loading...

MAKALAH STUDI QUR’AN DAN HADIST PROSEDUR TRANSMISI HADIST

November 23, 2016
loading...
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Prosedur transmisi hadist”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribus dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dalam pembuatan makalah ini , kami dapat memperbaiki makalah ini . Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.



Penyusun






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
2.1 Pengertian transmisi hadist 2
2.2 Proses transmisi hadist 2
2.3 Periode perkembangan hadist 5
BAB III PENUTUP 6
3.1 Kesimpulan 6
DAFTAR PUSTAKA 7



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hadist sebagai pertanyaan, pengamalan, taqrir da hal ihwal Nabi Muhammad SAW, merupakan sumber ajaran islam yang kedua sesudah al-qur’an. Pada masa Nabi, sesungguhnya sudah ada beberapa sahabat Nabi yang menulis hadis Nabi,tetapi jumlah mereka selain tidak banyak, juga materi hadis yang mereka catat masih terbatas. Namun, setelah rasulullah wafat, kebutuhan akan pentingnya hadis meningkat. Sehingga hadis mengalami oroses transmisi atau penyebaran. Untuk itukita perlu tahu akan penyebaran hadis tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan transmisi hadist?
2. Apa saja periode perkembangan hadist?
3. Bagaimana proses transmisi hadist?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian transmisi hadist
2. Mengetahui periode perkembangan hadist
3. Mengetahui proses transimisi hadist

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian transmisi hadist
Sebelum kita masuk kedalam inti dari masalah proses transmisi hadist, pertama kita harus tahu dulu apa pengertian atau makna dari transimi hadist. Transmisi adalah penyampaian atau peralihan atau penyebaran. Jadi transmisi hadist bisa diartika yaitu proses peralihan atau perpindahan serta suatu hadist dari sanad kesanad sampai ke perawi.
Menurut istilah ilmu hadist, yang dimaksud dengan al-riwayat ialah kegiatan penerimaan dan penyampaian hadist, serta penyadaran hadist itu kepada rangkaian para periwayatnya dalam bentuk-bentuk tertentu. Orang yang telah menerima hadist dari periwayat, tetapi dia tidak menyampaikan hadist itu kepada orang lain, maka dia tidak dapat disebut orang yang telah melakukan periwayatan hadist. Jadi ada tiga unsure yang harus dipenuhi dalam periwayatan hadist yaitu : kegiatan menerima hadist dari periwayat hadist, kegiatan menyampaikan hadist itu kepada orang lain, ketika hadist itu disampaikan,susunan rangkaian periwayatnya (sanad) disebutkan.
2.2 Proses transmisi hadist
a. Pada era Nabi Muhammad (13 SH-11 H)
Nabi dalam melaksanakan tugas sucinya yakni sebagai Rasul berdakwah, menyampaikan dan mengajarkan risalah islamiyah kepada umatnya. Nabi sebagai sumber hadis menjadi figure sentral yang mendapat perhatian para sahabat. Segala aktifitas beliau seperti perkataan, perbuatan, dan segala perbuatan beliau diingat dan disampaikan kepada sahabat lain yang tidak menyaksikannya, karena tidak seluruh sahabat dapat hadir di majlis Nabi dan tidak seluruhnya selalu menemani beliau. Bagi mereka yang hadir dan mendapatkan hadist dari beliau berkewajiban menyampaikan apa yang dilihat dan apa yang didengar dari rasulullah baik ayat-ayat al-qur’an maupun hadist-hadist dari rasulullah. Sesuai dengan sabda beliau :



Sampaikan dari padaku walaupun satu ayat. (HR.AL-Bukhari,Ahmad,dan At-Tarmidzi dari Ibnu Umar)

Dan sabda Nabi:




Semoga Allah menerangi seseorang yang mendengar dari kami sebuah hadis, kemudian ia hapal sehingga ia sampaikan kepada orang lain. Maka banyak pembawa fikih(ilmu) kepada orang yang lebih paham dari padanya dan banyak pembawa fikih tetapi ia tidak ahli fikih. (HR. Al-Bukhari)
Ajaj Al-Khathib menjelaskan, bahwa proses terjadinya hadis bisa jadi timbul dari berbagai sisi yakni ada 3 sisi:
a. Terjadi pada Nabi sendiri kemudian dijelaskan hukumnya kepada sahabat dan kemudian para sahabat sampaikan kepada sahabat lain. Misalnya, suatu ketika Nabi melewati pedagang makanan dalam karung, beliau masukkan tangan beliau ternyata basah, lantas beliau bersabda:



Tidak tergolong umatku(umat yang mendapat petunjuk) manusia yang menipu ( HR. Ahmad)
b. Terjadi pada sahabat atau kaum muslimin karena mengalami suatu problem masalah kemudian bertanya kepada Rasulullah. Banyak sekali hadis yang timbul disebabkan daripertanyaan seorang sahabat, kemudian menjawab dan memberi penjelasan-penjelasan.
c. Segala amal perbuatan dan tindakan Nabi dalam melaksanakan syariah islamiyah baik manyangkut ibadah dan ahlak yang disaksikan para sahabat, kemudian mereka sampaikan kepada para Tabi’in.
b. Pada era sahabat
Setelah Nabi Muhammad wafat para sahabat belum memikirkan penghimpunan dan pengkodifikasian hadis, karena banyak problem yang dihadapi, di antaranya timbulnya kelompok orang yang murtad, timbulnya peperangan sehingga banyak penghapalan al-Qur’an yang guur dan konsentrasi mereka bersama Abu Bakar dalam membukukan al-qur’an. Abu Bakar pernah berkeingan membukukan sunah tetapi digagalkan karena dikhawatirkan terjadi fitnah ditangan orang-orang yang tidak dapat dipercaya. Al-hakim menceritakan bahwa Aisyah berkata :
“Ayahku menghimpun 500 hadis, semalaman beliau bolak balik memeriksanya….ketika pagi beliau minta hadis-hadis yang ada ditanganku untuk dibakar dan berkata : aku khawatir jika aku mati sementara hadis-hadis itu masih ditnganmu dari orang-orang yang terpercaya tetapi tidak diriwayatkan sebgaimana mestinya”.
c. Pada era Tabi’in
Pada masa abad ini disebut masa pengkodifikasian hadis. Khalifah Umar bin Abdul Aziz (99-101 H) yakni yang hidup pada akhir abad 1 H menganggap perlu adanya penghimpunan dan pembukuan hadis, karena beliau khawatir lenyapnya ajaran-ajaran Nabi setelah wafatnya para ulama baik diklangan sahabat maupun Tbi’in.
Berdasarkan inilah para ahli sejarah dan ulama berkesimpulan bahwa Ibn Asy-Syihab Az-Zuhri orang pertama yang mengkodifikasikan hadis pada awal tahun 100 H dibawah Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Maksudnya disini orang yang paling awal menghimpun hadis dalam bentuk formal atas instruksi dari seorang khalifah dan ditulis secara menyeluruh, karena tentunya penghimpunan telah dimulai sejak masa raslullah di kalangan sahabat dan tabi’in namun belum menyeluruh, dan bukan berdasarkan instruksi seorang khalifah.
d. Pada era Tabi’ tabi’in
Tabi’ tabi’in artinya pengikut tabi’in yakni pada abad III H yang disebut ulama dahulu. Sedangkan ulama pada abad berikutnya abad ke 4 H dan setelahnya disebut ulama belakangan. Pada masa ini yang paling sukses dalam pembukuan hadis, sebab pada masa ini ulama hadis telah berhasil memisahkan hadis Nabi dari yang bukan hadis atau dari hadis Nabi dari perkataan sahabat dan fatwanya dan telah berhasil pula mengadakan filterisasi(penyaringan) yang sangat teliti apa saja yang dikatakan nabi.
e. Pada era setelah tabi’ tabi’in
Pada masa ini disebut penghimpunan dan penerbitan (Al-jam’iwa al-Tartib). Ulama yang hidup pada abad ke 4 H dan berikutnya disebut ulama muta’akhirin atau khalaf (modern) sedang yang hidup sebelum abad 4 H disebut ulama mutaqaddimin atau ulama salaf (klasik). Perbedaan mereka dalam periwayatan dan kondifikasi hadis, ulama muataqaddimin menghimpun hadis nabi dengan cara langsung mendengar dari guru-gurunya kemudian mengadakan penelitian sendiri baik matan dan sanadnya.
Diantara kegiatan pengkodifikasian hadis pada periode ini 4-6 H adalah dalam bentuk mu’jam (ensiklopedi), shahih..(himpunan shahih saja), mustadrak (susulan shahih) sunan, al-jam’u (gabungan duat atau beberapa kitab hadis), ikhtishar (resume), istikraj, dan syarah (ulasan).
Pada masa berikutnya abad 7-8 H dan berikutnya disebut penghimpunan dan pembukaan hadis secara sistematis. Setelah pemerintahan abbasiyyah jatuh ketangan bangsa tartar pada tahun 656 H, maka pusat oemerintahan pindah dari Baghdad ke cairo mesir dan india .
2.3 Periode perkembangan hadist
a. Masa pertama: masa wahyu dan pembentukan hukum serta dasar-dasarnya dari permulaan Nabi dibangkit hingga beliau wafat pada tahun 11 H. 9dari 13 S.H-11 H).
b. Masa kedua: masa membatasi riwayat, masa khulafa Rasyidin (12 H-40 H).
c. Masa ketiga: masa berkembang riwayat dan perlawatan dari kota ke kota untuk mencari hadis, yaitu masa sahabat kecil dan tabi’in besar (41 H-akhir abad pertama H).
d. Masa keempat : masa pembukuan hadist (dari permulaan abad kedua H hingga akhirnya).
e. Masa kelima : masa mentashhihkan hadist dan menyaringnya (awal abad ketiga, hingga akhirnya).
f. Masa keenam :masa menapis kitab-kitab hadist dan menyusun kitab-kitab jami’ yang khusus (dari awal abad keempat hingga jatuhnya Baghdad tahun 656 H).
g. Masa ketujuh :masa membuat syarah, membuat kitab-kitab takhrij, mengumpulkan hadis-hadis hukum dan membuat kitab-kitab jami’ yang umum serta membahas hadis-hadis zawa-id (656 H. hingga deswasa ini) .



BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Proses transmisi hadis dari masa rasulullah hidup dan setelah wafat tidaklah sama. Semakin lama jarak antara masa hidupnya akan semakin sulit mengontrol menyebarnya dan kebenaran hadis tersebut. Sehingga memerlukan kehati-hatian yang tinggi dalam penyebaran hadis tersebut sehingga terhindar dari munculnya hadis palsu.


DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddieqy, H. 1993. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist. PT Bulan Bintang: Jakarta.
Khon, A. M. 2008. Ulumul Hadis. AMZAH: Jakarta.
loading...
Previous
Next Post »
0 Komentar

Yang sudah kunjung kemari, jangan lupa bagikan ke teman ya

https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929