loading...

Makalah Ilmu Kalam tentang salafi, wahabi, m abduh

April 10, 2017
loading...
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Islam merupakan agama peradaban yang membawa rahmat bagi semesta alam, bukan agama teroris. Dengan misi inilah Allah mengutus Rasul-Nya, Muhammad S.AW, sebagaimana di tegaskan dalam firman –Nya, ” dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
Tiga hal penting yang seharusnya menjadi pegangan bagi setiap orang adalah: toleran, moderat, dan akomodatif. Bagi orang muslim, keimanan yang hanya dibalut dengan simbo-simbol tidaklah cukup. Orang yang telah beriman harus disempurnakan dengan amal dan ibadah yang baik, serta perilaku yang terpuji (al-akhlaq al-karimah).
Berjenggot panjang, memakai sorban, dan bercelana diatas tumit itu bagus. Tapi hal- hal yang bersifat simbolik itu tidak cukup untuk dinilai bahwa dia telah mengamalkan ajaran islam. Ulama terdahulu, seperti Imam Syafi’i, Ghazali , Ibnu Sina dan sejumlah tokoh islam terkemuka lainnya juga punya jenggot panjang dan memakai sorban. Namun sekali lagi, Islam tidak cukup hanya dengan jenggot dan sorban saja. Sebab, ajaran Islam -sangat luas dan tidak bisa diwakili hanya dengan simbol belaka.
Dengan adanya sedemikian rupa perspektif akan Islam, dengan berbagai model dan konsep ke-Islamannya, maka di sini penulis akan menguraikan Ajaran Salafi, Wahabi, dan M Abduh agar kita tahu, memahami, mengapa ada orang yang mengharamkan tahlilan,Ziarah kubur, bertawasul, dan lain sebagainya.
Semoga memberi manfaat bagi kita, dan bagi para penulis khususnya, semoga Allah, S.W.T , amal sederhana ini sebagai amal Shaleh di sisi-Nya, amien.


Penyusun
B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa yang dimaksud dengan salafi, wahabi, m abduh ?
b. Siapa kah tokoh salafi, wahabi, dan m abduh ?
c. Apa saja ajaran-ajaran salafi, wahabi dan m abduh?

C. TUJUAN
a. untuk mengetahui apa yang dimaksud salafi, wahabi, m abduh
b. untuk mengetahui tokoh-tokoh salafi,wahabi dan m abduh
c. untuk mengetahui ajaran-ajaran salafi, wahabi, dan m abduh



BAB II
PEMBAHASAN

A. Salafi
a). Pengertian Salafi
Kata Salafi adalah sebuah bentuk penisbatan kepada as-salaf, kata as-salaf sendiri secara bahasa bermakna “orang-orang yang mendahului atau hidup pada zaman kita” . Adapun makna terminologis As-Salaf adalah generasi yang dibatasi oleh sebuah sebuah penjelasan Rasulullah S.A.W dalam hadisnya
“Sebaik-baiknya manusia adalah(yang hidup)di masaku, kemudian yang megikuti mereka (Tabi’ien), kemudian yang mengikuti mereka (Tabi’at-Tabi’ien).” (H.R. Bukhari dan Muslim )
Berdasarkan hadis ini yang dimaksud as-salaf adalah para sahabat Nabi S.A.W, kemudian Tabi’ien(pengikut Nabi setelah masa Sahabat), lalu Tabi’at-Tabi’ien(pengikut Nabi setelah masa Tabi’ien), termasuk didalamnya para Imam Mazhab, seorang salafi berarti seorang yang mengaku mengikuti jalan para sahabat Nabi S.A.W, Tabi’in dan Tabi’ at-Tabi’in dalam seluruh sisi ajaran dan pemahaman mereka.
Sampai disini, tampak jelas bahwa sebenarnya tidak ada masalah dengan arti salafi ini, kerena pada dasarnya setiap muslim akan mengakui legalitas kedudukan para Sahabat Nabi S.A.W. dan generasi terbaik umat Islam sesudahnya, Tabi’at-Tabi’in atau dengan kata lain seorang muslim manapun sebenarnya sedikit banyak memiliki kadar ke-salafi-an dalam dirinya, meskipun ia tidak pernah menggembor-gemborkan pengakuan bahwa ia seorang salafi. Sebab, maksud dari salafi itu sendiri adalah Islam. .
Ini sama persis dengan pengakuan dengan pengakuan kemusliman siapa pun yg terkadang lebih sering berhenti pada taraf pengakuan belaka.
Namun demikian, saat ini penggunaan istilah salafi menjadi tercemari, karena propaganda yang begitu gencar, istilah salafi saat ini menjadi mengarah kepada kelompok gerakan Islam tertentu, di mana kelompok tersebut melakukan klaim dan mengaku-aku sebagai satu-satunya kelompok salaf, terlebih lagi, karena cenderung menyimpang dari ajaran Islam yang benar yang dianut oleh mayoritas umat Islam dari sejak zamam Rasulullah S.A.W, hingga saat ini.
b) Tokoh Salafi
Tokoh yang paling pantas dianggap sebagai pejuang salaf adalah Ibnu Taimiyah. Adapun nama lengkap adalah Abdul Abbas Taqiuddin Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani (lahirnya : 22 Januari 1263/10 Rabiul Awwal 661 H, wafat: 1328/20 Dzulhijjah 728 H), adalah seorang pemikir dan ulama Islam dari Harran, Turki.
Ibnu Taimiyyah berpendapat bahwa tiga generasi awal Islam, yaitu Rasulullah Muhammad SAW dan sahabat Nabi, kemudian Tabi’in yaitu generasi yang mengenal langsung para sahabat Nabi, dan Tabi’ut tabi’in yaitu generasi yang mengenal langsung para Tabi’in, adalah contoh yang terbaik untuk kehidupan Islam.

c). Tiga Pokok Ajaran Salafi
1.Keesaan dzat dan sifat Allah, Salaf menegaskan bahwa sifat-sifat, nama-nama, perbuatan dan keadaan Allah adalah seperti yang tersebut dalam Al-qur’an dan hadis (tapi menghindari penafsiran secara indrawi) dengan batasan, keadaan-Nya berbeda dengan makhluk-Nya (mukhalafatu lil khawaditsi ), karena Tuhan itu suci dari sesuatu yang ada pada makhluknya.
2. Keesaan penciptaan oleh Allah, bermakna bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah itu merupakan karya Allah mutlak, tanpa sekutu dalam penciptaannya, tiada yang merecoki kekuasaannya, segala sesuatu datang dari pada-Nya, dan segala sesuatu kembali kepada-Nya.
3. Keesaan ibadah kepada Allah, dimaksudkan adalah bahwa ibadah tidak dihadapkan serta dilaksanakan kecuali kepada Allah, dengan secara ketat mengikuti ketentuan syara’ dan tidak didorong oleh tujuan lain, kecuali untuk dan sebagai sikap taat serta pernyataan syukur kepada-Nya. Kajian ibadah tidak dimasudkan untuk melihat sah-batalnya dan tidak pula dalam tinjauan rukun dan syaratnya, tetapi yang dikehendaki adalah ada tidaknya jiwa tauhid didalam ibadah (ritual) itu.
Konsekwensi dimasukkan ibadah dalam kajian teologi kaum salaf melahirkan tindakan praksis yaitu: pelarangan mengangkat manusia (hidup atau mati) sebagai perantara (wasilah) kepada Tuhan atau dengan kata lain dilarang bertawassul, larangan memberi nazar kepada kuburan atau penghuninya atau penjaganya, dan larangan ziarah kubur orang saleh dan para nabi.


B. Wahabi
a). Pengertian Wahabi
Wahabisme adalah paham Wahabi atau sering juga dilafalkan dengan Wahabi. Istilah yang terakhir ini berasal dari kata Wahabiyah atau Wahabiyun atau juga Wahhabiyyun yang masing-masing bermakna sama.
Asal istilah Wahabiyah atau Wahabiyun adalah kata wahhab. Kata ini adalah salah satu bentuk perubahan kata kerja bahasa Arab, yakni wahaba-yahabu yang berarti memberikan atau menghibahkan. Bentuk perubahan kata yang menunjukkan arti subjek dari kata kerja ini adalah wahib yang berarti pemberi atau yang memberi.
Namun dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, kata Wahhabi yang dikenal sekarang ini diartikan sebagai satu sebutan bagi paham dan gerakan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang sangat keras menentang keyakinan atau praktek yang bersifat khurafat dan syirik, seperti ziarah ke tempat-tempat keramat, meminta perantaraan orang-orang yang dianggap wali untuk berhubungan dengan Allah, meminta syafaat kepada ulama, dan seterusnya. Para pengikutnya disebut dengan Muwahhidun yang berarti para penganut tauhid.
Demikian pula di dalam Ensiklopedi Islam, kata Wahhabi diartikan sebagai istilah atau julukan yang sebenarnya diberikan oleh para musuh gerakan pemurnian agama yang dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab. Para pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri lebih menyebut diri mereka dengan sebutan Al-muslimun atau Al-muwahhidun (pendukung ajaran yang memurnikan ketauhidan Allah Subhaanahu wa Ta’ala).

b) Tokoh Wahabi
Paham Wahabi di nisbatkan kepada Syeikh Muhammad bin abdul wahab dari Najd. Penisbatan ini diturunkan dari nama ayahnya Abdul Wahab. Sebagaimana para ilmuan menempatkannya, hal ini menjadi alasan mengapa paham ini tidak disandarkan kepada syekh Muhammad sendiri dan tidak dinamakan“Muhammadiyah” karena kekhawatiran dari pengikut keyakinan ini kalau dianggap memiliki sejenis hubungan dengan nama Rosulallah saw dan bisa menyalahgunakan penisbatan ini.
Muhammad bin Abdul Wahab lahir di Uyainah, daerah Najed pada tahun 1115 H dan wafat pada tahun 1206 H. Negeri tempat kelahirannya adalah sebuah daerah terpencil di pedalaman Arab Saudi. Daerah ini tandus dan tidak banyak diperhatikan orang sebelum timbulnya gerakan pemberharuan yang dipelopori Muhammad bin Abdul Wahab. Meskipun daerah ini secara resmi merupkan daerah jajahan turki, tetapi pemerintahan turki tidak begitu memerhatikan daerah ini. Karena tidak begitu mempunyai wakil pemerintahan yang efektif, kabilah-kabilah Arab yang mendiami daerah ini tersebut tetap sebagai kelompok-kelompok yang bebas.Mereka di bawah bimbingan berbagai kepala suku (amir-amir) mereka .Pada masa itu, kebesaran dan kekuasaan kerajaan Turki Usmani mulai merosot dan rapuh.
Muhammad bin Abdul Wahab dibesarkan dan didik ayahnya sendiri. Ayahnya seorah fakih (ahli fikih) dan kadi (hakim) di negeri yang bermazhab Hambali, suatu aliran yang menjadi rujukan penduduk Najed pada umumnya.
Di dalam buku sirah al-Imam asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab oleh Amin Sa’id disebutkan bahwa ayah Muhammad bin Abdul Wahab adalah seorang ulama besar pada masanya. Selain itu, datuknya yang bernama Sulaiman Ali adalah ulama terkemuka di Najed. Ia menjadi nara sumber bagi ulama-ulama di daerah Najed dalam berbagai kesulitan yang mereka hadapi.
Sejak kecil, Muhammad bin Abdul Wahab sudah mampu menghafal dan memahami apa yang dibacanya, termasuk al-Qur’an. Pada usia 9 tahun, ia sudah hafal al-Qur’an 30 juz. Kemampuannya dalam menghafal dan memahami sesuatu juga menumbuhkan kemauan yang kuat untuk memperluas dan memperdalam ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, setelah cukup belajar kepada ayahnya mengenai fikih mazhab Imam Ahmad bin Hambal, ia melajutkan pelajaran di Madinah. Ia berguru kepada Syaikh Sulaiman al-Kurdi dan Muhammad Hayat al-Kindi. Dari kedua guri inilah ia mendapat pelajaran tentang bermacam-macam bid’ah dan bahayanya yang menyimpang dari ajaran Islam.
Muhammad bin Abdul Wahab melajutkan belajar ke berbagai negeri, seperti Basrah (tinggal selama 4 tahun), Bagdad (tinggal selama 5 tahun), Kurdistan (selama setahun), dan Hamadan (tinggal selama 2 tahun). Kemudian, ia pergi ke Isfahan untuk mempelajari filsafat dan tasauf. Setelah itu, ia pulang ke negerinya setelah singgah di Kota Qum.

b. I’tiqad Kaum Wahabi Yang Bertentangan Dengan I’tiqad Ahlusunnah Wal Jama’ah
Diantara persoalan-persoalan bagi kaum Wahabi yang paling sensitif ialah renovasi dan keberadaan bangunan diatasb kuburan para nabi, imam dan hamba-hamba Allah yang sholeh. Ibnu Qayyum dalam bukunya Za’ad al-Ma’ad fi Huda Khairi al-‘Ibid berkata :“wajib hukumnya untuk menghancurkan bangunan yang dibuat diatas kuburan setelah diperoleh kekuasaan untuk menghancurksnnya, tidak di izinkan membiarkan seterusnya walau hanya satu hari”

1. Mendo’a Dengan Bertawasul Syirik
Ulama-ulama Wahabi selalu memfatwakan bahwa mendo’a dengan tawassul adalah syirik/haram. Hal ini tidak heran karena paham Wahabi itu adalah penerus yang fanatik dari fatwa-fatwa Ibnu Taimiyah.
2. Istigatsah Syirik
Tersebut dalam kitab karangan ulama Wahabi, berjudul “At Hidayatus Saniyah wat Tuhfatul Wahabiyah”.
“Barang siapa menjadikan malaikat, Nabi-Nabi, Ibnu Abbas, Ibnu Abi Thalib atau Mahjub perantara antara mereka dengan Allah, karena mereka dekat dengan Allah, seperti yang banyak diperbuat orang dihadapan raja-raja, maka orang itu kafir, musyrik, halal darahnya dan hartanya, walaupun ia mengucapkan dua kalimah syahadat, walaupun ia sembahyang, puasa dan menda’wakan dirinya muslim.”
Menurut buku Wahabi ini bahwa kaum Wahabi mengkafirkan sekalian orang islam yang sudah membaca syahadat kalau orang Islam itu menjadikan Malaikat, Nabi-Nabi, “menjadi perantara” yang dilarang itu – menurut paham Wahabi ialah ber-istigatsah dengan mereka. Tegasnya: “Siapa yang ber-istigatsah menjadi syrik”. Apa yang dimaksud dengan istigatsah? Contohnya ialah: seorang Muslim datang menziarahi kuburan (makam) Nabi di Madinah, lantas disitu ia berkata menghadapkan pembicaraan kepada Nabi: “Hai Rasulullah hai Habiballah, hai penghulu kami Muhammad Nabi akhir zaman, berilah kami syafaat engkau diakhirat, mintakanlah kepada Tuhan supaya kami ini selamat dunia-akhirat”. Inilah ucapan orang yang ber-istigatsah. Cara ini syirik menurut kaum Wahabi, karena terdapat beberapa unsur kemusyrikan, yaitu:
a. Memanggil dan menghadapkan pembicaraan kepada orang yang telah mati, sedang orang itu sudah menjadi bangkai.
b. Meminta atau memohon pertolongan kepada orang mati, kepada makhluk, sedang yang boleh dijadikan tempat memohon pertolongan itu hanyalah Allah saja.
c. Menjadikan Nabi ini sebagai perantara antara ia dengan Allah, padahal setiap orang Islam boleh mendo’a langsung saja kepada Tuhan, sedangkan Tuhan itu dekat kepada sekalian hamba-Nya. Inilah unsur-unsur kemusyrikan dalam istigatsah itu dan karenanya orang itu menjadi musyrik kalau mengerjakan ini.
3. Berpergian Ziarah Kubur Haram
Suatu ciri khusus dari paham Wahabi ialah mengharamkan pergi ziarah kubur. Kalau dilakukan maka perjalanan itu dianggap maksiat yang wajib dilarang. Kaum Wahabi selanjutnya mengatakan bahwa tidak boleh mengqsar atau menjama’ sembahyang dalam perjalanan untuk ziarah itu, karena perjalanan itu adalah perjalanan ma’siyat.
Tetapi fatwa ini pada waktu sekarang sudah tinggal diatas kertas saja. Kaum wahabi yang berkuasa di Makkah sekarang tidak sanggup atau tidak berani melawan umat islam sedunia, yang datang berbondong-bondong menziarahi makam Nabi ke Madinah tiap-tiap tahun atau diluar musim-musim haji.
4. Qubbah Diatas Kubur Haram
Sejalan dengan fakta tidak boleh menziarahi makam-makam, kaum Wahabi berpendapat bahwa membuat qubbah diatas makam perkuburan adalah haram dan karena itu semuanya harus diruntuhi, kalau ada.
5. Menghisap Rokok Haram Dan Syirik
Laskar-laskar Wahabi sebelum merebut Madinah dicangkoki dengan pengjaran agama bahwa menghisap sigaret atau menghisap rokok adalah perbuatan syetan sedang orang-orang yang menghisap rokok itu banyak di Makkah, menduduki kota Suci, karena itu kita harus mengalahkan mereka. Inilah pangkalnya pengajian menghisap rokok syirik.


C. M ABDUH
a). Muhammad Abduh
Muhammad Abduh lahri didesa Mahallat, Propinsi Gharbiyah, Mesir pada tahun 1265 H atau 1849 M. Dengan Ayahnya bernama Abduh Ibn Hasan Khairullah, berasal turki dan ibunya seorang arabyang silsilahnya sampai pada Umar bin Khattab. Muhammad abduh berasal dari keluarga petani yang sederhana taat beibadah dan cinta ilmu.
Sejak kecil ia belajar membaca dan menulis dengan orang tuanya sendiri . dalam waktu dua tahun ia sudah hafal seluruh isi al-Qur’an. Muhammad abduh meneruskan pendidikannya di Thanta, tetapi ia tidak cocok dengan sistem pengajarannya karena mengutamakan hafalan tanpa pemahaman dan pengertian. Akhirnya ia pulang kerumahnya tetapi oleh orang tuanya tetap meminta Muhammda Abduh melanjutkan sekolahnya . maka ia kembali ke Thanta dan belajar kepada Syekh Darwisi.
Setelah menyelesaikan pendidikan di thanta,ia meneruskan pendidikannya di Al-azhar, tetapi ia sangat kecewa karena ia hanya memperoleh pendidikan agama saja dan sistem pengajarannya tidak berbeda dengan sistem pengajaran di thanta. Akhirnya ia bertemu dengan Jamaluddin Al-afghani dan ia memperoleh pengetahuan filsafat, ilmu kalam, matematika, teologi, politik dan jurnalis. Ia menyatakan bahwa metode pengajaran di Al-Azhar hanya bersifat verbalis yang hanya akan merusak akal dan nalar manusia. Rasa kecewa itulah yang menyebabkan ia menekuni berbagai masalah agama, sosial, politik, dan kebudayaan. Termasuk terlibat dalam politik praktis yang menyebabkan ia di asingkan ke luar negeri (perancis) dengan tuduhan mendukung kegiatan pemberontakan yang di motori oleh ‘Urabi Pasya pada tahun 1882.
Di Paris ia semakin bersemangat melancarkan kegiatan politik dan dakwahnya yang tidak hanya ditujukan untuk mesir namun untuk seluruh umat islam di dunia. Bersama jamaludin al-afgani ia menerbitkan majalah dan gerakan yang disebut dengan al-urwatul wutsqo. Ide gerakan ini membangkitnkan semangat umat islam didunia untuk melawan barat. Sayangnya usia majalah in tidak lama sebab pemerintah barat melarang majalah ini masuk kedaerah-daerah yang dikuasainya . setelah penerbitannya dihentikan, Muhammad Abduh ke Tunis, kemudian kembali ke Bairut, dan disanalah ia menyelesaikan karyanya yang berjudul risalah al-tauhid dan menulis beberapa buah buku lainnya .

C. Corak Pemikiran Muhammad Abduh
1. Moderenisasi
Sebagaimana yang telah disinggung pada latar belakang pemikiran Muhammad Abduh, bahwa semenjak perjumpaannya dengan Al- Afgani, Abduh berusaha mengadakan penyesuaian ajaran Islam dengan tuntutan zaman, seperti penyesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Gagasan penyesuaian inilah kemudian disebut dengan moderniasasi. Sumber dari gagasan moderenisasi Abduh tersebut bersumber dari penentangannya terhadap taqlid. Menurut Muhammad Abduh, Al-Qur’an memerintahkan kepada ummatnya untuk menggunakan akal sehat mereka, serta melarangnya mengikuti pendapat-pendapat terdahulu tanpa mengikuti secara pasti hujah-hujah yang menguatkan pendapat tersebut, walaupun pendapat itu dikemukakan oleh orang yang seyogyanya paling dihormati dan dipercaya. Abduh menetapkan tiga hal yang menjadi kritrea perbuatan taqlid ini, ketiga kriteria tersebut adalah:
a. Sangat mengagung-agungkan para leluhur dan para guru mereka secara berlebihan.
b. Mengiktikadkan agungnya pemuka-pemuka agama yang silam, seolah-olah telah mencapai kesempurnaan.
c. Takut dibenci orang dan dikritik bila ia melepaskan fikirannya serta melatih dirinya untuk berpegang kepada apa yang dianggap benar secara mutlak..
Berkaitan dengan modernisasi ini, Rahman memberikan pernyataan bahwa seorang modernis biasanya memiliki beberapa ciri, diantaranya selalu berusaha menghadapi segala situasi dengan penuh keyakinan serta keberanian, dan gerakannya bersifat kerakyatan, serta senantiasa melibatkan pemikiran pribadi. Kemudian kaum modernis yang telah menjadikan reformasi sebagai tolak ukurnya adalah mereka yang berusaha menciptakan ikatan-ikatan positif antara pemikiran Qur’ani dengan pemikiran modern. Perpaduan antara kedua pemikiran ini telah melahirkan beberapa lembaga sosial dan moral modern dengan berorientasi pada Alqur’an.
Muhammad Abduh menyikapi peradaban Barat modern dengan selektif dan kritis. Dia senantiasa menggunakan prinsip ijtihad sebagai metode utama untuk meretas kebekuan pemikiran kaum muslimin. Islam menurut Abduh “harus mampu meluruskan kepincangan-kepincangan perbedaan barat serta membersihkan dari segi-segi negatif yang menyertainya”. Dengan demikian, perbedaan tersebut pada akhirnya, akan menjadi pendukung terkuat ajaran Islam, sesaat setelah ia mengenalnya dan dikenal oleh pemeluk-pemeluk Islam.
2. Reformis
Muhammad Abduh Adalah seorang pembaharu yang corak pembaharuannya bersifat reformistik-rekonsturktif. Ini dikarenakan Muhammad Abduh senantiasa melihat tradisi dengan perpektif membangun kembali. Agar tradisi suatu masyarakat dapat survive dan terus diterima, ia harus dibangun kembali. Pembangunan kembali ini tentunya dengan kerangka modern dan prasyarat rasional.
3. Konservatif
Gerakan pembaharuan Muhammad Abduh bersifat konservatif, hal ini terlihat dari sikap Muhammad Abduh yang tidak bermaksud mengubah potret diri Islam. Risalah Tauhid merupakan bukti dari pemikiran ini. Muhammad Abduh dalam karya ini berupaya menegaskan kembali potret diri Islam yang telah mencapai finalitas dan keunggulan.
Demikianlah muncul ke permukaan ketiga tipologi pemikiran, yaitu modernis, reformis, konservatif, yang dilontarkan berkaitan dengan pembaharuan yang dilakukan Muhammad Abduh. Ketiganya merupakan refleksi dalam membaca segala pemikiran Muhammad Abduh. Dalam pembacaan itu corak pertama lebih menekankan pada aspek slektifitas dan sikap kritis Muhammad Abduh dalam menyikapi dan memandang peradaban barat. Corak kedua lebih menekankan kepada upaya Muhammad Abduh dalam membangun kembali tradisi Islam secara rekonstruktif. Sedangkan corak yang ketiga memfokuskan bacaannya kepada upaya Muhammad Abduh dalam membela Islam melalui finalitas dan keunggulan Islam.

B. AL MATURIDIAH

a. Definisi Aliran Maturidi
Aliran Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muhammad. Di samping itu, dalam buku terjemahan oleh Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib menjelaskan bahwa pendiri aliran maturidiyah yakni Abu Manshur al-Maturidi, kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran ini. Maturidiyah adalah aliran kalam yang dinisbatkan kepada Abu Mansur al-Maturidi yang berpijak kepada penggunaan argumentasi dan dalil aqli kalami dalam membantah penyelisihnya seperti Mu’tazilah, Jahmiyah dan lain-lain untuk menetapkan hakikat agama dan akidah Islamiyyah. Sejalan dengan itu juga, aliran Maturidiyah merupakan aliran teologi dalam Islam yang didirikan oleh Abu Mansur Muhammad al-Maturidiyah dalam kelompok Ahli Sunnah Wal Jamaah yang merupakan ajaran teknologi yang bercorak rasional. Aliran Maturidiyah berpegang pada keputusan akal pikiran dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan syara’. Sebaliknya jika hal itu bertentangan dengan syara’, maka akal harus tunduk kepada keputusan syara’

b. Sejarah Aliran Maturidia
Abu Manshur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi.Ia dilahirkan di sebuah kota kecil di daerah Samarkan yang bernama Maturid, di wilayah Temsoxiana di Asia Tengah, daerah yang sekarang disebut Uzbekistan. Tahun kelahirannya tidak diketahui pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3 hijriyah.Ia wafat pada tahun 333 H/944 M. Gurunya dalam bidang fiqih dan teologi yang bernama Nasyr bin Yahya Al-Balakhi, ia wafat pada tahun 268 H. al-Maturidi hidup pada masa khalifah Al-Mutwakil yang memerintah pada tahun 232-274 H/847-861 M. Karir pendidikan Al-Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang teologi dari pada fiqih. Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk karya tulis, diantaranya adalah kitab Tauhid, Ta’wil Al-Qur'an Makhas Asy-Syara’I, Al-jald, dll. Selain itu ada pula karangan-karangan yang diduga ditulis oleh Al-Maturidi yaitu Al-aqaid dan sarah fiqih. Al-Maturidiah merupakan salah satu sekte Ahl-al-sunnah al-Jamaah, yang tampil dengan Asy’ariyah. Maturidiah dan Asy’ariyah di lahirkan oleh kondisi sosial dan pemikiran yang sama. Kedua aliran ini datang untuk memenuhi kebutuhan mendesak yng menyerukan untuk menyelamatkan diri dari ekstriminasi kaum rasionalis, dimana yang berada di paling depan. Menurut ulama-ulama Hanafiah, hasil pemikiran al-Maturidi dalam bidang aqidah sama besar dengan pendapat-pendapat imam Abu Hanifah. Imam Abu Hanifah sebelum menceburkan dirinya dalam bidang fiqh dan menjadi tokohnya, telah lama berkecimpung dalam bidang aqidah serta banyak pula mengadakan tukar pendapat dan perdebatan-perdebatan seperti yang dikehendaki oleh suasana zamannya, dan salah satu buah karyanya dalam bidang aqidah ialah bukunya yang berjudul “al Fiqhul Akbar”. Al-Maturidi dinilai sebagai pendiri Ilmu Kalam Sunni yang menghidupkan akidah Ahlu al-Sunnah dengan metode akal.Meskipun al-Maturidi hidup semasa dengan al-Asy’ari tetapi antara keduanya tidak ada komunikasi dan saling mengenal pendapatnya. Jadi, meskipun antara keduanya terdapat banyak kesamaan dalam tujuan dan cara menuju tujuan, tetapi al-Maturidi mempunyai cara yang berbeda dengan Asy’ari. Latar belakang fiqh ikut berpengaruh. Al-Asy’ari bermazhab Syafi’i yang dikenal moderat, tetapi dekat dengan tradisionalis, banyak terikat kepada nash-nash naqli, sedangkan al-Maturidi bermazhab fiqih imam Abu Hanifah yang dikenal ahl ra’yi lebih cenderung rasionalis.
Dalam pemikiran itu ternyata, bahwa pikiran-pikiran al-Maturidi sebenarnya berintikan pikiran-pikiran Abu Hanifah dan merupakan penguraiannya yang lebih luas.Kebanyakan ulama-ulama Maturidiah terdiri dari orang-orang pengikut aliran fiqh Hanafiah, seperti Fahrudin al-Bazdawi, at-Taftazani, an-Nasafi, Ibnul Hammam dan lain-lain.
Memang aliran Asy’ariyah lebih dulu menentang paham-paham dari aliran Mu’tazilah.Seperti yang kita ketahui, al-Maturidi lahir dan hidup di tengah-tengah iklim keagamaan yang penuh dengan pertentangan pendapat antara Mu’tazilah (aliran teologi yang amat mementingkan akal dan dalam memahami ajaran agama) dan Asy’ariyah (aliran yang menerima rasional dan dalil wahyu) sekitar masalah kemampuan akal manusia.Maka dari itu, Al-Maturidi melibatkan diri dalam pertentangan itu dengan mengajukan pemikiran sendiri.Pemikirannya itu merupakan jalan tengah antara aliran Mu’tazilah dan Asy’ariyah.Kerana itu juga, aliran Maturiyah sering disebut “berada antara teologi Mu’tazilah dan Asy’ariyah”.

C. Tokoh almaturidia
Abu al yurs muhammad al bazwi
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa Maturidiyah ini, terdapat perbedaan paham sehingga boleh dikatakan bahwa dalam aliran Maturidiyah terdapat dua golongan, yaitu golongan Samarkand yang mengikuti paham-paham Al-Maturidi dan golongan Bukhara yang mengikuti paham-paham Al-Badzawi.
Tokoh Maturidiyyah Bukhara adalah Abu Al Yurs Muhammad Al Bazdawi.Menurut Smani Bazdawi lahir pada tahun 421 H. {tidak diketahui dimana dilahirkan}. Kakek bazdawi adalah murid Maturidi, Bazdawi mempelajari ajaran-ajaran Maturidi dari orang tuanya. Tidak diketahui dengan pasti di kota-kota mana Bazdawi bermukim,kecuali disebutkan bahwa ia berada di Bukhara pada tahun 478 H / 1085 M, menjadi godhi di Samarkand pada tahun 481 H /1088 M. wafat di Bukhara pada tahun 493 H / 1099 M. Ia adalah tokoh ulama yang dalam bidang fiqh bermadzhab Hanafi.

C. Pokok-Pokok Pemikiran Al Bazdawi
Kemampuan Akal Manusia, Dalam hal ini Bazdawi sepaham dengan Maturidi yaitu akal mampu mengetahui adanya Tuhan dan mengetahui baik dan buruk.Kendati demikian sebelum datangnya keterangan wahyu, tidaklah ada kewajiban untuk mengetahui Tuhan dan bersyukur kepadanya, serta tidak ada kewajiban untuk mengerjakan perbuatan baik atau menjadi perbuatan jahat.Kewajiban-kewajiban kata bazdawi ditentukan hanya oleh tuhan dan ketentuan-ketentuan itu dapat diketahui melalui wahyu.
Perbuatan Manusia Al-Bazdawi membedakan dengan jelas antara perbuatan Tuhan (Maf’ul) dengan perbuatan manusia (Fi’l).menurut al bazdawi perbuatan tuhan itu adalah menciptakan perbuatan manusia; sedangkan perbuatan manusia (daya) itu adalah melakukan perbuatan Tuhan.
Al Bazdawi dalam hal ini mengambil contoh tentang duduk.Duduk adalah ciptaan Tuhan, namun melakukan hal itu perwujudan daya manusia dalam bentuk perbuatan.Jadi duduknya manusia pada suatu tempat duduk itu hakekatnya melakukan perbuatan ciptaan Tuhan dan merupakan perbuatan manusia dalam arti yang sebenarnya.Dalam hal ini al Bazdawi (Maturidi Bukhara) tidak berbeda pendapat dengan Abu Mansur (Maturidi Samarkand).
Mengenai pendapat ini bazdawi dikritik oleh pihak lain. Dengan kritik ini bazdawi menjadi ragu-ragu dalam mengatakan bahwa perbuatan manusia adalah perbuatan manusia dalam arti yang sebenarnya. Akhirnya lagi-lagi golongan maturidiyah bukhara daya manusia tidaklah efektif dalam mewujudkan perbuatannya, seperti halnya juga dikatakan Asy’ari.
Kehendak dan Kekuasaan, Tuhan Bazdawi menegaskan bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat apa saja yang dikehendaki Nya dan menentukan segala-gala Nya, menurut kehendak Nya. Dan Tuhan pasti memenuhi wa’adNya yakni memenuhi janji untuk memberi upah kepada orang yang berbuat baik.
Al Bazdawi dalam hal ini berpendapat : Tuhan tidak mungkin tidak memenuhi janjiNya kepada manusia yang berbuat baik dan tidak mungkin pula meninggalkan ancamanNya terhadap yang berbuat jahat. Karena tidak mungkin, maka dengan kata lain Tuhan menjadi wajib memenuhi janji dan ancamanNya.
Sifat-sifat Tuhan, Menurut Bazdawi sifat-sifat tuhan itu kekal melalui kekuatan yang terdapat dalam dzat Nya, dan bukan melalui sifat-sifat itu sendiri.Tuhan bersama sifat-sifat-Nya kekal, tapi sifat-sifat itu tidaklah kekal karena diri mereka.


Ayat-ayat Tasybih, Tangan tuhan menurut bazdawi sifat bukan anggota badan Tuhan yaitu sama dengan sifat lain seperti pengetahuan, daya dan kemauan.
Ru’yatullah

D. Golongan-Golongan Dalam Al-Maturidi
a. Maturidiyah Samarkand (al-Maturidi)
Yang menjadi golongan ini dalah pengikut Al-maturidi sendiri, golongan ini cenderung ke arah paham mu’tazilah, sebagaimana pendapatnya soal sifat-sifat tuhan, maturidi dan asy’ary terdapat kesamaan pandangan, menurut maturidi, tuhan mempunyai sifat-sifat,tuhan mengetahui bukan dengan zatnya, melainkan dengan pengetahuannya. Aliran maturidi juga sepaham dengan mu’tazilah dalam soal al-waid wa al-waid. Bahwa janji dan ancaman tuhan, kelak pasti terjadi.

b. Maturidiyah bukhara (Al-Bazdawi)
Golongan Bukhara ini dipimpin oleh Abu Al-yusr Muhammad Al-Bazdawi.Dia merupakan pengikut maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya.Nenek Al-Bazdawi menjadi salah satu murid maturidi. Dari orang tuanya, Al-Bazdawi dapat menerima ajaran maturidi. Dengan demikian yang di maksud golongan Bukhara adalah pengikut-pengikut Al-Bazdawi di dalam aliran Al-maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat Al-Asy’ary. Aliran Maturidiyah Bukhara lebih dekat kepada Asy'ariyah sedangkan aliran Maturidiyah Samarkand dalam beberapa hal lebih dekat kepada Mutazilah,terutama dalam masalah keterbukaan terhadap peranan akal.

E. Pengaruh Al-Maturidi di dunia Islam
Aliran al-Maturidiyah ini telah meninggalkan pengaruh dalam dunia Islam. Hal ini bisa dipahami karena manhajnya yang memiliki ciri mengambil sikap tengah antara aqal dan dalil naqli, pandangannya yang bersifat universal dalam menghubungkan masalah yang sifatnya juziy ke sesuatu yang kulliy. Aliran ini juga berusaha menghubungkan antara fikir dan amal,mengutamakan pengenalan pada masalah-masalah yang diperselisihkan oleh banyak ulama kalam namun masih berkisar pada satu pemahaman untuk dikritisi letak-letak kelemahannya.
Keistimewaan yang juga dimiliki al-Maturidiyah bahwa pengikutnya dalam perselisihan atau perdebatan tidak sampai saling mengkafirkan sebagaimana yang pernah terjadi dikalangan khawarij, Rawafidh dan Qadariyah.18 Aliran mi selanjutnya banyak dianut oleh mazhab Hanafiyah.

F. KaryaAliran Al-Maturidi
• Buku Tauhid, buku ini adalah buku sumber terbesar keyakinan dan aqidah aliran Maturidiyah. Dalam buku ini untuk membuktikan kebenaran pendapatnya, ia menggunakan Al Qur’an, hadis dan akal, dan terkadang memberikan keutamaan yang lebih besar kepada akal.
• Ta’wilat Ahli Sunnah, buku ini berkenaan dengan tafsir Al Qur’an dan di dalamnya dijelaskan tentang keyakinan-keyakinan Ahlu Sunnah dan pandangan-pandangan fikih imam mazhabnya yaitu Abu Hanifah, pada hakikatnya ini adalah buku aqidah dan fikih. Buku ini juga merupakan satu paket tafsir Al Qur’an dan buku tersebut mencakup juz terakhir Qur’an dari surat Munafiqin sampai akhir Qur’an.
• Al Maqalat, peneliti buku At Tauhid berkata bahwa naskah buku ini ada di beberapa perpustakaan Eropa.


BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
a) Kata Salafi adalah sebuah bentuk penisbatan kepada as-salaf, kata as-salaf sendiri secara bahasa bermakna “orang-orang yang mendahului atau hidup pada zaman kita. Adapun makna terminologis As-Salaf adalah generasi yang dibatasi oleh sebuah sebuah penjelasan Rasulullah S.A.W dalam hadisnya
“Sebaik-baiknya manusia adalah (yang hidup) di masaku, kemudian yang megikuti mereka (Tabi’ien), kemudian yang mengikuti mereka (Tabi’ at-Tabi’ien).”
(H.R. Bukhari dan Muslim )

b) Sekte Wahabiyh ini dinisbatkan kepada Muhammad Bin Abdul Wahab ibnu Sulaiman an-Najdi, Ia Lahir tahun 1115 H (1703 M) dan wafat tahun 1206 H (1792 M), Ia wafat diusia yang sangat tua, denga umur sekitar 91 tahun, Ia belajar agama dasar bermazhab Hanbali dan ayahnya juga seorang Qadhi (hakim) Pernah pula ia mengaji kepada beberapa guru agama Makkah dan Madinah, seperti Syaikh Muhammad ibnu Sulaiman al-Kurdi, Sayaikh Muhammad Hayat as-Sindi, dan lainnya. Kemudian , dia berangkat ke Bashrahm namun kembali lagi karena ditolak menjadi murid.
c) Muhammad Abduh lahri didesa Mahallat, Propinsi Gharbiyah, Mesir pada tahun 1265 H atau 1849 M. Dengan Ayahnya bernama Abduh Ibn Hasan Khairullah, berasal turki dan ibunya seorang arabyang silsilahnya sampai pada Umar bin Khattab. Muhammad abduh berasal dari keluarga petani yang sederhana taat beibadah dan cinta ilmu
d) Sejak kecil ia belajar membaca dan menulis dengan orang tuanya sendiri . dalam waktu dua tahun ia sudah hafal seluruh isi al-Qur’an. Muhammad abduh meneruskan pendidikannya di Thanta, tetapi ia tidak cocok dengan sistem pengajarannya karena mengutamakan hafalan tanpa pemahaman dan pengertian. Akhirnya ia pulang kerumahnya tetapi oleh orang tuanya tetap meminta Muhammda Abduh melanjutkan sekolahnya . maka ia kembali ke Thanta dan belajar kepada Syekh Darwisi.

DAFTAR PUSTAKA
Ibnu Manzhur Muhammad, Qamus Lisan al-Arab, Dar As-Shadir, Beirut, Lebanon 1410 H,
Subhani Ja’far,Syekh Muhammad bin Abdul Wahab dan Ajarannya,Citra,Jakarta
Nasution Harun, Muhammad Abduh dan teologi, LKS

loading...
Previous
Next Post »
0 Komentar

Yang sudah kunjung kemari, jangan lupa bagikan ke teman ya

https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929