loading...

MAKALAH SIAYASAH MALIYAH

November 24, 2016
loading...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar belakang masalah
Seperti di dalam fiqh siyasah dusturiyah dan fiqh siyasah dauliyah, di dalam fiqh siyasah maliyah pun pengaturannya diorientasikan untuk kemaslahaan rakyat. Oleh karena itu, di dalam siyasah maliyah ada huubungan diantara tiga factor, yaitu: rakyat, harta, dan pemerintah atau kekuasaan.
Dikalangan rakyat ada dua kelompok besar dalam suatu atau beberapa Negara yang harus bekerjasama dan saling membantu antar orang-orang kaya dan orang miskin. Di dalam siyasah maliyah dibicarakan bagaimana cara-cara kebijakan yang harus diambil untuk mengharmonisasikan dua kelompok ini, agar kesenjangan antara orang kaya dan miskin tidak semakin lebar.
Produksi, distribusi, dan komsumsi dilandasi oleh aspek-aspek keimanan dan moral, serta dijabarkan dalam aturan-aturan hukum, agar ada keadilan dan kepastian. Adalah benar pernyataan bahwa “hukum tanpa moral dapat jatuh kepada kezaliman, dan moral tanpa hukum dapat menimbulkan ketidakpastian.
Oleh karena itu, di dalam fiqh siyasah orang-orang kaya disentuh hatinya untuk mampu bersikap selalu sabar (ulet), berusaha, dan berdoa mengharap karunia Allah. Kemudian, sebagai wujud dari kebijakan, di atur di dalam bentuk, zakat, dan infak, yang hukumnya wajib atau juga di dalam bentuk-bentuk lain seperti wakaf, sedekah, dan penetapan ulil amri yang tidak bertentangan dengan nash syari’ah, seperti bea cukai (usyur) dan kharaj.
Isyarat-isyarat Al-Quran dan Al-Hadits Nabi menunjukkan bahwa agama Islam memiliki kepedulian yang sangat tinggi kepada orang fakir dan miskin dan kaum mustad’afiin (lemah) pada umumnya, kepedulian inilahyang harus menjiwai kebijakan penguasa (ulil amri) agar rakyatnya terbebas dari kemiskinan.
Orang-orang kaya yang telah mengeluarkan sebagian kecil dari hartanya yang menjadi hak para fakir dan miskin harus dilindungi, bahkan didoakan agar hartanya mendapat keberkahan dari Allah SWT. Sudah tentu bentuk-bentuk perlindungan terhadap orang kaya yang taat ini akan banyak sekali seperti dilindungi hak miliknya, dan hak-hak kemanusiannya.
Dalam tata negara harus ada pengaturan keluar masuknya keuangan yang ditangani oleh lembaga-lembaga tertentu. Tentunya hal itu bukan sesuatu yang mudah, karena tidak sedikit pejabat yang berada dalam lembaga ini sering terjerat oleh hukum seperti Gayus Tambunan. Perlu ada pembenahan kembali dalam menata keuangan negara. Karena hal ini penting maka penulis akan memaparkan sedikit penjelasan yang berkaitan dengan keuangan negara dalam bidang fiqih siyasah maliyah.

1.2 Rumusan masalah
1. Pengertian Siyasah Maliyah
2. Sumber Keuangan Negara
3. Pengeluaran da Belanja Negara


BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Secara etimologi siyasah maliah ialah politik ilmu keuangan, sedangkan secara terminologi siyasah maliah adalah mengatur segala aspek pemasukan dan pengeluaran keuangan yang sesuai dengan kemaslahatan umum tanpa menghilangkan hak individu dan menyia-nyiakannya.1Jadi, pendapatan negara dan pengeluarannya harus diatur dengan baik. Karena keuangan negara termasuk pilar yang sangat berperan penting dalam kemaslahatan masyarakat. Ketika keuangan diatur sedemikian, maka dampaknya terhadap ekonomi, kemiliteran, dan hal-hal yang lainnya; yaitu kesejahteraan bagi penduduk negara tersebut.

2. Sumber-sumber keuangan
Mengenai sumber pendapatan negara untuk membiayai segala aspek aktivitas negara, ada beberapa perbedaaan pendapat:
a. Menurut Ibnu Taimiyah dalam bukunya As-Siyasatus Syari’ah fi Islahir Ra’i war Ra’iyah(Pokok-Pokok Pedoman Islam dalam Bernegara) menyebutkan bahwa hanya ada dua sumber pendapatan negara, yaitu zakat dan harta rampasan perang.
b. Sedangkan pendapat Muhammd Rasyid Ridha, dalam bukunya Al-Wahyu al-Muhammady(wahyu Ilahi kepada Muhammad), menyatakan bahwa selain zakat dan harta rampasan perang seperti yang diajukan oleh Ibnu Taimiyah ditambahkannya jizyah (pemberian) yang didapatkan dari golongan minoritas (non muslim) sebagai jaminan kepada mereka, baik jaminan keamanan dan keselamatan jiwa dan harta benda mereka maupun jaminan hak-hak asasi mereka.

c. Lain halnya dengan Yusuf Qhardawi, ia menyatakan, selain hal-hal diatas, pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara, karena jika hanya ada tiga macam sumber pendapatan negara, dapat dipastikan pendapatan tersebut tidak mungkin dapat membiayai semua kegiatan negara, yang makin hari makin luas dan besar.

2.1. Zakat
Harta yang wajib dikeluarkan oleh pemilik yang memiliki persyaratan, diberikan kepada yang berhak menerimanya.3 Sedangkan jenis-jenis harta benda yang dapat dizakati ialah:
a. Harta benda simpanan
b. Peternakan
c. Pertanian
d. Pertambangan
e. Perikanan
f. Perdagangan
g. Profesi
h. Saham dan obligasi

2.2. Harta rampasan perang
Rampasan perang mempumyai empat komponen:
a. Salab, ialah alat dan perlengkapan perang yang didapatkan dari musuh di medan pertempuran.
b. Ghanimah, ialah harta yang didapatkan dari musuh dengan jalan perang selain salab, baik barang yang bergerak maupun barang yang tidak bergerak.
c. Al-Fa-i (upeti), ialah harta yang didapatkan dari orang kafir dengan jalan damai.

Problem yang timbul dari harta rampasan perang ini adalah mengenai cara penggunaannya. Menurut ketentuan hadits, tentara yang melakukan operasional dimedan pertempuran turut mendapatkan bagian harta rampasan perang tersebut. Ketentuan hadits ini berlaku, karena tentara (militer) pada zaman Rasulullah SAW. sepenuhnya bersifat sukarelawan
yang segala persenjataanya dan perlengkapannya dipenuhi oleh tiap-tiap tentara yang bersangkutan, bukan oleh negara. Bahkan jaminan ekonomi untuk keluarga yang ditinggalkan ditanggung sepenuhnya oleh tentara tersebut. Berebeda dengan kondisi sekarang, semua pasukan tentara bersifat profesional yang seluruh persenjataan dan perlengkapan perangnya ditanggung oleh negara. Bahkan untuk penghidupan ekonomi keluarga yang ditinggalkan ke medan perang pun sepenuhnya mendapat jaminan gaji dari negara. Lebih jauh dari itu, apabila seorang tentara cacat atau mati di medan pertempuran, dia atau keluarganya mendapat jaminan pensiun dari negara.
Karena itu, dengan perbedaan kondisi antara pasukan tentara Islam pada zaman Rasulullah SAW. dengan kondisi militer sekarang ini, Sayid Sabiq menyatakan bahwa tentara zaman sekarang ini tidak berhak mendapatkan harta rampasan perang.

2.3. Jizyah

Upeti yang dikenakan kepada non Islam sebagai indikasi untuk jaminan terhadap mereka. Baik itu berupa jaminan yang bersifat keamanan jiwa mereka, harta benda, hak-hak asasi ataupun yang lainnya.

2.4.Pajak

Ketentuan-ketentuan Syar’i, baik yang tertuang di dalam Al-Quran maupun Hadits Nabi SAW. yang mengatur pajak secara langsung memang tidak ada. Hanya atsar para sahabat yang berbentuk praktek penyelenggaraan negara yang dilakuakan oleh para Khulafaur Rasyidin, sejak Khalifah Umar bin Khattab. Itu pun terbatas pada pajak yang wajib dibayarkan oleh warga negara nonmuslim yang menggarap tanah-tanah negara.
Karena itulah, wajar jika timbul perbedaan dikalangan ahli hukum Islam di dalam menentukan boleh-tidaknya pajak sebagai sumber pendapat negara. Untuk itu, ada pendapat yang dismpulkan oleh Yusuf Qardhawi. Ia menyatakan, “tidak diragukan lagi bahwa mencari hukum melalui kaidah-kaidah syariat tidak hanya berakhir pada membolehkan pajak semata-semata, tapi menetapakan kewajiaban serta memungutnya untuk merealisasikan
kepentiangan umum dan negara serta guna menolak segala yang membahayakan kepadanya, apabila sumber-sumber lain yang tidak mencukupinya. Apabila negara Islam modern dibiarkan tanpa pajak untuk membiayai kegiatannya, dapat dipastikan bahwa dalam waktu singkat akan hilang kemampuannya. Lambat laun negara akan lemah, lebih-lebih bila menghadapi ancaman militer dari pihak musuh.
Karena itu, para ulama mengharuskan mengisi sumber pendapatan negara dengan hasil pajak yang ditetapkan kewajibannya oleh negara untuk memenuhi keperluannya.5
5 Ibid. hlm 410-411.


3 Pengeluaran dan Belanja Negara
Tujuan dasar dari pengeluaran keungan negara adalah untuk memberikannya kepada yang berhak, tidak mencegah dari yang berhak dan bisa mencegah dari yang batil, tujuan-tujuan ini bisa dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengeluaran hendaknya kepada yang berhak

Ini merupakan tujuan terpenting dari pengeluaran keuangan Negara. Telah diketahui bahwa beberapa tempat pengeluaran Negara yang telah ditentukan oleh syari’at, dan menyerahkan pengeluaran pemasukan lain kepada ijtihad pemerintah. Lebih utama lagi, tidak boleh mengeluarkarkan keuangan Negara tersebut terhadap hal-hal yang haram.

b. Melindungi sumber-sumber keuangan dari pejabat

Penyalahgunaan jabatan merupakan cara yang paling berbahaya untuk menguasai sumber keuangan, karena bisa memanfaatkan kekuasaannya, pangkatnya atau kekuatannya untuk memanfaatkan harta rakyat yang bukan menjadi milik pribadinya.

c. Menyampaikan hak kepada orangnya

Sebagaimana Umar ra.yang selalu mengawasi jalannya pengeluaran agar tidak dikeluarkan kepada orang yang bukan menjadi haknya, umar juga mengawasi pengeluaran agar orang yang berhak tidak terhalang untuk mendapatkan haknya. Diantara perkataan beliau yang menunjukkan perhatiannya terhadap sampainya hak-hak kepada orangnya adalah “tidaklah pada sebuah bumi umat islam yang bukan budak, kecuali dia mempunyai hak dalam pajak ini, diberikan atau tidak kepadanya.
Apabila kamu hidup, pastilah seorang pemimpin akan memberikan haknya sebelum wajahnya memerah, yaitu dalam memintanya”.

d. Ekonomis dalam pengeluaran

Sedang-sedang saja dalam berinfak merupakan salah satu sifat umat Islam baik individu atau golongan. Berlebih-lebihan dalam berinfak pada perangkat pemerintah adalah salah satu sebab terbesar kebangkrutan kas negara, merusak ekonomi dan memberhentikan jalan roda pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana sayyidina Umar ra. Sangat menyadari sebab-sebab yang merusak dari berlebih-lebihan dalam pengeluaran dari baitul mal. Diantaranya adalah berlebih-lebihan dalam menentukan jumlah gaji para pegawai. Diantara dalilnya, diriwayatkan bahwa ketika beberapa pegawainya mendesaknya untuk menambah gaji mereka, maka Umar memberikan kepada mereka setiap hari satu kambing, kemudian dia berkata, “aku tidak melihat satu desa yang diambil darinya setiap hari satu kambing, kecuali itu mempercepat kehancurannya”.

e. Keadilan distribusi
Diantara tujuan dari pengawasan pengeluaran keuangan negara adalah dengan mencegah apa yang bisa mempengaruhi keadilan distribusi.

f. Mewujudkan ketercukupan

Para pengawasan adalah untuk memastikan bahwa pengeluaran bisa mewujudkan ketercukupan, sebagaimana Umar ra. Memerintahkan orang yang mempunyai kelapangan untuk bersedekah dengan memberikan apa yang bisa mencukupi orang-orang faqir, dengan kata lain,”apabila kalian member, maka buatlah mereka cukup.


BAB III
Penutup

A. KESIMPULAN
Siyasah maliah adalah mengatur segala aspek pemasukan dan pengeluaran keuangan yang sesuai dengan kemaslahatan umum tanpa menghilangkan hak induvidu dan menyia-nyiaknnya. Dalam siyasah maliah ada pemasukan dan pengeluaran keuangan Negara. Pemasukan keuangan Negara diantaranya adalah:
1. Zakat
2. Harta rampasan perang

3. Jizyah
4. Pajak

Sedangkan pengeluaran keuangan Negara harus tepat sasaran seperti:
1. Pengeluaran hendaknya kepada yang berhak
2. Melindungi sumber keuangan dari pejabat
3. Menyampaikan hak kepada orangnya
4. Ekonomis dalam pengeluaran
5. Keadilan distribusi
6. Mewujudkan ketercukupan.


Daftar pustaka

Al-Haritsi, Jaribah bin Ahmad. 2003, Fikih Ekonomi Umar bin Al- Khathab, Jakarta: khalifa (pustaka al-kautsar Group).
al-Qadhi, Abdullah Muhammad Muhammad. 1990. Siyasah As-Syar’iyah baina Al-Nadariyah wa al-Tadbiq. Dar al-Kutub al-Jam’iyah al-hadits.
Djaelani, Abdul Qadir. 1995. Negara Ideal: menurut konsep Islam. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
loading...
Previous
Next Post »
0 Komentar

Yang sudah kunjung kemari, jangan lupa bagikan ke teman ya

https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929