang memilih untuk berumah tangga sekaligus berkarir dalam membagi tugas serta waktu yang dimilikinya agar yang dilakukannya dapat berjalan dengan seimbang dan menghasilkan sesuatu yang sama-sama memuaskan.




B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Feminisme
Feminisme lahir awal abad ke 20, yang dipelopori oleh Virginia Woolf dalam bukunya yang berjudul A Room of One’s Own (1929). Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman), berarti perempuan yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial. Tujuan feminis adalah keseimbangan, interelasi gender. Dalam pengertian yang lebih luas, feminis adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya.

Feminisme (tokohnya disebut Feminis) adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Feminisme sebagai filsafat dan gerakan berkaitan dengan Era Pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet .Setelah Revolusi Amerika 1776 dan Revolusi Prancis pada 1792 berkembang pemikiran bahwa posisi perempuan kurang beruntung daripada laki-laki dalam realitas sosialnya. Ketika itu, perempuan, baik dari kalangan atas, menengah ataupun bawah, tidak memiliki hak-hak seperti hak untuk mendapatkan pendidikan, berpolitik, hak atas milik dan pekerjaan.Oleh karena itu, kedudukan perempuan tidak sama dengan laki - laki di hadapan hukum. Pada 1785 perkumpulan masyarakat ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di Middelburg, sebuah kota di selatan Belanda. Kata feminisme dicetuskan pertama kali oleh aktivis sosialis utopis, Charles Fourier padatahun 1837. Pergerakan yang berpusat di Eropa ini berpindah ke Amerika dan berkembang pesat sejak publikasi John Stuart Mill, The Subjection of Women.

2. Pengertian Wanita Karir
Secara definisi wanita karir bermakna (a) seorang wanita yang menjadikan karir atau pekerjaannya secara serius; (b) perempuan yang memiliki karir atau yang menganggap kehidupan kerjanya dengan serius (mengalahkan sisi-sisi kehidupan yang lain). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wanita adalah (orang)perempuan (lebih halus), kaum-kaum putri sedangkan perempuan adalah jenis sebagai lawan laki-laki, wanita Kata wanita berasal dari bahasa Sansekerta, artinya ”yang diinginkan”, ”yang dipuji”. Sedangkan, secara etimologis, kata perempuan berasal dari ”empu” suatu gelar kehormatan yang berarti tuan juga berarti orang yang ahli. Nilai rasa yang sering membedakan penggunaan kedua kata tersebut.

Dalam penelitian ini menggunakan kata wanita karier bukan perempuan karier adalah terkait dengan istilah umum yang berlaku mengikuti perkembangan bahasa Indonesia saat ini, bahwa kata wanita menduduki posisi dan konotasi terhormat. Kata ini mengalami prosesameliorasi, suatu perubahan makna yang semakin positif, arti sekarang lebih tinggi daripada arti dahulu. Sedangkan, dalam pandangan masyarakat Indonesia, kata perempuan mengalami degradasi semantis, peyorasi,penurunan nilai makna; arti sekarang lebih rendah dari arti dahulu.Wanita Karier adalah wanita yang memperoleh atau mengalami perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan, jabatan, dan lain-lain. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Karier adalah kemajuan dalam kehidupan ; perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan, jabatan dan sebagainya . Karier (karya, kerja, amal) menunjuk pada sesuatu yang dilakukan oleh seluruh anggota tubuh, fisik maupun psikis. Jadi tidak statis tetapi dinamis, ia bergerak menuju kemajuan. Karier dalam arti umum ialah pekerjaan yang memberikan harapan untuk maju. Apakah ia menerima gaji atau penghargaan lain, guna dinikmati oleh dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat asalkan pekerjaan tersebut mendatangkan kemajuan.Seorang wanita karier berarti memiliki pekerjaan khusus diluar rumah dalam rangka mengaktualisasikan diri dan menekuni suatu bidang tertentu.


C. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif karena data diperoleh dari wawancara dengan narasumber yang kemudian data-data tersebut disajikan dalam bentuk kata-kata atau kalimat.


Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga, Kampus B. Penelitian dilaksanakan kurang lebih selama 3 bulan yaitu mulai dari tanggal 24 Maret 2014 sampai tanggal 22 Juni 2014 dimulai dari penyusunan proposal, pengambilan data berupa wawancara dengan narasumber hingga penysusunan laporan akhir dengan rincian pelaksanaan sebagai berikut:

Tabel:Tempat dan Waktu Penelitian
Tahap Penelitian Waktu Penelitian Tempat Penelitian
Pembuatan proposal penelitian 24 Maret 2014 – 26 Maret 2014 Perpustakaan Kampus B Universitas Airlangga
Pengumpulan data (wawancara) 01 April 2014– 07 April 2014 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga
Penyusunan laporan 08 Mei 2014 – 14 Mei 2014 Perpustakaan Kampus B Universitas Airlangga
Revisi dan finalisasi laporan 01 Juni 2014 – 18 juni 2014 Perpustakaan Kampus B Universitas Airlangga


E. DAFTAR PUSTAKA

Hollows, Joanne. 2010. Feminisme, Feminitas, dan Budaya Populer. Yogyakarta : Jalasutra

Kutha Ratna , Nyoman. 2004. Teori, Metode, Dan Teknik Penelitian Sastra. Denpasar . Pustaka Pelajar.

Sardjon, Asmowati, dkk. 2008. Estetika Sastra, Seni dan Budaya. Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta.

Membentuk Karakter Anak-Anak Bermasalah

December 29, 2016 Add Comment
Membentuk Karakter Anak-Anak Bermasalah

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan karakter menjadi isu penting untuk keselamatan bangsa saat ini, di tengah carut marutnya bebagai pelanggaran hampir di semua lapisan masyarakat. Korupsi, permainan hukum, pembunuhan, pemerkosaan, bunuh diri, hingga perkelahian remaja dan anak-anak, mewarnai kehidupan kita sehari-hari.
Oleh karena itu, perlu dirintis upaya pembentukan karakter sejak sedini mungkin, bahkan sejak seorang anak tersebut belum lahir. Pembentukan karakter ini dimulai olah orang tua dalam lingkungan keluarga, dilanjutkan dan disinergikan dengan upaya para guru saat anak tersebut sudah masuk lembaga pengasuhan anak usia dini seperti di Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau TK (Taman Kanak-kanak).
Pembentukan karakter sejak dini sangat penting agar kelak setelah anak dewasa, karakter yang dia miliki benar-benar kuat terinternalisasi dalam dirinya, tidak sebatas pengetahuan dan pemahaman saja. Karena Anak adalah pilar bangsa. Masa depan negara ini sangat ditentukan oleh masa depan anak-anak kita, yang pada 10-20 tahun lagi akan menjadi pemimpin di negeri ini. Jika anak-anak tersebut berkembang dengan baik, maka mereka akan tumbuh dengan tingkah laku dan karakter yang baik. Tetapi jika dalam perkembangan anak tersebut banyak hambatan, berbagai masalah tingkah laku dan karakter akan muncul pada anak.
Pembentukan tingkah laku dan karakter seseorang dimulai sejak ia lahir, berjalan seiring dengan perkembangan dan penyesuaiannya terhadap lingkungan sosial. Namun, tidak setiap anak dapat melewati masa pembentukan karakter dengan baik, sehingga muncullah berbagai masalah tingkah laku dan karakter pada anak. Menurut Achenbach & Edelbrock (dalam Huaqing Qi, & Kaiser, AP 2003), prevalensi anak-anak yang bermasalah dalam perilaku saat ini sekitar 3-6%. Celakanya, masalah perilaku dan karakter ini akan terus terbawa sampai si anak beranjak remaja, dengan taraf permasalahan yang semakin meningkat. Jika dibiarkan, maka masalah ini akan menjadi masalah yang serius bagi pengembangan karakter bangsa.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Memotivasi Siswa
Memotivasi merupakan inti perhatian paling penting guru. mengapa siswa tidak memperhatikan?’’anak-anak sekarang tampaknya tidak begitu peduli dengan sekolah’’.’’masalahnya anak-anak ini tidak memiliki motivasi!’’jika anda menggunakan sebagian waktu di sekolah, anda mendengarkan keluhan-keluhan ini sebelumnya.
Atribusi dan Motivasi Siswa. Di kelas, masalah terbesar motivasi biasanya muncul ketika siswa menyandarkan kegagalan pada karakter internal, stabil, dan tidak terkontrol seperti kemampuan. Mereka akan tampak apatis, ‘pasrah’ dengan kegagalan, terdepresi, tidak tertolong, atau “tidak termotivasi” (Weiner, Russel, dan Lerman, 1978). Apatis merupakan reaksi logis atas kegagalan ketika siswa percaya bahwa sebabnya adalah perilaku mereka sendiri (internal), tidak biasa dengan perubahan (kestabilan), dan di luar kendali (kontrol) mereka. Siswa yang memandang kegagalan mereka dengan cara ini biasanya tidak berusaha mencari bantuan (Ames dan Lau, 1982). Siswa seperti itu perlu dorongan untuk melihat bagaimana situasi berubah.Mereka juga perlu memiliki pengalaman keberhasilan realistik.
Salah satu pendekatan yang menjanjikan adalah menekankan koneksi (hubungan) antara usaha masa lalu dan keberhasilan masa lalu. Dengan mengatakan kepada siswa bahwa “usaha lebih giat” akan menghasilkan keberhasilan pada masa depan dalam hal tertentu tidaklah efektif. Mereka memerlukan fakta nyata bahwa usaha akan menghasilkan (hal yang setimpal) (Schunk, 1982).

2.2 Pendekatan Humanisik untuk Motivasi
Interpretasi humanisik tentang motivasi menekankan kebebasan personal, pilihan, determinasi diri, dan berusaha keras untuk perkembangan personal. Dengan penekanan ini, psikolog humanisik cenderung membuat harmoni dengan banyak pendekatan kognitif. Mungkin yang paling penting adalah fakta bahwa kedua pandangan menekankan motivasi intrinsik.
Sebagai tambahan, banyak teori humanisik mendeskripsikan peran kebutuhan. Menurut kolesnik (1978), kebutuhan dapat didefinisikan sebagai “semua tipe kekurangan dalam organisme manusia atau ketiadaan segala sesuatu yang seseorang perlukan, atau pikiran yang ia perlukan, untuk keutuhan kemanusiaannya”. Manusia dipandang sebagai jarang ketika kebutuhan mereka terpenuhi secara utuh dan sempurna. Kemajuan selalu mungkin. Oleh karena itu orang termotivasi oleh kebutuhan, atau ketegangan, yang diciptakan oleh kebutuhan, untuk bergerak menuju tujuan yang diyakini akan membantu memenuhi kebutuhan.

2.3 Pandangan Kognitif tentang Motivasi
Salah satu asumsi utama dalam pandangan kognitif tentang motivasi adalah bahwa orang tidak secara otomatis memberikan respon kepada peristiwa eksternal atau kondisi fisik seperti lapar; mereka merespon persepsi mengenai peristiwa – peristiwa ini. Anda mungkin memiliki pengalaman begitu tertarik atau tenggelam dalam proyek sehingga Anda lupa makan. Anda tidak menyadari bahwa Anda lapar, sehingga melihat waktu. Berbeda dengan pandangan behavioral, pandangan kognitif menekankan pada sumber motivasi intrinsik (internal), seperti kepuasan belajar atau pencapaian (tujuan).
Beberapa teori kognitif mengasumsikan bahwa manusia memiliki kebutuhan dasar untuk memahami lingkungan mereka dan untuk menjadi ahli, aktif dan efktif untuk mengkopi dunia (R.W. White, 1959). Ide mirip dengan ide keseimbangan Piaget, kebutuhan untuk mengasimilasi informasi baru dan membuatnya sesuai dengan skema kognitif-dengan kata lain, kebutuhan untuk memahami. Orang dilihat sebagai yang aktif dan penuh rasa ingin tahu, mencari inforamasi untuk memecahkan problem yang relevan secara pribadi, mengabaikan bahkan lapar atau ketidak-nyamanan yang ada untuk memfokuskan pada tujuan yang dipilih. Orang bekerja keras karena mereka menikmati kerja dan karena meraka ingin paham.

2.4 Pandangan Behavioral tentang Motivasi
Psikolog behavioral mengembangkan konsep seperti kontiguitas, penguatan, hukuman, dan pemberian model untuk menjelaskan mengapa manusia bertindak seperti yang mereka lakukan. Menurut pandangan ini, perilaku diawali oleh stimulan internal atau eksternal, seperti rasa lapar atau melihat makanan di televisi. Lalu pembelajaran atau kebiasaan sebelumnya menentukan arah mana yang akan perilaku ambil. Contoh, orang lapar akan membuka lemari es yang terakhir kali (dibuka) menyediakan makanan. Perilaku bertahan hingga stimulus yang mendorongnya (rasa lapar atau semangkuk es krim) hilang. Dengan kata lain, motivasi dapat dijelaskan dengan peristiwa lingkungan yang menstimulasi tindakan atau dengan kondisi fisik seperti lapar (Weiner, 1972). Motivasi yang disebabkan peristiwa eksternal atau penghargaan dari luar yang secara umum tidak bekaitan sama sekali dengan situasi pembelajaran disebut motivasi ekstrinsik. Nilai, poin, dan penghargaan lain atas (prestasi) belajar merupakan usaha untuk menciptakan motivasi ekstrinsik.

2.5 Petunjuk Mengembangkan Perilaku Baru
2.5.1 Jika siswa sudah mampu melaksanakan tindakan tersebut namun jarang atau tidak pernah melakukan, Anda hendaknya memberikan satu isyarat untuk mengingatkan mereka mengenai perilaku yang tepat.
Contoh :
 Gunakan tanda – tanda seperti arah petunjuk untuk mengingatkan siswa agar membereskan materi (benda – benda) jika ruang itu sendiri bukan merupakan isyarat (cue) untuk kerapian
 Berikan isyarat (cue) verbal dalam instruksi anda sebelum siswa menangani sesuatu yang mereka biasanya salah.
2.5.2 Jika siswa tidak pernah melakukan satu perilaku yang diharapkan, anda hendaknya memberi satu model perilaku ini.
Contoh :
 Gunakan film yang memperlihatkan perilaku yang diharapkan agar terjadi penguatan
 Berikan tanggapan balik dan penguatan ketika siswa mempraktekkan perilaku yang mereka lihat pada model
2.5.3 Jika perilaku akhir jauh dari kemampuan yang dimiliki siswa, anda hendaknya mencoba membuat perkiraan terus menerus, atau melakukan pembentukan
Contoh :
 Mulai dengan memberikan nilai persial kepada siswa yang memiliki kesulitan dengan tugas tertentu; kemudian secara perlahan ubah kriteria tersebut
 Beri siswa yang takut bicara di depan kelas satu kesempatan untuk menanyakan pertanyaan yang menuntut jawaban satu – dua kata dan secara perlahan ubah kriteria.

2.6 Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan
Perlunya usaha pelayanan bimbingan dan konseling dalam pendidikan dilatar belakangi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah faktor perkembangan pendidikan itu sendiri, faktor sosio – kultural dan faktor psikologis. Pembahasan berikut ini akan mengemukakan dinamika faktor tersebut, sehingga pelayanan bimbingan dan konseling dirasa perlu untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan.
2.6.1 Faktor Perkembangan Pendidikan
Faktor perkembangan pendidikan ditemukan pada kenyataan – kenyataan yang menunjukan perlunya layanan bimbingan dan konseling dalam pendidikan, di antaranya sebagai berikut.
2.6.1.1 Demokratisasi Pendidikan
Azaz demokratisasi yang dianut dan berkembang sebagai falsafah hidup bangsa di hampir segenap penjuru dunia dewasa ini, telah menyebabkan munculnya demokrasi dalam segala aspek kehidupan, termasuk di dalam aspek pendidikan, sering juga dikenal dengan istilah demokratisasi pendidikan, mengandung pengertian “pemberian kesempatan yang sama kepada setiap individu untuk memperoleh pelayanan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah ataupun badan – badan swasta.” Terbuka kesempatan untuk memperoleh pendidikan pada setiap individu, menyebabkan berkumpulnya peserta didik dari berbagai latar belakang kondisi sosial, ekonomi, budaya, suku bangsa dan agama yang berbeda di suatu lembaga pendidikan. Kondisi lingkungan yang heterogen tersebut sedikit banyaknnya akan menimbulkan permasalahan didalam penyesuaian diri para peserta didik. Hal ini termanifestasi pada kenyataan di mana pada suatu lembaga pendidikan, ada peserta didik atau sekelompok peserta didik yang dominan di samping terisolir dan tertekan, ada kelompok mayoritas dan ada kelompok minoritas dan kesulitan – kesulitan lainnya. Hal ini tentu tidak mungkin dibiarkan begitu saja, karena akan mengganggu jalannya proses pendidikan. oleh karena itu di sini terlihat perlunya layanan bimbingan dan konseling untuk membantu para peserta didik dalam penyesuaian diri dengan lingkungan tersebut.
2.6.1.2 Perubahan Sistem Pendidikan
Pada faktor perubahan sistem pendidikan ditemui kenyataan bahwa banyak para peserta didik yang tidak mampu menyesuiakan diri terhadap perkembangan dan perubahan dan sistem pendidikan. Pada hal, sebagai suatu proses yang dinamis, pendidikan akan senantiasa berubah dari saat ke saat, sesuai dengan perkembangan yang terjadi pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada umumnya salah satu ciri perkembangan pendidikan adalah adanya perubahan – perubahan dalam berbagai komponen sistem pendidikan seperti kurikulum, strategi belajar mengajar, media pengajaran, sumber – sumber referensi dan lain sebagainya. Para siswa dituntut untuk mampu menyesuaikan diri, membuat pilihan dan mengambil keputusan sehingga mereka bisa mencapai sukses dalam keseluruhan proses belajarnya, banyak di antara mereka yang tidak mampu menyesuaikan diri.
Pada sisi lain, tidak sedikit pula yang memiliki problem dalam bidang pendidikan seperti ada di antara mereka yang prestasi belajarnya rendah, mengalami kesukaran dalam belajar dan lain sebagainya.
Kesulitan dalam penyesuaian diri serta masalah – masalah yang dihadapi para peserta didik dalam belajar, jelas tidak mungkin dapat diselesaikan oleh para tenaga edukatif (guru dan dosen). Karena waktu mereka lebih banyak tersita dalam kegiatan pembelajaran (instruksonal). Oleh karena itu, pada suatu lembaga pendidikan diperlukan bantuan melalui pelayanan bimbingan dan konseling yang dikelola oleh tenaga – tenaga yang berkompeten.
2.6.1.3 Perluasan Program Pendidikan
Sebagai dampak dari penerapan demokratisasi pendidikan dan perkembangan teknologi, maka program pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang dinamis. Sehubungan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat yang dinamis itu, maka perluasan program pendidikan terlihat mengarah pada tiga dimensi, yakni dimensi meninggi, mendatar dan mendalam.
Perluasan program pendidikan ke arah dimensi yang meninggi termasifestasi dalam bertambahnya kesempatan dan kemudahan bagi peserta didik untuk mencapai tingkat pendidikan setinggi mungkin, sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Perluasan program pendidikan ke arah dimensi yang meninggi ini akan menimbulkan kebutuhan terhadap bimbingan dan konseling yakni dalam hal memilih sekolah / jurusan yang paling tepat dan menilai kemampuan peserta didik yang bersangkutan serta memprediksi kemungkinan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Sedangkan perluasan program pendidikan ke arah dimensi yang mendatar terliha dalam pembagian jenis sekolah dalam berbagai jurusan khusus dan sekolah kejuruan. Dengan bertambahnya jenis sekolah dengan berbagai macam jurusan ini akan menimbulkan kebingungan dari para peserta didik untuk memilih sekolah atau jurusan manakah yang paling tepat untuk dirinya sesuia dengan potensi yang dimilikinya dan dukungan moral dan kondisi ekonomi keluarganya. Hal ini menimbulkan kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling untuk membantu peserta didik memilih sekolah dan jurusan tertentu yang tepat bagi setiap peserta didik.
Adapun perluasan program pendidikan ke arah dimensi yang mendalam termanifestasi dalam meningkatnya kesukaran hidup yang menuntut seseorang untuk menguasai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang matang untuk menghadapi segala tantangan dalam hidupnya. Hal ini merupakan keharusan bagi setiap peserta didik untuk lebih mendalami setiap bidang studi secara tekun. Perluasan program pendidikan ke dimensi mendalam ini berhubungan secara langsung dengan kemampuan, sikap dan minat peserta didik terhadap bidang studi tertentu, sehingga timbul berbagai spesialisasi dalam kehidupan dan dalam bidang keilmuan.

2.7 Diagnosis Kesulitan Belajar di Sekolah
Masalah kesulitan belajar yang sering dialami oleh para peserta didik di sekolah, merupakan masalah penting yang perlu mendapat perhatian yang serius di kalangan para pendidik. Dikatakan demikian, karena kesulitan belajar yang dialami oleh para peserta didik di sekolah akan membawa dampak negatif, baik terhadap diri siswa itu sendiri, maupun terhadap lingkungannya. Hal ini termanifestasi dalam bentuk timbulnya kecemasan, frustasi, mogok sekolah, drop out, keinginan untuk berpindah – pindah sekolah karena malu telah tinggal kelas beberapa kali, dan lain sebagainya.
Untuk mencegah dampak negatif yang lebih jelek, yang mungkin timbul karena kesulitan belajar yang dialami para peserta didik, maka para pendidik (orang tua dan guru, dan guru pembimbing) harus waspada terhadap gejala – gejala kesulitan belajar yang mungkin di alami oleh para peserta didiknya.

2.8 Mengidentifikasi Kompetensi Dasar Siswa
Kemampuan setiap siswa antara satu dengan lainnya di dalam kelas sangatlah hetrogen. Sebagian siswa sudah banyak tahu, sebagian lagi belum tahu sama sekali tentang materi yang akan diajarkan di dalam kelas. Bila guru mengikuti kelompok siswa yang pertama, kelompok yang kedua merasa ketinggalan kereta, yaitu tidak dapat menangkap pelajaran yang diberikan. Sebaliknya, bila guru mengikuti kelompok siswa kedua, yaitu mulai dari materi dari bawah, kelompok pertama akan merasakan tidak belajar apa – apa dan bosan.
2.9 Mengidentifikasi Perilaku Awal Siswa
Penjajakan perilaku awal tatkala akan melakukan proses pembelajaran merupakan sistem pembelajaran, guru / guru harus mengetahui sistem yang mempengaruhi proses kegiatannya, siapa kelompok sasaran, populasi, atau sasaran pembelajaran itu? Istilah ini tidak dapat dkesampingkan manakala guru ingin sukses melakukan kegiatan pembelajarannya. Pertama, tentukan siapa orang yang akan kita belajarkan atau darimana asal sekolahnya? Kedua, tentukan sejauh mana pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka miliki sehingga dapat mengikuti proses pembelajaran yang dilkukan.

2.10 Mengenali Karakteristik Awal Siswa
Di samping menentukan perilaku awal siswa, guru sebagai pengembang pembelajaran harus pula mengenali karakteristik siswa yang berhubungan dengan keperluan pengembangan pembelajaran. Miant, bakat dan bahasa siswa harus menjadi acuan dalam menyampaikan materi pelajaran, tatkala guru menyampaikan materi ia harus tahu, apa minat dan bakat siswa? Guru dapat menjadi bahan dalam memberi contoh dalam rangka penjelasan materi, bahasa yang pergunakan adalah bahasa gaul, guru dapat juga menggunakan dengan pendekatan bahasa gaul yang dipakai oleh siswa dalam pergaulan antara sesama mereka sehari hari. Demikian juga siswa yang kurang dalam membaca bahasa Inggris merupakan masukan pula bagi pengembang pembelajaran untuk memilih bahan – bahan pelajaran yang tidak berbahasa Inggris atau menterjemahkannya terlebih dahulu ke dalam bahasa Indonesia.
Selanjutnya, jika kita menyimak perkembangan bimbingan di sekolah (di Indonesia) dewasa ini menunjukan beberapa kemajuan. Hal ini disebabkan oleh perkembangan pendidikan di Indonesia yang semakin maju, sehingga sangat dirasakan penampilan bimbingan dan penyuluhan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi.
Tidak dapat dipungkiri,”karena masih sangat mudanya profesi ini, maka kebanyakan bimbingan sekolah dilakukan secara ‘Trial and Error’,yang kadang – kadang merugikan profesi dan juga yang melakukan bukan orang yang berwenang.”(H.Koester Parttowisastro S. Psy.,1982)
Berdasarkan asumsi di atas, bahwa kebanyakan bimbingan di sekolah dilakukan secara “Trial and Error”, dan dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kewenangan membimbing, ini merupakan salah satu penghambat dalam perkembangan bimbingan di Indonesia. Keadaan demikian terutama sekali disebabkan oleh faktor – faktor sebagai berikut :
a. Kekurangan tenaga Bimbingan di Sekolah.
b. Kemampuan Teknis Bimbingan di Sekolah
c. Sarana dan Prasarana
d. Organisme dan Administrasi Bimbingan
e. Supervisi Bimbingan di Sekolah

Meskipun demikian keadaannya, perkembangan bimbingan di sekolah untuk masa mendatang di Indonesia, menunjukan adanya kemajuan yang terus meningkat dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor penunjang, diantaranya :
a. Secara formal lembaga – lembaga pendidikan di Indonesia sudah melaksanakan bimbingan, meskipun belum terlaksana secara efektif dan profesional.
b. Telah ada Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Buku III C, Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan untuk SMP/SMA tahun 1975.
c. Terdapat lembaga pendidikan/Pendidikan Tinggi, seperti FIPIKIP dan FKIP dengan Jurusan/Program Bimbingan Konseling Sekolah, yang memproduksi tenaga – tenaga profesional bimbingan sekolah.
d. Telah diselenggarakan berbagai bentuk penataran Bimbingan dan Konseling untuk petugas Bimbingan di sekolah.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan berkarakter adalah sistem penamaan nilai – nilai karakter kepada siswa sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran bangsa ini sangat berpengaruh pada prestasi siswa dan akhlak setiap individu.
Perilaku siswa tergantung dari didikan orang tua dan guru.
Pendidikan berkarakter akan membentuk siswa berbudi luhur.

DAFTAR PUSTAKA


• Anita E. Woolfolk dan Lorrance McCune-Nicolich diterjemahkan M. khairul Anam 2004, Mendidik Anak-anak Bermasalah, inisiasi press jakarta.
• Dra.Hallen A.M.pd.2002, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, ciputat pers jakarta.
• Drs.H.Martinis Yamin, M,pd 2007, Kiat Membelajarkan Siswa, Gaung persada press jakarta.
• Joan Beck 1992, Asih Asah Asuh, Dahara prize Semarang.
• Andi Mappiare AT 1992, Pengantar Konseling dan Psikoterapi, PT Raja Grafindo persada jakarta.
• Prof.Dr. Jusuf Enoch. M.A.1992, Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan, Bumi Aksara Jakarta.

makalah etimologi

December 28, 2016 Add Comment
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Secara historis, epistimologi bukanlah permasalahan pertama yang muncul dalam pikiran manusia. Justru aktivitas filsafat dimulai dalam wilayah metafisika. Apa itu dunia? apa itu jiwa? Dan sebagainya merupakan pertanyaan-pertanyaan pertama yang mengganggu pikiran manusia yang selanjutnya mereka mencoba menemukan jawabannya. Akan tetapi, mereka mendapati berbagai jawaban tentang hal-hal tersebut beragam dan saling bertentangan. Berangkat dari fakta ini mereka sampai pada dunia luar, tetapi justru mereka arahkan kepada dirinya sendiri tentang apakah intelek manusia mampu menjawab permasalahan-permasalahan tersebut. Pada titik inilah manusia masuk dalam kawasan epistimologi.


BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Epistimologi
Epistimologi berasal dari Bahasa Yunani kuno, yaitu epistem yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti penjelasan atau ilmu. Jadi secara etimologis, epistimologi adalah ilmu tentang pengetahuan. Sedangkan secara terminologi epistimologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan teori ilmu pengetahuan, sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan itu.
Epistimologi merupakan cabang filsafat yang yang membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha pemikiran yang sistematik dan metodik untuk menemukan prisip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu. Apakah obyek kajian ilmu itu dan seberapa jauhkah tingkat kebenaran yang bisa dicapainya, dan kebenaran yang bagaimana yang bisa dicapai dalam kajian ilmu, kebenaran obyektif, subyektif, absolut atau relatif. Subyek ilmu adalah manusia, dan manusia hidup dalam ruang dan waktu yang terbatas, sehingga kajian ilmu pada realitasnya, selalu berada pada batas-batas, baik batas-batas yang melingkupi hidup manusia sendiri, maupun batas-batas obyek kajian yang menjadi fokusnya, dan setiap batas-batas itu, dengan sendirinya selalu membawa konsekuensi-konsekuensi tertentu.
Jadi, epistimologi adalah suatu cabang filsafat yang membahas sumber, proses, syarat, batas, validitas dan hakekat pengetahuan. Epistimologi meliputi berbagai sarana dan tata cara menggunakan sarana dan sumber pengetahuan untuk mencapai kebenaran dan kenyataan. Perbedaaan dalam pemilihan asumsi ontologi dengan sendirinya akan mengakibatkan perbedaan, yaitu akal, pengetahuan, intuisi dan lain-lain.

2. Objek Epistimologi Islam
Dalam konsep filsafat Islam, kajian ilmu adalah ayat-ayat Tuhan sendiri yang terkandung dalam kitab suci Al-Qur’an. Ayat tersebut mengkaji tentang tuhan dan firman-Nya, alam dan manusia. Kajian terhadap kitab suci akan melahirkan dimensi ilmu fisika atau ilmu alam, sedangkan kajiandalam manusia akan menimbulkan ilmu antropologi atau ilmu humaniora.
Dari data ini jelas bahwa dalam agama Islam obyek ilmu tidak hanya dalam ilmu agama, tetapi juga dalam alam dan mereka sendiri. Ini berarti manusi dituntut untuk memperoleh pengetahuan dari ayat-ayat Tuhan, alam, maupun dari diri mereka.
3. Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan
Ada beberapa jalan memperoleh pengetahuan yaitu empirisme, rasionalisme, dan intusionisme.
Menurut empirisme bahwa pengetahuan diperoleh dengan perantara pancaindera. Pancaindera memperoleh kesan-kesan dari apa yang ada di alam nyata dan kesan-kesan itu berkumpul dalam diri manusia.
Menurut rasionalisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan perantara akal. Akal berhajat pada bantuan pancaindera untuk memperoleh data dari alam nyata, tapi akallah yang menghubungkan data ini satu dengan yang lain, sehingga terdapatlah ilmu pengetahuan yang diperoleh Nabi untuk membawa ajaran-ajaran yang berasal dari wahyu.
Adapun Intusionisme adalah kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia. Kemampuannya mirip instinct, tetpai berbeda dalam kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan ini (intuisi) memerlukan suatu usaha. Kemampuan inilah yang dapat memahami kebenaran yang utuh, yang tetap dan unik. Intuisi ini menangkap objek secara langsung tanpa melalui pemikiran. Jadi, indera dan akal hanya mampu menghasilkan pengetahuan yang tidak utuh atau spasial, sedangkan intuisi dapat mengahasilkan pengetahuan yang utuh dan tetap.
Dari teori di atas dapat kami simpulkan bahwa cara memperoleh ilmu pengetahuan yaitu berasal dari wahyu dan akal. Wahyu merupakan pengetahuan yang datang dari Tuhan, dan kebenarannya adalah mutlak dan akal tidak sanggup mengubahnya. Akal merupakan perolehan pengetahuan dengan berfikir.
Kebenaran teori pengetahuan akal manusia sangatlah terbatas, ini dikarenakan terbatasnya usia manusia, dan berkembangnya obyek bahasan, jadi beda dengan kebenaran wahyu. Kebenaran manusia terbatas karena kebenaran yang sesungguhnya berasal dari Tuhan.
4. Konsep Para Filosof Tentang Epistimologi
a. Abu Yusuf Ya’qub ibn Ishak Al-Kindi (Wafat 252 H)
Al-Kindi menyebutkan ada tiga macam pengetahuan manusia, yaitu :
1) Pengetahuan Indrawi
Pengetahun indrawi terjadi secara langsung ketika seseorang mengamati obyek-obyek material, kemudian dalam proses tanpa tenggang waktu dan tanpa berpindah ke imajinasi. Pengetahuan yang diperoleh lewat jalan ini bersifat tidak tetap, tetapi selalu berubah dan bergerak setiap waktu.
2) Pengetahuan Rasional
Pengetahuan rasional adalah pengetahuan yang diperoleh menggunakan jalan akal yang bersifat universal, tidak parsial dan immaterial. Pengetahuan ini menyelidikinya sampai pada hakikatnya dan sampai pada kesimpulan bahwa manusia adalah makhluk yang berfikir.
3) Pengetahuan Isyraqi
Pengetahuan isyraqi merupakan pengetahuan yang datang dan diperoleh langsung dari pancaran Nur Ilahi, puncak pengetahuan dari pengetahuan ini adalah pengetahuan yang diperoleh Nabi untuk membawakan ajaran yang berasal dari wahyu Tuhan. Menurutnya pengetahuan inilah yang mutlak dan benar. Pengetahuan ini hanya dimilki oleh mereka yang berjiwa suci dan dekat dengan Allah.
b. Abu Nashr Al-Farabi (257-329 H)
Menurut Al-Farabi, manusia memperoleh pengetahuan itu dari daya mengindra, menghayal, dan berfikir. Yang mana ketiga daya ini merujuk pada kedirian manusia, yaitu : jism, nafs, aql.
1) Mengindra, daya ini memungkinkan manusia untuk menerima rangsangan seperti panas dan dingin. Dengan daya ini manusia dapat mengecap, membau, mendengar suara dan melihat.
2) Menghayal, memungkinkan manusia untuk memperoleh kesan dari hal-hal yang dirasakan setelah obyek itu lenyap dari jangkauan indra. Daya ini adalah menggabungkan atau memisahkan seluruh kesan-kesan yang ada sehingga menghasilkan potongan-potongan atau kombinasi-kombinasi yang beragam. Hasilnya bisa jadi benar bisa jadi salah.
3) Berfikir, daya ini memungkinkan manusia memahami berbagai pengertian.
c. Abu Hamid Al-Ghazali (450-505 H)
Setelah ia melewati masa skeptisitasnya, ia mengkaji secara mendalam persoalan-persoalan epistemologi. Menurutnya, makrifat hakiki adalah suatu pengetahuan yang menyingkap hakikat objek pengetahuan (ma’lum) sedemikian sehingga tidak menyisakan satu bentuk keraguan dan tidak menghadirkan kemungkinan kekeliruan atasnya.
Al-Ghazali pernah menelusuri lorong-lorong keraguan dan sampai pada puncak keraguan. Namun, pada akhirnya ia terhidayah dan menggapai keyakinan berkat pertolongan cahaya Ilahi. Ia terperosok ke lembah skeptisitas lewat alur logika dan keluar darinya dengan jalan pengalaman mistik dan intuisi irfani.
Dengan menghitung kesalahan dan kekeliruan panca indra, ia lantas meragukan hal-hal yang indriawi dan beranggapan bahwa sebagaimana akal bisa mengungkap semua kesalahan panca indra, sangat mungkin akan hadir seorang pemikir lain yang mampu menyingkap kekeliruan akal dan membatalkan pengetahuan yang dipandang gamblang oleh akal (seperti angka sepuluh lebih besar dari tiga). Dan ia berkata bahwa dari mana kita yakin bahwa kita dalam kondisi tidak tidur dan berkhayal. Oleh karena itu, kita bisa meragukan segala sesuatu. Menurutnya, pengalaman mistik dan intuisi irfani (al-kasy wa asy-syuhud al-’irfani). Akan tetapi, ia juga meyakini bahwa jalan logika dan penalaran akal, dengan berpegang teguh pada syarat-syaratnya, sebagai metode memahami hakikat eksternal. Ia menekankan bahwa hasil-hasil yang dicapai oleh pengetahuan itu sangat berpijak kepada penguatan argumentasi-argumentasinya.
d. Fakhr al-Din ar-Razi (543-606 H)
Ia sama dengan para filosof sebelumnya yang menganggap indra lahir dan akal sebagai alat untuk memahami realitas luar, dan setelah menerima kenyataan adanya kekeliruan pada indra lahir, ia kemudian meletakkan akal itu sebagai tolok ukur dalam penentuan kesalahan yang dilakukan oleh indra lahir.
Menurutnya, ilmu itu ialah hubungan antara ‘âlim (yang mengetahui) dengan ma’lum bidz-dzat (pengetahuan esensial). Ia juga menjelaskan tentang keraguan-keraguan yang berhubungan dengan pengetahuan-pengetahuan badihi dan gamblang, namun, menurutnya, keberadaan semua keraguan tersebut tidak mampu menafikan kebenaran pengetahuan yang gamblang tersebut.


BAB III
PENUTUP
kesimpulan
1. Epistimologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan teori ilmu pengetahuan, sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan itu.
2. Obyek epistimologi atau pengetahuan islam adalah Tuhan, alam dan manusia.
3. Cara memperoleh pengetahuan ada tiga yaitu :
a. Empirisme yaitu pengetahuan diperoleh dengan perantara pancaindera.
b. Rasionalisme yaitu pengetahuan yang diperoleh menggunakan jalan akal yang bersifat universal.
c. Intuisionisme yaitu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia yang merupakan hasil evolusi pemahaman tertinggi. Kemampuannya mirip instinct, tetpai berbeda dalam kesadaran dan kebebasannya.
4. Konsep para filosof tentang epistimologi, diantaranya :
a. Al-Kindi menyebutkan ada tiga macam pengetahuan manusia yaitu indrawi, rasional dan isyraqi.
b. Menurut Al-Farabi menyebutkan tiga macam pengetahuan manusia yaitu mengindera, mengkhayal dan berfikir.
c. Menurut Al-Ghazali ada tiga akal dan indera bisa saja salah dan diragukan kebenarannya. Menurutnya, pengalaman mistik dan intuisi irfani lebih baik dari keduanya.
d. Menurut Ar-Razi, akal sebagai pengkoreksi indra apabila terjadi kesalahan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Zainul Hamdi, Tujuh filsuf Muslim pembuka Pintu Gerbang Filsafat Barat dan Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004), Hal. 129
Dr. H. Musa Asy’ari,dkk, Filsafat Islam Kajian Ontologis, Epistimologis, Aksiologis, Historis dan Porspektif, RSFI, Yogyakarta; 1992. Hal. 28
Drs. H. Fathul Mufid, M.Si, Filsafat Ilmu Islam, STAIN KUDUS, 2008, hal, 74-75


Pengertian Epistimologi

December 28, 2016 Add Comment
BAB I
PENDAHULUAN
• Latar belakang
Secara historis, epistimologi bukanlah permasalahan pertama yang muncul dalam pikiran manusia. Justru aktivitas filsafat dimulai dalam wilayah metafisika. Apa itu dunia? apa itu jiwa? Dan sebagainya merupakan pertanyaan-pertanyaan pertama yang mengganggu pikiran manusia yang selanjutnya mereka mencoba menemukan jawabannya. Akan tetapi, mereka mendapati berbagai jawaban tentang hal-hal tersebut beragam dan saling bertentangan. Berangkat dari fakta ini mereka sampai pada dunia luar, tetapi justru mereka arahkan kepada dirinya sendiri tentang apakah intelek manusia mampu menjawab permasalahan-permasalahan tersebut. Pada titik inilah manusia masuk dalam kawasan epistimologi.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Epistimologi
Epistimologi berasal dari Bahasa Yunani kuno, yaitu epistem yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti penjelasan atau ilmu. Jadi secara etimologis, epistimologi adalah ilmu tentang pengetahuan. Sedangkan secara terminologi epistimologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan teori ilmu pengetahuan, sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan itu.
Epistimologi merupakan cabang filsafat yang yang membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha pemikiran yang sistematik dan metodik untuk menemukan prisip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu. Apakah obyek kajian ilmu itu dan seberapa jauhkah tingkat kebenaran yang bisa dicapainya, dan kebenaran yang bagaimana yang bisa dicapai dalam kajian ilmu, kebenaran obyektif, subyektif, absolut atau relatif. Subyek ilmu adalah manusia, dan manusia hidup dalam ruang dan waktu yang terbatas, sehingga kajian ilmu pada realitasnya, selalu berada pada batas-batas, baik batas-batas yang melingkupi hidup manusia sendiri, maupun batas-batas obyek kajian yang menjadi fokusnya, dan setiap batas-batas itu, dengan sendirinya selalu membawa konsekuensi-konsekuensi tertentu.
Jadi, epistimologi adalah suatu cabang filsafat yang membahas sumber, proses, syarat, batas, validitas dan hakekat pengetahuan. Epistimologi meliputi berbagai sarana dan tata cara menggunakan sarana dan sumber pengetahuan untuk mencapai kebenaran dan kenyataan. Perbedaaan dalam pemilihan asumsi ontologi dengan sendirinya akan mengakibatkan perbedaan, yaitu akal, pengetahuan, intuisi dan lain-lain.

2. Objek Epistimologi Islam
Dalam konsep filsafat Islam, kajian ilmu adalah ayat-ayat Tuhan sendiri yang terkandung dalam kitab suci Al-Qur’an. Ayat tersebut mengkaji tentang tuhan dan firman-Nya, alam dan manusia. Kajian terhadap kitab suci akan melahirkan dimensi ilmu fisika atau ilmu alam, sedangkan kajiandalam manusia akan menimbulkan ilmu antropologi atau ilmu humaniora.
Dari data ini jelas bahwa dalam agama Islam obyek ilmu tidak hanya dalam ilmu agama, tetapi juga dalam alam dan mereka sendiri. Ini berarti manusi dituntut untuk memperoleh pengetahuan dari ayat-ayat Tuhan, alam, maupun dari diri mereka.
3. Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan
Ada beberapa jalan memperoleh pengetahuan yaitu empirisme, rasionalisme, dan intusionisme.
Menurut empirisme bahwa pengetahuan diperoleh dengan perantara pancaindera. Pancaindera memperoleh kesan-kesan dari apa yang ada di alam nyata dan kesan-kesan itu berkumpul dalam diri manusia.
Menurut rasionalisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan perantara akal. Akal berhajat pada bantuan pancaindera untuk memperoleh data dari alam nyata, tapi akallah yang menghubungkan data ini satu dengan yang lain, sehingga terdapatlah ilmu pengetahuan yang diperoleh Nabi untuk membawa ajaran-ajaran yang berasal dari wahyu.
Adapun Intusionisme adalah kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia. Kemampuannya mirip instinct, tetpai berbeda dalam kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan ini (intuisi) memerlukan suatu usaha. Kemampuan inilah yang dapat memahami kebenaran yang utuh, yang tetap dan unik. Intuisi ini menangkap objek secara langsung tanpa melalui pemikiran. Jadi, indera dan akal hanya mampu menghasilkan pengetahuan yang tidak utuh atau spasial, sedangkan intuisi dapat mengahasilkan pengetahuan yang utuh dan tetap.
Dari teori di atas dapat kami simpulkan bahwa cara memperoleh ilmu pengetahuan yaitu berasal dari wahyu dan akal. Wahyu merupakan pengetahuan yang datang dari Tuhan, dan kebenarannya adalah mutlak dan akal tidak sanggup mengubahnya. Akal merupakan perolehan pengetahuan dengan berfikir.
Kebenaran teori pengetahuan akal manusia sangatlah terbatas, ini dikarenakan terbatasnya usia manusia, dan berkembangnya obyek bahasan, jadi beda dengan kebenaran wahyu. Kebenaran manusia terbatas karena kebenaran yang sesungguhnya berasal dari Tuhan.
4. Konsep Para Filosof Tentang Epistimologi
a. Abu Yusuf Ya’qub ibn Ishak Al-Kindi (Wafat 252 H)
Al-Kindi menyebutkan ada tiga macam pengetahuan manusia, yaitu :
1) Pengetahuan Indrawi
Pengetahun indrawi terjadi secara langsung ketika seseorang mengamati obyek-obyek material, kemudian dalam proses tanpa tenggang waktu dan tanpa berpindah ke imajinasi. Pengetahuan yang diperoleh lewat jalan ini bersifat tidak tetap, tetapi selalu berubah dan bergerak setiap waktu.
2) Pengetahuan Rasional
Pengetahuan rasional adalah pengetahuan yang diperoleh menggunakan jalan akal yang bersifat universal, tidak parsial dan immaterial. Pengetahuan ini menyelidikinya sampai pada hakikatnya dan sampai pada kesimpulan bahwa manusia adalah makhluk yang berfikir.
3) Pengetahuan Isyraqi
Pengetahuan isyraqi merupakan pengetahuan yang datang dan diperoleh langsung dari pancaran Nur Ilahi, puncak pengetahuan dari pengetahuan ini adalah pengetahuan yang diperoleh Nabi untuk membawakan ajaran yang berasal dari wahyu Tuhan. Menurutnya pengetahuan inilah yang mutlak dan benar. Pengetahuan ini hanya dimilki oleh mereka yang berjiwa suci dan dekat dengan Allah.
b. Abu Nashr Al-Farabi (257-329 H)
Menurut Al-Farabi, manusia memperoleh pengetahuan itu dari daya mengindra, menghayal, dan berfikir. Yang mana ketiga daya ini merujuk pada kedirian manusia, yaitu : jism, nafs, aql.
1) Mengindra, daya ini memungkinkan manusia untuk menerima rangsangan seperti panas dan dingin. Dengan daya ini manusia dapat mengecap, membau, mendengar suara dan melihat.
2) Menghayal, memungkinkan manusia untuk memperoleh kesan dari hal-hal yang dirasakan setelah obyek itu lenyap dari jangkauan indra. Daya ini adalah menggabungkan atau memisahkan seluruh kesan-kesan yang ada sehingga menghasilkan potongan-potongan atau kombinasi-kombinasi yang beragam. Hasilnya bisa jadi benar bisa jadi salah.
3) Berfikir, daya ini memungkinkan manusia memahami berbagai pengertian.
c. Abu Hamid Al-Ghazali (450-505 H)
Setelah ia melewati masa skeptisitasnya, ia mengkaji secara mendalam persoalan-persoalan epistemologi. Menurutnya, makrifat hakiki adalah suatu pengetahuan yang menyingkap hakikat objek pengetahuan (ma’lum) sedemikian sehingga tidak menyisakan satu bentuk keraguan dan tidak menghadirkan kemungkinan kekeliruan atasnya.
Al-Ghazali pernah menelusuri lorong-lorong keraguan dan sampai pada puncak keraguan. Namun, pada akhirnya ia terhidayah dan menggapai keyakinan berkat pertolongan cahaya Ilahi. Ia terperosok ke lembah skeptisitas lewat alur logika dan keluar darinya dengan jalan pengalaman mistik dan intuisi irfani.
Dengan menghitung kesalahan dan kekeliruan panca indra, ia lantas meragukan hal-hal yang indriawi dan beranggapan bahwa sebagaimana akal bisa mengungkap semua kesalahan panca indra, sangat mungkin akan hadir seorang pemikir lain yang mampu menyingkap kekeliruan akal dan membatalkan pengetahuan yang dipandang gamblang oleh akal (seperti angka sepuluh lebih besar dari tiga). Dan ia berkata bahwa dari mana kita yakin bahwa kita dalam kondisi tidak tidur dan berkhayal. Oleh karena itu, kita bisa meragukan segala sesuatu. Menurutnya, pengalaman mistik dan intuisi irfani (al-kasy wa asy-syuhud al-’irfani). Akan tetapi, ia juga meyakini bahwa jalan logika dan penalaran akal, dengan berpegang teguh pada syarat-syaratnya, sebagai metode memahami hakikat eksternal. Ia menekankan bahwa hasil-hasil yang dicapai oleh pengetahuan itu sangat berpijak kepada penguatan argumentasi-argumentasinya.
d. Fakhr al-Din ar-Razi (543-606 H)
Ia sama dengan para filosof sebelumnya yang menganggap indra lahir dan akal sebagai alat untuk memahami realitas luar, dan setelah menerima kenyataan adanya kekeliruan pada indra lahir, ia kemudian meletakkan akal itu sebagai tolok ukur dalam penentuan kesalahan yang dilakukan oleh indra lahir.
Menurutnya, ilmu itu ialah hubungan antara ‘âlim (yang mengetahui) dengan ma’lum bidz-dzat (pengetahuan esensial). Ia juga menjelaskan tentang keraguan-keraguan yang berhubungan dengan pengetahuan-pengetahuan badihi dan gamblang, namun, menurutnya, keberadaan semua keraguan tersebut tidak mampu menafikan kebenaran pengetahuan yang gamblang tersebut.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Epistimologi berasal dari Bahasa Yunani kuno, yaitu epistem yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti penjelasan atau ilmu. Jadi secara etimologis, epistimologi adalah ilmu tentang pengetahuan. Sedangkan secara terminologi epistimologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan teori ilmu pengetahuan, sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan itu.
Dalam konsep filsafat Islam, kajian ilmu adalah ayat-ayat Tuhan sendiri yang terkandung dalam kitab suci Al-Qur’an. Ayat tersebut mengkaji tentang tuhan dan firman-Nya, alam dan manusia. Kajian terhadap kitab suci akan melahirkan dimensi ilmu fisika atau ilmu alam, sedangkan kajiandalam manusia akan menimbulkan ilmu antropologi atau ilmu humaniora.

DAFTAR PUSTAKA


Ahmad Zainul Hamdi, Tujuh filsuf Muslim pembuka Pintu Gerbang Filsafat Barat dan Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004), Hal. 129
Dr. H. Musa Asy’ari,dkk, Filsafat Islam Kajian Ontologis, Epistimologis, Aksiologis, Historis dan Porspektif, RSFI, Yogyakarta; 1992. Hal. 28
Drs. H. Fathul Mufid, M.Si, Filsafat Ilmu Islam, STAIN KUDUS, 2008, hal, 74-75

Pengertian Ulumul Qur’an

December 27, 2016 Add Comment
ULUMUL QUR’AN
A. Pengertian Ulumul Qur’an
Ulumul Qur’an terdiri atas dua kata: ulum dan al-Qur’an. Ulum (علوم) adalah jamak dari kata tunggal ilm (علم), yang secara harfiah berarti ilmu. Sedangkan al-Qur’an adalah nama bagi kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. Dengan demikian, maka secara harfiah kata ‘ulumul qur’an’ dapat diartikan sebagai ilmu-ilmu al-Qur’an. Ulumul Qur’an adalah salah satu jalan yang bisa membawa kita dalam memahami al-Qur’an.
1. Pengertian Ulum
Kata ulum (علوم) merupakan bentuk plural dari dari kata tunggal ilm (علم). Kata ilm adalah bentuk masdar (kata kerja yang dibendakan). Secara etimologis berarti al-fahmu (paham), al-ma’rifah (tahu) dan al-yaqin (yakin). Secara terminologis ilmu adalah gambaran sesuatu yang dihasilkan dari akal.
Adapun menurut syara’, ilmu adalah mengetahui dan memahami Ayat-ayat Allah dan lafalnya berkenaan dengan hamba dan mahluk-makhluknnya. Imam Ghazali berpendapat bahwasanya ilmu sebagai objek yang wajib dipelajari oleh orang Islam adalah konsep tentang ibadah, akidah, tradisi dan etika Islam secara lahir dan batin.
Al-Qur’an menggunakan kata ‘ilm dalam berbagai bentuk dan artinya sebanyak 854 kali. Antara lain firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah/2: 31-32 “proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan” .
2. Pengertian Al-Qur’an
Al-Qur'an adalah kalam Allah yang berupa mukjizat, diturunkan kepada Muhammad saw. dan dinukil kepada kita secara mutawatir, serta dinilai beribadah ketika membacanya, mulai dari surah al-Fatihah sampai ke akhir surah al-Nas.
3. Pengertian Ulumul Qur’an
Adapun yang dimaksud dengan Ulumul Qur’an dalam terminologi para ahli ilmu-ilmu al-Qur’an seperti diformulasikan Muhammad ‘Ali al-S}abuni adalah sebagai berikut:
“Yang dimaksud dengan Ulumul Qur’an ialah rangkaian pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an yang agung lagi kekal, baik dari segi (proses) penurunan dan pengumpulan serta tertib urutan-urutan dan pembukuannya, dari sisi pengetahuan tentang asbabun nuzul, makiyyah-madaniyyah, nasikh-mansukhnya, muhkam mutasyabihnya, dan berbagai pembahasan lain yang berkenaan dengan al-Qur’an.”
definisi yang lain, seperti Manna‘ al-Qattan dalam Mabah}is| fi Ulum al-Qur’an
“Ulumul Qur'an adalah ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al-Qur'an dari sisi informasi tentang Asbabun al-Nuzul (sebab-sebab turunnya al-Qur'an), kodifikasi dan tertib penulisan al-Qur'an, ayat-ayat makkiyah dan madaniyah, nasihk dan mansukh, ayat-ayat muhkam dan mutasyabih dan hal-hal lain yang berkaitan dengan al-Qur'an”.

B. Ruang Lingkup dan Pembahasan Ulumul Qur’an
Ruang lingkup dan pembahasan Ulumul Qur’an sangat luas. Dalam kitab al-Itqan, al-Syuyuti menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian al-Suyuti mengutip Abu Bakar Ibnu al-Araby yang mengatakan bahwa Ulumul Qur’an terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-Qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna zahir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufradatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung.
Menurut Quraish Shihab, materi pembahasan Ulumul Qur’an dapat dibagi dalam empat komponen: 1) pengenalan terhadap al-Qur’an, 2) kaidah-kaidah tafsir, 3) metode-metode tafsir, dan 4) kitab-kitab tafsir dan mufassir.Sementara itu, Jalal al-Din al-Bulqiny membagi kajian ilmu al-Qur’an menjadi enam kelompok besar, yaitu: 1) Nuzul, 2) Sanad, 3) Ada’, 4) Al-Faz, 5) Ma’nan Muta‘alliq bi al-Ahkam, dan 6) Ma’nan muta’alliq bi al-faz. Selanjutnya 6 kelompok ini dibagi lagi menjadi 50 persoalan seputar pembahasan Ulumul Qur’an.
Senada dengan pandangan al-Bulqiny, Hasby al-Shiddieqi berpendapat dari segala macam pembahasan Ulumul Qur’an itu kembali ke beberapa pokok pembahasan saja seperti:
1. Nuzul. Ayat-ayat yang menunjukan tempat dan waktu turunya ayat al-Qur’an misalnya makkiyah, madaniyah, hadhariah, safariyah, nahariyah, lailiyah, syita’iyah, shaifiyah, dan firasyiah.
2. Sanad. Sanad yang mutawattir, ahad, syadz, bentuk-bentuk qira’at nabi, para periwayat dan para penghapal al-Qur’an, dan cara tahammul (penerimaan riwayat).
3. Ada’ al-Qira’ah. Menyangkut waqaf, ibtida’, imalah, madd, takhfif hamzah, idgham.
4. Pembahasan yang menyangkut lafadz Al-Qur’an, yaitu tentang gharib, mu’rab, majaz, musytarak, muradif, isti’arah, dan tasybih.
5. Pembahasan makna al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum, yaitu ayat yang bermakna Am dan tetap dalam keumumanya, Am yang dimaksudkan khusus, Am yang dikhususkan oleh sunnah, nash, zahir, mujmal, mufashal, mantuq, mafhum, mutlaq, muqayyad, muhkam, mutasyabih, musykil, nasikh mansukh, muqaddam, mu’akhar, ma’mul pada waktu tertentu, dan ma’mul oleh seorang saja.
6. Pembahasan makna al-Qur’an yang berhubungan dengan lafadz, yaitu fasl, wasl, i’jaz, itnab, musawah, dan qasr.
KESIMPULAN
1. Ulumul Qur’an terdiri atas dua kata: ulum dan al-Qur’an. Ulum (علوم) adalah plural dari kata tunggal ilm (علم), yang secara harfiah berarti ilmu. Sedangkan al-Qur’an adalah nama bagi kitab Allah yang di turunkan kepada nabi Muhammad saw. Dengan demikian, maka secara harfiah kata ‘ulumul qur’an’ dapat diartikan sebagai ilmu-ilmu al-Qur’an. Secara etimologis, Ulumul Qur'an adalah Ilmu-ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur'an dari sisi informasi tentang Asbabun Nuzul (sebab-sebab tuunnya Al-Qur'an), kodifikasi dan tertib penulisan al-Qur'an, ayat-ayat makkiyah, madaniyah, nasikh dan mansukh, al-muhkam dan mutasyabih, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan Al-Qur'an.
2. Istilah Ulumul Qur’an sebagai satu cabang ilmu belum dikenal di zaman Rasulullah saw. Setiap persoalan yang muncul di masa itu selalu dikembalikan/ditanyakan langsung kepada Rasulullah, sehingga Rasulullah mendapat gelar seolah-olah al-Qur’an berjalan di atas bumi. Demikian pula zaman Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
3. Di era pemerintahan Usman bin Affan, ketika bangsa Arab mulai mengadakan kontak dengan bangsa-bangsa lain, mulai terlihat ada perselisihan dikalangan umat Islam, khususnya dalam hal bacaan Al-Qur’an. Akhirnya, Usman berinisiatif untuk melakukan penyeragaman tulisan al-Qur’an dengan menyalin sebuah Mushaf Al-Imam (induk) yang disalin dari naskah-naskah aslinya. Keberhasilan Usman dalam menyalin Mushaf Al-Imam ini berarti ia telah menjadi peletak pertama bagi tumbuh dan berkembangnya ilmu al-Qur’an yang kemudian populer dengan Ilmu Rasm Al- Qur’an atau Ilmu Rasm Usmani.
4. Al-Qur’an ketika itu belum diberi harkat maupun tanda baca lainnya untuk memudahkan membaca Al-Qur’an. Oleh karena itu, Ali memerintahkan Abu Al-Aswad Al-Dualy (w. 691 H.) untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa arab dalam upaya memelihara bahasa Al-Qur’an. Tindakan Ali ini kemudian dianggap sebagai perintis lahirnya Ilm al-Nahw dan Ilm I’rab Al-Qur’an.
5. Ilmu al-Qur’an terus berkembang sejak abad II H sampai munculnya al-Suyuti pada abad IX. Pada waktu itu, perkembangan Ilmu-ilmu al-Qur'an seolah-olah telah mencapai puncaknya dan berhenti dengan berhentinya kegiatan ulama dalam mengembangkan Ilmu-ilmu Al-Qur'an, dan keadaan semacam itu berjalan sejak wafatnya Iman Al-Suyuti. Setelah wafatnya al-Suyuti sampai saat ini, ulama-ulama kontemporer terus mengembangkan ilmu al-Qur’an

Sejarah timbulnya tarikat

December 27, 2016 Add Comment
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah timbulnya tarikat
Ditinjau dari segi historisnya, kapan dan tarekat mana yang mula-mula timbu sebagai sesuatu lembaga, sulit diketahui dengan pasti. Namun menurut Asy-Syibi dalam buku anwar mengungkapkan tokoh yang pertama kali memperkenalkan sistem thariqat (tarikat) adalah syekh Abdul Qadir Al-jailani di baghadad, Sayyid Ahmad Ar-rifai’i di mesir dengan tarikat riffa’iyyah. Dan jalal Ad-din Ar-rumi diparsi. Tarekat pada awal kemunculannya memang dibawa oleh ketiga tokoh diatas. Ia menjelaskan bahwa penjelasan mistis terhadap islam muncul sejak awal sejarah islam, dan para sufi yang mengembangkan jalan-jalan spritual personal mereka dengan melibatkan pratik-pratik ibadah, pembacaan kitab suci, dan kepustakaan tentang kesalehan. Para sufi ini terkadang terlibat konflik dengan otoritas-otoritas dalam komunitas islam dan memberikan alternative terhadap orientasi yang lebih bersifat legalitik, yang disampaikan kebanyakan ulama. Namun, para sufi secara bertahap menjadi figur-figur penting dalam kehidupan keagamaan dikalangan penduduk awam dan mulai mengumpulkan kelompok-kelompok pengikut yang diidentifikasi dan diikat bersama oleh jalan tasawuf khusus (tarekat) sang guru. Menjelang abad ke-12 M (ke-5 H), jalan-jalan ini mulai menyediakan basis bagi kepengikutan yang lebih permanen, dan tarikat-tarikat sufi pun muncul sebagai organisasi sosial utama dalam komunitas islam.
Pada awal kemunculannya, tarekat berkembang dari dua daerah yaitu khurasan (iran) dan mesepotamia (irak). Pertumbuhan tarekat telah dimulai sejak abad ke-3 dan ke-4 H, namun perkembangan dan kemajuannya terjadi pada abad ke-6 dan ke-7 H. Tarikat dikenal di dunia islam terutama abad ke 12/13 M (6/7 H) dengan hadirnya tarikat Qadiriyah yang didasarkan pada sang pendiri Abd Qadir al-jailani (1077-1166 M), seorang ahli fiqih hambali yang memiliki pengalaman mistik mendalam.
Pada perkembangannya, kata tarikat mengalami pergeseran makna. Jika pada awalnya tarikat berarti jalan yang ditempuh oleh seorang sufi dalam mendekatkan diri kepada allah maka pada tahap selanjutnya istilah tarikat digunakan untuk menunjuk pada suatu metode psikologi yang dilakukan oleh guru tasawuf (mursyid) kepada muridnya untuk mengenal tuhan secara mendalam. Dari sinilah, terbentuklah suatu tarikat, dalam pengertian “jalan menuju tuhan di bawah bimbingan seorang guru”. Setelah suatu tarikat memiliki anggota yang cukup banyak maka tarekat tersebut kemudian dilembagakan dan menjadi sebuah organisasi tarekat.

Tarikat-tarikat yang paling menonjol pada abad keenam dan ketujuh hijriyah.
a. Salah seorang di antara para tokoh tarekat-tarekat mutakhir yalah syeikh Abdul Qadir al-jailani, pendiri tarikat al-Qadiriyyah. Dia lahir di jailan tahun 470 H. Pada tahun 478 H dia merantau ke baghdad untuk mempelajari fiqh madzhab hambaliyyah serta mengikuti jalan para sufi. Pada tahun 521 H dia pun menjadi seorang da’i dan mulai terkenal. Sejak itu dia mulai berpakaian ulama, dan tarikatnya disebarluaskan murid-muridnya ke berbagai kawasan islam, seperti yaman, syria, dan mesir. Tarikat tersebut kemudian tersebut luas di india, turki, afrika dan menjadi sebuah tarikat besar. Menurut trimingham, tarikat al-Qadiriyyah sampai sekarang tetap diikuti berjuta-juta orang al-jailani meninggal tahun 561 H, dan dimakamkan di baghdad. Sementara tarikatnya, sampai sekarang tetap berkembang di mesir, sudan, dan di berbagai kawasan asia maupun afrika. Megenai tarikat al-Qadiriyyah syeikh ali ibn al-hiti berkomentar tarikatnya adalah tauhid semata, disertai kehadiran dalam sikap sebagai hamba tuhan.

b. Pada masa Abdul Qadir al-jailani, terdapat pula seorang tokoh sufi lain dari irak, yaitu syeikh ahmad al-rifa’i, pendiri tarekat al-rifa’iyyah. Dia berasal dari sebuah kabilah arab, yaitu banu rifa’ah, di kawasan al-batha’ih. Di situlah al-rifa’i meninggal dunia tahun 578 H. Dia banyak mempunyai murid, yang dikenal sebagai para pengikut tarikat al-rifa’iyyah atau al-batha’ihiyyah.


c. Pada abad ketujuh hijriyah, di dunia islam, baik di kawasan timur maupun barat, tumbuh berbagai tarikat sufi yang bergerak secara aktif. Di sebelah barat muncul tarikat al-syadziliyyah, yang terus melebarkan sayapnya ke mesir, dan dari situ lalu menyebar ke berbagai kawasan islam. Tarekat al-syadziliyyah dinisbatkan kepada abu al-hasan al-syadzili, seorang sufi penganut aliran sunni. Dia berasal dari syadzilah, tunisia, dan dari sana, bersama para murid dan pengikutnya, pergi ke mesir lalu tinggal di kota iskandariah, sekitar tahun 642 H. Kemudia mereka membentuk sebuah aliran sufi yang nantinya terkenal sebagai tarekat al-syadziliyyah. Di antara para muridnya, yang pergi bersama al-syadzili ke mesir, yalah syeikh abu al-abbas al-mursi. Tokoh inilah kelak yang menggantikan al-syadzili, sebagai pemimpin para pengikut tarikat al-syadziliyyah. Kepemimpinan tarekat tersebut tetap di pegang al-mursi sampai dia meninggal dunia di iskandariah tahun 686 H. Dia digantikan salah seorang muridnya, yang asal mesir, yaitu ibn atha’illah al-syakandari.

d. Tarekat-tarekat sufi lainnya yang sezaman dengan tarikat al-syadziliyyah, adalah tarekat al-ahmadiyyah. Tarikat ini didirikan syayyid ahmad al-badawi (596-675 H.) yang berasal dari maroko, tapi kemudian merantau ke makkah, lalu ke mesir, sekitar tahun 634 H. Dia tinggal di mesir serta menetap di kota thandtha. Dan menyeru orang ke jalan allah. Sepeninggalnya, kepemimpinan tarikat al-ahmadiyyah dipegang oleh muridnya, abdul muta’al al-anshari (meninggal tahun 733 H).

e. Tarekat di mesir lainnya, yang sezaman dengan tarikat al-ahmadiyyah dan juga tersebar luas di negeri tersebut, adalah tarikat al-birhamiyyah. Tarekat ini didirikan putra mesir, syeikh ibrahim al-dasuqi al-Qursyi (meninggal tahun 676 H di damaskus). Darikatnya tersebar luas di kawasan mesir, syria, hijaz, yaman dan hadramaut. Al-dasuqi menekankan bahwa tasauf perlu konsisten terhadap aturan-aturan syari’at. Syari’at adalah pokok, sementara hakekat adalah cabang. Jadi syari’at menhimpun seluruh ilmu yang diwajibkan dan hakekat menghimpun seluruh ilmu yang sembunyikan. Sementara semua tingkatan dan keadaan justru berada di bawah keduanya.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Tarekat bila dilihat secara etimologis mempunyai arti “jalan”. Jalan yang dimaksud adalah jalan yang di tempuh oleh para sufi menuju allah, menurut syekh muhammad amin al-kurdiy dalam bukunya mustafa tarekat adalah pengalaman. Syari’at, melaksanakan beban ibadah (dengan tekun) dan menjauhkan (diri) dari (sikap) mempermudah (ibadah), yang sebenarnya memang tidak boleh dipermudah.

2. Pada awal kemunculannya, tarekat berkembang dari dua daerah yaitu khurasan (iran) dan mesepotamia (irak). Pertumbuhan tarekat telah dimulai sejak abad ke-3 dan ke-4 H, namun perkembangan dan kemajuannya terjadi pada abad ke-6 dan ke-7 H. Tarikat dikenal di dunia islam terutama abad ke 12/13 M (6/7 H) dengan hadirnya tarikat Qadiriyah yang didasarkan pada sang pendiri Abd Qadir al-jailani (1077-1166 M), seorang ahli fiqih hambali yang memiliki pengalaman mistik mendalam.

3. Tarekat-tarekat sufi lainnya yang sezaman dengan tarikat al-syadziliyyah, adalah tarekat al-ahmadiyyah. Tarikat ini didirikan syayyid ahmad al-badawi (596-675 H.) yang berasal dari maroko, tapi kemudian merantau ke makkah, lalu ke mesir, sekitar tahun 634 H. Dia tinggal di mesir serta menetap di kota thandtha. Dan menyeru orang ke jalan allah.


DAFTAR PUSTAKA

 Abu al-wafa, dari zaman ke zaman, pustaka salman istitut teknologi, bandung 1974
 Anwar, mukhtar sholihin, ilmu tasawuf, pustaka setia, bandung 2006
 Abuddin nata, ahlak tasawuf, PT. Raj grafindo pesada, jakarta 1996
 Answar, rosibon dan mukthar, solihin. Ilmu tasawuf. Bandung: pustaka setia. 2004.

FUNGSI DAN TUJUAN KOMUNIKASI

December 26, 2016 Add Comment
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Study ilmu komunikasi merupakan mata kuliah pokok pada jurusan komunikasi dan penyiaran islam. Komunikasi selalu terjadi dimana saja dan dimanapun kita berada dengan tidak mengenal usia baik muda maupun tua. Semuanya selalu berkomunikasi namun tidak banyak orang yang mengetahui fungsi dan tujuan komunikasi, sehingga banyak terjadi gagal faham antara komunikator dan komunikan. Yang pada akhirnya menimbulkan percekcokan yang melahirkan permusuhan.
Kita sebagai umat beragama yang di kenal sebagai kaum Intelektual, harus mempunyai pemahaman tentang bagaimana cara berkomunikasi yang baik. Agar tercapai tujuan komunikasi yang efektif. Sehingga dapat menjalin serta mempererat tali silaturrahmi dan dapat membangun ukhwah antar umat beragama. Karna islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin, yang tentunya memberi pemahaman kepada kita bahwa indahnya hidup dengan saling menghargai. Mudah-mudahan kita selalu berada di dalam keridhoan Allah swt. Amin yarobbal ‘alamin..
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, tentang Study IlmuKomunikasi, maka penulis mengangap ada beberapa hal yang perlu di kaji lebih mendalam antaranya :
1. Apa fungsi dan tujuan komunikasi?
2. Bagaimana prinsip dasar komunikasi yang efektif?
3. Bagaimana karakteristik komunikator?
4. Bagaimana bentuk dan penyajian pesan?
5. Bagaimana karakteristik komunikan?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan pada latar belakang masalah dan rumusan masalah diatas maka tujuan yang akan di capai dalam makalah ini adalah :
1. Untuk memahami fungsi dan tujuan komunikasi?
2. Untuk menganalisis prinsip dasar komunikasi yang efektif?
3. Untuk memahami karakteristik komunikator?
4. Untuk memahami bagaimana bentuk dan penyajian pesan?
5. Untuk menganalisis bagaimana karakteristik komunikan?
BAB II
FUNGSI DAN TUJUAN KOMUNIKASI SERTA PRINSIP DASAR KOMUNIKASI EFEKTIF
A. FUNGSI DAN TUJUAN KOMUNIKASI
Sebelum berkomunikasi ada baiknya kita mengetahui apa saja tujuan dan fungsi komunikasi, agar komunikasi tersebut berjalan dengan baik. Berikut beberapa uraian dari fungsi komunikasi:
1. Tabligh: artinya penyampaian. Maksudnya komunikasi sebagai media penyampaian ajaran-ajaran Allah swt. Kepada umat manusia. Orang yang menyampaikan disebut muballigh. Allah swt. berfirman yang artinya :
“yaitu orang-orang yang menyampaikan risallah Allah, dan mereka takut kepada-Nya, dan tiada seorang pun yang mereka takuti selain Allah swt”. (Q.S Al-Ahzab: 39).
SabdaRasulullah :
“sampaikanlah daripadaku walaupun satu ayat ! ” ( H.R. Bukhari).
2. Amar-ma’ruf dan Nahi Mungkar : artinya memerintahkan kebaikan dan melarang perbuatan jahat. Maksudnya komunikasi sebagai media yang dapat membatasi perbuatan manusia agar tidak terjerumus dalam perbuatan yang menyesatkan.
“orang-orang yang jika kami tempatkan di bumi, mereka tetap mengerjakan sholat dan membayarkan zakat dan menyuruh mengerjakan perbuatan baik, dan melarang perbuatan yang salah dan kesudahan pekerjan mereka itu adalah uusan Allah swt”. (Q.S. al-Haj: 41).
3. Maw’idhah : artinya pengajaran. Maksudnya mengajar orang dengan cara yang baik agar mereka sadar kembali ke jalan Allah swt. Allah berfirman yang artinya :
“serulah manusia ke jalan Rabb-mu dengan bijaksana dan pelajaran yang baik”. (Q.S. an-Nahl: 125).
4. Tabsyiir : artinya pengumuman berita yang menggembirakan. Komunikasi yang disampaikan oleh muballigh yang menyampaikan berita gembira tentang rahmat dan nikmat yang akan diperoleh bagi orang yang beriman.
Firman allah :
“Oleh sebab itu, sampaikanlah kabar gembira kepada hamba-hamba-Ku”. (Q.S. 39 az-Zumar : 17).
5. Indzaar: artinya pemberi peringatan. Maksudnya komunikasi sebagai pemberi peringatan agar manusia jangan tersesat dan peringatan supaya mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
Allah berfirman :
“maka hendaklah kamu beri peringatan, karena peringatan itu berguna”. (Q.S. al-A’la : 9). Orang yang menyampaikan pesan itu disebut mudzakkir.
6. Nashihah : artinya nasihat atau pengajaran. Maksudnya komunikasi sebagai nasihat agar seseorang atau ummat ta’at dan bertaqwa kepada Allah.
7. Wasiyyah : artinya wasiat atau pesan. Maksunya komunikasi berfungsi pemberi pesan kebenran, taqwa dan kebaikan. Dalam al-qur’an di jelaskan :
“dan mereka saling bepesan satu sama lain dengan kebenaran dan saling berpesan kepada kesabaran”. (Q.S. al-Ashr : 3).
Kemudian dalam berkomunikasi kita perlu mengetahui tujuan komunikasi, adapun tujuan komunikasi yaitu sebagai berikut :
1. Menemukan
Ada seorang mahasiswa yang bernama Banu. Ia dibesarkan dari keluarga yang keras lantaran bapaknya seorang tentara. Dengan sikap bapaknya yang keras keras tersebut, sehingga mempengaruhi sikap Banu. Banu pun tumbuh menjadi mahasiswa yang keras, sering tidak bisa kompromi kalau tidak menurutnya benar dan tak jarang menggunakan gertakan kalau perlu menggunakan kekerasan.
Ketika Banu memasuki bangku kuliah dia menemukan banyak teman dengan berbagai latar belakang. Karna itu teman-temannya tidak suka diatur menurut kehendaknya. Di awal masa perkuliahan banyak teman yang tidak menyukai banu. Terkadang banu sulit mendapatkan teman sekelompok dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen. Sebab Banu terlalu kaku dalam bergaul, maunya menang sendiri, dan tak punya kemampuan mendengar pendapat orang lain. Kemudian banu mulai merenung, ia berfikir ini tak bisa terus terjadi. Ia tetap membutuhkan temannya itu. Namun ia tak boleh menjadi orang yang egois dengan hanya memenangkan pendapatnya. Rasul bersabda :
“dari Abu hurairah r.a berkata Rasul saw. bersaba: Allah swt. anak adam mengganggu pada-Ku, karna ia memaki masa padahal akulah masa tersebut sebab di tanganku segala urusan, aku yang mengubah malam dan siangnnya ”. (H.R. Bukhari Muslim).
Salah satu yang dilakukan oleh Bnau itu adalah menyangkut penemuan diri (personal discovery). Penemuan diri ini bisa dilakukan jika seseorang berkomunikasi dengan orang lain. Berkomunikasi dengan orang lain itu, ia akan melihat siapa dirinya, apa yang dikehendaki oleh lingkungannya, dan bagaimana ia harus bersikap.itulah yang dinamakan dengan penemuan diri. Penemuan diri ini sebagian besar dipelaari selama berkomunikasi dengan orang lain.
2. Berhubungan
Di suatu sore Ani sedang bingung karna ada dua kegiatan yang harus ia lakukan. Pertama ia harus hadir dalam rapat organisasi di kampus. Dia waib hadir karna dia adalah kepala bidang u’budiah. Sementara dia harus menjemput ayahnya yang baru pulang dari New Delhi (India) di bandara. Ia tidak mau mengorbankan salah satu dari keduanya karna keduanya sama-sama penting.
Kemudian dia memutuskan untuk menjemput ayahnya dulu di bandara dan menghadiri rapat setelahnya. Namun ia tetap harus menghubungi ketua rapat tersebut, dengan mengatakan ia akan tetap menghadiri rapat tapi akan sedikit terlambat karna harus menjemput ayahnya dahulu.
Komunikasi yang dilakukan oleh Ani karna ia punya tujuan untuk behubungan dengan orang lain. Ia harus berani menyampaikan problem kepada ketua organisasi. Jadi tujuan berkomunikasi juga untuk membina hubungan dengan orang lain.
Rasulbersabda:
“tidak akan masuk surga orang yang memutus hubungan kerabat atau keluarga”. (H.R. Bukhari Muslim).
3. Meyakinkan
Pada suatu hari saya tidak masuk kuliah dikarenakan tidak enak badan, setelah minum obat saya memutuskan untuk beristirahat. Tak lama kemudian sekitar jam 10.00 wib, ada seseorang yang mengedor-gedor pintu rumah saya. Sebenarnya saya malas untuk keluar tapi orang tersebut terus menggedor rumah saya, dengan memaksakan diri saya keluar dari kamar dan langsung membuka pintu. Terlihat seseorang yang mengenakan pakaian rapi dan menggunakan dasi sembari membawa barang yang sepertinya akan ditawarkan kepada saya. Saya bisa menduga bahwa dengan penampilan yang seperti itu bahwa ia adalah seorang sales.
Benar saja setelah ia masuk rumah ia pun mulai menawarkan barang bawaannya. Ia terus membujuk saya untuk membeli barangnya yang sebenarnya saya sudah memilikinya. Namun dengan percaya diri dia terus merayu dan meyakinkan saya untuk membeli barang dagangannya.
Sales itu berkomunikasi dengan orang lain untuk meyakinkan bahwa produknya layak di beli. Dengan bujuk rayuan, kata-kata manis, dia mempraktikan itu semua untuk memprosikan produknya kepada calon konsumen. Tak jarang juga seseorang meyakinkan pesan yang dikirimkan ke orang lain ddengan menambahinya dengan cerita fiktif tertentu. Dan ada juga orang yang berusaha menyakinkan orang lain dengan cerita bohong. Artinya pesannya biasa, hanya agar orang yang diberi informasi itu mendukung pendapatnya.
4. Bermain
Jika anda adalah penonton setia televisi, saya punya pertanyaan khusus untuk anda. Berapa lama anda dalam menyaksikan acara hiburan di televisi dibandingkan anda menyaksikan acara formal di televisi seperti berita dan dialog politik. Saya yakin bahwa anda lebih banyak menghabiskan waktu untuk menyasikan acara hiburan dikarenakan lebih menarik untuk disaksikan.
Seseorang berkomunikasi dengan orang lain juga tak selalu serius, bahkan ada yang sengaja menyelipkan cerita jenaka sebagai bumbu-bumbu pembicaraan. Maka banyak diantara kita yang memanfaatkan lelucon untuk membius para komunikan agar lebih tertarik mendengar pesan yang kita sampaikan.
5. Membentuk Citra Diri
Saat menjelang pemilihan anggota legislatif atau presiden, para kendidat menginformasikan banyak hal tentang dirinya. Lihat saja baliho, spanduk, brosur, dan semacamnya. Yang tujuannya apalagi kalo bukan agar masyarakat tertarik, dan memilihnya. Tak terkecuali, seseorang mencoba untuk mengomunikasikan dirinya ke orang lain secara sengaja atau tidak telah mencerminkan siapa dirinya.
Dalam ilmu komunikasi itu bisa disebut dengan citra diri. Bagaimana seseorang membangun personal branding, ingin dipersepsikan seperti apa oleh orang lain bagian dari menbentuk dari citra diri. Cira diri bisa disebut dengan watak kepibadian yang kita rasa pada diri kita sendiri seperti (setia, jujur, bersahabat, peduli, empati, judes, dsb). Ini semua contoh bagaimana Citra diri kita dibangun oleh diri kita sendiri agar dinilai orang lain.
Jadi citra diri itu melekat pada seseorang berdasar komunikasi yang dilakukan. Orang hanya bisa menilai citra diri orang lain jika orang lain itu berkomunikasi. Bagaimana mungkin seseorang individu bisa dinilai citra komunikasinya jika tidak pernah mengkomunikasikan siapa dirinya? Citra diri bisa melekat pada diri individu atau indivdu yang berkaitan dengan sebuah lembaga dimana dia berada, misalnya dia berada dan berkerja di lembaga tertentu.
B. PRINSIP KOMUNIKASI EFEKTIF
Untuk lebih memahami kemonikasi, ada baiknya kita mengetahui apa saja prinsip komunikasi tersebut. Agar kita dapat memahami dengan baik ilmu komunikasi itu. Dan berikut beberapa prinsip komunikasi :
1. Komunikasi Itu Adalah Sebuah Proses Simbolik
Menurut Susane K. Langera, yang mengungkapkan bahwa salah satu kebutuhan pokok manusia adalah merupakan kebutuhan simbolis atau pengunaan lambang. Karena manusia adalah satu-satunya hewan yang mengunakan lambang atau disebut dengan Animal symbolicum. Lambang atau symbol itu adalah suatu yang digunakan untuk merujuk suatu yang lainnya, berdasarkan kesepakatan suatu kelompok orang. Dan lambang ini meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama. Contohnya seperti rambu lalu lintas yang banyak sekali tersebar di jalan raya, yang tentunya memiliki makna tersendiri dari semua rambu tersebut.
2. Setiap Perilaku Mempunyai Potensi Komunikasi
Ada istilah yang sangat familiar dalam dunia komunikasi yaitu we cannot not communication , ”kita tidak dapat tidak berkomunikasi”. Hal tersebut tidak berarti semua perilaku yang kita lakukan adalah komunikasi. Betapa tidak, komunikasi terjadi jika seseorang memberi makna pada perilaku orang lain atau perilakunya sendiri. Jadi semua perilaku kita berpotensi komunikasi, baik dari segi ekspresi muka, bahsa tubuh, terlebih pengucapan baik secara verbal maupun nonverbal.


3. Komunikasi Memiliki Dimensi Isi Dan Dimensi Hubungan
Dimensi muatan (isi) komunikasi,yaitu “apa yang dikatakan”. Sedangakan dimensi hubungan, menunjukkan bagaimana cara mengatakannya, yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para peserta komunikasi tersebut, dan bagaimana seharusnya pesan tersebut dapat ditafsirkan. Karna bagaimanapun juga tidak semua orang menyadari bahwa pesan yang sama akan ditafsirkan berbeda oleh komunikan, jika disampaikan dengan berbeda pula.
Contohnya dalam komunikasi masa, dimensi isi merujuk pada isi pesan itu sendiri. Sedangakan dimensi hubungan, merujuk pada unsur-unsur lain, termasuk didalamnya jenis saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan tersebut. Seperti pada koran yang kebetulan antara koran sindo dan koran jambi ekspress memiliki pembahasan yang sama. inti dari pesan yang ada pada koran sindo dan koran jambi ekspress tersebut sama, namun dalam penyampaian pesannya tentu terdapat perbedaaan antara keduanya.
4. Komunikasi Berlangsung Dalam Berbagai Tingkat Kesengajaan
Komunikasi dilakukan dalam berbagai tingkat kesengajaan dari komunikasi yang tidak sengaja sama sekali [ketika anda melamun sementara orang-orang memperhatikan anda], sampai komunikasi yang benar-benar direncanakan [ketika anda menyampaiakan pidato]. Unsur kesengajaan bukanlah syarat untuk terjadinya komunikasi . meskipun kita sama sekali tidak bermaksud menyampaikan pesa kepada orang lain, perilaku kita kerab kali untuk ditafsirkan orang lain. Kita tidak dapat mengendalikan orang lain untuk menafsirkan atau tidak menafsirkan perilaku kita.
Dalam berkomunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya ketidaksengajaan berkomunikasi ini lebih relevan lagi untuk kita perhatikan. Banyak kesalahfahaman antar budaya sebenarnya disebabkan oleh perilaku seseorang yang tidak sengaja ditafsirkan atau direspon oleh orang dari budaya lain.
5. Komunikasi Berlangsung Dalam Konteks Ruang Dan Waktu
Makna pesan juga tergantung pada konteks fisik atau ruang, waktu social dan psikologis. Waktu mempengaruhi makna terhadap pesan. Contohnya dering telfon pada tengah malam akan ditanggapi lain jika dibandingkan dengan dering telfon pada siang hari. Kehadiran orang lain dalam konteks social juga akan mempengaruhi orang-orang yang berkomunikasi. Dua ornag yang sedang mengalami masalah konflik internal, akan merasa sangat canggung jika tidak ada orang lain di antara mereka. Namun, masalah mereka akan sedikit mencair jika ada seseorang diantara mereka, ataupun juga salah seorang diantara mereka mau menyapa atau meminta ma’af erlebih dahulu.
6. Komunikasi Melibatkan Prediksi Peserta Komunikasi
Komunikasi akan terikat oleh aturan dan tata krama. Orang-orang memilih strategi tertentu berdasarkan bagaimana orang yang akan menerima pesan atau respons. Dan prediksi itu tidak dapat disadari dan bahkan cendrung berlangsung cepat. Kita tidak dapat memprediksikan perilaku komunikasi orang lain berdasarkan peran sosialnya. Prinsip ini mengamsumsikan bahwa hingga derajat tertentu ada keteraturan pada perilaku komunikasi manusia. Dengan kata lain, perilaku manusia, minimal secara parsial dapat diramalkan.
7. Komunikasi Itu Bersifat Sistematik
Komunikasi itu mengandung dua system yaitu system internal dan system eksternal. System internal biasa disebut dengan kerangka rujukan. Sistem internal merupakan seluruh system yang dibawa oleh seorang individu ketika ia berpartisipasi dalam komunikasi yang ia serap selama sosialisasinya dalam berbagai lingkungan sosial.
Sedangkan system eksternal, terdiri dari unsur-unsur dalam lingkungan luar individu, termasuk di dalamnya kata-kata yang dipilih dalam berkomunikasi, isyarat fisik pesrta komunikasi, kegaduhan di sekitarnya, penataan ruangan cahaya, dan temperatur ruangan. Lingkungan dan objek mempengaruhi komunikasi, tetapi persepsi atas lingkungan juga mempengaruhi cara berperilaku.
8. Semakin Mirip Latar Belakang Sosial Budaya Semakain Efektif Komunikasi
Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya atau para komunikan. Kesamaan dalam hal tertentu akan mendorong orang-orang saling tertarik dan pada gilirannya karna kesamaan tersebutlah komunikasi mereka akan menjadi lebih aktif. Sebagai contoh, keamaan bahasa akan membuat orang lebih mudah berkomunikasi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, dibandingkan dengan orang-orang yang berkomunikasi tidak dengan Bahasa yang sama.
9. Komunikasi Bersifat Nonsekuensial
Pada hakikatnya, komunikasi manusia dalam bentuk dasarnya [komunikasi tatap muka] bersifat dua arah. Komunikasi sirkuler atau komunikasi dua arah ini ditandai dengan berbagai hal diantaranya adalah :
a. Orang-orang yang berkomunikasi di anggap setara.
b. Proses komunikasi berjalan timbal balik (dua arah), karena karena model pun tidak di tandai dengan suatu garis lurus bersifat linear (satu arah).
c. Dalam praktiknya, kita tidak lagi memperhatikan pesan dengan umpan balik karena pesan komunikator A sekaligus umpan balik bagi komunikator B, dan sebaliknya umpan balik B merupakan pesan B, begitu seterusnya.
Perlu diperhatikan pula, meskipun sifat sirkuler digunakan untuk menandai proses komunikasi, unsur-unsur proses komunikasi sebenarnya tidak terpola secara kaku. Oleh karena itu, sifat nonsekuensial alih-alih sirkuler tampaknya lebih tepat digunakan untuk menandai proses komunikasi.
10. Komunikasi Bersifat Prosesual, Dinamis, Dan Transaksional
Komunkasi bersifat prosesual adalah bahwa komunikasi itu tidak memiliki awal dan tidak memiliki akhir melainkan proses sinabung (continous). Bersifat dinamis adalah dalam proses komunikasi para peserta akan saling mempengaruhi, seberapa kecil pengaruh itu baik lewat komunikasi verbal meupun komunikasi non verbal. Sedangkan transaksional adalah bahwa para peserta komunikasi berubah (dari sekedar berubah pengetahuan hingga berubah pandangan dunia dan perilakunya).
11. Komunikasi Bersifat Irreversible
Komunikasi bersifat irreversible adalah merupakan implikasi dari komunikasi sebagai suatu proses yang selalu berubah. Dalam komunikasi sekali terjadi pengiriman suatu pesan, maka anda tidak dapat mengendalikan pengaruh pesan tersebut terhadap khalayak, apalagi menhilangkan efek dari pesan tersebut.
12. Komunikasi Bukan Panasea Untuk Menyelesaikan Berbagai Masalah
Komunikasi bukanlah panasea (obat mujarab) untuk menyelelesaikan persoalan atau konflik yang di sebabkan oleh factor komunikasi. Sesungguhnya konflik tersebut bias jadi berkaitan dengan masalah kultural, walaupun banyak persoalan atau konflik antara manusia yang di sebabkan oleh masalah komunikasi. Dan untuk itu, agar komunikasi berjalan efektif, maka kendala structural tersebut juga harus diatasi atau diselesaikan.
C. KARAKTERISTIK SUMBER/KOMUNIKATOR
Salah satu yang menjadi faktor pendukung keberhasilan komunikasi adalah komunikator, yang merupakan salah satu komponen penting dari komunikasi tersebut. Sebaiknya sebagai seorang komunikator kita hendaknya memiliki beberapa sifat-sifat sebagi berikut :
1. Harus benar-benar istiqamah dalam keimanannya dan percaya seyakin-yakinnya akan kebenaran agama islam yang dianutnya untuk kemudian diteruskan kepada ummat. (QS. Al-Baqarah [2]: 285) dan (QS. Fussilat [41]: 30).
2. Harus menyampaikan dakwah/pesannya dengan lisannya sendiri. Dia tidak boleh menyembunyikan kebenaran, apalagi menukar kebenaran tersebut dengan nilai harga yang rendah. (QS. Ali ‘Imran [3]: 187).
3. Menyampaikan kesaksiannya tentang kebenaran itu, tidak saja dengan lidahnya, tetapi sejalan dengan perbuatannya. (QS. Albaqarah [2]: 44) dan (QS. Ash-Shaff [61]: 3).
4. Dalam penyampaian dakwah/pesan harus secara adil dan jujur terhadap semua golongan dan kelompok ummat dan tidak terpengaruh oleh penyakit hati, seperti hasad, sombong, serakah, dan sebagainya. (QS. Al-Ma’idah [5]: 8) dan (QS. Al-Hujarat [49]: 10).
5. Dalam penyampaian dakwah/pesan harus dilandasi dengan niat yang ikhlas hanya karena Allah dan mengharapkan rida-Nya. (QS. Al-Baqarah [2]: 265) (QS. Al-Bayyinah [98]: 5).
6. Menjadikan Rasulullah saw. sebagai contoh teladan utama dalam sgenap kehidupan, baik pribadi maupun rumah tangga dan keluarga. (QS.Al-Ahzab[33]: 21).
7. Mempunyai keberanian moral dalam berdakwah/menyampaikan pesan, namun memahami batas-batas keimanan yang jelas. (QS. Al-An’am [6]: 108) dan (QS. Al-Fath [48]: 29).
8. Mengutamakan persaudaran dan persatuan ummat, sebagai perwujudan Ukhwah Islamiyah. (QS. Al-Hujarat [49]: 10) dan (QS. Al-Hasyr [59]: 9).
9. Bersifat terbuka dan penuh toleransi, lapang dada dan tidak memaksa. (QS. Al-Baqarah [2]: 265) dan (QS. Al-‘Ashr [103]: 3).
10. Tetap berjihad dalam kondisi bagaimanapun, dengan keyakinan bahwa Allah akan berpihak kepada orang yang benar dan memberikan petunjuk untuk iu. (QS. Al-Jumu’ah [62]: 10-11).
D. BENTUK DAN PENYAJIAN PESAN
Di dalam penyampaian bentuk dan penyajian pesan sebaiknya kita harus mengetahui dahulu bagaimana latar belakang dari komunikan atau si penerima pesan, seperti kelompok awam dan itelektual, kelompok masyarakat kota dan desa, kelompok industry dan pegawai negri, serta kelompok remaja pria dan wanita. Agar dapat memudahkan pelaksanaan penyampaian pesan/dakwah tersebut. Berikut beberapa bentuk atau metode penyajian pesan :
1. Metode Penyampaian Pesan/Dakwah Dengan Cara Hikmah
Sayyid Quthub berpendapat, bahwa hikmah adalah melihat situasi dan kondisi obyek dakwah serta tingkat kecerdasan penerima pesan atau dakwah. Dalam bahasa Indonesia, kata hikmah di terjemahkan dengan istilah “kebijaksanaan”. Seseorang yang bijaksana tidak hanya dilihat dari luasnya ilmu pengetahuan atau kemampuan bicara serta kemampuan memilih pokok pembicaran yang sesuai dengan tingkat kecerdasan lawan bicaranya, tetapi juga dilihat dari perilakunya dalam bermasyarakat. Karna itu kata hikmah mengandung pengertian yang lebih luas daripada sekedar ilmu pengetahuan yang hanya dapat dihadapkan pada golongan cerdik pandai, maka penyampaian pesan/dakwah dengan hikmah dapat dipergunakan kepada semua golongan atau lapisan masyarakat.
Saifuddin zuhri memberi pandangan yang berkaitan dengan penyampaian pesan/dakwah yang diperjelas dengan peribahasa berikut “dimana bumi dipijak, disa langit di junjung, dimana air di sauk, di situ ranting di patah ”. peribahasa ini mengambarkan bahwa seseorang yang berperilaku bijaksana harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat di mana dia berada (sepanjang tidak keluar dari norma-norma Islam), sihingga keberadaanya di tengah masyarakat di akui dan diterima dengan sepenuh hati.
Pengertian kata hikmah atau bijaksana semacam ini perlu dipahami dan diperkokoh dalam diri seorang komunikator, seebab dia bukan hanya sekedar membei pesan, ceramah atau khutbah. Tetapi juga sebagai seorang penasehat, pembimbing, pemberi petunjuk, dan pencari jalan keluar terhadap suatu permasalahan yang dihadapi oleh komunikan atau masyarakat. Selain itu, seorang komunikator/juru dakwah juga bertindak sebagai tokoh panutan dan suri tauladan bagi masyarakat dalam seluruh dimensi kehidupannya.
2. Metode Penyampaian Pesan/Dakwah Dengan Nasehat Yang Baik (al-mau’izhah al-hasanah)
Menurut Sayyid Quthub, penyampaian pesan/dakwah dengan pengajaran yang baik ialah penyampaian pesan/dakwah yang mampu meresap kedalam hati dengan halus dan merasuk ke dalam perasaan dengan lemah lembut, tidak bersikap menghardik, memarahi dan tidak membuka kesalahan-kesalahan penerima dakwah/pesan. Karna sikap halus dalam menyampaikan pengajaran kebanyakan mendatangkan petunjuk bagi hati yang sesat dan menjinakkan bagi hati yang benci serta mendatangkan kebaikan, ketimbang hardikan, kemarahan dan ancaman.
Dengan demikian, perilaku yang baik merupakan salah satu perwujudan dari dakwah bil hikmah lalu diterapkan dalam dakwah bil mau’izah al-hasanah. Jadi diantara keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Karna itu, seorang komunikator harus menjaga dan memelihara perilakunya dengan hati-hati sehingga perkataannya sesuai dengan perbuatannya.
Allah swt. berfirman di dalam al-Qur’an pada surah al-Shaff / 61 : 2-3, yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan ” (QS. Al-Shaff [61]: 2-3).
3. Metode Penyampaian Pesan/Dakwah Dengan Mujadalah bi al-laty hiya ahsan
Menurut Sayyid Quthub dakwah dengan mujadalah bi al-laty hiya ahsan merupakan metode dan dialog diskusi tidak bertujuan mencari kemenangan, tetapi bertujuan agar komunikan patuh dan tunduk terhadap ajaran agama untuk mencapai kebenaran. Fokus perhatian dalam penyampaian pesan/dakwah bil al-mujadalah bil al-laty hiya ahsan meliputi dua aspek. Aspek golongan umat mana yang tepat di ajak dalam perdebatan, dan bagaimana sikap komunikator yang seharusnya di lakukan dalam berdebat. Mujadadalah hanya mungkin dilakukan oleh orang-orang dari golongan cerdik pandai, terpelajar dan memiliki wawasan yang luas, karena dalam kehidupan sehari-harinya mereka telah terbiasa berfikir kritis dan rasional.
Mujadalah dapat dilakukan di berbagai forum dialog yang diadakan dalam berbagai bentuk, seperti symposium, seminar, diskusi panel, yang tampaknya lebih menarik perhatian masyarakat golongan cerdik pandai dan golongan terpelajar saat ini, yaitu apa yang disebut dengan dialog terbuka.
E. KARAKTERISTIK KOMUNIKAN
Komunikan memiliki berbagi macam karakter, maka dari itu komunikator mesti pandai dalam menyampaikan pesan sesuai karakteristik komunikan. Berikut adalah beberapa karakter komunikan:
1. Keimanan atau ketauhidan, kita telah berada pada zaman dimana kata-kata makian telah menjadi bahasa sehari-hari, dimana anak-anak sudah banyak yang tidak menghormati orang tuanya, dimana seorang murid memenjarakan gurunya, dan masih banyak lagi contoh buruk lainnya. Yang kita kenal dengan zaman krisis moral. Disinilah peran komunikator untuk merubah watak buruk dari komunikan agar memiliki pondasi keimanan yang kokoh. Sehingga terciptalah keharmonisan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Umumnya komunikan yang seperti ini di dominasi orang-orang yang sebelumnya tidak memiliki pengetahuan agama, yang yang dari kecil pun tidak mendapat bimbingan dari orang tua. Contohnya: anak punk, pelaku kejahatan dsb.
2. Budaya, lain daerah lain pula budaya yang di anutnya. Komunikator harus memahami betul bagimana adat di tempat akan disampaikannya pesan/dakwah tersebut, supaya kedepannya tidak menimbulkan perselisihan karna perbedaan pendapat. Agar nantinya apa yang kita sampaikan dapat di amalkan di daerahnya masing-masing. Orang yang sudah terikat dengan aturan adat ini biasanya adalah orang yang tinggal sebuah pedesaan.
3. Kaum intelektual, merupakan orang yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas. Sudah seharusnya sebagai komunikator mengetahui bagimana cara memberikan materi atau menyampaikan pesan pada orang tersebut. Karakter komunikan yang seperti ini biasanya terdiri dari mahasiswa dan para tenaga pengajar.




BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fungsi komunikasi (Tabligh, Amar-ma’ruf dan Nahi Mungkar, Maw’idhah, Tabsyiir, Indzaar,Nashihah, dan Wasiyyah) dan tujuan komunikasi (Menemukan, Berhubungan, Meyakinkan, Bermain dan Membentuk Citra Diri). Bentuk dan Penyajian Pesan (Metode Penyampaian Pesan/Dakwah Dengan Cara Hikmah, Metode Penyampaian Pesan/Dakwah Dengan Nasehat Yang Baik (al-mau’izhah al-hasanah), Metode Penyampaian Pesan/Dakwah Dengan Mujadalah bi al-laty hiya ahsan). Karakteristik Komunikan (Keimanan atau ketauhidan, Budaya, Intelektual).
Dari pernyataan di atas dapat kita tarik sebuah kesimpulan bahwa komunikasi yang efektif itu akan terjadi jika kita mengetahui dan mengamalkan fungsi, tujuan, prinsip komunikasi, karakteristik komunikator/komunikan dan bentuk penyajian pesan, agar terjalinnya silaturrahmi yang baik antara komunikator dan komunikan, dan supaya pesan yang kita sampaikan bisa diterima dengan baik, hingga selanjutnya bisa di amalkan dan dapat memberi dampak yang positif di dalam kehidupan sehari-hari oleh komunikan. Dan ketika semua hal tersebut telah memberi dampak dan pengaruh yang besar bagi masyarakat maka saat itulah komunikasi ini bisa di bilang efektif.
B. Kritik dan Saran
Sebagai manusia kita tentu tidak lepas dari salah dan khilaf, penulis sangat berterima kasih kepada Dosen dan para teman-teman yang mau menyampaikan kritik dan sarannya untuk dapat memperbaiki makalah kami ini. Karna pengalaman adalah guru terbaik untuk memperbaiki langkah kedepan sehingga dalam penyusunan makalah selanjutnya bisa mendekati kata sempurna.





DAFTAR PUSTAKA
Awaludin Pimay, Paradigma Dakwah Humanis Strategi dan Metode dakwah, (Semarang, RaSAIL, 2005).
Hamzah Ya’qub, Publisistik Islam Teknik Da’wah & Leadership, (Bandung, CV.Diponegoro, 1973).
Khatib Pahlawan Kayo, Manajemen Dakwah Dari dakwah Konvesional Menuju Dakwah Profesional, (Jakarta, AMZAH, 2007).
Muhamad fuad ‘Abdul Baqi, al-lu’lu’ wal marjan, (Surabaya, PT Bina Ilmu, 1979), jilid 2.
Nuruddin, ilmu komunikasi ilmiah dan populer, (jakarta PT. Raja Grafindo. 2016).
Wahyu Ilahi, Komunikasi Dakwah, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2010).

Biografi Sayyid Ahmad Khan

December 26, 2016 Add Comment
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam dunia Islam telah banyak kita mendengar tentang para tokoh filsof yang terkenal. Para filsof ini banyak sekali meninggalkan pemikiran atau karya-karyanya yang berguna bagi generasi penerusnya. Akan tetapi tidak banyak orang yang tau bagaimana biografi dari filsof itu sendiri, bagaimana pemikirannya, dan seperti apa karyanya. Seharusnya kecanggihan teknologi yang ada pada saat ini, sudah sebaiknya digunakan dengan semaksimal mungkin. Agar apa yang menjadi problem kehidupan dapat tercapai solusinya dengan baik.
Namun hal itu terjadi sebaliknya, karna kercanggihan teknologi itu pula kita lalai akan kewajiban yang seharusnya kita lakukan. Kita sebagai insan yang intelek harus pandai menggunakan teknologi untuk berbuat segala hal yang berbau kebaikan yang tentunya akan membimbing kita kepada syurganya Allah swt. sehingga kita selalu berada dalam keridhoan-Nya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, tentang Pemikiran Islam dan Filsafat, maka penulis mengangap ada beberapa hal yang perlu di kaji lebih mendalam antaranya :
1. Bagaimana Biografi Sayyid Ahmad Khan
2. Bagaimana Karya-karya Sayyid Ahmad Khan
3. Bagaimana Pemikiran Sayyid Ahmad Khan
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan pada latar belakang masalah dan rumusan masalah diatas maka tujuan yang akan di capai dalam makalah ini adalah :
1. Mengetahui Biografi Sayyid Ahmad Khan
2. Mengetahui Karya-karya Sayyid Ahmad Khan
3. Menganalisis Pemikiran Sayyid Ahmad Khan



BAB II
SAYYID AHMAD KHAN
A. BIOGRAFI SAYYID AHMAD KHAN
Sayyid ahmad khan lahir di Delhi pada 17 oktober 1817 dan meninggal pada 27 Maret 1898. Menurut suatu keterangan, ia berasal dari keturunan husein, cucu nabi SAW. melalui Fatimah dan Ali. Neneknya Sayyid Hadi adalah pembesar istana pada masa pemerintahan Almaghir II (1754-1759). Sedangkan, kakek dan ayah dari Sayyid Ahmad Khan bekerja di East India Company, dengan posisi cukup penting. Singkatnya Sayyid Ahmad Khan berasal dari keluarga berstatus tinggi, modernis, berorientasi Barat, dan cukup mengenal kehidupan orang Inggris.
Meskipun keluarganya banyak yang berkecimpung dengan pengaruh Barat, namun Ibu dari Ahmad Khan adalah sosok muslimah yang religius. Dia merupakan wanita yang dihormati karena pengetahuan agamanya. Dia memasukkan Ahmad Khan ke dalam madrasah dan memberikan pengaruh yang sepadan dengan pengaruh yang diberikan kakek Ahmad Khan. Sehingga Ahmad Khan tumbuh dewasa dengan dua pengaruh yang berlawanan: kesetiaan dengan sepenuh hati kepada komunitas muslim dan penghormatan yang tinggi terhadap budaya Inggris.
Namun, pendidikan Ahmad Khan harus terhenti di tengah jalan, krisis ekonomi keluarganya pasca kematian ayahnya adalah penyebab utamanya. Untuk membantu perekonomian keluarga Sayyid Ahmad Khan memutuskan untuk bekerja. Ketika umurnya baru delapan belas tahun dia melamar kerja ke East India Company, dan dia diterima sebagai panitera. Panitera merupakan jabatan rendah dalam serikat dagang tersebut, dia tidak bisa naik lebih tinggi karena dia tidak menyelesaikan pendidikan formalnya.
Tidak lama setelah bekerja di East Indian Company, dia memutuskan berpindah pekerjaan dengan menjadi hakim. Tetapi pada tahun 1846, dia pkembali ke Delhi untuk meneruskan studi. Sayyid Ahmad Khan banyak menghabiskan waktunya untuk belajar secara otodidak. Dia banyak membaca literatu ilmu pengetahuan baik yang berhasa lokal ataupun Inggris. Dia membentuk kelompok diskusi bersama teman-teman muslim India dan mengadakan serial kuliah dengan topik-topik ilmiah.
Ketika pemberontakan Mutiny pecah pada 1857, ia berusaha untuk mencegah terjadinya kekerasan dan banyak menolong orang Inggris dari pembunuhan. Pihak Inggris menganggap Ahmad Khan banyak berjasa bagi mereka dan ingin membalas jasanya. Tetapi, hadiah yang diberikan Inggris kepadanya ditolak, dan hanya gelar Sir yang diterimanya.
B. KARYA-KARYA SAYYID AHMAD KHAN
Tentang karya-karya Sayyid Ahmad Khan, Browne menulis,”pengetahuannya luas sekali”. Ia secara khusus menulis filsafat kuno, falsafah sejarah, sejarah dan kebudayaan Islam. Ia belajar bahasa perancis tanpa guru selama tiga bulan, namun cukup baginya untuk memahami dan menerjemahkan. “ia mampu berbahasa Arab, Turki, Persia, dan Afgan, serta sedikit bahasa Inggris dan Rusia. Buku-buku Arab dan Persia adalah kegemarannya. Ia tidak pernah menikah, dan agaknya tidak tergugah oleh daya tarik wanita.”
Pengaruh Ahmad Khan di seluruh timur dan Khususnya di dunia islam diakui cukup besar. Ia pengilham utama kebangkitan orang islam di dalam abad 19. Orang timur barat pada dzaman itu seperti saling bersaing mendapatkan perhatiannya. Ia dikagumi dan dihormati oleh para cendikiawan muslim di seluruh dunia, tetapi kaum imperialis sangat khawatir akan misi dan pengaruhnya yang terus berkembang. Ia membangkitkan semangat hidup diantara sahabat dan muridnya, yang pada gilirannya menajamkan pena mereka.
Sebagai penulis berbahasa Urdu, Ahmad Khan menduduki tempat tinggi. Ia penulis subur yang meninggalkan sedikitnya 25 karya sejarah, arkeologi, politik, agama dan filsafat berharga, dalam bahasa Urdu dan Persia. Ia juga mengedit tulisan Abdul Fazal An-i-Aktan dan autobiografi kaisar mongol Jahangir. Tozak-e-Jahangir, Bukunya Ashab-i-Baghawat-e Hind (Sebab Pemberontakan India) merupakan buku pertama tentang pemberontakan itu, diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Sir Auckland Colin. Bukunya yang lai, Aasar-ul-Sanadid, disalin ke dalam bahasa Prancis oleh op Garcin de Tasey (1861), menyebabkan Ahmad Khan diterima menjadi anggota Royal Asiatic Society of London. Sekembali dari London ia mulai menangani Tahzib ul-Akhlaq, majalah berbahasa Urdu, pada 1870.
Melalui majalah-majalah ini ia mempropagandakan doktrin-doktrinnya yang informatife mengenai masyarakat dan Agama,yang mengecam hirarki keagamaan yang menudingnya “Kafir”. Selama di London ia menyusun karangan tentang Nabi Muhammad SAW. yang amat tebal, yang diserang para penulis barat. Ia juga menulis tafsir Qur’an dalam 7 jilid. Disini ia mencoba memberikan penjelasan rasional mengenai doktrin-doktrin agama seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an. Sayyid Ahmad Khan diakaui secara universal sebagai pelopor prosa Urdu dan “bapak Urdu yang modern”.
C. PEMIKIRAN SAYYID AHMAD KHAN
1. Ilmu Kalam
Sayyid Ahmad Khan mempunyai kesamaan pemikirran dengan Muhammad Abduh di mesir setelah Abduh berpisah dengan Jamaludin Al-Afghani dan kembali dari pengasingan. Meskipun demikian, sebagai penganut ajaran Islam yang taat dan percaya akan kebenaran wahyu, ia berpendapat bahwa akal bukanlah segalanya dan kekuatan akal pun terbatas. Keyakinan, kekuatan dan kebebasan akal menjadikan percaya bahwa manusia bebas menentukan kehendak dan melakukan perbuatan. Ini berarti bahwa ia mempunyai paham yang sama dengan paham Qodariyah.
Selanjutnya Ahmad Khan mengemukakan bahwa tuhan telah menentukan tabi’at atau nature bagi setiap makhluk-Nya yang tetap dan tidak pernah berubah. Menurutnya, Islam adalah Agama yang paling sesuai dengan hukum alam. Selain keyakinan tentang kekuatan hukum akal dan hukum alam, Ahmad Khan tidak mau pemikirannya terganggu otoritas Hadist dan fiqh. Segala sesuatu di ukurnya dengan kritik rasional. Ia pun menolak semua yang bertentangan dengan logika dan hukum alam. Ia hanya mau mengambil Al-Qur’an sebagai pedoman dalam Islam, sedangkan yang lain hanya bersifat membantu dan kurang begitu penting.





BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Biografi, Sayyid ahmad khan lahir di Delhi pada 17 oktober 1817 dan meninggal pada 27 Maret 1898. Ahmad Khan tumbuh dewasa dengan dua pengaruh yang berlawanan: kesetiaan dengan sepenuh hati kepada komunitas muslim dan penghormatan yang tinggi terhadap budaya Inggris.
Karya, Sebagai penulis berbahasa Urdu, Ahmad Khan menduduki tempat tinggi. Ia penulis subur yang meninggalkan sedikitnya 25 karya sejarah, arkeologi, politik, agama dan filsafat berharga, dalam bahasa Urdu dan Persia Sayyid Ahmad Khan diakaui secara universal sebagai pelopor prosa Urdu dan “bapak Urdu yang modern”.
Pemikiran, Sayyid Ahmad Khan mempunyai kesamaan pemikirran dengan Muhammad Abduh. Segala sesuatu di ukurnya dengan kritik rasional. Ia pun menolak semua yang bertentangan dengan logika dan hukum alam. Ia hanya mau mengambil Al-Qur’an sebagai pedoman dalam Islam, sedangkan yang lain hanya bersifat membantu dan kurang begitu penting.
B. Kritik dan Saran
Sebagai manusia kita tentu tidak lepas dari salah dan khilaf, penulis sangat berterima kasih kepada Dosen dan para teman-teman yang mau menyampaikan kritik dan sarannya untuk dapat memperbaiki makalah kami ini. Karna pengalaman adalah guru terbaik untuk memperbaiki langkah kedepan sehingga dalam penyusunan makalah selanjutnya bisa mendekati kata sempurna.









DAFTAR PUSTAKA
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 1984).
Masburiyah, Ilmu Kalam, (Jakarta Selatan,Gaung Persada Press, 2013).
http://wawasansejarah.com/sayyid-ahmad-khan/
https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929