loading...

Hubungan Sikap dan Dukungan Keluarga serta Penyebaran Informasi dengan Kunjungan Usila ke Poksila

October 04, 2013
loading...
Hubungan Sikap dan Dukungan Keluarga serta Penyebaran Informasi dengan Kunjungan Usila ke Poksila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Keberhasilan pembangunan dalam bidang kesehatan sangat tergantung pada partisipasi masyarakat yang bersangkutan (Kemenkes RI, 2010). Keberhasilan pembangunan khususnya di bidang kesehatan berdampak pada peningkatan Umur Harapan Hidup (UHH) dan jumlah lanjut usia (lansia) dengan permasalahan kesehatan yang berpotensi menjadi “beban” masyarakat jika tidak dipersiapkan memasuki usia tuanya sejak dini. Dengan demikian program yang terjangkau dan bermutu harus diupayakan agar keberadaan usila mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna dan produktif selama mungkin (Kemenkes RI, 2010) . Proses penduduk menua (aging population) merupakan gejala yang akan dihadapi semua negara di dunia. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dekade tahun 2005 sampai dengan tahun 2025 penduduk usila di dunia meningkat hingga 77,37%, sedangkan usia produktif hanya mencapai 20,95% (Depsos RI,2008). Saat ini Indonesia memasuki negara berstruktur penduduk tua sebagaimana ketentuan dunia karena jumlah penduduk lansia lebih dari 7%. Jika tahun 1990 UHH 59,8 tahun dan jumlah lansia 11.277.557 jiwa (6,29%), maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta jiwa (8,90%) dan UHH 66,2 tahun. Pada tahun 2010 penduduk lansia di Indonesia mencapai 23,9 juta (9,77%) dengan UHH sekitar 67,4 tahun. (Gemari, 2008). Pada tahun 2020 diperkirakan penduduk la sebesar 28,8 juta jiwa (11,34 %), sedangkan UHH pada tahun 2014 sudah mencapai 72 tahun. (Kemenkes RI, 2010). Indonesia merupakan negara tertinggi dalam pertumbuhan penduduk usila serta negara keempat dalam hal berpenduduk struktur tua setelah Cina, India, Amerika Serikat. Ditinjau dari sudut pertambahannya ini maka perkembangan lansia menarik untuk diamati (Martono,2008). Lansia termasuk kelompok yang rentan terhadap berbagai masalah psikososial dan rawan kesehatan, khususnya terhadap kemungkinan jatuhnya sakit dan ancaman kematian. Jenis penyakit yang diderita lansia umumnya penyakit degeneratif yang bersifat kronis dan kompleks yang membutuhkan biaya yang relatif tinggi untuk perawatannya (Kemenkes RI, 2010). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 angka kesakitan pada usia 45-49 tahun sebesar 11,6 % , dan angka kesakitan pada usia di atas 60 tahun sebesar 9,2 %. Prevalensi anemia pada usia 55-64 tahun sebesar 51,5 % dan pada usia lebih dari 65 tahun 57,9 %. Dalam kurun waktu 10 tahun (1976-1986) penyakit jantung dan pembuluh darah berkembang menjadi penyebab ketiga dari kematian umum, dengan prevalensi dari 1,1 per 1000 penduduk pada tahun 1976 menjadi 5,9 per 1000 penduduk pada tahun 1986 (Kemenkes RI, 2010). Perubahan nilai sosial yang mengarah pada tatanan individualistik, membuat lansia kurang mendapat perhatian dan menjadi terlantar. Berdasarkan data statistik RI (2007), diperkirakan 2,7 juta jiwa (15,28 %) usila tergolong terlantar. Pengertian Lansia terlantar adalah Lansia dengan usia di atas 60 tahun yang memiliki tiga atau lebih dari krtiteria keterlantaran berikut ini, yaitu tidak/belum sekolah atau tidak tamat SD, makan makanan pokok kurang dari 21 kali seminggu, makan lauk pauk berprotein tinggi kurang dari 4 kali seminggu, memiliki pakaian kurang dari 4 stel, tidak mempunyai tempat tinggal tetap untuk tidur, bila sakit tidak diobati (Komnas Lanjut Usia Jakarta, 2010). Upaya peningkatan kesejahteraan Lansia di Indonesia tertuang dalam UU No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, pasal 14 ayat 1, 2 dan 3 yang menyatakan bahwa pelayanan kesehatan ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan lanjut usia, agar kondisi fisik, mental, dan sosialnya dapat berfungsi secara wajar. Kebijakan yang disusun oleh Kementrian Kesehatan (2010) terhadap pembinaan kesehatan Lansia terutama ditujukan pada upaya peningkatan kesehatan dan kemampuan untuk mandiri agar selama mungkin tetap produktif dan berperan aktif dalam pembangunan. Upaya yang tepat untuk mendukung tujuan di atas salah satunya adalah meningkatkan peran posyandu dan pemanfaatannya. .Pelayanan kesehatan lansia dimulai dari tingkat masyarakat di kelompok-kelompok Lansia, dan pelayanan di sarana pelayanan kesehatan dasar dengan mengembangkan Puskesmas Santun Lanjut Usia serta pelayanan rujukannya di Rumah Sakit. Pelayanan di Puskesmas lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Upaya promotif dan preventif dapat pula dilakukan di luar gedung dengan melibatkan peran aktif masyarakat. Salah satu wadah yang potensial di masyarakat adalah Posyandu Lanjut Usia yang dikembangkan oleh Puskesmas atau yang muncul dari aspirasi masyarakat sendiri (Komnas Lansia, 2010). Sasaran langsung posyandu lansia dalam pembinaan kesehatan lansia, dikelompokkan sebagai berikut: kelompok pra lanjut usia 45-49 tahun, kelompok lanjut usia 50-69 tahun, kelompok usila risiko tinggi yaitu usila lebih dari 70 tahun atau Lansia berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Kemenkes RI, 2010). Posyandu Lansia memegang peranan penting untuk meningkatkan kualitas hidup lansia karena pemeriksaan kesehatan secara berkala dapat mendeteksi penyakit sedini mungkin sehingga mencegah risiko yang berat. Seharusnya para Lansia berupaya memanfaatkan adanya Posyandu tersebut sebaik mungkin. Beberapa penelitian dari berbagai daerah di Indonesia memperlihatkan bahwa pemanfaatan posyandu lansia masih belum mencapai target. Di Profinsi ……………………….. jumlah Lansia yang dilayani di Posyandu hanya sebanyak ................% pada tahun 2009 (Dinkes Propinsi ................). Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan di Kabupaten/Kota pelayanan Lansia yaitu mencapai ................% pada tahun ................ (Dinkes ................). Hasil penelitian Junita tentang kunjungan usila ke posyandu usila di Desa Koto Kapeh Wilayah Kerja Puskesmas .................dukungan keluarga berpengaruh terhadap kunjungan usila ke posyandu sehingga terdapat hubungan yang bermakna antara sikap, dukungan keluarga, serta penyebaran informasi dengan kunjungan usila ke posyandu (................). Berdasarkan pengalaman kelompok Lanjut Usia di berbagai daerah, jumlah anggota kelompok berkisar antara ................ orang. Perlu dipertimbangkan jarak antara sasaran dengan lokasi kegiatan dalam penentuan jumlah anggota, sehingga apabila terpaksa tidak tertutup kemungkinan anggota kelompok kurang dari ................ orang atau lebih dari ................ orang (Kemenkes RI, 2010). Pertambahan jumlah usila berdasarkan data dari Dinas kesehatan pada tahun ................ jumlah usila sebanyak ................ jiwa, tahun ................ sebanyak ................ jiwa .Berdasarkan laporan Dinkes Kabupaten ................ tahun ................ Data kunjungan poksiladi Kota ................ pada tahun ................ sebanyak ................ jiwa dari jumlah usila yang ada. Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk kunjungan poksila adalah sebesar ................%, tetapi untuk wilayah Puskesmas ................ masih jauh dari target. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini : Silahkan download selanjutnya: Hubungan Sikap dan Dukungan Keluarga serta Penyebaran Informasi dengan Kunjungan Usila ke Poksila
loading...
Previous
Next Post »
0 Komentar

Yang sudah kunjung kemari, jangan lupa bagikan ke teman ya

https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929