loading...

Awal Penentuan Bulan Qamariyah

October 31, 2013
loading...
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia sebagai masyarakat majemuk dengan keragaman suku, agama, ras, bahasa, budaya dan lainnya dengan secara sosial-budaya menjadikan agama berperan penting dan bermakna, keragaman dalam realitas keberagaman masyarakat. Salah satu fenomena keagamaan yang muncul dalam masyarakat di Indonesia pada tahun-tahun terakhir, adalah perbedaan cara penetapan bulan qomariyah, kendati bagi sebagian orang dianggap kurang penting, namun bagi sebagian orang menjadi masalah yang sangat penting dan mendasar, terutama dalam penentuan awal bulan ramadhan, syawal dan dzulhijjah. Dengan menggunakan ilmu Falak terutama yang mempelajari penentuan awal bulan khususnya sistem rukyat agar dapat mengerti dan bisa memahami persoalan yang ada, tentunya untuk memecahkan masalah perbedaan penentuan awal bulan Qomariyah bagi umat Islam BAB II PEMBAHASAN AWAL PENENTUAN BULAN QAMARIYAH A. Pengertian bulan Qamariyah Istilah bulan dalam bahasa Arab identik dengan al-syahr atau al-syuhrah yang berarti kemashyuran dan kesombongan, sementara itu al-syahr juga berarti al-qamar itu sendiri dalam bahasa Inggris disebut lunar, yaitu benda langit yang menjadi satelit bumi. Al-syahr disebut al-qamar karena sifat nampaknya yang jelas. Dalam pengertian ini bulan Qamariyah berarti hitungan bulan berdasarkan pada system peredaran bulan (al-qamar/lunar) mengelilingi bumi. Sebagai diketahui bahwa perjalanan waktu di bumi ditandai dengan peredaran benda-benda langit, terutama matahari dan bulan. Hal ini telah dinyatakan oleh Allah swt dalam al-Qur’an :                           "Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui". Oleh karena itu, di antara benda langit yang dianggap paling penting menurut ahli falak adalah matahri, bumi dan bulan. Peredaran tiga benda langit tersebut penting untuk menentukan awal bulan, tahun, sholat dan sebagainya. Peredaran bulan mengelilingi bumi menjadi kaedah penyusunan bulan Qamariyah sedang peredaran bumi mengelilingi matahari menjadi dasar penentuan bulan Syamsiyah dan waktu shalat. Penetapan awal bulan Qamariyah dapat dinyatakan menjadi dua, yaitu sistem hisab dan rukyat yang sama-sama mempunyai sasaran melihat hilal. 1. Sistem Penentuan Awal Bulan Qamariyah Penentuan awal bulan qamariyah sangat penting artinya bagi segenap kaum muslimin, sebab banyak macam ibadah dalam islam yang pelaksanaannya dikaitkan dengan perhitungan bulan Qamariyah. Di antara ibadah-ibadah itu adalah shalat Dua Hari Raya, Puasa Ramadhan, Haji dan sebagainya. Untuk itu syara’ telah memberikan pedoman dalam menentukan perhitungan waktu (penentuan awal bulan Qamariyah), seperti kita lihat dalam Al-Qur’an dan Hadist Nabi. Pedoman tersebut dalam garis besarnya terbagi kepada dua bagian, yaitu: a. Sistem Ru’yah Secara etimologi (bahasa) rukyat berasal dari bahasa arab yaitu kata al-ra’a yang berarti melihat dengan mata, maksudnya adalah melihat dengan mata bugil (langsung). Sedang kata al-hilal berarti bulan sabit, yaitu tanggal 2-3 malam dari awal bulan atau 7-2 malam dari akhir bulan. Sedang menurut Ibn Mandzur menjelaskan bahwa yang disebut hilal adalah malam tanggal 1,2 dan 3 pada awal bulan Qamariyah. Dengan demikian yang dimaksud ru’yah al hilal adalah melihat bulan tanggal 1,2 dan 3 pada awal bulan Qamariyah. Rukyatul Hilal Rukyatul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan merukyat (mengamati) hilal secara langsung. Apabila hilal (bulan sabit) tidak terlihat (atau gagal terlihat) pada tanggal 29 sore hari, maka bulan (kalender) berjalan digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari. Kriteria ini berpegangan pada Hadits Nabi Muhammad: Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Jika terhalang maka genapkanlah (istikmal)" bulan sya’ban 30 hari. Kriteria ini di Indonesia digunakan oleh Nahdlatul Ulama (NU), dengan dalih mencontoh sunnah Rasulullah dan para sahabatnya dan mengikut ijtihad para ulama empat mazhab. Bagaimanapun, hisab tetap digunakan, meskipun hanya sebagai alat bantu dan bukan sebagai penentu masuknya awal bulan Hijriyah. Wujudul Hilal Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan menggunakan dua prinsip: Ijtimak (konjungsi) telah terjadi sebelum Matahari terbenam (ijtima' qablal ghurub), dan Bulan terbenam setelah Matahari terbenam (moonset after sunset); maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender) Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude) Bulan saat Matahari terbenam. Kriteria ini di Indonesia digunakan oleh Muhammadiyah dan Persis dalam penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha untuk tahun-tahun yang akan datang. Akan tetapi mulai tahun 2000 PERSIS sudah tidak menggunakan kriteria wujudul-hilal lagi, tetapi menggunakan metode Imkanur-rukyat. Hisab Wujudul Hilal bukan untuk menentukan atau memperkirakan hilal mungkin dilihat atau tidak. Tetapi Hisab Wujudul Hilal dapat dijadikan dasar penetapan awal bulan Hijriyah sekaligus bulan (kalender) baru sudah masuk atau belum, dasar yang digunakan adalah perintah Al-Qur'an pada QS. Yunus: 5, QS. Al Isra': 12, QS. Al An-am: 96, dan QS. Ar Rahman: 5, serta penafsiran astronomis atas QS. Yasin: 39-40. Adapun cara menentukan awal bulan Qamariah adalah dengan melihat dengan mata telanjang atau dengan menggunakan alat yang dilakukan pada akhir bulan atau tanggal 29 bulan Qamariyah pada saat matahari tengglam. Jika berhasil dilihat sejak malam itu sudah dihitung tanggal satu bulan baru, tetapi jika tidak berhasil maka malam itu dan keesokan harinya masih merupakan bulan yang sedang berjalan, sehingga umur bulan disempurnakan menjadi 30hari atau yang dinamakan istikmal. Ru’yah secara harfiah adalah melihat. Artinya paling umum adalah melihat dengan mata kepala. Sedangkan ru’yah al-hilal adalah melihat dan mengamati hilal secara langsung di lapangan pada hari ke 29 (malam ke 30) dari bulan yang sedang berjalan; apabila ketika itu hilal dapat terlihat, maka pada malam itu dimulai tanggal 1 bagi bulan tanggal 30 bulan baru atas dasar ru’yah al-hilal; tetapi apabila tidak berhasil melihat hilal, maka malam itu tangal 30 bulan yang sedang berjalan dan kemudian malam berikutnya dimulai tanggal 1 bagi bulan baru atas dasar istikmal.Berdasarkan Hadits: b. Sistem Hisab Hisab adalah perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah. Secara harfiah, hisab bermakna perhitungan. Dalam dunia Islam istilah hisab sering digunakan dalam ilmu falak (astronomi) untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi. Posisi matahari menjadi penting karena menjadi patokan umat Islam dalam menentukan masuknya waktu salat. Sementara posisi bulan diperkirakan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam kalender Hijriyah. Hal ini penting terutama untuk menentukan awal Ramadhan saat muslim mulai berpuasa, awal Syawal (Idul Fithri), serta awal Dzulhijjah saat jamaah haji wukuf di Arafah (9 Dzulhijjah) dan Idul Adha (10 Dzulhijjah). Hisab menurut bahasa yaitu mengihtung, mengira, dan membilang, sedangkan menurut istilah yaitu perhitungan benda-benda langit untuk mengetahui kedudukannya pada suatu saat yang diinginan. Apabila hisab ini dalam penggunaannya dikhususkan pada hisab waktu atau hisab awal bulan, maka yang dimaksudkan adalah menentukan kedudukan matahari atau bulan sehingga diketahui kedudukan matahari dan bulan tersebut pada bola langit pada saat-saat tertentu. Dewasa ini, metode hisab telah menggunakan komputer dengan tingkat presisi dan akurasi yang tinggi. Berbagai perangkat lunak (software) yang praktis juga telah ada. Hisab seringkali digunakan sebelum rukyat dilakukan. Salah satu hasil hisab adalah penentuan kapan ijtimak terjadi, yaitu saat matahari, bulan, dan bumi berada dalam posisi sebidang atau disebut pula konjungsi geosentris. Konjungsi geosentris terjadi pada saat matahari dan bulan berada di posisi bujur langit yang sama jika diamati dari bumi. Ijtimak terjadi 29,531 hari sekali, atau disebut pula satu periode sinodik. Adapun ibadah yang berhubungan dengan waktu, tentunya kita juga tidak bisa lepas dari ilmu hisab. Kita menggunakan Ilmu Hisab untuk mengetahui bagaimana kita harus beribadah, dengan mencari arah kiblat untuk ibadah sholat, sejauh mana awal bulan itu berlaku ( matla’), darimana saja gerhana dapat dilihat dan lain sebagainya.Tentunya untuk mengetahui itu semua kita harus menggunakan hisab terlebih dahulu. Dari konsep itulah kami dapat mengambil kesimpulan bahwa ayat-ayat dan hadist yang ada adalah sebagai dalil atau anjuran kepada kita untuk melakukan hisab. Penentuan awal bulan qomariyah dalam system hisab ini didasarkan pada perhitungan peredaran bulan mengelilingi matahari. 2. Sistem Ijtima’ dalam Penentuan Awal Bulan Qomariyah Disamping sistem Hisab dan Ru’yah, dalam penentuan awal bulan Qomariyah juga dapat didasarkan pada kapan terjadinya Ijtima’.Berikut penjelasannya. Mungkin orang akan beraggapan bahwa setiap ijtima’ atau awal bulan qomariyah pasti akan selalu terjadi gerhana matahari, sebab sinar yang datang dari matahari kepermukaan bumi akan terhalang oleh bulan. Keadaan sebenarnya tidaklah demikian, sebab pada posisi ijtima’, matahari, bumi dan bulan tidak selalu pada satu garis lurus. Pada saat Ijtima’ matahari, bumi dan bulan berada pada satu bidang astronomis yang tegak lurus terhadap bidang orbit bumi. 3. Pola Ijtihad Ulama’ Fiqh tentang Penentuan Awal Bulan Qomariyah Sistem Ijtima’ Dalam penentuan awal bulan qomariyah pola ijtihad ulama’ fiqih adalah sebagai berikut: a. Golongan yang Berpedoman pada Ijtima’ Qobla Ghurub Golongan ini menggunakan kriteria ijtima’ qobla ghurub sebagai dasar penentuan masuknya bulan baru. Mereka menetapkan bahwa jika ijtima’ terjadi sebelum saat matahari terbenam, maka sejak matahari terbenam itulah awal bulan baru sudah mulai masuk tanpa mempertimbangkan apakah hilal sudah di atas ufuk atau belum. Atas dasar ini, para penganut madzhab ini mengaggap bahwa batas hari adalah terjadinya ijtima’, bukan fajar dan bukan pula terlihatnya bulan di saat matahari tenggelam pada akhir bulan yang sedang berjalan. Namun demikian, harus dipahami bahwa surat yasin: 39 di atas hanya memberikan indikasi bahwa pada saat akhir Bulan Qomariyah, bulan akan berbentuk bulan sabit lagi. Sedangkan jika terjadi setelah matahari terbenam, maka malam itu dan keesokan harinya ditetapkan sebagai tanggal 30 bulan yang sedang berlangsung. System ini sama sekali tidak mempersoalkan rukyah. Juga tidak memperhitungkan posisi hilal dari ufuk. Asal sebelum matahari terbenam sudah terjadi Ijtima’ walaupun hilal masih dibawah ufuk, maka malam itu sudah masuk bulan baru. System ini lebih menitikberatkan penggunaan astronomi murni. Dalam astronomi dikatakan bahwa bulan baru itu terjadi sejak matahari dan bulan dalam keadaan konjungsi ( Ijtima’ ) system ini menghubungkan Ijtima’ dengan saat terbenam matahari. Sebab ada anggapan bahwa dalam islam hari dimulai dari terbenam matahari sampai terbenam matahari berikutnya, jadi logikanya menurut system ini bahwa Ijtima’ adalah pemisah diantara dua bulan Qomariyah, namun karena menurut islam hari dimulai terbenamnya matahari maka kalau terjadi Ijtima’ sebelum matahari terbenam, malam itu sudah dianggap masuk bulan baru dan kalau Ijtima’ terjadi setelah terbenam matahari maka malam itu masih merupakan bagian dari bulan yang sedang berlangsung. Jadi, tolak ukurnya adalah apakah Ijtima’ itu terjadi sebelum tibanya batas hari (saat matahari terbenam) atau sesudahnya. b. Golongan yang Berpedoman pada Ijtima’ Qobla Al-Fajri Golongan ini menghendaki adanya permulaan bulan qomariyah ditentukan oleh kejadian Ijtima’ sebelum terbit fajar. Alasannya karena saat terjadi ljtima’ tidak ada sangkut pautnya dengan kejadian matahari terbenam dan tidak ada dalil yang kuat bahwa batas hari adalah saat matahari terbenam. Menurut system ini jika ijtima’ terjadi sebelum terbit fajar, maka malam itu sudah masuk awal bulan baru, walaupun saat matahari pada malam itu belum terjadi ijtima’. Nampaknya saat ini di Indonesia belum ada para ahli yang berpegang pada Ijtima’ Qobla Al-Fajri ini. Mereka bari mensinyalir adanya pendapat ini yang didasarkan pada peristiwa-peristiwa yang sering terjadi akibat penentuan Hari Raya Haji yang dilakukan oleh pemerintah Saudi Arabia. Yang membedakan madzhab ini dari Madzhab pertama yaitu Ijtima’ Qobla Al-Ghurub adalah: Bila ijtima’ terjadi sebelum terbit fajar pada akhir bulan yang sedang berjalan, maka sisa malam itu sudah dianggap masuk tanggal 1 bulan berikutnya. Ketentuan ini dianut oleh para penganut Madzhab Hisab Ijtima’ Qobla Al-Fajr, karena angapan bahwa batas hari adalah fajar Seperti Madzhab sebelumnya, pengertian Madzhab ini akan kacau dan tidak cocok dengan hadist Rasulallah. Para ahli di Indonesia menilai bahwa jika didasarkan pada perhiatungan hisab, maka system Ijtima’ Qobla Al-Fajriyah yang dijadikan pedoman. c. Golongan yang Berpedoman pada Ijtima’ dan Tengah Malam Kriteria awal bulan menurut aliran ini adalah bila ijtima’ terjadi sebelum tengah malam maka mulai tengah malam itu sudah masuk awal bulan, akan tetapi bila ijtima’ terjadi sesudah tengah malam, maka malam itu masih termasuk bulan yang sedang berlangsung dan awal bulan (new moon) dan awal bulan ditetapkan mulai tengah malam berikutnya. DAFTAR PUSTAKA Azhari , Susiknan, Ilmu falak (Penjumlahan Khazanah Islam dan Sains Modern, . 2007. Cet II, Yogyakarta :Suara Muhammadiyah Ensiklopedi Hisab Ru’yah cet II. 2008.,Yogyakarta : Pustaka Belajar Depag RI.. Almanak Hisab Rukyah, 1981, Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam
loading...
Previous
Next Post »
0 Komentar

Yang sudah kunjung kemari, jangan lupa bagikan ke teman ya

https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929