loading...

MAKALAH KEWARGANEGARAAN tentang “Penegakan hukum yang berkeadilan”

May 04, 2019 Add Comment
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN 3


2.1 Pengertian Penegakan Hukum 3
2.2 Konsep dan Urgensi Penegakan Hukum yang Berkeadilan 3
2.3 Permasalahan Penegakan Hukum yang Berkeadilan 7
2.4 Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Penegakan Hukum yang Berkeadilan di Indonesia 7
2.5 Membangun argument tentang dinamika dan tantangan penegakan hukum yang berkeadilan Indonesia……………………………………………………
2.6 Mendeskripsikan esensi dan urgensi penegakan hukum yang berkeadilan Indonesia……………………………………………………………………….
2.7 Rangkuman penegakan hukum yang berkeadilan……………………………..


BAB III PENUTUP 18
3.1 Kesimpulan 18
3.2 Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 20

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang bertemakan "Penegakan Hukum yang Berkeadilan". Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Meskipun banyak hambatan yang penyusun alami dalam proses pengerjaannya, namun akhirnya kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui pengertian penegakan hukum, konsep dan urgensi penegakan hukum yang berkeadilan, mengapa diperlukan penegakan hukum yang berkeadilan, serta sumber historis, sosiologis, politis tentang penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia, kami sajikan makalah ini dari berbagai sumber.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna sempurnanya makalah ini. Penyusun berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca.




Jambi , Mei 2019



Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara hukum, artinya negara yang semua penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan serta kemasyarakatannya berdasarkan atas hukum, bukan didasarkan atas kekuasaan belaka. Indonesia di idealkan dan dicita-citakan sebagai suatu Negara hukum Pancasila. Namun bagaimana ide Negara hukum itu, selama ini belum pernah dirumuskan secara komprehensif. Yang ada hanya pembangunan bidang hukum yang bersifat sektoral (Jimly Asshiddiqie, 2009:3).
Untuk dapatnya hukum berfungsi sebagai sarana penggerak, maka hukum harus dapat ditegakkan dan untuk itu hukum harus diterima sebagai salah bagian dari sistem nilai kemasyarakatan yang bermanfaat bagimasyarakat. Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk mencapai atau menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat baik itu merupakan usaha pencegahan maupun pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum, dengan perkataan lain baik secara preventif maupun represif.
Tugas utama penegakan hukum, adalah untuk mewujudkan keadilan, karenanya dengan penegakan hukum itulah hukum menjadi kenyataan (Liliana,2003:66. Karena itu agar hukum dapat ditegakkan maka perlu pencerahan pemahaman hukum bahwa sesungguhnya hukum itu tidak lain adalah sebuah pilihan keputusan, sehingga apabila salah memilih keputusan dalam sikap dan prilaku nyata, maka berpengaruh buruk terhadap penampakan hukum di Indonesia.
Penegakan hukum di negeri ini adalah merupakan barang langka dan mahal harganya. Hal ini terindikasi berada pada titik nadi karena kondisi penegakan hukum di Indonesia saat ini telah menjadi sorotan yang luar biasa dari komunitas dalam negeri maupun internasional. Proses penegakan hukum, pada khususnya dipandang bersifat deskriminatif mengedepankan kelompok tertentu.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa pengertian dari penegakan hukum?
1.2.2 Bagaimana konsep dan urgensi penegakan hukum yang berkeadilan?
1.2.3 Mengapa diperlukan penegakan hukum yang berkeadilan?
1.2.4 Bagaimana sumber historis, sosiologis, politis tentang penegakan hukum yang berkeadilan di indonesia?
1.2.5 Membangun argument tentang dinamika dan tantangan penegakan hukum yang berkeadilan Indonesia. ?
1.2.6 Mendeskripsikan esensi dan urgensi penegakan hukum yang berkeadilan Indonesia ?
1.2.7 Rangkuman penegakan hukum yang berkeadilan?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Mengetahui pengertian penegakan hukum.
1.3.2 Mengetahui konsep dan urgensi penegakan hukum yang berkeadilan.
1.3.3 Mengetahui mengapa diperlukan penegakan hukum yang berkeadilan.
1.3.4 Mengetahui sumber historis, sosiologis, politis tentang penegakan hukum yang berkeadilan di indonesia.
1.3.5 Mengetahui membangun argument tentang dinamika dan tantangan penegakan hukum yang berkeadilan Indonesia
1.3.6 Mengetahui mendeskripsikan esensi dan urgensi penegakan hukum yang berkeadilan inodnsia
1.3.7 Mengetahui rangkuman penegakan hukum yang berkeadilan









BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Penegakan Hukum
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit.
Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum.
Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.
Pengertian penegakan hukum dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.

2.2 Konsep dan Urgensi Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Thomas Hobbes (1588–1679 M) dalam bukunya Leviathan pernah mengatakan “Homo homini lupus”, artinya manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. Manusia memiliki keinginan dan nafsu yang berbeda-beda antara manusia yang satu dan yang lainnya. Nafsu yang dimiliki manusia ada yang baik, ada nafsu yang tidak baik. Inilah salah satu argumen mengapa aturan hukum diperlukan. Kondisi yang kedua tampaknya bukan hal yang tidak mungkin bila semua masyarakat tidak memerlukan aturan hukum. Namun, Cicero (106 – 43 SM) pernah menyatakan “Ubi societas ibi ius”, artinya di mana ada masyarakat, di sana ada hukum. Dengan kata lain, sampai saat ini hukum masih diperlukan bahkan kedudukannya semakin penting.
Upaya penegakan hukum di suatu negara, sangat erat kaitannya dengan tujuan negara. Anda disarankan untuk mengkaji teori tujuan negara dalam buku “Ilmu Negara Umum”. Menurut Kranenburg dan Tk.B. Sabaroedin (1975) kehidupan manusia tidak cukup hidup dengan aman, teratur dan tertib, manusia perlu sejahtera. Apabila tujuan negara hanya menjaga ketertiban maka tujuan negara itu terlalu sempit. Tujuan negara yang lebih luas adalah agar setiap manusia terjamin kesejahteraannya di samping keamanannya. Dengan kata lain, negara yang memiliki kewenangan mengatur masyarakat, perlu ikut menyejahterakan masyarakat. Teori Kranenburg tentang negara hukum ini dikenal luas dengan nama teori negara kesejahteraan.
Teori negara hukum dari Kranenburg ini banyak dianut oleh negara-negara modern. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum. Artinya negara yang bukan didasarkan pada kekuasaan belaka melainkan negara yang berdasarkan atas hukum, artinya semua persoalan kemasyarakatan, kewarganegaraan, pemerintahan atau kenegaraan harus didasarkan atas hukum.

2.1.1 Tujuan Negara Republik Indonesia
Tujuan Negara RI dapat kita temukan pada Pembukaan UUD 1945 yakni pada alinea ke-4 sebagai berikut:
“ ... untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.... ”
Dari bunyi alinea ke-4 Pembukaan UUD NRI 1945 ini dapat diidentifikasi bahwa tujuan Negara Republik Indonesia pun memiliki indikator yang sama sebagaimana yang dinyatakan Kranenburg, yakni:
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Tujuan negara ini dilaksanakan atau ditegakkan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Perlindungan terhadap warga negara serta menjaga ketertiban masyarakat telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Dimana terdapat dalam Bab IX, Pasal 24, 24 A, 24 B, 24 C, dan 25 tentang Kekuasaan Kehakiman. Untuk mengatur lebih lanjut tentang kekuasaan kehakiman, telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
1. UUD NRI 1945 Pasal 24
a. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.***)
b. Kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.***)
c. Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.****)
Dalam pertimbangannya, UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dinyatakan bahwa “kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Negara Indonesia telah memiliki lembaga peradilan yang diatur dalam UUD NRI 1945 ialah Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY), dan Mahkamah Konstitusi (MK). Selain lembaga negara tersebut, dalam UUD NRI 1945 diatur pula ada badan-badan lain yang diatur dalam undang-undang. Tentang MA, KY, dan MK ini lebih lanjut diatur dalam UU No. 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
2. UU No. 48/2009 Pasal 1 ayat (2), (3), (4)
(2) Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(3) Mahkamah Konstitusi adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(4) Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Apabila mengacu pada bunyi pasal 24, maka lembaga negara MA, KY, MK memiliki kewenangan dalam kekuasaan kehakiman atau sebagai pelaku kekuasaan kehakiman. Dikemukakan dalam pasal 24 UUD NRI 1945 bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dengan demikian, tiga lembaga negara yang memiliki kekuasaan kehakiman memiliki tugas pokok untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Dalam teori tujuan negara, pada umumnya, ada empat fungsi negara yang dianut oleh negara-negara di dunia:
1. Melaksanakan penertiban dan keamanan
2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya
3. Pertahanan
4. Menegakkan keadilan
Pelaksanaan fungsi keempat, yakni menegakkan keadilan, fungsi negara dalam bidang peradilan dimaksudkan untuk mewujudkan adanya kepastian hukum. Fungsi ini dilaksanakan dengan berlandaskan pada hukum dan melalui badan-badan peradilan yang didirikan sebagai tempat mencari keadilan. Bagi Indonesia dalam rangka menegakkan keadilan telah ada sejumlah peraturan perundangan yang mengatur tentang lembaga pengadilan dan badan peradilan. Peraturan perundangan dalam bidang hukum pidana, kita memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).


2.3 Permasalahan Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Dari banyaknya tuntutan masyarakat, beberapa sudah mulai terlihat perubahan ke arah yang positif, namun beberapa hal masih tersisa. Mengenai penegakan hukum ini, hampir setiap hari, media massa baik elektronik maupun cetak menayangkan masalah pelanggaran hukum baik terkait dengan masalah penegakan hukum yang belum memenuhi rasa keadilan masyarakat maupun masalah pelanggaran HAM dan KKN.
Berikut ini adalah permasalahan penegakan hukum yang terjadi di Indonesia.
1. Perilaku warga negara khususnya oknum aparatur negara banyak yang belum baik dan terpuji (seperti masih ada praktik KKN, praktik suap, perilaku premanisme, dan perilaku lain yang tidak terpuji).
2. Masih ada potensi konflik dan kekerasan sosial (seperti SARA, tawuran, pelanggaran HAM, etnosentris, dan lan-lain).
3. Maraknya kasus-kasus ketidakadilan sosial dan hukum yang belum diselesaikan dan ditangani secara tuntas.
4. Penegakan hukum yang lemah karena hukum bagaikan pisau yang tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas.
5. Pelanggaran oleh Wajib Pajak atas penegakan hukum dalam bidang perpajakan.

2.4 Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Penegakan Hukum yang Berkeadilan di Indonesia
Peraturan-peraturan hukum, baik yang bersifat publik menyangkut kepentingan umum maupun yang bersifat privat menyangkut kepentingan pribadi, harus dilaksanakan dan ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Apabila segala tindakan pemerintah atau aparatur berwajib menjalankan tugas sesuai dengan hukum atau dilandasi oleh hukum yang berlaku, maka negara tersebut disebut negara hukum. Jadi, negara hukum adalah negara yang setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahannya didasarkan atas hukum yang berlaku di negara tersebut.
Hukum bertujuan untuk mengatur kehidupan dan ketertiban masyarakat. Untuk mewujudkan masyarakat yang tertib, maka hukum harus dilaksanakan atau ditegakkan secara konsekuen. Apa yang tertera dalam peraturan hukum seyogianya dapat terwujud dalam pelaksanaannya di masyarakat. Dalam hal ini, penegakan hukum pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat sehingga masyarakat merasa memperoleh perlindungan akan hak-haknya.
Gustav Radbruch, seorang ahli filsafat Jerman (dalam Sudikno Mertokusumo, 1986:130), menyatakan bahwa untuk menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan yaitu: (1) Gerechtigheit, atau unsur keadilan; (2) Zeckmaessigkeit, atau unsur kemanfaatan; dan (3) Sicherheit, atau unsur kepastian.
1) Keadilan
Keadilan merupakan unsur yang harus diperhatikan dalam menegakkan hukum. Artinya bahwa dalam pelaksanaan hukum para aparat penegak hukum harus bersikap adil. Pelaksanaan hukum yang tidak adil akan mengakibatkan keresahan masyarakat, sehingga wibawa hukum dan aparatnya akan luntur di masyarakat. Apabila masyarakat tidak peduli terhadap hukum, maka ketertiban dan ketentraman masyarakat akan terancam yang pada akhirnya akan mengganggu stabilitas nasional.
2) Kemanfaatan
Selain unsur keadilan, para aparatur penegak hukum dalam menjalankan tugasnya harus mempertimbangkan agar proses penegakan hukum dan pengambilan keputusan memiliki manfaat bagi masyarakat. Hukum harus bermanfaat bagi manusia. Oleh karena itu, pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi manusia.
3) Kepastian hukum
Unsur ketiga dari penegakan hukum adalah kepastian hukum, artinya penegakan hukum pada hakikatnya adalah perlindungan hukum terhadap tindakan sewenang-wenang. Adanya kepastian hukum memungkinkan seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan. Misalnya, seseorang yang melanggar hukum akan dituntut pertanggungjawaban atas perbuatannya itu melalui proses pengadilan, dan apabila terbukti bersalah akan dihukum. Oleh karena itu, adanya kepastian hukum sangat penting. Orang tidak akan mengetahui apa yang harus diperbuat bila tanpa kepastian hukum sehingga akhirnya akan timbul keresahan.
Dalam rangka menegakkan hukum, aparatur penegak hukum harus menunaikan tugas sesuai dengan tuntutannya yang ada dalam hukum material dan hukum formal. Pertama, hukum material adalah hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang berupa perintah-perintah dan larangan-larangan. Contohnya: untuk Hukum Pidana terdapat dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP), untuk Hukum Perdata terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPER). Dalam hukum material telah ditentukan aturan atau ketentuan hukuman bagi orang yang melakukan tindakan hukum. Dalam hukum material juga dimuat tentang jenis-jenis hukuman dan ancaman hukuman terhadap tindakan melawan hukum.
Kedua, hukum formal atau disebut juga hukum acara yaitu peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan dan menjalankan peraturan hukum material. Contohnya: hukum acara pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan hukum acara Perdata. Melalui hukum acara inilah hukum material dapat dijalankan atau dimanfaatkan. Tanpa adanya hukum acara, maka hukum material tidak dapat berfungsi.
Para aparatur penegak hukum dapat memproses siapa pun yang melakukan perbuatan melawan hukum melalui proses pengadilan serta memberi putusan (vonis). Dengan kata lain, hukum acara berfungsi untuk memproses dan menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan hukum material melalui suatu proses pengadilan dengan berpedoman pada peraturan hukum acara. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hukum acara berfungsi sebagai sarana untuk menegakkan hukum material. Hukum acara hanya digunakan dalam keadaan tertentu yaitu dalam hal hukum material atau kewenangan yang oleh hukum material diberikan kepada yang berhak dan perlu dipertahankan.
Agar masyarakat patuh dan menghormati hukum, maka aparat hukum harus menegakkan hukum dengan jujur tanpa pilih kasih dan demi Keadilan Berdasarkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, aparat penegak hukum hendaknya memberikan penyuluhan-penyuluhan hukum secara intensif dan persuasif sehingga kesadaran hukum dan kepatuhan masyarakat terhadap hukum semakin meningkat.
Dalam upaya mewujudkan sistem hukum nasional yang bersumber pada Pancasila dan UUD NRI 1945, bukan hanya diperlukan pembaharuan materi hukum, tetapi yang lebih penting adalah pembinaan aparatur hukumnya sebagai pelaksana dan penegak hukum. Di negara Indonesia, pemerintah bukan hanya harus tunduk dan menjalankan hukum, tetapi juga harus aktif memberikan penyuluhan hukum kepada segenap masyarakat, agar masyarakat semakin sadar hukum. Dengan cara demikian, akan terbentuk perilaku warga negara yang menjunjung tinggi hukum serta taat pada hukum.
2.3.1 Aparatur Penegak Hukum
1. Lembaga Penegak hukum
a. Kepolisian
Kepolisian negara ialah alat negara penegak hukum yang terutama bertugas memelihara keamanan dan ketertiban di dalam negeri. Dalam kaitannya dengan hukum, khususnya Hukum Acara Pidana, Kepolisian negara bertindak sebagai penyelidik dan penyidik. Menurut Pasal 4 UU nomor 8 tahun 1981 tentang Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara RI. Penyelidik mempunyai wewenang:
1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak Pidana;
2) Mencari keterangan dan barang bukti;
3) Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
4) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa:
1) Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan
2) Pemeriksaan dan penyitaan surat
3) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
4) Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik.
Setelah itu, penyelidik berwewenang membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan tersebut di atas kepada penyidik. Selain selaku penyelidik, polisi bertindak pula sebagai penyidik. Menurut Pasal 6 UU No.8/1981 yang bertindak sebagai penyidik yaitu:
1) Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
2) Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
Penyidik, karena kewajibannya mempunyai wewenang sebagai berikut:
1) Menerima laporan dan pengaduan dari seorang tentang adanya tindak Pidana
2) Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian
3) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka
4) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan
5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
6) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
7) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara
9) Mengadakan penghentian penyidikan
10) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.



b. Kejaksaan
Dalam Undang-Undang No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 1 dinyatakan bahwa “Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.” Jadi, Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan. Sedangkan yang dimaksud penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang Pengadilan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka Jaksa (penuntut umum) berwewenang antara lain untuk:
1) Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan
2) Membuat surat dakwaan
3) Melimpahkan perkara ke pengadilan negeri sesuai dengan peraturan yang berlaku
4) Menuntut pelaku perbuatan melanggar hukum (tersangka) dengan hukuman tertentu
5) Melaksanakan penetapan hakim, dan lain-lain. Yang dimaksud penetapan hakim adalah hal-hal yang telah ditetapkan baik oleh hakim tunggal maupun tidak tunggal (majelis hakim) dalam suatu putusan pengadilan. Putusan tersebut dapat berbentuk penjatuhan pidana, pembebasan dari segala tuntutan, atau pembebasan bersyarat.
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan atau penegakan hukum, Kejaksaan berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan. Berdasarkan Pasal 4 UU No. 16 tahun 2004 tentang "Kejaksaan Republik Indonesia" pelaksanaan kekuasaan negara di bidang penuntutan tersebut diselenggarakan oleh:
1) Kejaksaan Agung, berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia.
2) Kejaksaan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi.
3) Kejaksaan negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota yang daerah hukumnya meliputi daerah kabupaten/kota.
Tugas dan wewenang Kejaksaan bukan hanya dalam bidang Pidana, tetapi juga di bidang Perdata dan Tata usaha negara, di bidang ketertiban dan kepentingan umum, serta dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.
Dalam Pasal 30 UU No. 16 tahun 2004 tentang "Kejaksaan Republik Indonesia" dinyatakan bahwa di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
1) Melakukan penuntutan
2) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat
4) Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang
5) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
c. Kehakiman
Kehakiman merupakan suatu lembaga yang diberi kekuasaan untuk mengadili. Adapun Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Menurut Pasal 1 UU Nomor 8 tahun1981 tentang Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang tersebut. Dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan serta kebenaran, hakim diberi kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan. Artinya, hakim tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan-kekuasaan lain dalam memutuskan perkara. Apabila hakim mendapat pengaruh dari pihak lain dalam memutuskan perkara, maka cenderung keputusan hakim itu tidak adil, yang pada akhirnya akan meresahkan masyarakat dan wibawa hukum dan hakim akan pudar.
2. Lembaga Peradilan
Penyelesaian perbuatan-perbuatan yang melawan hukum dapat dilakukan dalam berbagai badan peradilan sesuai dengan masalah dan pelakunya. Dalam bagian pertimbangan Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
a. Peradilan Agama
Peradilan agama terbaru diatur dalam Undang-Undang nomor 50 tahun 2009 sebagai perubahan kedua atas UU No. 7 tahun 1989. Berdasar undang-undang tersebut, Peradilan Agama bertugas dan berwewenang memeriksa perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a) perkawinan; b) kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam; c) wakaf dan shadaqah.
b. Peradilan Militer
Wewenang Peradilan Militer menurut Undang-Undang Darurat No. 16/1950 yang telah diperbaharui menjadi UU No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer adalah memeriksa dan memutuskan perkara Pidana terhadap kejahatan atau pelanggaran yang diakukan oleh:
1) Seorang yang pada waktu itu adalah anggota Angkatan Perang RI
2) Seorang yang pada waktu itu adalah orang yang oleh Presiden dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan sama dengan Angkatan Perang RI
3) Seorang yang pada waktu itu ialah anggota suatu golongan yang dipersamakan atau dianggap sebagai Angkatan Perang RI oleh atau berdasarkan Undang-Undang
4) Orang yang tidak termasuk golongan tersebut di atas (1,2,3) tetapi atas keterangan Menteri Kehakiman harus diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan Militer.
c. Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Tata Usaha Negara diatur Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 yang telah diperbaharui menjadi UU No. 9 tahun 2004. Dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa Tata Usaha Negara adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Peradilan Tata Usaha Negara bertugas untuk mengadili perkara atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pegawai tata usaha negara. Dalam peradilan Tata Usaha Negara ini yang menjadi tergugat bukan orang atau pribadi, tetapi badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau dilimpahkan kepadanya. Sedangkan pihak penggugat dapat dilakukan oleh orang atau badan hukum perdata.
d. Peradilan Umum
Peradilan umum adalah salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Rakyat (pada umumnya) apabila melakukan suatu pelanggaran atau kejahatan yang menurut peraturan dapat dihukum, akan diadili dalam lingkungan Peradilan Umum. Untuk menyelesaikan perkara-perkara yang termasuk wewenang Peradilan umum, digunakan beberapa tingkat atau badan pengadilan yaitu:
1) Pengadilan Negeri
Pengadilan negeri dikenal pula dengan istilah pengadilan tingkat pertama yang wewenangnya meliputi satu daerah Tingkat II. Misalnya: Pengadilan Negeri Bekasi, Pengadilan Negeri Tasikmalaya, Pengadilan Negeri Bogor, dan sebagainya. Dikatakan pengadilan tingkat pertama karena pengadilan negeri merupakan badan pengadilan yang pertama (permulaan) dalam menyelesaikan perkara-perkara hukum. Oleh karena itu, pada dasarnya setiap perkara hukum harus diselesaikan terlebih dahulu oleh pengadilan negeri sebelum menempuh pengadilan tingkat Banding. Untuk memperlancar proses pengadilan, di pengadilan negeri terdapat beberapa unsur yaitu: Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, sekretaris, dan juru sita. Adapun Fungsi Pengadilan Negeri adalah memeriksa dan memutuskan serta menyelesaikan perkara dalam tingkat pertama dari segala perkara perdata dan perkara pidana sipil untuk semua golongan penduduk.
2) Pengadilan Tinggi
Putusan hakim Pengadilan Negeri yang dianggap oleh salah satu pihak belum memenuhi rasa keadilan dan kebenaran dapat diajukan Banding. Proses Banding tersebut ditangani oleh Pengadilan Tinggi yang berkedudukan di setiap ibukota Provinsi. Dengan demikian, pengadilan Tinggi adalah pengadilan banding yang mengadili lagi pada tingkat kedua (tingkat banding) suatu perkara perdata atau perkara Pidana, yang telah diadili/diputuskan oleh pengadilan negeri. Pengadilan Tinggi hanya memeriksa atas dasar pemeriksaan berkas perkara saja, kecuali bila Pengadilan Tinggi merasa perlu untuk langsung mendengarkan para pihak yang berperkara.
3) Pengadilan Tingkat Kasasi
Apabila putusan hakim Pengadilan Tinggi dianggap belum memenuhi rasa keadilan dan kebenaran oleh salah satu pihak, maka pihak yang bersangkutan dapat meminta kasasi kepada Mahkamah Agung. Pengadilan tingkat Kasasi dikenal pula dengan sebutan pengadilan Mahkamah Agung. Di negara kita, Mahkamah Agung merupakan Badan Pengadilan yang tertinggi, dengan berkedudukan di Ibu kota negara RI. Oleh karena itu, daerah hukumnya meliputi seluruh Indonesia.
Pemeriksaan tingkat kasasi hanya dapat diajukan jika permohonan terhadap perkaranya telah menggunakan upaya hukum banding, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang. Sedangkan permohonan kasasi itu sendiri hanya dapat diajukan 1 (satu) kali.
Dalam menegakkan hukum dan keadilan, hakim berkewajiban untuk memeriksa dan mengadili setiap perkara yang diajukan. Oleh karena itu, hakim atau pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan dengan alasan hukumnya tidak atau kurang jelas. Untuk itu, hakim diperbolehkan untuk menemukan atau membentuk hukum melalui penafsiran hukum dengan tetap memperhatikan perasaan keadilan dan kebenaran.
4) Penasehat Hukum
Penasehat hukum merupakan istilah yang ditujukan kepada pihak atau orang yang memberikan bantuan hukum. Yang dimaksud Penasehat hukum menurut KUHAP adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasar undang-undang untuk memberi bantuan hukum. Diperbolehkannya menggunakan penasehat hukum bagi tertuduh/terdakwa merupakan realisasi dari salah satu asas yang berlaku dalam Hakum Acara Pidana, yang menyatakan bahwa "Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan untuk mendapatkan bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya.
Hak lain yang dimiliki penasehat hukum sehubungan dengan pembelaan terhadap kliennya (tersangka) adalah mengirim dan menerima surat dari tersangka setiap kali dikehendaki olehnya. Dalam melaksanakan bantuan hukum, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh semua pihak, yaitu:
a) Penegak hukum yang memeriksa tersangka/terdakwa wajib memberi kesempatan kepada terdakwa untuk memperoleh bantuan hukum
b) Bantuan hukum tersebut merupakan usaha untuk membela diri
c) Tersangka/terdakwa berhak dan bebas untuk memilih sendiri penasehat hukumnya
2.4 Membangun Argumen Tentang Penegakan Hukum yang Berkeadilan Indonesia
Banyaknya kasus perilaku warga sebagai subyek hukum baik yang bersifat perorangan maupun kelompok masyarakat yang belum baik dan terpuji atau melakukan pelanggaran hukum menunjukkanbahwa masih perlu ditegakkan. Penegakan hukum di indonesia masih lemah. Dalam bebrapa kasus, masyarakat pun belum sesuai dengan harapan. Sebagian masyarakat bahkan merasakan bahwa aparat penegak hukum serinlakukan hukum bagaikan pisau yang tajam kebawah tetapi tumpul ke atas. Apabihal ini terjadi secara terus menerus bahkan telah menjadi suatu yang dibenarkan atau kebiasaan maka tidak menutup kemungkin
akan terjadi revolusi hukum. Oleh karena itu tantangan yang dihadapi oleh bangsa indonesia saat ini adalah menghadapi persoalan penegakan hukum di tengah marknya hukum disegala strata kehidupan masyarakat. Di era globalisasi yang penuh dengan iklim materialisme,banyak tantangan yang dihadapi oleh aparat penegak hukum. Mereka harus memiliki sikap baja, akhlak mulia, dankarakter yang kuat dalam menjalankan tugas. Dalam hal ini, aparatur penegak hukum harus kuat dan siap menghadapi berbagai cobaan, ujian, godaan yang dapat berakibat jatuhnya wibawa sebagai penegak hukum. Penegak hukum harus tahan terhadap upaya oknum masyarakat atau pejabat lain yang mencoba menyuap. Selain iu pemerintah perlu melakukan upaya preventatif dalam mendidik warga negara termasuk melakukan pembinaan kepada semua aparatur negara terus menerus . Apabila hal ini telah dilakukan, maka ketika ada warga negara yang mencoba melakukan pelanggaran hukum pihak aparatur penegak hukum harus bekerja secara profesional dan berkomitmen menegakkan hukum.

2.5 Esensi dan Urgensi Penegakan Hukum Berkeadilan Indonesia
Penegakan hukum bertujuan untuk mewujudkan peraturan hukum demi terciptanya keterkaitan dan keadilan masyarakat. Apa yang tertera dalam peraturan hukum (pasal pasal hukum material) seyogyanya dapat terwujud dalam proses pelaksanaan/ penegakan hukum dalam masyarakat. Dengan kata lain, penegakan hukum pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat sehingga masyarakat merasa memperoleh perlindungan akan hak hak dan kewajibannya
2.6 Rangkuman Penegakan Hukum yang Berkeadilan
1. Negara merupakan organisasi kelompok masyarakat tertinggi yang mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengendalikan masyarakat untuk kepentingan umum yang lebih tinggi demi tegaknya hukum.
2. Penegakan hukum bertujuan untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat sehingga masyarakat merasa memperoleh pengayoman dan hak-haknya terlindungi.
3. Aparatur hukum yang mempunyai tugas untuk menegakkan dan melaksanakan hukum antara lain lembaga kepolisisan, kejaksaan, dan kehakiman.
4. Penegakan hukum di Indonesia masih menghadapi masalah dan tantangan untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. Penegakan hukum sangat penting diupayakan secara terus menerus untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat sehingga masyarakat merasa memperoleh perlindungan akan hak-hak dan kewajibannya.













BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Negara merupakan organisasi kelompok masyarakat tertinggi karena mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengendalikan masyarakat bahkan memaksa secara sah untuk kepentingan umum yang lebih tinggi demi tegaknya hukum. Negara pun dipandang sebagai subyek hukum yang mempunyai kedaulatan (sovereignity) yang tidak dapat dilampaui oleh negara mana pun.
Ada empat fungsi negara yang dianut oleh negara-negara di dunia ialah: melaksanakan penertiban dan keamanan, mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya, pertahanan, dan menegakkan keadilan.
Untuk menyelesaikan perkara-perkara yang terjadi di masyarakat secara adil, maka para aparatur hukum harus menegakkan hukum dengan sebaik-baiknya. Penegakan hukum bertujuan untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat sehingga masyarakat merasa memperoleh pengayoman dan hakhaknya terlindungi. Dalam menegakkan hukum terdapat tiga unsur yang harus selalu diperhatikan yaitu: kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan.
Dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional yang berlandaskan Pancasila dan UUD NRI 1945, pembangunan bidang hukum mencakup sektor materi hukum, sektor sarana dan prasarana hukum, serta sektor aparatur penegak hukum. Aparatur hukum yang mempunyai tugas untuk menegakkan dan melaksanakan hukum antara lain lembaga kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Fungsi utama Lembaga kepolisian adalah sebagai lembaga penyidik; sedangkan kejaksaan berfungsi utama sebagai lembaga penuntut; serta lembaga kehakiman sebagai lembaga pengadilan/pemutus perkara.
Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang No. 14 tahun 1970 yang telah diperbaharui menjadi UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”. Kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh badan pengadilan dalam empat lingkungan yaitu: 1) Peradilan Umum, 2) peradilan Agama, 3) peradilan Militer; dan 4) peradilan Tata Usaha Negara.
Peradilan umum merupakan peradilan bagi rakyat pada umumnya, sedangkan peradilan militer, peradilan Agama, dan peradilan Tata Usaha Negara merupakan peradilan khusus karena mengadili perkaraperkara tertentu dan mengadili golongan rakyat tertentu. Keempat lingkungan peradilan tersebut masing-masing mempunyai lingkungan wewenang mengadili perkara tertentu serta meliputi badan peradilan secara bertingkat, yaitu pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, dan tingkat kasasi.
Penegakan hukum di Indonesia masih menghadapi masalah dan tantangan untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. Penegakan hukum sangat penting diupayakan secara terus menerus untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat sehingga masyarakat merasa memperoleh perlindungan akan hak-hak dan kewajibannya.

3.2 Saran
1. Lembaga hukum harus di perbaiki agar terwujud etika penegakan hukum yang berkeadilan, tidak bersifat deskriminatif, dan mementingkan kepentingan sendiri di atas kepentingan negara.
2. Masyarakat sebaikanya mengamalkan Pancasila sebagai etika dan nilai-nilai masyarakat Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA
Nurwardani Paristiyanti, dkk. 2016. Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: RISTEKDIKTI.
Saputri Yeni. 2013.

• KINANTI PUTRI AMALIA
• SULIS KURNIA DEWI
• GITA DWI CAHYANI
• INE KUSMALA
• ASIH RANATIH
• AGNES SINTIA

Program Studi Administrasi Pendidikan
Jurusan Ilmu Pendidikan
Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan
Universitas Jambi
2019

MAKALAH TASAWUF AMALI ILMU TASAWUF

March 04, 2019 2 Comments
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui seberapa pentingnya “Tasawuf Amali” itu, dan mengetahui begitu berperan pentingnya Tasawuf Amali terhadap dunia pendidikan, kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “Tasawuf Amali” Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu penyusun memohon kriitik dan saran dari pembaca.


Muaro Jambi, 23 Februari 2019


Penyusun




DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………... ........... i
DAFTAR ISI……………………………………………………………. ........... ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………..... ........... 1
A. Latar Belakang Masalah……………………………………........... 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………............. 1
C. Tujuan Penulisan……………………………………………........... 1
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………............. 2
A. Pengertian dan Karakteristik Tasawuf Amali....................................... 2
B. Pengertian dan Penjelasan Maqamat dan Ahwal.................................. 4
C. Prinsip Ajaran Tasawuf Amali Dzul An-Nun Al-Mishri....................... 10
BAB III PENUTUP............................................................................................. 12
A. Kesimpulan…………………………………………………............. 12
B. Saran.................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

Tasawuf (Tasawwuf) adalah ilmu yang memperkenalkan cara-cara menyucikan jiwa dengan memerangi hawa nafsu demi memporoleh kebahagian yang abadi di sisi Tuhan. Pada awalnya, tasawuf merupakan gerakan zuhud, yakni mengabdikan diri hanya untuk beribadah pada Tuhan dan menjauhi hal-hal yang berhubungan dengan duniawi. Kemudian dalam perkembangannya, konsep tersebut melahirkan suatu aliran sufisme yang kemudian tersebar ke seluruh dunia.
Tasawuf Amali merupakan kelanjutan dari tasawuf akhlaki. Jika tasawuf akhlaki berfokus pada pensucian jiwa, tasawuf amali lebih menekankan terhadap cara-cara mendekatkan diri kepada Allah SWT, baik melalui amalan lahiriah maupun batiniah.
Di samping itu, ada juga yang berpendapat bahwa tasawuf amali adalah ajaran yang dianut oleh pengikut tarekat (ashhâbut turuq), yang meliputi menjauhi sifaf-sifat tercela, mengutamakan mujâhadah, menghadap Allah dengan bersungguh-sungguh dan memutuskan hubungan dengan lainnya. Apabila dilihat dari sudut amalan dan ilmu yang dipelajari, terdapat 4 aspek yang harus dipelajari dalam aliran tasawuf amali, yaitu syaria’t, thariqat, dan ma’rifat.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian dan Karakteristik Tasawuf Amali ?
2. Pengertian dan Penjelasan Maqamat dan Ahwal ?
3. Prinsip Ajaran Tasawuf Dzul Al-Nun Al-Mishri ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian dan Karakteristik Tasawuf Amali.
2. Untuk Mengetahui Pengertian dan Penjelasan Maqamat dan Ahwal.
3. Untuk Mengetahui Prinsip Ajaran Tasawuf Dzul Al-Nun Al-Mishri.
BAB II

PEMBAHASAN


A. Pengertian dan Karakteristik Tasawuf Amali

1. Pengertian Tasawuf Amali
Tasawuf amali adalah tasawuf yang membahas tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tasawuf amali adalah seperti yang dipraktekan di dalam kelompok tarekat, dimana dalam kelompok ini terdapat sejumlah sufi yang mendapat bimbingan dan petujuk dari seorang guru tentang bacaan dan amalan yang harus di tempuh oleh seorang sufi dalam mencapai kesempurnaan rohani agar dapat berhubungan langsung dengan Allah. Apabila dilihat dari sudut amalan dan ilmu yang dipelajari, terdapat 4 aspek yang harus dipelajari dalam aliran tasawuf amali, yaitu syaria’t, thariqat, dan ma’rifat.
a. Syaria’t
Syaria’t berasal dari kata syara’, secara etimologi mempunyai arti “jalan-jalan yang bisa ditempuh air”, maksudnya adalah jalan yang harus ditempuh manusia untuk menuju jalan Allah SWT.
Secara umum, syaria’at merupakan hukum (segala ketentuan yang ditetapkan Allah SWT) yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat muslim di dunia, mulai dari urusan hubungan antar manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia (Habuminallah Habuminannas), kunci menyelesaikan masalah kehidupan baik dunia dan akhirat, rukun, syarat, halal-haram, perintah dan larangan, dan sebagainya. Sumber syaria’t sendiri berada dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
b. Thariqat
Thariqat (طرق) berarti “metode” atau “jalan”, yang secara konseptual terkait dengan haqiqah/ hakikat atau kebenaran sejati. Dalam aliran tasawuf atau sufisme, thariqat berarti jalan yang ditempuh oleh para sufi untuk mencapai tujuan sedekat mungkin dengan Allah SWT, dengan menerapkan metode pengarahan moral dan jiwa.
Thariqat digambarkan sebagai jalan yang berpangkal pada syariat. Jadi jalan utamanya adalah Syar’, sedangkan anak jalan disebut thariq. Sehingga dapat disimpulkan untuk menuju Thariq, seseorang harus melewati syar’. Maksudnya, sebelum mempelajari thariqat para sufi wajib memahami syariat terlebih dahulu, sebab syariat adalah pangkal dari suatu ibadah.
c. Hakikat
Secara etimologi, hakikat berasal dari kata “Al-Haqq” yang berarti kebenaran. Secara garis besar, hakikat merupakan ilmu yang digunakan untuk mencari suatu kebenaran sejati mengenai Tuhan. Dalam kitab Al-Kalabazi, hakikat menurut ilmu tasawuf didefinisikan sebagai aspek yang berkaitan dengan amal batiniah, merupakan amalan paling dalam dan merupakan akhir perjalanan yang ditempuh oleh para sufi.
d. Ma’rifah
Ditinjau dari segi bahasa, Ma’rifat berasal dari kata ‘arafa-yurifu-irfan. Secara umum, ma’rifat didefinisikan sebagai kumpulan ilmu pengetahuan, pengalaman, dan amalan ibadah yang merupakan perpaduan dari syariat, thariqat, dan hakikat, dimanan nantinya ilmu ini digunakan untuk mengenal Allah SWT lebih mendalam melalui sanubari atau mata hati.
2. Karakteristik Tasawuf Amali















B. Pengertian dan Penjelasan Maqamat dan Ahwal

1. Pengertian dan Penjelasan Maqamat
Secara harfiah, maqamat merupakan jamak dari kata maqam yang berarti tempat berpijak atau pangkat mulia. Dalam Bahasa Inggris maqamat dikenal dengan istilah stages yang berarti tangga. Sedangkan dalam ilmu Tasawuf, maqamat berarti kedudukan hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yang telah diusahakan, baik melalui riyadhah, ibadah, maupun mujahadah.
Untuk itu dalam uraian ini, maqamat yang akan dijelaskan lebih lanjut adalah maqamat yang disepakati oleh mereka, yaitu al-taubah, al-zuhud, al-wara’, al-faqr, al-shabr, al-tawakkal, dan al-ridla. Penjelasan atas masing-masing istilah tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Taubat
Taubat berasal dari Bahasa Arab taba-yatubu-taubatan yang berarti “kembali” dan “penyelesalan”. Sedangkan pengertian taubat bagi kalangan sufi adalah memohon ampun atas segala dosa yang disertai dengan penyesalan dan berjanji dengan sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut dan dibarengi dengan melakukan kebajikan yang dianjurkan oleh Allah.
Bagi orang awam, taubat dilakukan dengan membaca astagfirullah wa atubu ilaihi. Sedangkan bagi orang khawash taubat dilakukan dengan riyadhah dan mujahadahdalam rangka membuka hijab yang membatasi dirinya dengan Allah swt. Taubat ini dilakukan para sufi hingga mampu menggapai maqam yang lebih tinggi.

2. Zuhud
Secara etimologis, zuhud berarti ragaba ‘ansyai’in wa tarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zuhada fi al-dunya, berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah.
Menurut pandangan orang-orang sufi, dunia dan segala kemewahan, serta kelezatannya adalah sumber kemaksiatan dan penyebab terjadinya perbuatan-perbuatan dosa. Oleh karena itu, seorang pemula atau calon sufi harus terlebih dahulu menjadizahid. Sikap zuhd ini erat hubungannya dengan taubah, sebab taubah tidak akan berhasil apabila hati dan keinginannya masih terkait kepada kesenangan duniawi.

3. Sabar
Sabar, secara harfiah , berarti tabah hati. Secara terminologi, sabar adalah suatu keadaan jiwa yang kokoh, stabil dan konsekuen dalam pendirian. Sabar, menurut Al-Ghazali, jika dipandang sebagai pengekangan tuntutan nafsu dan amarah, dinamakan sebagai kesabaran jiwa (ash-shabr an-nafs), sedangkan menahan terhadap penyakit fisik, disebut sebagai sabar badani (ash-shabr al-badani). Kesabaran jiwa sangat dibutuhkan dalam berbagai aspek. Misalnya, untuk menahan nafsu makan dan seks yang berlebihan.

4. Wara’
Wara’, secara harfiah, berarti saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa atau maksiat. Sedangkan pengertian wara’ dalam pandangan sufi adalah meninggalkan segala sesuatu yang tidak jelas hukumnya, baik yang menyangkut makanan, pakaian, maupun persoalan lainnya.

5. Faqr
Secara harfiah fakir biasanya diartikan sebagai orang yang berhajat, butuh atau orang miskin. Sedangkan dalam pandangan sufi fakir adalah tidak meminta lebih dari apa yang telah ada pada diri kita. Tidak meminta rezeki kecuali hanya untuk menjalankan kewajiban-kewajiban. Tidak meminta sungguhpun tak ada pada diri kita, kalau diberi diterima. Tidak meminta tetapi tidak menolak.

6. Tawakkal
Secara harfiah tawakkal berarti menyerahkan diri. Menurut Sahal bin Abdullah bahwa awalnya tawakkal adalah apabila seorang hamba di hadapan Allah seperti bangkai di hadapan orang yang memandikannya, ia mengikuti semaunya yang memandikan, tidak dapat bergerak dan bertindak. Hamdun al-Qashshar mengatakan tawakkal adalah berpegang teguh pada Allah.

7. Ridha
Ridha, secara harfiah, berarti rela, senang dan suka. Sedangkan pengertiannya secara umum tidak menentang qadha dan qadar Allah, menerima qadha danqadar dengan hati senang. Mengeluarkan perasaan benci dari hati sehingga yang tinggal di dalamnya hanya perasaan senang dan gembira. Merasa senang menerima malapetaka sebagaimana merasa senang menerima nikmat. Tidak meminta surga dari Allah dan tidak meminta dijauhkan dari neraka. Sikap ridha ini merupakan kelanjutan rasa cinta atau perpaduan dari mahabbah dan sabar. Rasa cinta yang diperkuat dengan ketabahan akan menimbulkan kelapangan hati dan kesediaan yang tulus untuk berkorban dan berbuat apa saja yang diperintahkan oleh Allah Swt.

8. Mahabbah
Mahabbah berasal dari kata ahabba-yuhibbu-mahabbatan yang berarti mencintai secara mendalam. Mahabbah pada tingkatan selanjutnya dapat diartikan suatu usaha sungguh-sungguh dari seseorang untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan terwujudnya kecintaan yang mendalam kepada Allah.
Dalam pandangan Ath-Thusi, mahabbah dibagi menjadi tingkatan. Pertama,mahabbah al-‘ammah, yaitu cinta yang timbul dari belas kasihan dan kebaikan Allah kepada hamba-Nya. Kedua, hubb ash-shadiqin wa al-muttaqin, yaitu cinta yang timbul dari pandangan hati sanubari terhadap kebesaran, keagungan, kemahakuasaan, ilmu dan kekayaan Allah. Ketiga, mahabbah ash-shidiqin wa al-‘arifin, yaitu mahabbah yang timbul dari penglihatan dan ma’rifat para sufi terhadap kekalnya kecintaan Allah yang tanpa ‘illat.
9. Ma’rifat
Ma’rifat berasal dari kata ‘arafa-ya’rifu-irfan-ma’rifat yang berarti pengetahuan atau pengalaman. Ma’rifat dapat pula berarti pengetahuan rahasia hakikat agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi daripada ilmu yang didapat pada umumnya, dan merupakan pengetahuan yang objeknya bukan hal-hal yang bersifat zhahir, tetapi bersifat batin, yaitu pengetahuan mengenai rahasia-rahasia Tuhan melalui pancaran cahaya Ilahi.


2. Pengertian dan Penjelasan Ahwal
Secara bahasa, ahwal merupakan jamak dari kata tunggal hal yang berarti keadaan sesuatu (keadaan rohani). Menurut Syeikh Abu Nashr as-Sarraj, hal adalah sesuatu yang terjadi secara mendadak yang bertempat pada hati nurani dan tidak mampu bertahan lama, sedangkan menurut al-Ghazali, hal adalah kedudukan atau situasi kejiwaan yang dianugerahkan Allah kepada seseorang hamba pada suatu waktu, baik sebagai buah dari amal saleh yang mensucikan jiwa atau sebagai pemberian semata. Sehubungan dengan ini, Harun Nasution mendefinisikan hal sebagai keadaan mental, seperti perasaan senang, persaan sedih, perasaan takut, dan sebagainya.



1. Muraqabah
Muraqabah artinya merasa selalu diawasi oleh Allah SWT sehingga dengan kesadaran ini mendorong manusia senantiasa rajin melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Sesungguhnya manusia hakikinya selalu berhasrat dan ingin kepada kebaikan dan menjunjung nilai kejujuran dan keadilan, meskipun tidak ada orang yang melihatnya.
Kehati-hatian (mawas diri) adalah kesadaran. Kesadaran ini makin terpelihara dalam diri seseorang hamba jika meyakini bahwa Allah SWT senantiasa melihat dirinya.

2. Khauf
Khauf adalah suatu sikap mental yang merasa takut kepada Allah karena kurang sempurna pengabdianya. Takut dan kawatir kalau Allah tidak senang kepadanya. Menurut Ghozali Khauf adalah rasa sakit dalam hati karena khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak disenagi dimasa sekarang.
Menurut al Ghozali Khauf terdiri dari tiga tingkatan atau tiga derajat diantaranya adalah:
a. Tingkatan Qashir (pendek), Yaitu khauf seperti kelembutan perasaan yang dimiliki wanita, perasaan ini seringkali dirasakan tatkala mendengarkan ayat-ayat Allah dibaca.
b. Tingkatan Mufrith (yang berlebihan), yaitu khauf yang sangat kuat dan melewati batas kewajaran dan menyebabkan kelemahan dan putus asa, khauf tingkat ini menyebabkan hilangya kendali akal dan bahkan kematian, khauf ini dicela karena karena membuat manusia tidak bisa beramal.
c. Tingkatan Mu’tadil (sedang), yaitu tingkatan yang sangat terpuji, ia berada pada khauf qashir dan mufrith.

3. Raja’
Raja’ dapat berarti berharap atau optimisme, yaitu perasaan senang hati karena menanti sesuatu yang diinginkan dan disenangi. Raja’ atau optimisme ini telah ditegaskan dalam al-Qur’an,

Yang Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(Al-Baqarah: 218).

Orang yang harapan dan penantiannya mendorongnya untuk berbuat ketaatan dan mencegahnya dari kemaksiatan, berarti harapannya benar. Sebaliknya, jika harapannya hanya angan-angan, semenatara ia sendiri tenggelam dalam lembah kemaksiatan, harapannya sia-sia.

Raja’ menurut tiga perkara, yaitu:
a. Cinta kepada apa yang diharapkannya.
b. Takut bila harapannya hilang.
c. Berusaha untuk mencapainya.

Raja’ yang tidak dibarengi dengan tiga perkara itu hanyalah ilusi atau hayalan. Setiap orang yang berharap adalah juga orang yang takut (khauf). Orang yang berharap untuk sampai di suatu tempat tepat waktunya, tentu ia takut terlambat. Dan karena takut terlambat, ia mempercepat jalannya. Begitu pula orang yang mengharap rida atau ampunan Tuhan, diiringi pula dengan rasa takut akan siksaan Tuhan.

4. Thuma’ninah
Thuma’ninah adalah rasa tenang, tidak ada rasa was-was atau khawatir, tak ada yang dapat mengganggu perasaan dan pikiran, karena ia telah mencapai tingkat kebersihan jiwa yang paling tinggi. Seseorang yang telah mencapai tingkatan thuma’ninah, ia telah kuat akalnya, kuat imannya dan ilmunya serta bersih ingatannya. Jadi, orang tersebut merasakan ketenangan, bahagia, tentram dan ia dapat berkomunikasi langsung dengan Allah.

5. Uns
Uns (suka cita) dalam pandangan sufi adalah sifat merasa selalu berteman, tak pernah merasa sepi. Dalam keadaan seperti ini, seorang sufi merasakan tidak ada yang dirasa, tidak ada yang diingat, tidak ada yang diharap kecuali Allah. Segenap jiwa terpusat bulat kepada-Nya, sehingga ia seakan-akan tidak menyadari dirinya lagi dan berada dalam situasi hilang kesadaran terhadap alam sekitarnya. Situasi kejiwaan seperti itulah yang disebut al-Uns.

6. Musyahadah
Musyahadah secara harfiah adalah menyaksikan dengan mata kepala. Secara terminologi, tasawuf adalah menyaksikan secara jelas dan sadar apa yang dicarinya (Allah) atau penyaksian terhadap kekuasaan dan keagungan Allah. Seorang sufi telah mencapai musyahadah ketika sudah merasakan bahwa Allah telah hadir atau Allah telah berada dalam hatinya dan seseorang sudah tidak menyadari segala apa yang terjadi, segalanya tercurahkan pada yang satu, yaitu Allah, sehingga tersingkap tabir yang menjadi senjangan antara sufi dengan Allah. Dalam situasi seperti itu, seorang sufi memasuki tingkatan ma’rifat, di mana seorang sufi seakan-akan menyaksikan Allah dan melalui persaksiannya tersebut maka timbullah rasa cinta kasih.

Tokoh-Tokoh Tasawuf Amali
1) Rabiah Al-Adawiah
Bernama lengkap Rabi’ah bin Ismail Al-Adawiah Al-Bashriyah Al-Qaisiyah. Lahir tahun 95 H (713 H) di suatu perkampungan dekat kota Bashrah (Irak) dan wafat tahun 185 H (801 M).
Rabiah Al-Adawiah dalam perkembangan mistisisme dalam Islam tercatat sebagai peletak dasar tasawuf berasaskan cinta kepada Allah SWT.

2) Dzul An-Nun Al-Mishri
Bernama lengkap Abu Al-Faidh Tsauban bin Ibrahim. Lahir di Ikhkim, daratan tinggi Mesir tahun 180 H (796 M) dan wafat tahun 246 H (856 M).
Al-Mishri membedakan ma’rifat menjadi dua yaitu ma’rifat sufiah adalah pendekatan menggunakan pendekatan qalb dan ma’rifat aqliyah adalah pendekatan yang menggunakan akal. Ma’rifat menurutnya sebenarnya adalah musyahadah qalbiyah (penyaksian hati), sebab maa’rifat merupakan fitrah dalam hati manusia.

3) Abu Yazid Al-Bustami
Bernama lengkap Abu Yazid Thaifur bin ‘Isa bin Syarusan Al-Bustami. Lahir di daerah Bustam (Persia) tahun 874 M dan wafat tahun 947 M.
Ajaran tasawuf terpenting Abu Yazid adalah fana dan baqa. Dalam istilah tasawuf, fana diartikan sebagai keadaan moral yang luhur. Dan fana berarti mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah.


4) Abu Manshur Al-Hallaj
Bernama lengkap Abu Al-Mughist Al-Husain bin Mashur bin Muhammad Al-Baidhawi. Lahir di Baida sebuah kota kecil di daerah Persia tahun 244 H (855 M)
Diantara ajaran tasawufnya yang paling terkenal adalah Al-Hulul dan Wahdat Asy-Syuhud yang kemudian melahirkan paham wihdad al-wujud (kesatuan wujud) yang di kembangkan Ibnu Arabi.


C. Prinsip Ajaran Tasawuf Dzul An-Nun Al-Mishri
Dalam tasawuf, Dzul An-Nun Al-Mishri dipandang sebagai bapak ma’rifah. Dzun An-Nun Al-Mishri merupakan pelopor paham ma’rifah. Penilaian ini sangatlah tepat karena berdasarkan riwayat Al-Qathfi dan Al-Mas’udi yang kemudian dianalisis Nucholson dan Abd. Al-Qadir dalam falsafah Al-Shufiyyah fi Al-Islam, Al-Mishri berhasil memperkenalkan corak baru tentang ma’rifah dalam bidang sufisme Islam.
Pertama, ia membedakan antara ma’rifah sufiyah dan ma’rifah aqliyah. Apabila yang pertama menggunakan pendekatan qalb yang biasa digunakan para sufi, yang kedua menggunakan pendekatan Akal yang biasa digunakan para teolog. Kedua, menurut Al-Mishri, ma’rifah sebenarnya adalah musyahadah qalbiyah (penyaksian hati) sebab ma’rifah merupakan fitrah dalam hati manusia sejak azali. Ketiga, teori-teori ma’rifah Al-Mishri merupakan gnosisme ala Neo-Platonik. Teori-teorinya kemudian dianggap sebagai jembatan menuju teori-teori wahdat asy-syuhud dan ittihad. Ia pun di pandang sebagai orang yang pertama kali memasukkan unsur falsafah dalam tasawuf.
Pandangan-pandangan Al-Mishri tentang ma’rifah pada mulanya sulit diterima oleh kalangan teolog. Karena itulah, ia dianggap sebagai zindiq. Karena itu pula, ia ditangkap oleh khalifah, meskipun akhirnya dibebaskan.
Berikut ini beberapa pandangan tentang hakikat ma’rifah :
1. Sesungguhnya ma’rifah yang hakiki bukanlah ilmu tentang keesaan Tuhan, sebagaimana para hakim, mutakaliman, dan ahli balagah, tetapi ma’rifah terhadap keesaan Tuhan yang khusus dimiliki para wali Allah. Hal itu karena mereka adal orang yang menyaksikan Allah dengan hatinya sehingga terbukalah baginya apa yang tidak dibukakan untuk hamba-hamba-Nya yang lain.
2. Ma’rifah yang sebenarnya adalah bahwa Allah menyinari hatimu dengan cahaya ma’rifah yang murni seperti matahari yang tak dapat dilihat, kecuali dengan cahayanya. Senantiasa salah seorang hamba mendekat kepada Allah sehingga terasa hilang dirinya, lebur dalam kekuasaannya, mereka merasa hamba, mereka berbicara dengan ilmu yang telah diletakkan Allah pada lidah, mereka melihat dengan penglihatan Allah, mereka berbuat dengan perbuatan Allah.

Kedua pandangan Al-Mishri di atas menjelaskan bahwa ma’rifah kepada Allah tidak dapat ditempuh melalui pendekatan akal dan pembuktian-pembuktian, tetapi dengan jalan ma’rifah batin yakni Tuhan menyinari hati manusia dan menjaganya dari kecemasan sehingga semua yang ada di dunia ini tidak mempunyai arti lagi.
Dengan pendekatan ini, sifat-sifat rendah manusia perlahan-lahan terangkat ke atas dan selanjutnya menyandang sifat-sifat luhur seperti yang dimiliki Tuhan sampai akhirnya ia sepenuhnya hidup di dalam-Nya dan lewat dirinya.
Ketika Dzul An-Nun Al-Mishri ditanya bagaimana ia memperoleh ma’rifah tentang Tuhan ia menjawab: “Aku mengetahui Tuhan dengan Tuhan dan sekiranya tidak karena Tuhan aku tak akan tahu Tuhan.” Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa ma’rifah tidak diperoleh begitu saja, tetapi melalui pemberian Tuhan. Ma’rifah bukanlah hasil pemikiran manusia, tetapi tergantung pemberian Tuhan kepada sufi yang sanggup menerimanya. Pemberian tersebut dicapai setelah seorang sufi lebih dahulu menunjukkan kerajinan, kepatuhan, dan ketaatan mengabdikan diri sebagai Hamba Allah dalam beramal secara lahiriah sebagai pengabdian yang dikerjakan oleh tubuh untuk beribadah.
Dzul An-Nun Al-Misri membagi pengetahuan tentang Tuhan menjadi tiga macam yaitu :
1. Pengetahuan untuk seluruh muslim
2. Pengetahuan khusus untuk para filosofi dan ulama
3. Pengetahuan khusus untuk para wali Allah

Dari ketiga macam pengetahuan tentang Tuhan di atas, jelaslah bahwa pengetahuan tingkat auliya adalah yang paling tinggi tingkatannya karena mereka mencapai tingkatan musyahadah. Sementara para ulama dan filosof tidak bisa mencapai maqam ini sebab mereka masihh menggunakan akal untuk mengetahui Tuhan, sedangkan akal mempunyai keterbatasan dan kelemahan.
Menurut Dzun An-Nun Al-Mishri bahwa prinsip dasar tasawuf ada 4 yaitu:
1. Mencintai Allah Yang Maha Agung
2. Menjauhi yang sedikit dunia
3. Mengikuti Al-Qur’an
4. Takut akan terjadi perebutan (dari taat kepada Allah)
BAB III

PENUTUP


A. Kesimpulan
Tasawuf amali adalah tasawuf yang membahas tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tokoh-tokohnya adalah Rabiah Al-Adawiyah, Abu Yazid Al-Bustami, Dzul An-Nun Al-Mishri, dan Abu Manshur Al-Hallaj.

Apabila dilihat dari sudut amalan dan ilmu yang dipelajari, terdapat 4 aspek yang harus dipelajari dalam aliran tasawuf amali, yaitu syaria’t, thariqat, dan ma’rifat.
Dalam ilmu Tasawuf, maqamat berarti kedudukan hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yang telah diusahakan, baik melalui riyadhah, ibadah, maupun mujahadah. Secara bahasa, ahwal merupakan jamak dari kata tunggal hal yang berarti keadaan sesuatu (keadaan rohani).
Dzul An-Nun Al-Misri membagi pengetahuan tentang Tuhan menjadi tiga macam yaitu :
1. Pengetahuan untuk seluruh muslim
2. Pengetahuan khusus untuk para filosofi dan ulama
3. Pengetahuan khusus untuk para wali Allah

Menurut Dzul An-Nun Al-Mishri bahwa prinsip dasar tasawuf ada 4 yaitu:
5. Mencintai Allah Yang Maha Agung
6. Menjauhi yang sedikit dunia
7. Mengikuti Al-Qur’an
8. Takut akan terjadi perebutan (dari taat kepada Allah)


B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.



NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM IBADAH PUASA

December 28, 2018 Add Comment
NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM IBADAH PUASA

A. PENDAHULUAN
Agama Islam adalah agama yang rahmatan-lil’alamin, yang mempunyai syariat yang harus dilaksanakan oleh pemeluknya. Ajaran Islam disyariatkan karena mengandung banyak hikmah bagi manusia. Semua makhluk dan kejadian yang diciptakakan oleh Allah SWT pasti ada hikmahnya, tidak ada perintah dan ciptaan Allah yang sia-sia. Demikian pula halnya dengan urusan ibadah dan muamalah, baik yang diperintah maupun yang dilarang-Nya, semuanya mengandung hikmah meskipun mungkin diantara hikmah-hikmah tersebut belum dapat terungkap oleh manusia. Salah satu ibadah mengandung banyak hikmah adalah ibadah puasa.
Puasa dapat dikatakan sebagai ibadah yang istimewa dalam Islam. Keistimewaan itu antara lain terletak pada adanya keterlibatan banyak aspek dalam diri manusia selama menjalankan ibadah puasa, baik aspek yang bersifat jasmaniah maupun aspek yang bersifat ruhaniah, aspek emosional dan aspek spiritual. Hal ini dapat dilihat dari aturan-aturan dalam melaksanakan ibadah puasa. Jika dilihat hikmah-hikmah yang terdapat dalam pelaksanaan ibadah puasa tersebut sangat erat kaitannya dengan dunia pendidikan. Pendidikan pada dasarnya usaha untuk mengembangkan segala potensi dalam diri manusia, baik potensi jasmani maupun potensi rohani.
Sebagaimana dikatakan Hasan Langgulung bahwa tujuan-tujuan pendidikan agama harus mampu mengakomodasikan tiga fungsi utama dari agama, yaitu fungsi spiritual yang berkaitan dengan akidah dan iman, fungsi psikologis yang berkaitan dengan tingkah laku individual termasuk nilai-nilai yang mengangkat derajat manusia ke derajat yang lebih sempurna, dan fungsi sosial yang berkaitan dengan aturanaturan sosial yang menghubungkan manusia dengan manusia lain atau masyarakat dimana masing-masing memiliki hak-hak dan tanggungjawab untuk menyusun masyarakat yang harmonis dan seimbang.[1][1] Tujuan ini sangat relevan jika dikaitkan dengan hikmah-hikmah yang terkandung dalam ibadah puasa.
Dalam makalah ini, fokus masalah yang akan dibahas adalah mengenai :
1) Tinjauan Umum Tentang Ibadah Puasa
2) Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Ibadah Puasa

B. TINJAUAN UMUM TENTANG IBADAH PUASA
1) Pengertian Puasa
Puasa dalam bahasa Arab disebut اﻟصيام, sebagaimana di-jelaskan oleh M. Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya yang ber-judul Tafsir Al-Mishbah, yang artinya menahan diri.[2][2]
Sedangkan menurut istilah syara’, Sayyid Sabiq menje-laskan bahwa, puasa berarti menahan diri dari perbuatan tertentu dengan niat dan menurut aturan tertentu sejak terbit matahari hingga terbenam.[3][3]
Menahan diri dari perbuatan tertentu yang dimaksud Sayyid Sabiq diatas adalah menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh serta dari seluruh yang membatalkan ibadah puasa yang termaktub dalam aturan atau syarat-syarat ibadah puasa yang telah ditetapkan oleh syara’.
2) Hukum dan Macam-macam Puasa
a. Puasa Wajib
Dalam buku Materi Pendidikan Agama Islam, Supiana dan Karman menjelaskan bahwa Ibadah puasa yang hukumnya wajib (harus) dilakukan ada tiga, yaitu wajib karena waktunya (puasa ramadhan), wajib karena sebab tertentu (puasa kafarat) dan wajib karena ia sendiri yang mewajibkannya yaitu puasa nazar (janji).[4][4]
b. Puasa Sunah (tathawwu’)
Puasa sunah yakni puasa yang dianjurkan oleh Rasullullah SAW. apabila dikerjakan akan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak berdosa.
Dalam buku Ensiklopedi Islam Al-Kamil, Muhammad Ibrahim At-Tuwaijiri menjelaskan bahwa puasa sunnah merupakan puasa yang berpahala besar dan sebagai tambahan pahala, serta menutup kekurangan atau ketidak-sempurnaan pada puasa wajib.[5][5]
Adapun macam-macam puasa sunnah, beliau menyebutkan diantaranya yaitu, puasa Nabi Dawud, puasa muharram, puasa enam hari di bulan syawal, puasa tiga hari pada pertengahan tiap-tiap bulan, puasa senin dan kamis, puasa Sembilan hari di bulan zulhijjah, puasa fisabillillah dan memperbanyak puasa sunnah di bulan sya’ban.
3) Rukun Puasa
Fardu atau rukun puasa ada dua, yakni niat puasa dan menahan diri dari yang membatalkannya sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Ibadah puasa tidak sah apabila dilakukan tanpa niat, begitu yang dijelaskan oleh Sayyid Sabiq, hal ini dikarenakan ibadah puasa merupakan ibadah mahdhah.[6][6]
4) Hal-hal yang Membatalkan Puasa
Beberapa hal yang membatalkan ibadah puasa sebagaimana dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, adalah sebagai berikut :
a. Makan dan minum dengan sengaja, sebagaimana firman Allah SWT dalam teks Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat ke 187 :
Artinya : “… dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam … “ (QS. 2 : 187)
b. Al-Huqnah, yaitu memasukkan sesuatu kedalam rongga melalui kemaluan dubur atau qubul.
c. Muntah dengan sengaja.
d.Bersetubuh, walau tidak sampai keluar mani. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah : 187:
Artinya : “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu, mereka itu adalah pakaian, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka… “
e. Keluar mani dengan sebab mubasyarah (bersentuhan kulit tanpa alas).
f. Haid
g. Nifas
h. Gila
i. Murtad

5) Sunnah-sunnah Puasa
Adapun hal-hal yang dianjurkan oleh Rasullullah SAW. dilakukan ketika menjalani ibadah puasa, Muhammad Ibrahim At-Tuwaijiri adalah sebagai berikut[7][7] :
a. Makan sahur
b. Menyegerakan berbuka puasa bila waktunya telah tiba
c. Memperbanyak berdzikir, berdoa dan membaca basmallah ketika berbuka puasa serta membaca hamdallah setelah selesa.
d. Bersiwak
e. Shalat tarawihBersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir
f. dan lain-lain

C. NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM IBADAH PUASA
Dari uraian mengenai tinjauan umum ibadah puasa di atas, dapat diketahui bahwa ibadah puasa sebagai ibadah mahdhah, ada yang diwajibkan menurut waktunya, yakni puasa satu bulan penuh dalam setahun di bulan ramadhan, ada juga yang diwajibkan karena sesuatu hal yaitu puasa kafarat dan ada juga yang diwajibkan karena kehendak diri sendiri yaitu puasa nazar. Selain itu, ada banyak macam-macam puasa yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW, sebagai puasa sunnah yang berpahala besar sehingga dapat menutupi kekurangan nilai pahala puasa wajib.
1) Ibadah puasa dapat mendidik manusia menjadi pribadi muslim yang bertaqwa
Tujuan utama Allah SWT. mensyari’atkan ibadah puasa adalah supaya manusia bertaqwa, sebagaimana firman Allah SWT dalam teks Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat ke 183 :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ {183}
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. 2:183)
Muhammad Ibrahim At-Tuwaijiri mengemukakan bahwa ibadah puasa merupakan sarana untuk mendidik atau membentuk manusia, supaya dapat menjadi pribadi yang bertaqwa kepada Allah SWT.[8][8] dengan mengerjakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan larangan-larangan yang telah ditentukan. Dimana didalam ibadah puasa ada hal-hal yang harus dikerjakan sebagai syarat atau rukun ibadah puasa dan ada pula hal-hal yang harus ditinggalkan supaya ibadah puasa yang dikerjakan dapat diterima disisi Allah SWT.
Inilah hal utama yang menjadi nilai pendidikan Islam yang dapat diambil dari ibadah puasa, dimana pendidikan didalam islam diarahkan pada tujuan utama diciptakannya manusia yaitu untuk mengabdi kepada Allah SWT, mengerjakan hal-hal yang diperintahkan dan menjauhi hal-hal yang dilarang (Taqwa).
2) Ibadah puasa dapat menjadi sarana pendidikan akhlak dan latihan jiwa[9][9]
a. Mendidik manusia berjiwa sosial tinggi
Di dalam ibadah puasa semua orang merasakan rasa lapar dan dahaga tanpa pandang bulu baik orang kaya ataupun miskin, tua maupun muda, semua sama dihadapan Allah swt. Sehingga dengan persamaan demikian akan tertanam dalam dirinya rasa persamaan (musawah), perasaan demikian diharapkan membekas dan menjadi prinsip kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Dengan demikian, maka puasa merupakan salah satu proses menuju terbentuknya masyarakat yang menjungjung tinggi nilai persamaan, keadilan dan pemerataan. Di sisi lain, nilai-nilai sosial pada puasa tidak berhenti pada praktek puasa itu saja. Dalam kenyataannya puasa merupakan salah satu sistem yang jitu untuk dapat menghilangkan sifat angkuh, sombong, bakhil, egois, dan sifat tidak terpuji lainnya. Sebab dengan berpuasa, maka seorang mukmin akan mengetahui dan menyadari betapa lemah dirinya.
Tatkala dicekam oleh rasa lapar dan dahaga, akan terbukalah mata hatinya terhadap nasib si miskin, yang senantiasa hidup dalam kekurangan. Sehingga akan menimbulkan sikap murah hati, guna menolong mereka yang serba kekurangan dan lemah, yang pada akhirnya akan melahirkan pula sikap kasih sayang kepada sesama muslim. Maka jelaslah kehidupan masyarakat muslim akan semakin kokoh dan lestari.[10][10]
Aspek sosial sebagai perwujudan dari pengaruh puasa ini, bisa dicapai jika kita mampu menanamkan secara teguh kesadaran akan kehadiran orang lain dalam diri kita. Maka, ibadah puasa mencoba membuka tabir ruang-ruang pribadi yang masih dibingkai sekap egois dan tidak mampu menyentuh dunia luar. Ini berarti, ibadah puasa menekankan sikap kesetiakawanan sosial dan solidaritas yang tinggi terhadap orang lain sebagai perwujudan tingkat takwa yang diliputi oleh ketulusan dan keikhlasan.
Allah SWT. berfirman dalam teks Al-Qur’an Surah Al-Kahfi ayat ke 110
قُلْ إِنَّمَآ أَنَا بَشَرٌ مِّثْلَكُمْ يُوحَى إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلاَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَآءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَيُشْرِكُ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا {110}
Artinya : Katakanlah:"Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Ilah Yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Rabb-nya". (QS. 18:110)
b. Mendidik manusia untuk bersikap jujur dan amanah
Melalui ibadah puasa, orang yang beriman dilarang makan, minum dan berhubungan antara suami istri pada siang hari, hal ini dikarenakan Allah hendak memperlihatkan faedah besar dari larangan itu. Dan yang paling utama adalah latihan bersikap jujur dan amanah pada diri sendiri.
Jika di segala waktu, dilarang memakan makanan yang haram, maka di waktu puasa makan yang halalpun dilarang kalau di makan sebelum waktu berbuka datang. Orang yang beriman akan dapat menahan hawa dan nafsunya dalam rangka mematuhi perintah Allah, meskipun dalam keadaan seorang diri, dimana tidak ada orang lain, namun ia tetap berpuasa, karena ia percaya bahwa Allah melihatnya.
Pendidikan dalam Islam anatara lain diarahkan pada pendidikan akhlak yang baik. Bersikap jujur terhadap semua ucapan dan perbuatannya, serta amanah (terpercaya) dalam segala hal yang dipercayakan kepadanya.
c. Mendidik manusia untuk hidup sederhana
Ibadah puasa sarat dengan nilai yang mengajarkan manusia untuk memahami pentignya pola hidup sederhana. Nilai-nilai kesederhanaan yang bisa diperoleh dari puasa dan amaliah-amaliah Ramadhan, lebih jauh lagi akan menyadarkan orang-orang yang beriman bahwa harta, benda, kedudukan, dan memperoleh kesempatan memperoleh kanikmatan dunia, semuanya adalah amanat Allah swt. Manusia jangan sampai terpukai olehkelezatan dan kemewahan dunia, meskipun diantara mereka ada yang mampu bahkan berkelebihan dalam mendapatkannya.
Sebaliknya, hendaknya manusia selalu mensyukuri dengan membelanjakan kenikmatan-kenikmatan itu di jalan yang ditentukan Allah swt. Rasulullah SAW. selalu mengajarkan sifat sederhana kepada pengikut-pengikutnya serta memperingatkan kepada umatnya tidak menjadi pemboros. Banyak riwayat yang menyatakan tentang kesederhanaan hidup Nabi, para sahabat Nabi, para zahid, orang-orang saleh, pemimpin umat dan para pejuang di jalan Allah.[11][11] diantara riwayat yang mencontohkan hidup sederhana Nabi sebagaimana sabda-Nya:
Artinya : “Dari Abdullah berkata: . Nabi saw berbaring di atas tikar, dan ketika bangun, tikar teresebut berbekas di kulitnya, maka saya berkata, . Demi ayah dan ibuku, wahai Rasulullah, seandainya engkau memberi tahu kami, tetntu kami akan gelarkan untuk u suatu alas yang dapat melindungimu dari sesuatu yang menyakitimu, maka Rasulullah menjawab . Untuk apakah dunia bagiku, sesungguhnya aku di dunia ini seperti orang pengendara yang bernaung sebentar di bawah pohon, kemudian pergi dan meninggalkannya.” (HR. Ibnu Majah)
Kesederhanaan adalah ciri pola hidup yang moderat, tengahtengah dan ideal, antara kemewahan dan kepapaan. Ia merupakan sifat yang baik diantara dua sifat yang buruk, yakni boros dan kikir. Karena itu agama menekankan kesederhanaan dan mengajarkan bahwa orang yang dapat menjaga diri dari perilaku hidup yang berlebih-lebihan termasuk orang yang bertakwa dan bisa menyelamatkan diri dari hal-hal yang membahayakan agamanya.
Karena itu, orang yang ingin selamat, harus menjauhi hidup yang berlebihan meskipun pada hal-hal yang halal. Dan salah satu cara yang efektif untuk menghindari sikap yang berlebihan adalah melaksanakan puasa serta menghayati hikmah-hikmahnya.
d. Mendidik manusia untuk bersifat sabar
Menurut Al-Ghazali dalam bukunya Ihya Ulumuddin, sebagaimana ditulis oleh Wahjotomo sabar dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu sabar dalam menghadapi cobaan (musibah), sabar dalam meninggalkan maksiat, dan sabar dalam memenuhi perintah (taat).[12][12] Tiga kelompok ini dapat ditumbuhkan melalui aktivitas berpuasa. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda :
Artinya : Menceritakan kepada kami abu bakar, menceritakan kepada kami : Abdullah bin Al-Mubarak, menceritakan kepada kami Muhriz bin Salamah al 'Adanity, menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muham, semuanya dari Musa bin "Ubaidah Dari Jumhur, dari Abu Hurairah dia berkata Rasulullah bersabda : "Setiap sesuatu itu ada zakatnya, sedang zakatnya badan yaitu puasa. Mukhrij dalam hadits menambahkan Rasulullah saw bersabda : "Puasa adalah setengan darikesabaran". (HR. Ibnu Majah)
Orang yang menunaikan puasa berarti ia telah melaksanakan pengawasan pribadi dengan menjauhi makan, minum, kesenangan badaniah, nafsu syahwat dan hal-hal yang terlarang lainnya dengan penuh kesabaran dan kedisiplinan. Itulah sebabnya puasa yang dibarengi dengan ketulusan hati untuk mencari keridhoan Allah SWT akan mampu menjadikan pelakunya berjiwa sabar dan selalu teguh pendirian.
e. Mendidik manusia untuk mengendalikan hawa nafsu
Untuk melatih dan mengendalikan hawa nafsu banyak cara dan upaya yang dilakukan, namun yang paling efektif adalah dengan berpuasa. Sebab puasa adalah menahan diri dari makan, minum, hubungan seksual dan laku perbuatan yang tidak baik menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan oleh syara’ pada waktu yang telah ditentukan pula. Dengan demikian, puasa itu berfungsi sebagai pengendali dan pengontrol hawa nafsu agar tidak semenamena melampiaskan apa-apa yang diinginkan manusia. Dalam kaitan ini Raulullah SAW. bersabda :
Artinya : “Dari abu Hurairah r.a bahwasanya Rasulullah SAW bersabda puasa itu penjaga (perisai) maka janganlah ia berkata buruk dan janganlah berbuat kebodohan jika ia dimusuhi atau di caci maki oleh seseorang maka katakanlah: "sesungguhnya saya ini sedang berpuasa dua kali, dengan yang diriku ditangannya sungguh bau busuknya mulut orang yang berpuasa itu lebih harum disisi Allah daripada bau kesturi." Ia meninnggalkan makanya minumnya dan syahwatnya (nafsu sex) nya karena aku. Puasa itu bagiku dan aku membalasnya, sedang keberikan itu (dibalas) dengan sepuuh kalinya.” (HR. Bukhari).
Puasa adalah suatu ibadah untuk mengendalikan hawa nafsu. Dengan puasa seseorang harus mampu menaklukkan hawa nafsunya, agar nafsu itu bisa diarahkan kepada hal-hal yang positif. Dalam sebuah hadis sebagai mana yang dikutif oleh Wahjoetomo, yang diriwayatkan oleh Usman Bin Hasan disebutkan bahwa Allah swt bertanya kepada akal dan nafsu tentang kedudukan dia dan Tuhannya. Akal langsung mengakui bahwa Allah itu adalah Tuhannya dan dia adalah hambanya. Sedangkan nafsu tidak langsung mengakui bahwa Allah adalah Tuhannya. Sehingga Allah Allah menghukum nafsu dengan rasa lapar yang sangat sehingga ia mengakui bahwa Allah itu adalah tuhannya dan ia adalah hambanya.[13][13]
3) Ibadah Puasa Sebagai Sarana Pendidikan Jasmani
Puasa telah lama dikenal manusia. Dengan berpuasa seseorang akan terdidik untuk memasukkan makanan, minuman yang masuk ke dalam tubuhnya. Orang yang berpuasa tidak akan sembarangan memasukkan makanan, minuman kedalam tubuh baik dalam segi jenis makanan, waktu memakan, cara memakan dan lain sebagainya yang akan masuk ke dalam tubuh, sehingga tubuh akan terjaga dan tetap sehat.
Menurut Prof. Hembing Wijaya Kusuma dalam bukunya Puasa itu Sehat, kegunaan puasa terhadap kesehatan meliputi berbagai aspek, yaitu aspek perlindungan, pencegahan, dan pengobatan diantaranya[14][14] :
a. Memberikan istirahat kepada alat pencernaan
Sebagaian besar ahli-ahli kesehatan sepakat mengatakan, bahwa. Alat pencernaan (perut) merupakan sumber dari berbagai macam penyakit. Perut merupakan terminal dalam tubuh, tempat berlabuh dan berhenti segala makanan dan minuman. Ikan, daging, nasi, sayuran dan segala macam yang tertumpuk di sana dan tersimpan dalam beberapa waktu. Maka justru itulah perut perlu dibersihkan setidaknya sekali dalam setahun dengan cara menjalankan puasa.
b. Membebaskan tubuh dari racun, kotoran dan ampas
Pada tubuh manusia terdapat sampah berbahaya, seperti fases (tinja), urine, CO2 dan keringat. Oleh karena itu tubuh akan terancam bahaya bila mengalami sembelit yang disebabkan menumpuknya sisa-sisa sari makanan (tinja) di usus, yang pada akhirnya menyebabkan tinja tersebut terserap oleh tubuh. Dengan berpuasa berarti mengatasi suplai makanan yang masuk ke dalam tubuh, penumpukan racun, tubuh bersih dari racun, kotoran dan ampas.
c. Puasa mencegah dan menyembuhkan penyakit mag
Penyakit mag disebabkan oleh karena asam dikeluarkan oleh lambung sedangkan di lambung tidak ada makanan yang bisa dicerna oleh asam sehingga lambung merasa perih yang disebut dengan penyakit mag (lambung). Dengan puasa seseorang disetting seluruh tubuhnya untuk puasa pada esok harinya untuk tidak ada makanan yang masuk ke lambung, sehingga lambungpun terperintah untuk tidak mengeluarkan asamnya ketika tidak ada makan itu, sehingga orang yang berpuasa terhindarlah dari penyakit mag.
d. Memblokir makanan untuk bakteri, virus, dan sel kanker
Dalam tubuh manusia terdapat parasit-parasit yang menumpang makanan dan minuman. Dengan menghentikan memasukkan makanan, kumankuman penyakit, bakteri-bakteri dan sel-sel kanker tidak akan bertahan hidup. Mereka akan keluar melalui cairan tubuh bersama sel-sel yang telah mati dan toksin.
e. Waktu berpuasa merupakan kesempatan yang paling baik untuk menjaga dari segala kebiasaan yang membahayakan
Kebiasaan yang membahayakan kesejahteraan, missal-nya merokok. Karena kebiasaan ini akan menyebabkan syaraf seseorang akan kecanduan. Jika seseorang telah menjadi pecandu, maka tidak mungkin menghentikannnya dengan tiba-tiba, jika itu dilakukan maka ia akan merasa sakit dan lemah syarafnya. Tetapi jika menghilangkan kebiasaan itu dengan berpuasa selama 12jam dalam sehari dalam masa 4 mingu secara rutin, maka kimia ganja, alcohol dan nikotin hari demi hari secara bertahap sedikit demi sedikit berkurang kadarnya sehingga syaraf akan bebas dari pengaruh benda-benda yang berbahaya dengan mudah dan nyaman.




A. Macam-Macam Puasa
1. PUASA WAJIB
Puasa wajib adalah puasa yang harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan syariat Islam. Yang termasuk ke dalam puasa fardhu antara lain:
a. Puasa bulan Ramadhan
Puasa dalam bulan Ramadhan dilakukan berdasarkan perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
Dalil Al-qur’an:
"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa" (QS. Al Baqarah: 183).
Dalilhadis:
Dari Nabi saw. bahwa beliau menyebut-nyebut tentang bulan Ramadan sambil mengangkat kedua tangannya dan bersabda: Janganlah engkau memulai puasa sebelum engkau melihat hilal awal bulan Ramadan dan janganlah berhenti puasa sebelum engkau melihat hilal awal bulan Syawal. Apabila tertutup awan, maka hitunglah (30 hari).
b. Puasa Kafarat
Puasa kafarat adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan pelanggaran terhadap suatu hukum atau kelalaian dalam melaksanakan suatu kewajiban, sehingga mengharuskan seorang mukmin mengerjakannya supaya dosanya dihapuskan, bentuk pelanggaran dengan kafaratnya antara lain :
Apabila seseorang melanggar sumpahnya dan ia tidak mampu memberi makan dan pakaian kepada sepuluh orang miskin atau membebaskan seorang roqobah, maka ia harus melaksanakan puasa selama tiga hari.
Apabila seseorang secara sengaja membunuh seorang mukmin sedang ia tidak sanggup membayar uang darah (tebusan) atau memerdekakan roqobah maka ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut (An Nisa: 94).
Menurut Imam Syafi’I, Maliki dan Hanafi:
Orang yang berpuasa berturut-turut karena Kafarat, yang disebabkan berbuka puasa pada bulan Ramadhan, ia tidak boleh berbuka walau hanya satu hari ditengah-tengah 2 (dua) bulan tersebut, karena kalau berbuka berarti ia telah memutuskan kelangsungan yang berturut-turut itu. Apabila ia berbuka, baik karena uzur atau tidak, ia wajib memulai puasa dari awal lagi selama dua bulan berturut-turut
2. PUASA SUNNAH
Puasa sunnah adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Adapun puasa sunnah itu antara lain :
a. Puasa 6 (enam) hari di bulan Syawal
Bersumber dari Abu Ayyub Anshari r.a. sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda: “ Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian dia menyusulkannya dengan berpuasa enam hari pada bulan syawal , maka seakan – akan dia berpuasa selama setahun”
b. Puasa hari Senin dan hari Kamis.
Hadist Rasulullah SAW: Rasulullah memperbanyak puasa pada hari senin dan kamis, kemudian beliau berkata, sesungguhnya amal-amal itu dilaporkan setiap hari senin dan hari kamis, maka Allah SWT akan mengampuni setiap muslim kecuali mereka mereka yang saling memutuskan tali persaudaraan. (H.R.Ahmad)
c. Puasa hari Arafah (Tanggal 9 Dzulhijjah atau Haji)
Dari Abu Qatadah, Nabi saw. bersabda: “Puasa hari Arafah itu menghapuskan dosa dua tahun, satu tahun yang telah lalu dan satu tahun yang akan datang”[15] (H. R. Muslim) .
d. Puasa bulan Asyura
Dari Salim, dari ayahnya berkata: Nabi saw. bersabda: Hari Asyuro (yakni 10 Muharram) itu jika seseorang menghendaki puasa, maka berpuasalah pada hari itu .
e. Puasa Nabi Daud (satu hari bepuasa satu hari berbuka)
Bersumber dari Abdullah bin Amar ra. dia berkata : Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya puasa yang paling disukai oleh Allah swt. ialah puasa Nabi Daud as. sembahyang yang paling d sukai oleh Allah ialah sembahyang Nabi Daud as. Dia tidur sampai tengah malam, kemudian melakukan ibadah pada sepertiganya dan sisanya lagi dia gunakan untuk tidur, kembali Nabi Daud berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari.” .
Mengenai masalah puasa Daud ini, apabila selang hari puasa tersebut masuk pada hari Jum’at atau dengan kata lain masuk puasa pada hari Jum’at, hal ini dibolehkan. Karena yang dimakruhkan adalah berpuasa pada satu hari Jum’at yang telah direncanakan hanya pada hari itu saja.
f. Puasa bulan Rajab, Sya’ban dan pada bulan-bulan suci
Dari Aisyah r.a berkata: Rasulullah saw. berpuasa sehingga kami mengatakan: beliau tidak berbuka. Dan beliau berbuka sehingga kami mengatakan: beliau tidak berpuasa. Saya tidaklah melihat Rasulullah saw. menyempurnakan puasa sebulan kecuali Ramadhan. Dan saya tidak melihat beliau berpuasa lebih banyak daripada puasa di bulan Sya’ban.
3. PUASA MAKRUH
Menurut fiqih 4 (empat) mazhab, puasa makruh itu antara lain :
1. Puasa pada hari Jumat secara tersendiri
Berpuasa pada hari Jumat hukumnya makruh apabila puasa itu dilakukan secara mandiri.Artinya, hanya mengkhususkan hari Jumat saja untuk berpuasa.
Dari Abu Hurairah ra.berkata: “Saya mendengar Nabi saw. bersabda: “Janganlah kamu berpuasa pada hari Jum’at, melainkan bersama satu hari sebelumnya atau sesudahnya.”



4. PUASA HARAM
Puasa haram adalah puasa yang dilarang dalam agama Islam.Puasa yang diharamkan. Puasa-puasa tersebut antara lain:
• Puasa pada dua hari raya
Dari Abu Ubaid hamba ibnu Azhar berkata: Saya menyaksikan hari raya (yakni mengikuti shalat Ied) bersama Umar bin Khattab r.a, lalu beliau berkata:”Ini adalah dua hari yang dilarang oleh Rasulullah saw. Untuk mengerjakan puasa, yaitu hari kamu semua berbuka dari puasamu (1 Syawwal) dan hari yang lain yang kamu semua makan pada hari itu, yaitu ibadah hajimu .(Shahih Bukhari, jilid III, No.1901)
• Puasa Dahr (puasa tiap hari tanpa buka)
Hadist Rasulullah SAW: “tidak dinamakan puasa orang yang berpuasa terus menerus”. (HR. Bukhari)











HIKMAH PUASA
1. Puasa membiasakan seseorang takut kepada Allah SWT, karena orang yang sedang berpuasa tidak ada yang mengontrol dan melihat kecuali Allah SWT.
2. Puasa mampu menghancurkan tajamnya syahwat dan mengendalikan nafsu, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: Wahai para pemuda, barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka menikahlah. Sesungguhnya nikah itu bisa menahan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, hendaklah berpuasa, karena puasa sesungguhnya dapat mengendalikan syahwat.
3. Puasa membiasakan seseorang berkasih sayang. Membiasakan untuk selalu berkurban dan bersedekah. Di saat ia melihat orang lain serba kekurangan, tersentuhlah hatinya untuk berbagi kepadanya.
4. Puasa membiasakan keteraturan hidup, yaitu orang yang berpuasa akan berbuka pada waktu yang sama, dan tidak ada yang lebih dulu karena kehormatan, harta, atau jabatan.
5. Adanya persamaan antara yang miskin dan kaya, antara penguasa dan biasa, tidak ada perbedaan dalam melaksanakan kewajiban agama.
6. Puasa dapat menghancurkan sisa-sisa makanan yang mengendap dalam tubuh, terutama pada orang yang mempunyai kebiasaan makan dan sedikit kegiatan.
7. Puasa dapat membersihkan jiwa, karena puasa hakikatnya memutus dominasi syahwat. Syahwat bisa kuat dengan makan dan minum, dan setan selalu datang melalui pintu-pintu syahwat. Dengan berpuasa, syahwat dapat dipersempit geraknya.
8. Puasa membentuk manusia baru, Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa berpuasa dengan niat mencari pahala dari Allah SWT, maka ia keluar dari bulan Ramadhan sebagaimana bayi yang baru lahir.







BAB III
Kesimpulan
Berpuasa merupakan ibadah yang sangat baik bagi manusia.Dengan berpuasa dapat melatih kita dari berbagai macam godaan hawa nafsu yang setiap hari menggoda setiap manusia. Tidak salah jika ibadah puasa merupakan salah satu dari rukun islam. Oleh karena itu adanya fiqih tentang puasa bertujuan agar kita dapat mempelajari tentang hukum-hukum islam berkaitan dengan puasa. Puasa sangatlah penting untuk dipelajari agar setiap ibadah puasa kita mendapat pahala dan mendapat sasaran yang diinginkan yaitu meningkatkan kualitas iman serta taqwa berdasarkan Alquran dan sunnah.
Puasa dapat dikatakan sebagai ibadah yang istimewa dalam Islam. Keistimewaan itu antara lain terletak pada adanya keterlibatan banyak aspek dalam diri manusia selama menjalankan ibadah puasa, baik aspek yang bersifat jasmaniah maupun aspek yang bersifat ruhaniah, aspek emosional dan aspek spiritual. Hal ini dapat dilihat dari aturan-aturan dalam melaksanakan ibadah puasa. Jika dilihat hikmah-hikmah yang terdapat dalam pelaksanaan ibadah puasa tersebut sangat erat kaitannya dengan dunia pendidikan. Pendidikan pada dasarnya usaha untuk mengembangkan segala potensi dalam diri manusia, baik potensi jasmani maupun potensi rohani.
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.Selaku pemakalah meminta maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan makalah, mohon dimaklumkan.








[1][1] Hasan Langgulung, BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG PENDIDIKAN ISLAM, (Bandung: Al-Ma.arif, 1962), hlm : 45-46
[2][2] M. Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISHBAH, (Jakarta : Lentera Hati,2002) hlm :401
[3][3] Sayyid Sabiq, FIQIH SUNNAH, jilid I, (Beirut : Darr Alfikr,1993) hlm : 364
[4][4] Supiana dan Karman, MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001) hlm: 84
[5][5] Muhammad Ibrahim At-Tuwaijiri, ENSIKLOPEDI ISLAM AL-KAMIL,( Jakarta: Darus Sunnah Press,2012), hlm : 823
[6][6] Sayyid Sabiq, FIQIH SUNNAH, Jilid I, (Beirrut : Darr Al-Fikr,1993), hlm : 369
[7][7]Muhammad Ibrahim At-Tuwaijiri, ENSIKLOPEDI ISLAM AL-KAMIL,(Jakarta: Darus Sunnah Press,2012), hlm: 818-821
[8][8] Muhammad Ibrahim At-Tuwaijiri, ENSIKLOPEDI ISLAM AL-KAMIL, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2012), hlm: 805
[9][9] Achmad Suyuti, NUANSA RAMADHAN, (Jakarta : Pustaka Imani, 1996), hlm : 72
[10][10] Edy A. Effendi, RIBUAN HIKMAH PUASA,(Jakarta: Puspa Swara, 1997), hlm: 40
[11][11] Achmad Suyuti, NUANSA RAMADHAN, (Jakarta: Pustaka Amani, 1996) hlm : 92
[12][12] Wahjoetomo, PUASA DAN KESEHATAN, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997) hlm: 5
[13][13] Wahjoetomo, PUASA DAN KESEHATAN, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), hlm: 4
[14][14] Hembing Wijayakusuma, PUASA ITU SEHAT, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997) hlm: 2
[15] Adib Bisri Mustofa, Tarjamah Shahih Muslim II, CV.Assyifa, Semarang, 1993, hlm. 407

makalah pemberdayaan masyaraskat dan desa

December 28, 2018 Add Comment
makalah pemberdayaan masyaraskat dan desa

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembangunan desa memegang peranan yang penting karena merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan hakikatnya bersinergi terhadap pembangunan daerah dan nasional. Hal tersebut terlihat melalui banyaknya program pembangunan yang di rancang pemerintah untuk pembangunan desa. Hampir seluruh instansi, terutama pemerintah daerah mengakomodir pembangunan desa dalam program kerjanya. Tentunya berlandaskan pemahaman bahwa desa sebagai kesatuan geografis terdepan yang merupkan tempat sebagian besar penduduk bermukim. Dalam struktur pemerintahan, desa menempati posisi terbawah, akan tetapi justru terdepan dan langsung berada di tengah masyarakat. Karenanya dapat di pastikan apapun bentuk setiap program pembangunan dari pemerintah akan selalu bermuara kedesa.
Meskipun demikian, pembangunan desa masih memiliki berbagai permasalahan, seperti adanya desa terpencil atau terisolir (centre of excellent), masih minimnya prasarana sosial ekonomi serta penyebaran jumlah tenaga kerja produktif yang tidak seimbang, termasuk tingkat produktifitas, tingkat pendapatan masyarakat dan tingkat pendidikan yang relatif masih rendah.semuanya itu pada akhirnya berkontribusi pada kemiskinan penduduk.
Faktor tersebut menyebabkan pemerintah semakin intensif menggulirkan progran dan proyek pembangunan dalam pelaksanaan pembangunan desa. Namun demikian program atau proyek yang diarahkan dalam pembangunan desa justru tidak dapat berjalam optimal, karena kebanyakan di rencanakan jauh dari desa (Korten, 1988:247). Masyarakat masih dianggap sebagai obyek/sasaran yang akan di bangun. Hubungan yang terbangun adalah pemerintah sebagai subyek /pelaku pembangunan dan masyarakat desa sebagai obyek/sasaran pembangunan (Kartasasmita, 1996:144). Partisipasi yang ada masih sebatas pemanfaatan hasil. Tingkat partisipasi dalam pembangunan masih terbatas, misalnya masih sebatas peran serta secara fisik tampa berperan secara luas sejak dari perencanaan sampai evalusasi.
Kondisi tersebut mengakibatkan peranan pemerintah semakin besar. Pemerintah berperan dominan sejak dari perencanaan hingga pelaksnaan program atau proyek pembangunan. Fakta ini berangkat dari perspektif stakeholders perintah bahwa berhasilnya program atau proyek pembangunan diukur dari penyelesain yang tepat pada waktunya (efesiensi dan efektifitas) serta sesuai dengan rencana yang di tetapkan. Dengan orientasi seperti ini, tentunya masyarakat desa beserta stakeholder lainya didesa yang seharusnya memiliki peranan yang besar tidak dapat mengembangkan kemampuanya dan menjadi “terbelenggu” dalam berinovasi. Hal tersebut misalnya dapat dilihat dari iplementasi program bantuan desa (Bangdes) selama ini, justru peranan birokrat pemerintah yang amat menonjol.
Walaupun sesungguhnya program tersebut sudah lama dilaksanakan dan cukup luas di desa, namun masyarakat selalu dianggap kurang mampu, sehingga bimbingan dan arahan dari pemerintah begitu kuat pengaruhnya dan merasuk (internalisasi) dalam masyarakat. Pada akhirnya masyarakat tergantung pada bimbingan dan arahan dari pemerintah. Bila kondisi tersebut tetap dipertahankan, maka masyarakat tidak akan pernah dapat menunjukkan kemampuannya dalam mengelola pembangunan di desanya.
Apapun bentuk pembangunan, secara substantif akan selalu diartikan mengandung unsur proses dan adanya suatu perubahan yang direncanakan untuk mencapai kemajuan masyarakat. Karena ditujukan untuk merubah masyarakat itulah maka sewajarnya masyarakatlah sebagai pemilik (owner) kegiatan pembangunan. Hal ini dimaksudkan supaya perubahan yang hendak dituju adalah perubahan yang diketahui dan sebenarnya yang dikehendaki oleh masyarakat (Conyers, 1991:154-155). Ada kesiapan masyarakat untuk menghadapi dan menerima perubahan itu.Untuk itu keterlibatannya harus diperluas sejak perencanaan, pelaksanaan, evaluasi hingga pemanfaatannya, sehingga proses pembangunan yang dijalankan dapat memberdayakan masyarakat, bukan memperdayakan.
Pembangunan desa secara konseptual mengandung makna proses dimana usaha-usaha dari masyarakat desa terpadu dengan usaha-usaha dari pemerintah. Tujuannya untuk memperbaiki kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Sehingga dalam konteks pembangunan desa, paling tidak terdapat dua stakeholder yang berperan utama dan sejajar (equal) yaitu pemerintah dan masyarakat (Korten, 1988:378). Meskipun demikian, dalam konteks yang lebih luas, juga terdapat peranan “Agen Eksternal” seperti LSM, Konsultan, Lembaga Donor dll.
Domain pembangunan desa juga tidak terlepas dari wacana tentang model perencanaan pembangunan yaitu dari atas ke bawah (top down planning) dan dari bawah ke atas (bottom up planning). Pada dasarnya setiap program dari pemerintah senantiasa mencerminkan kombinasi kedua model tersebut, hanya intensitasnya yang berbeda. Sesuai dengan tuntutan paradigma baru tentang pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development), maka pendekatan bottom up planning sudah sewajarnya diperbesar dan menjadi inti dari proses pembangunan yang memberdayakan masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Pembangunan yang memberdayakan masyarakat adalah pembangunan yang memberi “ruang” dan kesempatan bagi masyarakat untuk dapat berperan dalam menggerakkan dan mengerahkan segala sumber daya (resources) yang dimilikinya, baik sumber daya material maupun non material, terutama sumber daya manusianya sendiri untuk mandiri (Uphoff dalam Cernea, 1988:501). Dengan kata lain masyarakat mempunyai akses dalam pengambilan keputusan sampai pelaksanaan pembangunan.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, proses pembangunan yang memberdayakan masyarakat memiliki makna lebih luas dari model pembangunan partisipatif, sebagaimana dinyatakan Soetrisno (dalam Lasito, 2002:7), sebagai berikut : Dalam model pemberdayaan, masyarakat tidak hanya aktif berpartisipasi dalam proses pemilikan program, perencanaan dan pelaksanaannya, akan tetapi mereka juga menguasai dana pelaksanaan program itu. Sementara dalam model partisipasi, keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan hanya sebatas pada pemilikan, perencanaan dan pelaksanaan, sedangkan pemerintah tetap menguasai dana guna mendukung pelaksanaan program itu. Dari pembedaan tersebut dapat diartikan bahwa dalam model pemberdayaan, masyarakatlah yang memiliki peran yang besar (termasuk pendanaan) serta sangat menentukan bagi arah kegiatan pembangunan, sesuai dengan aspirasi dan perspektif masyarakat, maksudnya tanpa terlalu intervensi struktur pemerintahan yang cenderung birokratis.







1.3 Manfaat Penulisan
Ø Bertitik tolak dari perumusan masalah yang diajukan diatas, tujuan penulisan ini adalah menganalisis mengenai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa dalam pemerintahan daerah.
1.4 Tujuan Penulisan
Ø Secara teoritis, hasil penulisan ini diharapkan bermanfaat menguatkan kajian teoritis tentang pemberdayaan masyarakat dan desa
Ø Secara praktis, hasil penulisan ini diharapkan bermanfaat sebagai masukan kepada Pemerintah


























BAB II
LANDASAN TEORI
A. DEMOKRASI
Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang demokratis dalam penyelenggaraan pemerintah, berdasarkan sistem desentralisasi. Hal ini disebabkan karena dalam negara yang menganut faham demokratis, seharusnya diberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada rakyatnya untuk ikut serta dalam pemerintahan. Semboyan demokrasi adalah pemerintah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (Government of the people, by the people and for the people). Kalau semboyan ini hendak direalisasikan, maka tidaklah cukup hanya\dengan melaksanakannya pada tingkat nasional atau pusat saja, tetapi juga pada tingkat daerah.
Sesuai keinginan bangsa Indonesia yang ingin mengadakan tertib hukum dan menciptakan kepastian hukum bagi jalannya kehidupan organisasi pemerintahan di Indonesia, serta mensukseskan pembangunan di segala bidang di seluruh Indonesia, guna mencapai cita-cita nasional berdasarkan Pancasila, yaitu masyarakat yang adil dan makmur, baik materiil maupun spiritual bagi seluruh rakyat Indonesia, maka perlu memperkuat pemerintahan desa agar makin mampu menggerakkan masyarakat dalam partisipasinya dalam pembangunan administrasi desa yang makin meluas dan efektif.
³ Sadono Sukirno. Berapa aspek dalam persoalan pembangunan daerah, Lembaga Penerbit FE.UI, Jakarta , 1976, hal. 6-8

Pembangunan yang tepat membutuhkan analisa yang tepat. Untuk para ekonomi regional atau geografi regional menggunakan dua aspek dasar dari kriterianya, yaitu metodenya dan faktor-faktor yang menentukan perkembangan regional. Masing-masing dapat di bagi lagi dua jenis. Pertama, yang di pinjam dari taraf nasional: keduanya, yang di susun khusus untuk kepentingan daerah. Adapun yang mengenai faktor-faktor daerah, perinciannya: lingkungan alam dalam arti ruang dan sumber daya alam serta pemanfaatanya, penduduk dalam arti kepadatanya serta migrasinya, peranan kota-kota besar atas daerah, dan campur tangan pemerintah.³



B. OTONOMI DAERAH
Dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 ditegaskan bahwa landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Sebagai perwujudan demokrasi, dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa dibentuk Badan Permusyawaratan Desa atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di Desa bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga pengaturan dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa, seperti dalam pembuatan dan pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan Keputusan Kepala Desa, dengan demikian, Badan Permusyawaratan Desa sebagai lembaga Permusyawaratan warga masyarakat di desa mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Badan Permusyawaratan Desa berkedudukan sejajar dan menjadi mitra kerja Pemerintahan Desa diharapkan dapat menjalankan fungsinya sebagai lembaga yang mengawasi jalannya Pemerintahan Desa. Oleh karena itu, pengaturan tentang Pemerintahan Desa dituangkan dalam peraturan daerah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada Daerah secara proposional yang diwujudkan dengan pengaturan pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilan, serta pertimbangan keuangan pusat dan daerah. Disamping itu penyelenggaraan Otonomi Daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
Dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dinyatakan bahwa prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan. Sedangkan yang dimaksud otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Khusus tentang Pemerintahan Desa, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan pandangan-pandangan baru yang intinya juga untuk meningkatkan dan memberdayakan kemandirian Desa. Seperti halnya Pemerintah Daerah adalah Dewan Permusyawaratan Rakyat Daerah dan Bupati beserta jajarannya, maka untuk Desa yang dimaksud dengan Pemerintahan Desa adalah Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa.
Sebagai perwujudan demokrasi di Desa, maka dibentuklah Badan Permusyawaratan Desa atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di desa yang bersangkutan. Dalam Pasal 204 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa: Badan Permusyawaratan Desa atau disebut dengan nama lain berfungsi mengayomi adat istiadat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Fungsi pengawasan Badan Permusyawaratan Desa meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dan Keputusan Kepala Desa.
¹Djoko Prakoso, Kedudukan dan Fungsi Kepala Daerah Beserta Perangkat Daerah Di Dalam Undang-Undang Pokok Pemerintahan Daerah, Ghalia Indonesia, Jakarta. 2004, hlm. 143- 144.

Menurut Djoko Prakoso: Dalam Setiap organisasi, fungsi pengawasan adalah sangat penting, karena pengawasan itu adalah suatu usaha untuk menjamin adanya keserasian antara penyelenggaraan tugas pemerintahan oleh daerah-daerah dan oleh Pemerintah dan untuk mejamin kelancaran penyelenggaraan pemerintah secara berdayaguna dan berhasil guna.¹



C. Desa Dan Badan Permusyarawatan Desa
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, disebut bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa bukanlah bawahan Kecamatan, karena Kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah Kabupaten/Kota, dan Desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan Kelurahan, Desa memiliki hak mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah Desa dapat ditingkatkan statusnya menjadi kelurahan.
Kewenangan Desa adalah:
1. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Desa.
2. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa, yaknimurusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan masyarakat.
3. Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
4. Urusan pemerintahan lainnya yang diserahkan kepada Desa
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, kewenangan desa dirumuskan sebagai urusan atau kewenangan yang sudah ada berdasarkan asal usulnya, kewenangan yang dilimpahkan (desentralisasi) dan tugas pembantuan. “Ketiga jenis Kewenangan ini menurut Tumpal Saragi kurang jelas apa maksudnya dan bagaimana melakukannya”.²
²Tumpal Saragi Kewenangan Desa, Solusi, Edisi II, Januari 2004.

Desa memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan Desa terdiri atas Pemerintah Desa (yang meliputi Kepala Desa dan Perangkat Desa) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Kepala Desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan Desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Masa jabatan Kepala Desa dan perangkat Desa serta BPD adalah 6 tahun, dan dapat diperpanjang, lagi untuk satu kali masa jabatan. Kepala Desa bersama perangkat Desa juga memiliki wewenang menetapkan APBDes yang telah mendapat persetujuan dari BPD.
Menawarkan paradigma baru dalam menghidupkan kembali demokrasi di Desa. Garis sub ordinasi kewenangan BPD di bawah eksekutif masih dapat dilacak jejaknya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, yang pada Pasal 29 menyebutkan kedudukan BPD sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan desa. Padahal Pasal 202 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32/2004 memberikan pengertian Pemerintah Desa terdiri atas Kepala Desa dan Perangkat Desa.
Banyak hal dalam tuntutan kepala desa yang sebenarnya masuk akal dan memang harus dipenuhi. Ada juga tuntutan yang sebenarnya bertolak belakang dan tidak bisa dipenuhi. Sebut saja keinginan untuk terlibat dalam kegiatan politik partai dan keinginan memperpanjang masa jabatan. Jika keinginan terlibat dalam politik diizinkan, bukan tidak mungkin akan terjadi benturan kepentingan dan bisa merugikan rakyat. Otonomi yang sesungguhnya bukan di kabupaten melainkan di desa. Tapi yang terjadi sekarang karena otonom itu berpusat di kabupaten, maka untuk izin mendirikan pasar di desa saja harus ada izin dari Kabupaten. Sudah menjadi pemahaman umum bahwa Otonomi Daerah sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberi kesempatan kepada Pemerintah Kabupaten untuk mengoptimalkan potensi yang ada di daerah masing-masing. Otonomi Daerah itu sendiri merupakan pemberian kewenangan Kepada Daerah untuk mengatur anggaran daerahnya sendiri, tapi tidak lepas dari pengawasan Pemerintah Pusat.³
³Persada Girsang, Kewenangan Desa Antara Mimpi dan Kenyataan, Persada. Tangerang. 2007, hlm. 27

Berkaitan dengan Otonomi Daerah, bagi Pemerintah Desa dimana keberadaannya berhubungan langsung dengan masyarakat dan sebagai ujung tombak pembangunan. Desa semakin dituntut kesiapannya baik dalam hal merumuskan Kebijakan Desa (dalam bentuk Peraturan Desa), merencanakan pembangunan desa yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta dalam memberikan pelayanan rutin kepada masyarakat. Demikian pula dalam menciptakan kondisi yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kreativitas dan inovasi masyarakat dalam mengelola dan menggali potensi yang ada, sehingga dapat menghadirkan nilai tambah ekonomis bagi masyarakatnya. Dengan demikian, maka cepat atau lambat desa-desa tersebut diharapkan dapat menjelma menjadi desa-desa yang otonom, yakni masyarakat desa yang mampu memenuhi kepentingan dan kebutuhan yang dirasakannya.
Berdasarkan Pasal 209 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah. Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan Desa bersama kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta di dalamnya juga mempunyai fungsi dalam penetapan APBDes. Dalam Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Desa. Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 menyebutkan bahwa BPD berfungsi menetapkan peraturan Desa bersama kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Kewenangan BPD berdasarkan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 adalah:
a. membahas rancangan peraturan Desa bersama kepala Desa;
b. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan Desa dan peraturan kepala Desa;
c. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala Desa;
d. membentuk panitia pemilihan kepala Desa;
e. menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat: dan
f. menyusun tata tertib BPD.
Hak BPD seperti yang tercantum dalam Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 adalah meminta keterangan kepada Pemerintah Desa dan menyatakan pendapat. Sedangkan anggota BPD berdasarkan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 adalah:
a. mengajukan rancangan peraturan Desa dan APBDes:
b. mengajukan pertanyaan:
c. menyampaikan usul dan pendapat:
d. memilih dan dipilih: dan
e. memperoleh tunjangan.
f.


Anggota BPD mempunyai kewajiban:
a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mentaati segala peraturan perundang-undangan:
b. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa:
c. mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia:
d. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindak lanjuti aspirasi masyarakat:
e. memproses pemilihan kepala Desa: mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan:
f. menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat: dan
g. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan.
Tugas Badan Permusyawaratan Desa diharapkan lebih bisa mengakomodasikan kepentingan masyarakat desa. Kemungkinan besar segala tugas utamanya dapat dilaksanakan dengan baik mengingat keanggotaannva dipilih dari dan oleh masyarakat dan pimpinannya dipilih oleh anggotanya.


Dikemukakan oleh Joeniarto bahwa: Fungsi yang penting daripada Badan Permusyawaratan harus disadari benar-benar oleh setiap anggota daripada Badan Permusyawaratan tersebut, selaku wakil-wakil dari pada rakyat. Kesadaran bahwa setiap keputusan daripada Badan Permusyawaratan ini akan membawa akibat langsung atau tidak terhadap keuntungan atau kerugian bagi rakyatnya. Oleh karena itu, masalah pemilihan Wakil-wakil Rakyat di dalam negara demokrasi benar-benar merupakan masalah yang prinsipil, rakyat harus berhati-hati memilihnya.
Selama ini kehadiran Lembaga Musyawarah Desa belum dirasa aspirasi masyarakat desa. Bagaimana bisa seorang Kepala Desa dikontrol oleh Lembaga Musyawarah Desa yang diketuainya sendiri. Di samping itu, tugas Lembaga Musyawarah Desa tidak menyangkut segi musyawarah terhadap Keputusan Desa saja. Hal inilah yang mungkin menyebabkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang daripada Kepala Desa yang merupakan pimpinan dari Lembaga Musyawarah Desa.
https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929