loading...

MAKALAH KEWARGANEGARAAN tentang “Penegakan hukum yang berkeadilan”

May 04, 2019 Add Comment
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN 3


2.1 Pengertian Penegakan Hukum 3
2.2 Konsep dan Urgensi Penegakan Hukum yang Berkeadilan 3
2.3 Permasalahan Penegakan Hukum yang Berkeadilan 7
2.4 Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Penegakan Hukum yang Berkeadilan di Indonesia 7
2.5 Membangun argument tentang dinamika dan tantangan penegakan hukum yang berkeadilan Indonesia……………………………………………………
2.6 Mendeskripsikan esensi dan urgensi penegakan hukum yang berkeadilan Indonesia……………………………………………………………………….
2.7 Rangkuman penegakan hukum yang berkeadilan……………………………..


BAB III PENUTUP 18
3.1 Kesimpulan 18
3.2 Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 20

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang bertemakan "Penegakan Hukum yang Berkeadilan". Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Meskipun banyak hambatan yang penyusun alami dalam proses pengerjaannya, namun akhirnya kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui pengertian penegakan hukum, konsep dan urgensi penegakan hukum yang berkeadilan, mengapa diperlukan penegakan hukum yang berkeadilan, serta sumber historis, sosiologis, politis tentang penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia, kami sajikan makalah ini dari berbagai sumber.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna sempurnanya makalah ini. Penyusun berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca.




Jambi , Mei 2019



Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara hukum, artinya negara yang semua penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan serta kemasyarakatannya berdasarkan atas hukum, bukan didasarkan atas kekuasaan belaka. Indonesia di idealkan dan dicita-citakan sebagai suatu Negara hukum Pancasila. Namun bagaimana ide Negara hukum itu, selama ini belum pernah dirumuskan secara komprehensif. Yang ada hanya pembangunan bidang hukum yang bersifat sektoral (Jimly Asshiddiqie, 2009:3).
Untuk dapatnya hukum berfungsi sebagai sarana penggerak, maka hukum harus dapat ditegakkan dan untuk itu hukum harus diterima sebagai salah bagian dari sistem nilai kemasyarakatan yang bermanfaat bagimasyarakat. Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk mencapai atau menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat baik itu merupakan usaha pencegahan maupun pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum, dengan perkataan lain baik secara preventif maupun represif.
Tugas utama penegakan hukum, adalah untuk mewujudkan keadilan, karenanya dengan penegakan hukum itulah hukum menjadi kenyataan (Liliana,2003:66. Karena itu agar hukum dapat ditegakkan maka perlu pencerahan pemahaman hukum bahwa sesungguhnya hukum itu tidak lain adalah sebuah pilihan keputusan, sehingga apabila salah memilih keputusan dalam sikap dan prilaku nyata, maka berpengaruh buruk terhadap penampakan hukum di Indonesia.
Penegakan hukum di negeri ini adalah merupakan barang langka dan mahal harganya. Hal ini terindikasi berada pada titik nadi karena kondisi penegakan hukum di Indonesia saat ini telah menjadi sorotan yang luar biasa dari komunitas dalam negeri maupun internasional. Proses penegakan hukum, pada khususnya dipandang bersifat deskriminatif mengedepankan kelompok tertentu.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa pengertian dari penegakan hukum?
1.2.2 Bagaimana konsep dan urgensi penegakan hukum yang berkeadilan?
1.2.3 Mengapa diperlukan penegakan hukum yang berkeadilan?
1.2.4 Bagaimana sumber historis, sosiologis, politis tentang penegakan hukum yang berkeadilan di indonesia?
1.2.5 Membangun argument tentang dinamika dan tantangan penegakan hukum yang berkeadilan Indonesia. ?
1.2.6 Mendeskripsikan esensi dan urgensi penegakan hukum yang berkeadilan Indonesia ?
1.2.7 Rangkuman penegakan hukum yang berkeadilan?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Mengetahui pengertian penegakan hukum.
1.3.2 Mengetahui konsep dan urgensi penegakan hukum yang berkeadilan.
1.3.3 Mengetahui mengapa diperlukan penegakan hukum yang berkeadilan.
1.3.4 Mengetahui sumber historis, sosiologis, politis tentang penegakan hukum yang berkeadilan di indonesia.
1.3.5 Mengetahui membangun argument tentang dinamika dan tantangan penegakan hukum yang berkeadilan Indonesia
1.3.6 Mengetahui mendeskripsikan esensi dan urgensi penegakan hukum yang berkeadilan inodnsia
1.3.7 Mengetahui rangkuman penegakan hukum yang berkeadilan









BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Penegakan Hukum
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit.
Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum.
Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.
Pengertian penegakan hukum dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.

2.2 Konsep dan Urgensi Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Thomas Hobbes (1588–1679 M) dalam bukunya Leviathan pernah mengatakan “Homo homini lupus”, artinya manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. Manusia memiliki keinginan dan nafsu yang berbeda-beda antara manusia yang satu dan yang lainnya. Nafsu yang dimiliki manusia ada yang baik, ada nafsu yang tidak baik. Inilah salah satu argumen mengapa aturan hukum diperlukan. Kondisi yang kedua tampaknya bukan hal yang tidak mungkin bila semua masyarakat tidak memerlukan aturan hukum. Namun, Cicero (106 – 43 SM) pernah menyatakan “Ubi societas ibi ius”, artinya di mana ada masyarakat, di sana ada hukum. Dengan kata lain, sampai saat ini hukum masih diperlukan bahkan kedudukannya semakin penting.
Upaya penegakan hukum di suatu negara, sangat erat kaitannya dengan tujuan negara. Anda disarankan untuk mengkaji teori tujuan negara dalam buku “Ilmu Negara Umum”. Menurut Kranenburg dan Tk.B. Sabaroedin (1975) kehidupan manusia tidak cukup hidup dengan aman, teratur dan tertib, manusia perlu sejahtera. Apabila tujuan negara hanya menjaga ketertiban maka tujuan negara itu terlalu sempit. Tujuan negara yang lebih luas adalah agar setiap manusia terjamin kesejahteraannya di samping keamanannya. Dengan kata lain, negara yang memiliki kewenangan mengatur masyarakat, perlu ikut menyejahterakan masyarakat. Teori Kranenburg tentang negara hukum ini dikenal luas dengan nama teori negara kesejahteraan.
Teori negara hukum dari Kranenburg ini banyak dianut oleh negara-negara modern. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum. Artinya negara yang bukan didasarkan pada kekuasaan belaka melainkan negara yang berdasarkan atas hukum, artinya semua persoalan kemasyarakatan, kewarganegaraan, pemerintahan atau kenegaraan harus didasarkan atas hukum.

2.1.1 Tujuan Negara Republik Indonesia
Tujuan Negara RI dapat kita temukan pada Pembukaan UUD 1945 yakni pada alinea ke-4 sebagai berikut:
“ ... untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.... ”
Dari bunyi alinea ke-4 Pembukaan UUD NRI 1945 ini dapat diidentifikasi bahwa tujuan Negara Republik Indonesia pun memiliki indikator yang sama sebagaimana yang dinyatakan Kranenburg, yakni:
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Tujuan negara ini dilaksanakan atau ditegakkan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Perlindungan terhadap warga negara serta menjaga ketertiban masyarakat telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Dimana terdapat dalam Bab IX, Pasal 24, 24 A, 24 B, 24 C, dan 25 tentang Kekuasaan Kehakiman. Untuk mengatur lebih lanjut tentang kekuasaan kehakiman, telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
1. UUD NRI 1945 Pasal 24
a. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.***)
b. Kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.***)
c. Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.****)
Dalam pertimbangannya, UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dinyatakan bahwa “kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Negara Indonesia telah memiliki lembaga peradilan yang diatur dalam UUD NRI 1945 ialah Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY), dan Mahkamah Konstitusi (MK). Selain lembaga negara tersebut, dalam UUD NRI 1945 diatur pula ada badan-badan lain yang diatur dalam undang-undang. Tentang MA, KY, dan MK ini lebih lanjut diatur dalam UU No. 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
2. UU No. 48/2009 Pasal 1 ayat (2), (3), (4)
(2) Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(3) Mahkamah Konstitusi adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(4) Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Apabila mengacu pada bunyi pasal 24, maka lembaga negara MA, KY, MK memiliki kewenangan dalam kekuasaan kehakiman atau sebagai pelaku kekuasaan kehakiman. Dikemukakan dalam pasal 24 UUD NRI 1945 bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dengan demikian, tiga lembaga negara yang memiliki kekuasaan kehakiman memiliki tugas pokok untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Dalam teori tujuan negara, pada umumnya, ada empat fungsi negara yang dianut oleh negara-negara di dunia:
1. Melaksanakan penertiban dan keamanan
2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya
3. Pertahanan
4. Menegakkan keadilan
Pelaksanaan fungsi keempat, yakni menegakkan keadilan, fungsi negara dalam bidang peradilan dimaksudkan untuk mewujudkan adanya kepastian hukum. Fungsi ini dilaksanakan dengan berlandaskan pada hukum dan melalui badan-badan peradilan yang didirikan sebagai tempat mencari keadilan. Bagi Indonesia dalam rangka menegakkan keadilan telah ada sejumlah peraturan perundangan yang mengatur tentang lembaga pengadilan dan badan peradilan. Peraturan perundangan dalam bidang hukum pidana, kita memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).


2.3 Permasalahan Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Dari banyaknya tuntutan masyarakat, beberapa sudah mulai terlihat perubahan ke arah yang positif, namun beberapa hal masih tersisa. Mengenai penegakan hukum ini, hampir setiap hari, media massa baik elektronik maupun cetak menayangkan masalah pelanggaran hukum baik terkait dengan masalah penegakan hukum yang belum memenuhi rasa keadilan masyarakat maupun masalah pelanggaran HAM dan KKN.
Berikut ini adalah permasalahan penegakan hukum yang terjadi di Indonesia.
1. Perilaku warga negara khususnya oknum aparatur negara banyak yang belum baik dan terpuji (seperti masih ada praktik KKN, praktik suap, perilaku premanisme, dan perilaku lain yang tidak terpuji).
2. Masih ada potensi konflik dan kekerasan sosial (seperti SARA, tawuran, pelanggaran HAM, etnosentris, dan lan-lain).
3. Maraknya kasus-kasus ketidakadilan sosial dan hukum yang belum diselesaikan dan ditangani secara tuntas.
4. Penegakan hukum yang lemah karena hukum bagaikan pisau yang tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas.
5. Pelanggaran oleh Wajib Pajak atas penegakan hukum dalam bidang perpajakan.

2.4 Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Penegakan Hukum yang Berkeadilan di Indonesia
Peraturan-peraturan hukum, baik yang bersifat publik menyangkut kepentingan umum maupun yang bersifat privat menyangkut kepentingan pribadi, harus dilaksanakan dan ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Apabila segala tindakan pemerintah atau aparatur berwajib menjalankan tugas sesuai dengan hukum atau dilandasi oleh hukum yang berlaku, maka negara tersebut disebut negara hukum. Jadi, negara hukum adalah negara yang setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahannya didasarkan atas hukum yang berlaku di negara tersebut.
Hukum bertujuan untuk mengatur kehidupan dan ketertiban masyarakat. Untuk mewujudkan masyarakat yang tertib, maka hukum harus dilaksanakan atau ditegakkan secara konsekuen. Apa yang tertera dalam peraturan hukum seyogianya dapat terwujud dalam pelaksanaannya di masyarakat. Dalam hal ini, penegakan hukum pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat sehingga masyarakat merasa memperoleh perlindungan akan hak-haknya.
Gustav Radbruch, seorang ahli filsafat Jerman (dalam Sudikno Mertokusumo, 1986:130), menyatakan bahwa untuk menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan yaitu: (1) Gerechtigheit, atau unsur keadilan; (2) Zeckmaessigkeit, atau unsur kemanfaatan; dan (3) Sicherheit, atau unsur kepastian.
1) Keadilan
Keadilan merupakan unsur yang harus diperhatikan dalam menegakkan hukum. Artinya bahwa dalam pelaksanaan hukum para aparat penegak hukum harus bersikap adil. Pelaksanaan hukum yang tidak adil akan mengakibatkan keresahan masyarakat, sehingga wibawa hukum dan aparatnya akan luntur di masyarakat. Apabila masyarakat tidak peduli terhadap hukum, maka ketertiban dan ketentraman masyarakat akan terancam yang pada akhirnya akan mengganggu stabilitas nasional.
2) Kemanfaatan
Selain unsur keadilan, para aparatur penegak hukum dalam menjalankan tugasnya harus mempertimbangkan agar proses penegakan hukum dan pengambilan keputusan memiliki manfaat bagi masyarakat. Hukum harus bermanfaat bagi manusia. Oleh karena itu, pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi manusia.
3) Kepastian hukum
Unsur ketiga dari penegakan hukum adalah kepastian hukum, artinya penegakan hukum pada hakikatnya adalah perlindungan hukum terhadap tindakan sewenang-wenang. Adanya kepastian hukum memungkinkan seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan. Misalnya, seseorang yang melanggar hukum akan dituntut pertanggungjawaban atas perbuatannya itu melalui proses pengadilan, dan apabila terbukti bersalah akan dihukum. Oleh karena itu, adanya kepastian hukum sangat penting. Orang tidak akan mengetahui apa yang harus diperbuat bila tanpa kepastian hukum sehingga akhirnya akan timbul keresahan.
Dalam rangka menegakkan hukum, aparatur penegak hukum harus menunaikan tugas sesuai dengan tuntutannya yang ada dalam hukum material dan hukum formal. Pertama, hukum material adalah hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang berupa perintah-perintah dan larangan-larangan. Contohnya: untuk Hukum Pidana terdapat dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP), untuk Hukum Perdata terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPER). Dalam hukum material telah ditentukan aturan atau ketentuan hukuman bagi orang yang melakukan tindakan hukum. Dalam hukum material juga dimuat tentang jenis-jenis hukuman dan ancaman hukuman terhadap tindakan melawan hukum.
Kedua, hukum formal atau disebut juga hukum acara yaitu peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan dan menjalankan peraturan hukum material. Contohnya: hukum acara pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan hukum acara Perdata. Melalui hukum acara inilah hukum material dapat dijalankan atau dimanfaatkan. Tanpa adanya hukum acara, maka hukum material tidak dapat berfungsi.
Para aparatur penegak hukum dapat memproses siapa pun yang melakukan perbuatan melawan hukum melalui proses pengadilan serta memberi putusan (vonis). Dengan kata lain, hukum acara berfungsi untuk memproses dan menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan hukum material melalui suatu proses pengadilan dengan berpedoman pada peraturan hukum acara. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hukum acara berfungsi sebagai sarana untuk menegakkan hukum material. Hukum acara hanya digunakan dalam keadaan tertentu yaitu dalam hal hukum material atau kewenangan yang oleh hukum material diberikan kepada yang berhak dan perlu dipertahankan.
Agar masyarakat patuh dan menghormati hukum, maka aparat hukum harus menegakkan hukum dengan jujur tanpa pilih kasih dan demi Keadilan Berdasarkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, aparat penegak hukum hendaknya memberikan penyuluhan-penyuluhan hukum secara intensif dan persuasif sehingga kesadaran hukum dan kepatuhan masyarakat terhadap hukum semakin meningkat.
Dalam upaya mewujudkan sistem hukum nasional yang bersumber pada Pancasila dan UUD NRI 1945, bukan hanya diperlukan pembaharuan materi hukum, tetapi yang lebih penting adalah pembinaan aparatur hukumnya sebagai pelaksana dan penegak hukum. Di negara Indonesia, pemerintah bukan hanya harus tunduk dan menjalankan hukum, tetapi juga harus aktif memberikan penyuluhan hukum kepada segenap masyarakat, agar masyarakat semakin sadar hukum. Dengan cara demikian, akan terbentuk perilaku warga negara yang menjunjung tinggi hukum serta taat pada hukum.
2.3.1 Aparatur Penegak Hukum
1. Lembaga Penegak hukum
a. Kepolisian
Kepolisian negara ialah alat negara penegak hukum yang terutama bertugas memelihara keamanan dan ketertiban di dalam negeri. Dalam kaitannya dengan hukum, khususnya Hukum Acara Pidana, Kepolisian negara bertindak sebagai penyelidik dan penyidik. Menurut Pasal 4 UU nomor 8 tahun 1981 tentang Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara RI. Penyelidik mempunyai wewenang:
1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak Pidana;
2) Mencari keterangan dan barang bukti;
3) Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
4) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa:
1) Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan
2) Pemeriksaan dan penyitaan surat
3) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
4) Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik.
Setelah itu, penyelidik berwewenang membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan tersebut di atas kepada penyidik. Selain selaku penyelidik, polisi bertindak pula sebagai penyidik. Menurut Pasal 6 UU No.8/1981 yang bertindak sebagai penyidik yaitu:
1) Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
2) Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
Penyidik, karena kewajibannya mempunyai wewenang sebagai berikut:
1) Menerima laporan dan pengaduan dari seorang tentang adanya tindak Pidana
2) Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian
3) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka
4) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan
5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
6) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
7) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara
9) Mengadakan penghentian penyidikan
10) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.



b. Kejaksaan
Dalam Undang-Undang No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 1 dinyatakan bahwa “Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.” Jadi, Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan. Sedangkan yang dimaksud penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang Pengadilan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka Jaksa (penuntut umum) berwewenang antara lain untuk:
1) Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan
2) Membuat surat dakwaan
3) Melimpahkan perkara ke pengadilan negeri sesuai dengan peraturan yang berlaku
4) Menuntut pelaku perbuatan melanggar hukum (tersangka) dengan hukuman tertentu
5) Melaksanakan penetapan hakim, dan lain-lain. Yang dimaksud penetapan hakim adalah hal-hal yang telah ditetapkan baik oleh hakim tunggal maupun tidak tunggal (majelis hakim) dalam suatu putusan pengadilan. Putusan tersebut dapat berbentuk penjatuhan pidana, pembebasan dari segala tuntutan, atau pembebasan bersyarat.
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan atau penegakan hukum, Kejaksaan berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan. Berdasarkan Pasal 4 UU No. 16 tahun 2004 tentang "Kejaksaan Republik Indonesia" pelaksanaan kekuasaan negara di bidang penuntutan tersebut diselenggarakan oleh:
1) Kejaksaan Agung, berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia.
2) Kejaksaan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi.
3) Kejaksaan negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota yang daerah hukumnya meliputi daerah kabupaten/kota.
Tugas dan wewenang Kejaksaan bukan hanya dalam bidang Pidana, tetapi juga di bidang Perdata dan Tata usaha negara, di bidang ketertiban dan kepentingan umum, serta dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.
Dalam Pasal 30 UU No. 16 tahun 2004 tentang "Kejaksaan Republik Indonesia" dinyatakan bahwa di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
1) Melakukan penuntutan
2) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat
4) Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang
5) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
c. Kehakiman
Kehakiman merupakan suatu lembaga yang diberi kekuasaan untuk mengadili. Adapun Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Menurut Pasal 1 UU Nomor 8 tahun1981 tentang Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang tersebut. Dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan serta kebenaran, hakim diberi kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan. Artinya, hakim tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan-kekuasaan lain dalam memutuskan perkara. Apabila hakim mendapat pengaruh dari pihak lain dalam memutuskan perkara, maka cenderung keputusan hakim itu tidak adil, yang pada akhirnya akan meresahkan masyarakat dan wibawa hukum dan hakim akan pudar.
2. Lembaga Peradilan
Penyelesaian perbuatan-perbuatan yang melawan hukum dapat dilakukan dalam berbagai badan peradilan sesuai dengan masalah dan pelakunya. Dalam bagian pertimbangan Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
a. Peradilan Agama
Peradilan agama terbaru diatur dalam Undang-Undang nomor 50 tahun 2009 sebagai perubahan kedua atas UU No. 7 tahun 1989. Berdasar undang-undang tersebut, Peradilan Agama bertugas dan berwewenang memeriksa perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a) perkawinan; b) kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam; c) wakaf dan shadaqah.
b. Peradilan Militer
Wewenang Peradilan Militer menurut Undang-Undang Darurat No. 16/1950 yang telah diperbaharui menjadi UU No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer adalah memeriksa dan memutuskan perkara Pidana terhadap kejahatan atau pelanggaran yang diakukan oleh:
1) Seorang yang pada waktu itu adalah anggota Angkatan Perang RI
2) Seorang yang pada waktu itu adalah orang yang oleh Presiden dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan sama dengan Angkatan Perang RI
3) Seorang yang pada waktu itu ialah anggota suatu golongan yang dipersamakan atau dianggap sebagai Angkatan Perang RI oleh atau berdasarkan Undang-Undang
4) Orang yang tidak termasuk golongan tersebut di atas (1,2,3) tetapi atas keterangan Menteri Kehakiman harus diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan Militer.
c. Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Tata Usaha Negara diatur Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 yang telah diperbaharui menjadi UU No. 9 tahun 2004. Dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa Tata Usaha Negara adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Peradilan Tata Usaha Negara bertugas untuk mengadili perkara atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pegawai tata usaha negara. Dalam peradilan Tata Usaha Negara ini yang menjadi tergugat bukan orang atau pribadi, tetapi badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau dilimpahkan kepadanya. Sedangkan pihak penggugat dapat dilakukan oleh orang atau badan hukum perdata.
d. Peradilan Umum
Peradilan umum adalah salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Rakyat (pada umumnya) apabila melakukan suatu pelanggaran atau kejahatan yang menurut peraturan dapat dihukum, akan diadili dalam lingkungan Peradilan Umum. Untuk menyelesaikan perkara-perkara yang termasuk wewenang Peradilan umum, digunakan beberapa tingkat atau badan pengadilan yaitu:
1) Pengadilan Negeri
Pengadilan negeri dikenal pula dengan istilah pengadilan tingkat pertama yang wewenangnya meliputi satu daerah Tingkat II. Misalnya: Pengadilan Negeri Bekasi, Pengadilan Negeri Tasikmalaya, Pengadilan Negeri Bogor, dan sebagainya. Dikatakan pengadilan tingkat pertama karena pengadilan negeri merupakan badan pengadilan yang pertama (permulaan) dalam menyelesaikan perkara-perkara hukum. Oleh karena itu, pada dasarnya setiap perkara hukum harus diselesaikan terlebih dahulu oleh pengadilan negeri sebelum menempuh pengadilan tingkat Banding. Untuk memperlancar proses pengadilan, di pengadilan negeri terdapat beberapa unsur yaitu: Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, sekretaris, dan juru sita. Adapun Fungsi Pengadilan Negeri adalah memeriksa dan memutuskan serta menyelesaikan perkara dalam tingkat pertama dari segala perkara perdata dan perkara pidana sipil untuk semua golongan penduduk.
2) Pengadilan Tinggi
Putusan hakim Pengadilan Negeri yang dianggap oleh salah satu pihak belum memenuhi rasa keadilan dan kebenaran dapat diajukan Banding. Proses Banding tersebut ditangani oleh Pengadilan Tinggi yang berkedudukan di setiap ibukota Provinsi. Dengan demikian, pengadilan Tinggi adalah pengadilan banding yang mengadili lagi pada tingkat kedua (tingkat banding) suatu perkara perdata atau perkara Pidana, yang telah diadili/diputuskan oleh pengadilan negeri. Pengadilan Tinggi hanya memeriksa atas dasar pemeriksaan berkas perkara saja, kecuali bila Pengadilan Tinggi merasa perlu untuk langsung mendengarkan para pihak yang berperkara.
3) Pengadilan Tingkat Kasasi
Apabila putusan hakim Pengadilan Tinggi dianggap belum memenuhi rasa keadilan dan kebenaran oleh salah satu pihak, maka pihak yang bersangkutan dapat meminta kasasi kepada Mahkamah Agung. Pengadilan tingkat Kasasi dikenal pula dengan sebutan pengadilan Mahkamah Agung. Di negara kita, Mahkamah Agung merupakan Badan Pengadilan yang tertinggi, dengan berkedudukan di Ibu kota negara RI. Oleh karena itu, daerah hukumnya meliputi seluruh Indonesia.
Pemeriksaan tingkat kasasi hanya dapat diajukan jika permohonan terhadap perkaranya telah menggunakan upaya hukum banding, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang. Sedangkan permohonan kasasi itu sendiri hanya dapat diajukan 1 (satu) kali.
Dalam menegakkan hukum dan keadilan, hakim berkewajiban untuk memeriksa dan mengadili setiap perkara yang diajukan. Oleh karena itu, hakim atau pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan dengan alasan hukumnya tidak atau kurang jelas. Untuk itu, hakim diperbolehkan untuk menemukan atau membentuk hukum melalui penafsiran hukum dengan tetap memperhatikan perasaan keadilan dan kebenaran.
4) Penasehat Hukum
Penasehat hukum merupakan istilah yang ditujukan kepada pihak atau orang yang memberikan bantuan hukum. Yang dimaksud Penasehat hukum menurut KUHAP adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasar undang-undang untuk memberi bantuan hukum. Diperbolehkannya menggunakan penasehat hukum bagi tertuduh/terdakwa merupakan realisasi dari salah satu asas yang berlaku dalam Hakum Acara Pidana, yang menyatakan bahwa "Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan untuk mendapatkan bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya.
Hak lain yang dimiliki penasehat hukum sehubungan dengan pembelaan terhadap kliennya (tersangka) adalah mengirim dan menerima surat dari tersangka setiap kali dikehendaki olehnya. Dalam melaksanakan bantuan hukum, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh semua pihak, yaitu:
a) Penegak hukum yang memeriksa tersangka/terdakwa wajib memberi kesempatan kepada terdakwa untuk memperoleh bantuan hukum
b) Bantuan hukum tersebut merupakan usaha untuk membela diri
c) Tersangka/terdakwa berhak dan bebas untuk memilih sendiri penasehat hukumnya
2.4 Membangun Argumen Tentang Penegakan Hukum yang Berkeadilan Indonesia
Banyaknya kasus perilaku warga sebagai subyek hukum baik yang bersifat perorangan maupun kelompok masyarakat yang belum baik dan terpuji atau melakukan pelanggaran hukum menunjukkanbahwa masih perlu ditegakkan. Penegakan hukum di indonesia masih lemah. Dalam bebrapa kasus, masyarakat pun belum sesuai dengan harapan. Sebagian masyarakat bahkan merasakan bahwa aparat penegak hukum serinlakukan hukum bagaikan pisau yang tajam kebawah tetapi tumpul ke atas. Apabihal ini terjadi secara terus menerus bahkan telah menjadi suatu yang dibenarkan atau kebiasaan maka tidak menutup kemungkin
akan terjadi revolusi hukum. Oleh karena itu tantangan yang dihadapi oleh bangsa indonesia saat ini adalah menghadapi persoalan penegakan hukum di tengah marknya hukum disegala strata kehidupan masyarakat. Di era globalisasi yang penuh dengan iklim materialisme,banyak tantangan yang dihadapi oleh aparat penegak hukum. Mereka harus memiliki sikap baja, akhlak mulia, dankarakter yang kuat dalam menjalankan tugas. Dalam hal ini, aparatur penegak hukum harus kuat dan siap menghadapi berbagai cobaan, ujian, godaan yang dapat berakibat jatuhnya wibawa sebagai penegak hukum. Penegak hukum harus tahan terhadap upaya oknum masyarakat atau pejabat lain yang mencoba menyuap. Selain iu pemerintah perlu melakukan upaya preventatif dalam mendidik warga negara termasuk melakukan pembinaan kepada semua aparatur negara terus menerus . Apabila hal ini telah dilakukan, maka ketika ada warga negara yang mencoba melakukan pelanggaran hukum pihak aparatur penegak hukum harus bekerja secara profesional dan berkomitmen menegakkan hukum.

2.5 Esensi dan Urgensi Penegakan Hukum Berkeadilan Indonesia
Penegakan hukum bertujuan untuk mewujudkan peraturan hukum demi terciptanya keterkaitan dan keadilan masyarakat. Apa yang tertera dalam peraturan hukum (pasal pasal hukum material) seyogyanya dapat terwujud dalam proses pelaksanaan/ penegakan hukum dalam masyarakat. Dengan kata lain, penegakan hukum pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat sehingga masyarakat merasa memperoleh perlindungan akan hak hak dan kewajibannya
2.6 Rangkuman Penegakan Hukum yang Berkeadilan
1. Negara merupakan organisasi kelompok masyarakat tertinggi yang mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengendalikan masyarakat untuk kepentingan umum yang lebih tinggi demi tegaknya hukum.
2. Penegakan hukum bertujuan untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat sehingga masyarakat merasa memperoleh pengayoman dan hak-haknya terlindungi.
3. Aparatur hukum yang mempunyai tugas untuk menegakkan dan melaksanakan hukum antara lain lembaga kepolisisan, kejaksaan, dan kehakiman.
4. Penegakan hukum di Indonesia masih menghadapi masalah dan tantangan untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. Penegakan hukum sangat penting diupayakan secara terus menerus untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat sehingga masyarakat merasa memperoleh perlindungan akan hak-hak dan kewajibannya.













BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Negara merupakan organisasi kelompok masyarakat tertinggi karena mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengendalikan masyarakat bahkan memaksa secara sah untuk kepentingan umum yang lebih tinggi demi tegaknya hukum. Negara pun dipandang sebagai subyek hukum yang mempunyai kedaulatan (sovereignity) yang tidak dapat dilampaui oleh negara mana pun.
Ada empat fungsi negara yang dianut oleh negara-negara di dunia ialah: melaksanakan penertiban dan keamanan, mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya, pertahanan, dan menegakkan keadilan.
Untuk menyelesaikan perkara-perkara yang terjadi di masyarakat secara adil, maka para aparatur hukum harus menegakkan hukum dengan sebaik-baiknya. Penegakan hukum bertujuan untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat sehingga masyarakat merasa memperoleh pengayoman dan hakhaknya terlindungi. Dalam menegakkan hukum terdapat tiga unsur yang harus selalu diperhatikan yaitu: kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan.
Dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional yang berlandaskan Pancasila dan UUD NRI 1945, pembangunan bidang hukum mencakup sektor materi hukum, sektor sarana dan prasarana hukum, serta sektor aparatur penegak hukum. Aparatur hukum yang mempunyai tugas untuk menegakkan dan melaksanakan hukum antara lain lembaga kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Fungsi utama Lembaga kepolisian adalah sebagai lembaga penyidik; sedangkan kejaksaan berfungsi utama sebagai lembaga penuntut; serta lembaga kehakiman sebagai lembaga pengadilan/pemutus perkara.
Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang No. 14 tahun 1970 yang telah diperbaharui menjadi UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”. Kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh badan pengadilan dalam empat lingkungan yaitu: 1) Peradilan Umum, 2) peradilan Agama, 3) peradilan Militer; dan 4) peradilan Tata Usaha Negara.
Peradilan umum merupakan peradilan bagi rakyat pada umumnya, sedangkan peradilan militer, peradilan Agama, dan peradilan Tata Usaha Negara merupakan peradilan khusus karena mengadili perkaraperkara tertentu dan mengadili golongan rakyat tertentu. Keempat lingkungan peradilan tersebut masing-masing mempunyai lingkungan wewenang mengadili perkara tertentu serta meliputi badan peradilan secara bertingkat, yaitu pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, dan tingkat kasasi.
Penegakan hukum di Indonesia masih menghadapi masalah dan tantangan untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. Penegakan hukum sangat penting diupayakan secara terus menerus untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat sehingga masyarakat merasa memperoleh perlindungan akan hak-hak dan kewajibannya.

3.2 Saran
1. Lembaga hukum harus di perbaiki agar terwujud etika penegakan hukum yang berkeadilan, tidak bersifat deskriminatif, dan mementingkan kepentingan sendiri di atas kepentingan negara.
2. Masyarakat sebaikanya mengamalkan Pancasila sebagai etika dan nilai-nilai masyarakat Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA
Nurwardani Paristiyanti, dkk. 2016. Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: RISTEKDIKTI.
Saputri Yeni. 2013.

• KINANTI PUTRI AMALIA
• SULIS KURNIA DEWI
• GITA DWI CAHYANI
• INE KUSMALA
• ASIH RANATIH
• AGNES SINTIA

Program Studi Administrasi Pendidikan
Jurusan Ilmu Pendidikan
Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan
Universitas Jambi
2019

MAKALAH TASAWUF AMALI ILMU TASAWUF

March 04, 2019 2 Comments
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui seberapa pentingnya “Tasawuf Amali” itu, dan mengetahui begitu berperan pentingnya Tasawuf Amali terhadap dunia pendidikan, kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “Tasawuf Amali” Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu penyusun memohon kriitik dan saran dari pembaca.


Muaro Jambi, 23 Februari 2019


Penyusun




DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………... ........... i
DAFTAR ISI……………………………………………………………. ........... ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………..... ........... 1
A. Latar Belakang Masalah……………………………………........... 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………............. 1
C. Tujuan Penulisan……………………………………………........... 1
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………............. 2
A. Pengertian dan Karakteristik Tasawuf Amali....................................... 2
B. Pengertian dan Penjelasan Maqamat dan Ahwal.................................. 4
C. Prinsip Ajaran Tasawuf Amali Dzul An-Nun Al-Mishri....................... 10
BAB III PENUTUP............................................................................................. 12
A. Kesimpulan…………………………………………………............. 12
B. Saran.................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

Tasawuf (Tasawwuf) adalah ilmu yang memperkenalkan cara-cara menyucikan jiwa dengan memerangi hawa nafsu demi memporoleh kebahagian yang abadi di sisi Tuhan. Pada awalnya, tasawuf merupakan gerakan zuhud, yakni mengabdikan diri hanya untuk beribadah pada Tuhan dan menjauhi hal-hal yang berhubungan dengan duniawi. Kemudian dalam perkembangannya, konsep tersebut melahirkan suatu aliran sufisme yang kemudian tersebar ke seluruh dunia.
Tasawuf Amali merupakan kelanjutan dari tasawuf akhlaki. Jika tasawuf akhlaki berfokus pada pensucian jiwa, tasawuf amali lebih menekankan terhadap cara-cara mendekatkan diri kepada Allah SWT, baik melalui amalan lahiriah maupun batiniah.
Di samping itu, ada juga yang berpendapat bahwa tasawuf amali adalah ajaran yang dianut oleh pengikut tarekat (ashhâbut turuq), yang meliputi menjauhi sifaf-sifat tercela, mengutamakan mujâhadah, menghadap Allah dengan bersungguh-sungguh dan memutuskan hubungan dengan lainnya. Apabila dilihat dari sudut amalan dan ilmu yang dipelajari, terdapat 4 aspek yang harus dipelajari dalam aliran tasawuf amali, yaitu syaria’t, thariqat, dan ma’rifat.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian dan Karakteristik Tasawuf Amali ?
2. Pengertian dan Penjelasan Maqamat dan Ahwal ?
3. Prinsip Ajaran Tasawuf Dzul Al-Nun Al-Mishri ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian dan Karakteristik Tasawuf Amali.
2. Untuk Mengetahui Pengertian dan Penjelasan Maqamat dan Ahwal.
3. Untuk Mengetahui Prinsip Ajaran Tasawuf Dzul Al-Nun Al-Mishri.
BAB II

PEMBAHASAN


A. Pengertian dan Karakteristik Tasawuf Amali

1. Pengertian Tasawuf Amali
Tasawuf amali adalah tasawuf yang membahas tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tasawuf amali adalah seperti yang dipraktekan di dalam kelompok tarekat, dimana dalam kelompok ini terdapat sejumlah sufi yang mendapat bimbingan dan petujuk dari seorang guru tentang bacaan dan amalan yang harus di tempuh oleh seorang sufi dalam mencapai kesempurnaan rohani agar dapat berhubungan langsung dengan Allah. Apabila dilihat dari sudut amalan dan ilmu yang dipelajari, terdapat 4 aspek yang harus dipelajari dalam aliran tasawuf amali, yaitu syaria’t, thariqat, dan ma’rifat.
a. Syaria’t
Syaria’t berasal dari kata syara’, secara etimologi mempunyai arti “jalan-jalan yang bisa ditempuh air”, maksudnya adalah jalan yang harus ditempuh manusia untuk menuju jalan Allah SWT.
Secara umum, syaria’at merupakan hukum (segala ketentuan yang ditetapkan Allah SWT) yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat muslim di dunia, mulai dari urusan hubungan antar manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia (Habuminallah Habuminannas), kunci menyelesaikan masalah kehidupan baik dunia dan akhirat, rukun, syarat, halal-haram, perintah dan larangan, dan sebagainya. Sumber syaria’t sendiri berada dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
b. Thariqat
Thariqat (طرق) berarti “metode” atau “jalan”, yang secara konseptual terkait dengan haqiqah/ hakikat atau kebenaran sejati. Dalam aliran tasawuf atau sufisme, thariqat berarti jalan yang ditempuh oleh para sufi untuk mencapai tujuan sedekat mungkin dengan Allah SWT, dengan menerapkan metode pengarahan moral dan jiwa.
Thariqat digambarkan sebagai jalan yang berpangkal pada syariat. Jadi jalan utamanya adalah Syar’, sedangkan anak jalan disebut thariq. Sehingga dapat disimpulkan untuk menuju Thariq, seseorang harus melewati syar’. Maksudnya, sebelum mempelajari thariqat para sufi wajib memahami syariat terlebih dahulu, sebab syariat adalah pangkal dari suatu ibadah.
c. Hakikat
Secara etimologi, hakikat berasal dari kata “Al-Haqq” yang berarti kebenaran. Secara garis besar, hakikat merupakan ilmu yang digunakan untuk mencari suatu kebenaran sejati mengenai Tuhan. Dalam kitab Al-Kalabazi, hakikat menurut ilmu tasawuf didefinisikan sebagai aspek yang berkaitan dengan amal batiniah, merupakan amalan paling dalam dan merupakan akhir perjalanan yang ditempuh oleh para sufi.
d. Ma’rifah
Ditinjau dari segi bahasa, Ma’rifat berasal dari kata ‘arafa-yurifu-irfan. Secara umum, ma’rifat didefinisikan sebagai kumpulan ilmu pengetahuan, pengalaman, dan amalan ibadah yang merupakan perpaduan dari syariat, thariqat, dan hakikat, dimanan nantinya ilmu ini digunakan untuk mengenal Allah SWT lebih mendalam melalui sanubari atau mata hati.
2. Karakteristik Tasawuf Amali















B. Pengertian dan Penjelasan Maqamat dan Ahwal

1. Pengertian dan Penjelasan Maqamat
Secara harfiah, maqamat merupakan jamak dari kata maqam yang berarti tempat berpijak atau pangkat mulia. Dalam Bahasa Inggris maqamat dikenal dengan istilah stages yang berarti tangga. Sedangkan dalam ilmu Tasawuf, maqamat berarti kedudukan hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yang telah diusahakan, baik melalui riyadhah, ibadah, maupun mujahadah.
Untuk itu dalam uraian ini, maqamat yang akan dijelaskan lebih lanjut adalah maqamat yang disepakati oleh mereka, yaitu al-taubah, al-zuhud, al-wara’, al-faqr, al-shabr, al-tawakkal, dan al-ridla. Penjelasan atas masing-masing istilah tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Taubat
Taubat berasal dari Bahasa Arab taba-yatubu-taubatan yang berarti “kembali” dan “penyelesalan”. Sedangkan pengertian taubat bagi kalangan sufi adalah memohon ampun atas segala dosa yang disertai dengan penyesalan dan berjanji dengan sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut dan dibarengi dengan melakukan kebajikan yang dianjurkan oleh Allah.
Bagi orang awam, taubat dilakukan dengan membaca astagfirullah wa atubu ilaihi. Sedangkan bagi orang khawash taubat dilakukan dengan riyadhah dan mujahadahdalam rangka membuka hijab yang membatasi dirinya dengan Allah swt. Taubat ini dilakukan para sufi hingga mampu menggapai maqam yang lebih tinggi.

2. Zuhud
Secara etimologis, zuhud berarti ragaba ‘ansyai’in wa tarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zuhada fi al-dunya, berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah.
Menurut pandangan orang-orang sufi, dunia dan segala kemewahan, serta kelezatannya adalah sumber kemaksiatan dan penyebab terjadinya perbuatan-perbuatan dosa. Oleh karena itu, seorang pemula atau calon sufi harus terlebih dahulu menjadizahid. Sikap zuhd ini erat hubungannya dengan taubah, sebab taubah tidak akan berhasil apabila hati dan keinginannya masih terkait kepada kesenangan duniawi.

3. Sabar
Sabar, secara harfiah , berarti tabah hati. Secara terminologi, sabar adalah suatu keadaan jiwa yang kokoh, stabil dan konsekuen dalam pendirian. Sabar, menurut Al-Ghazali, jika dipandang sebagai pengekangan tuntutan nafsu dan amarah, dinamakan sebagai kesabaran jiwa (ash-shabr an-nafs), sedangkan menahan terhadap penyakit fisik, disebut sebagai sabar badani (ash-shabr al-badani). Kesabaran jiwa sangat dibutuhkan dalam berbagai aspek. Misalnya, untuk menahan nafsu makan dan seks yang berlebihan.

4. Wara’
Wara’, secara harfiah, berarti saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa atau maksiat. Sedangkan pengertian wara’ dalam pandangan sufi adalah meninggalkan segala sesuatu yang tidak jelas hukumnya, baik yang menyangkut makanan, pakaian, maupun persoalan lainnya.

5. Faqr
Secara harfiah fakir biasanya diartikan sebagai orang yang berhajat, butuh atau orang miskin. Sedangkan dalam pandangan sufi fakir adalah tidak meminta lebih dari apa yang telah ada pada diri kita. Tidak meminta rezeki kecuali hanya untuk menjalankan kewajiban-kewajiban. Tidak meminta sungguhpun tak ada pada diri kita, kalau diberi diterima. Tidak meminta tetapi tidak menolak.

6. Tawakkal
Secara harfiah tawakkal berarti menyerahkan diri. Menurut Sahal bin Abdullah bahwa awalnya tawakkal adalah apabila seorang hamba di hadapan Allah seperti bangkai di hadapan orang yang memandikannya, ia mengikuti semaunya yang memandikan, tidak dapat bergerak dan bertindak. Hamdun al-Qashshar mengatakan tawakkal adalah berpegang teguh pada Allah.

7. Ridha
Ridha, secara harfiah, berarti rela, senang dan suka. Sedangkan pengertiannya secara umum tidak menentang qadha dan qadar Allah, menerima qadha danqadar dengan hati senang. Mengeluarkan perasaan benci dari hati sehingga yang tinggal di dalamnya hanya perasaan senang dan gembira. Merasa senang menerima malapetaka sebagaimana merasa senang menerima nikmat. Tidak meminta surga dari Allah dan tidak meminta dijauhkan dari neraka. Sikap ridha ini merupakan kelanjutan rasa cinta atau perpaduan dari mahabbah dan sabar. Rasa cinta yang diperkuat dengan ketabahan akan menimbulkan kelapangan hati dan kesediaan yang tulus untuk berkorban dan berbuat apa saja yang diperintahkan oleh Allah Swt.

8. Mahabbah
Mahabbah berasal dari kata ahabba-yuhibbu-mahabbatan yang berarti mencintai secara mendalam. Mahabbah pada tingkatan selanjutnya dapat diartikan suatu usaha sungguh-sungguh dari seseorang untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan terwujudnya kecintaan yang mendalam kepada Allah.
Dalam pandangan Ath-Thusi, mahabbah dibagi menjadi tingkatan. Pertama,mahabbah al-‘ammah, yaitu cinta yang timbul dari belas kasihan dan kebaikan Allah kepada hamba-Nya. Kedua, hubb ash-shadiqin wa al-muttaqin, yaitu cinta yang timbul dari pandangan hati sanubari terhadap kebesaran, keagungan, kemahakuasaan, ilmu dan kekayaan Allah. Ketiga, mahabbah ash-shidiqin wa al-‘arifin, yaitu mahabbah yang timbul dari penglihatan dan ma’rifat para sufi terhadap kekalnya kecintaan Allah yang tanpa ‘illat.
9. Ma’rifat
Ma’rifat berasal dari kata ‘arafa-ya’rifu-irfan-ma’rifat yang berarti pengetahuan atau pengalaman. Ma’rifat dapat pula berarti pengetahuan rahasia hakikat agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi daripada ilmu yang didapat pada umumnya, dan merupakan pengetahuan yang objeknya bukan hal-hal yang bersifat zhahir, tetapi bersifat batin, yaitu pengetahuan mengenai rahasia-rahasia Tuhan melalui pancaran cahaya Ilahi.


2. Pengertian dan Penjelasan Ahwal
Secara bahasa, ahwal merupakan jamak dari kata tunggal hal yang berarti keadaan sesuatu (keadaan rohani). Menurut Syeikh Abu Nashr as-Sarraj, hal adalah sesuatu yang terjadi secara mendadak yang bertempat pada hati nurani dan tidak mampu bertahan lama, sedangkan menurut al-Ghazali, hal adalah kedudukan atau situasi kejiwaan yang dianugerahkan Allah kepada seseorang hamba pada suatu waktu, baik sebagai buah dari amal saleh yang mensucikan jiwa atau sebagai pemberian semata. Sehubungan dengan ini, Harun Nasution mendefinisikan hal sebagai keadaan mental, seperti perasaan senang, persaan sedih, perasaan takut, dan sebagainya.



1. Muraqabah
Muraqabah artinya merasa selalu diawasi oleh Allah SWT sehingga dengan kesadaran ini mendorong manusia senantiasa rajin melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Sesungguhnya manusia hakikinya selalu berhasrat dan ingin kepada kebaikan dan menjunjung nilai kejujuran dan keadilan, meskipun tidak ada orang yang melihatnya.
Kehati-hatian (mawas diri) adalah kesadaran. Kesadaran ini makin terpelihara dalam diri seseorang hamba jika meyakini bahwa Allah SWT senantiasa melihat dirinya.

2. Khauf
Khauf adalah suatu sikap mental yang merasa takut kepada Allah karena kurang sempurna pengabdianya. Takut dan kawatir kalau Allah tidak senang kepadanya. Menurut Ghozali Khauf adalah rasa sakit dalam hati karena khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak disenagi dimasa sekarang.
Menurut al Ghozali Khauf terdiri dari tiga tingkatan atau tiga derajat diantaranya adalah:
a. Tingkatan Qashir (pendek), Yaitu khauf seperti kelembutan perasaan yang dimiliki wanita, perasaan ini seringkali dirasakan tatkala mendengarkan ayat-ayat Allah dibaca.
b. Tingkatan Mufrith (yang berlebihan), yaitu khauf yang sangat kuat dan melewati batas kewajaran dan menyebabkan kelemahan dan putus asa, khauf tingkat ini menyebabkan hilangya kendali akal dan bahkan kematian, khauf ini dicela karena karena membuat manusia tidak bisa beramal.
c. Tingkatan Mu’tadil (sedang), yaitu tingkatan yang sangat terpuji, ia berada pada khauf qashir dan mufrith.

3. Raja’
Raja’ dapat berarti berharap atau optimisme, yaitu perasaan senang hati karena menanti sesuatu yang diinginkan dan disenangi. Raja’ atau optimisme ini telah ditegaskan dalam al-Qur’an,

Yang Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(Al-Baqarah: 218).

Orang yang harapan dan penantiannya mendorongnya untuk berbuat ketaatan dan mencegahnya dari kemaksiatan, berarti harapannya benar. Sebaliknya, jika harapannya hanya angan-angan, semenatara ia sendiri tenggelam dalam lembah kemaksiatan, harapannya sia-sia.

Raja’ menurut tiga perkara, yaitu:
a. Cinta kepada apa yang diharapkannya.
b. Takut bila harapannya hilang.
c. Berusaha untuk mencapainya.

Raja’ yang tidak dibarengi dengan tiga perkara itu hanyalah ilusi atau hayalan. Setiap orang yang berharap adalah juga orang yang takut (khauf). Orang yang berharap untuk sampai di suatu tempat tepat waktunya, tentu ia takut terlambat. Dan karena takut terlambat, ia mempercepat jalannya. Begitu pula orang yang mengharap rida atau ampunan Tuhan, diiringi pula dengan rasa takut akan siksaan Tuhan.

4. Thuma’ninah
Thuma’ninah adalah rasa tenang, tidak ada rasa was-was atau khawatir, tak ada yang dapat mengganggu perasaan dan pikiran, karena ia telah mencapai tingkat kebersihan jiwa yang paling tinggi. Seseorang yang telah mencapai tingkatan thuma’ninah, ia telah kuat akalnya, kuat imannya dan ilmunya serta bersih ingatannya. Jadi, orang tersebut merasakan ketenangan, bahagia, tentram dan ia dapat berkomunikasi langsung dengan Allah.

5. Uns
Uns (suka cita) dalam pandangan sufi adalah sifat merasa selalu berteman, tak pernah merasa sepi. Dalam keadaan seperti ini, seorang sufi merasakan tidak ada yang dirasa, tidak ada yang diingat, tidak ada yang diharap kecuali Allah. Segenap jiwa terpusat bulat kepada-Nya, sehingga ia seakan-akan tidak menyadari dirinya lagi dan berada dalam situasi hilang kesadaran terhadap alam sekitarnya. Situasi kejiwaan seperti itulah yang disebut al-Uns.

6. Musyahadah
Musyahadah secara harfiah adalah menyaksikan dengan mata kepala. Secara terminologi, tasawuf adalah menyaksikan secara jelas dan sadar apa yang dicarinya (Allah) atau penyaksian terhadap kekuasaan dan keagungan Allah. Seorang sufi telah mencapai musyahadah ketika sudah merasakan bahwa Allah telah hadir atau Allah telah berada dalam hatinya dan seseorang sudah tidak menyadari segala apa yang terjadi, segalanya tercurahkan pada yang satu, yaitu Allah, sehingga tersingkap tabir yang menjadi senjangan antara sufi dengan Allah. Dalam situasi seperti itu, seorang sufi memasuki tingkatan ma’rifat, di mana seorang sufi seakan-akan menyaksikan Allah dan melalui persaksiannya tersebut maka timbullah rasa cinta kasih.

Tokoh-Tokoh Tasawuf Amali
1) Rabiah Al-Adawiah
Bernama lengkap Rabi’ah bin Ismail Al-Adawiah Al-Bashriyah Al-Qaisiyah. Lahir tahun 95 H (713 H) di suatu perkampungan dekat kota Bashrah (Irak) dan wafat tahun 185 H (801 M).
Rabiah Al-Adawiah dalam perkembangan mistisisme dalam Islam tercatat sebagai peletak dasar tasawuf berasaskan cinta kepada Allah SWT.

2) Dzul An-Nun Al-Mishri
Bernama lengkap Abu Al-Faidh Tsauban bin Ibrahim. Lahir di Ikhkim, daratan tinggi Mesir tahun 180 H (796 M) dan wafat tahun 246 H (856 M).
Al-Mishri membedakan ma’rifat menjadi dua yaitu ma’rifat sufiah adalah pendekatan menggunakan pendekatan qalb dan ma’rifat aqliyah adalah pendekatan yang menggunakan akal. Ma’rifat menurutnya sebenarnya adalah musyahadah qalbiyah (penyaksian hati), sebab maa’rifat merupakan fitrah dalam hati manusia.

3) Abu Yazid Al-Bustami
Bernama lengkap Abu Yazid Thaifur bin ‘Isa bin Syarusan Al-Bustami. Lahir di daerah Bustam (Persia) tahun 874 M dan wafat tahun 947 M.
Ajaran tasawuf terpenting Abu Yazid adalah fana dan baqa. Dalam istilah tasawuf, fana diartikan sebagai keadaan moral yang luhur. Dan fana berarti mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah.


4) Abu Manshur Al-Hallaj
Bernama lengkap Abu Al-Mughist Al-Husain bin Mashur bin Muhammad Al-Baidhawi. Lahir di Baida sebuah kota kecil di daerah Persia tahun 244 H (855 M)
Diantara ajaran tasawufnya yang paling terkenal adalah Al-Hulul dan Wahdat Asy-Syuhud yang kemudian melahirkan paham wihdad al-wujud (kesatuan wujud) yang di kembangkan Ibnu Arabi.


C. Prinsip Ajaran Tasawuf Dzul An-Nun Al-Mishri
Dalam tasawuf, Dzul An-Nun Al-Mishri dipandang sebagai bapak ma’rifah. Dzun An-Nun Al-Mishri merupakan pelopor paham ma’rifah. Penilaian ini sangatlah tepat karena berdasarkan riwayat Al-Qathfi dan Al-Mas’udi yang kemudian dianalisis Nucholson dan Abd. Al-Qadir dalam falsafah Al-Shufiyyah fi Al-Islam, Al-Mishri berhasil memperkenalkan corak baru tentang ma’rifah dalam bidang sufisme Islam.
Pertama, ia membedakan antara ma’rifah sufiyah dan ma’rifah aqliyah. Apabila yang pertama menggunakan pendekatan qalb yang biasa digunakan para sufi, yang kedua menggunakan pendekatan Akal yang biasa digunakan para teolog. Kedua, menurut Al-Mishri, ma’rifah sebenarnya adalah musyahadah qalbiyah (penyaksian hati) sebab ma’rifah merupakan fitrah dalam hati manusia sejak azali. Ketiga, teori-teori ma’rifah Al-Mishri merupakan gnosisme ala Neo-Platonik. Teori-teorinya kemudian dianggap sebagai jembatan menuju teori-teori wahdat asy-syuhud dan ittihad. Ia pun di pandang sebagai orang yang pertama kali memasukkan unsur falsafah dalam tasawuf.
Pandangan-pandangan Al-Mishri tentang ma’rifah pada mulanya sulit diterima oleh kalangan teolog. Karena itulah, ia dianggap sebagai zindiq. Karena itu pula, ia ditangkap oleh khalifah, meskipun akhirnya dibebaskan.
Berikut ini beberapa pandangan tentang hakikat ma’rifah :
1. Sesungguhnya ma’rifah yang hakiki bukanlah ilmu tentang keesaan Tuhan, sebagaimana para hakim, mutakaliman, dan ahli balagah, tetapi ma’rifah terhadap keesaan Tuhan yang khusus dimiliki para wali Allah. Hal itu karena mereka adal orang yang menyaksikan Allah dengan hatinya sehingga terbukalah baginya apa yang tidak dibukakan untuk hamba-hamba-Nya yang lain.
2. Ma’rifah yang sebenarnya adalah bahwa Allah menyinari hatimu dengan cahaya ma’rifah yang murni seperti matahari yang tak dapat dilihat, kecuali dengan cahayanya. Senantiasa salah seorang hamba mendekat kepada Allah sehingga terasa hilang dirinya, lebur dalam kekuasaannya, mereka merasa hamba, mereka berbicara dengan ilmu yang telah diletakkan Allah pada lidah, mereka melihat dengan penglihatan Allah, mereka berbuat dengan perbuatan Allah.

Kedua pandangan Al-Mishri di atas menjelaskan bahwa ma’rifah kepada Allah tidak dapat ditempuh melalui pendekatan akal dan pembuktian-pembuktian, tetapi dengan jalan ma’rifah batin yakni Tuhan menyinari hati manusia dan menjaganya dari kecemasan sehingga semua yang ada di dunia ini tidak mempunyai arti lagi.
Dengan pendekatan ini, sifat-sifat rendah manusia perlahan-lahan terangkat ke atas dan selanjutnya menyandang sifat-sifat luhur seperti yang dimiliki Tuhan sampai akhirnya ia sepenuhnya hidup di dalam-Nya dan lewat dirinya.
Ketika Dzul An-Nun Al-Mishri ditanya bagaimana ia memperoleh ma’rifah tentang Tuhan ia menjawab: “Aku mengetahui Tuhan dengan Tuhan dan sekiranya tidak karena Tuhan aku tak akan tahu Tuhan.” Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa ma’rifah tidak diperoleh begitu saja, tetapi melalui pemberian Tuhan. Ma’rifah bukanlah hasil pemikiran manusia, tetapi tergantung pemberian Tuhan kepada sufi yang sanggup menerimanya. Pemberian tersebut dicapai setelah seorang sufi lebih dahulu menunjukkan kerajinan, kepatuhan, dan ketaatan mengabdikan diri sebagai Hamba Allah dalam beramal secara lahiriah sebagai pengabdian yang dikerjakan oleh tubuh untuk beribadah.
Dzul An-Nun Al-Misri membagi pengetahuan tentang Tuhan menjadi tiga macam yaitu :
1. Pengetahuan untuk seluruh muslim
2. Pengetahuan khusus untuk para filosofi dan ulama
3. Pengetahuan khusus untuk para wali Allah

Dari ketiga macam pengetahuan tentang Tuhan di atas, jelaslah bahwa pengetahuan tingkat auliya adalah yang paling tinggi tingkatannya karena mereka mencapai tingkatan musyahadah. Sementara para ulama dan filosof tidak bisa mencapai maqam ini sebab mereka masihh menggunakan akal untuk mengetahui Tuhan, sedangkan akal mempunyai keterbatasan dan kelemahan.
Menurut Dzun An-Nun Al-Mishri bahwa prinsip dasar tasawuf ada 4 yaitu:
1. Mencintai Allah Yang Maha Agung
2. Menjauhi yang sedikit dunia
3. Mengikuti Al-Qur’an
4. Takut akan terjadi perebutan (dari taat kepada Allah)
BAB III

PENUTUP


A. Kesimpulan
Tasawuf amali adalah tasawuf yang membahas tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tokoh-tokohnya adalah Rabiah Al-Adawiyah, Abu Yazid Al-Bustami, Dzul An-Nun Al-Mishri, dan Abu Manshur Al-Hallaj.

Apabila dilihat dari sudut amalan dan ilmu yang dipelajari, terdapat 4 aspek yang harus dipelajari dalam aliran tasawuf amali, yaitu syaria’t, thariqat, dan ma’rifat.
Dalam ilmu Tasawuf, maqamat berarti kedudukan hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yang telah diusahakan, baik melalui riyadhah, ibadah, maupun mujahadah. Secara bahasa, ahwal merupakan jamak dari kata tunggal hal yang berarti keadaan sesuatu (keadaan rohani).
Dzul An-Nun Al-Misri membagi pengetahuan tentang Tuhan menjadi tiga macam yaitu :
1. Pengetahuan untuk seluruh muslim
2. Pengetahuan khusus untuk para filosofi dan ulama
3. Pengetahuan khusus untuk para wali Allah

Menurut Dzul An-Nun Al-Mishri bahwa prinsip dasar tasawuf ada 4 yaitu:
5. Mencintai Allah Yang Maha Agung
6. Menjauhi yang sedikit dunia
7. Mengikuti Al-Qur’an
8. Takut akan terjadi perebutan (dari taat kepada Allah)


B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.



https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929