loading...

Model – model pengembangan kurikulum

November 22, 2016
loading...
KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum wr.wb
Syukur alhamdulilah atas rahmat dan karunia ALLAH SWT. Kami dapat menyelesaikan masalah ini. Adapun makalah yang Kami buat ini mengenai (Model-model Pengembangan Kurikulum) Makalah yang kami buat ini tidaklah sesempurna dengan makalah yang sebenarnnya. Karena kami menyadari bahwa makalah kami buat ini jauh dari kesempurnaan, baik dalam penyajian maupun dalam penguraiannya.
Karena itu dengan segala kerendahan hati sudilah untuk pembaca terutama kepada dosen untuk memberi kritik dan saran, untuk membenarkan makalah ini. Makalah ini kami buat berdasarkan tugas yang di berikan oleh dosen pendidikan agama islam, Semoga dengan selesainya masalah ini hal-hal yang berkaitan dengan nilai pendidikan agama tidak akan ada masalah lagi . Dan semoga makalah ini juga akhirnya bermanfaat untuk hal-hal selain yang berhubungan dengan nilai pendidikan agama islam. Dengan segala hormati kami ucapkan terima kasih.

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Model – model pengembangan kurikulum memegang peranan penting dalam kegiatan pengembangan kurikulum. Sungguh sangat naif bagi para pelaku pendidikan di lapangan terutama guru, kepala sekolah, pengawas bahkan anggota komite sekolah jika tidak memahami dengan baik keberadaan, kegunaan dan urgensi setiap model – model pengembangan kurikulum. Salah satu fungsi pendidikan dan kurikulum bagi masyarakat adalah menyiapkan peserta didik untuk kehidupan di kemudian hari. Oleh karena itu ada beberapa ciri dasar yang dapat disimpulkan atas penyelenggaraan kurikulum dan pendidikan yaitu sadar akan tujuan, orientasi ke hari depan, dan sadar akan penyesuaian.
Pemahaman tentang kurikulum sendiri merupakan salah satu unsur kompetensi paedagogik yang harus dimiliki seorang guru.Kompetensi paedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran pada peserta didik yang salah satunya kemampuan pengembangan kurikulum.
Pada tahun 2006 pemerintah menerapkan pemberlakuan tentang kurikulum baru, yang berlaku sebagai pengganti kurikulum 2004 yaitu Kurukulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP). Kurikulum ini merupakan inovasi baru dalam bidang kurikulum pendidikan di Indonesia, karena dengan adanya KTSP pihak satuan pendidikan dituntut kemampuannya dalam menyusun kurikulum sesuai dengan keadaan atau kondisi dan keperluan satuan sekolah tersebut yang lebih dikenal dengan system desentralisasi.Yang tentunya ini merupakan perbedaan pada kurikulum sebelumnya yang lebih menitikberatkan pada sekolah untuk melaksanakannya saja sedangkan yang membuat dan menyusunnya adalah pemerintah yang dikenal dengan system sentralisasi.
Dengan berkembangnnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang melaju cepat, menuntut kemajuan masyarakat sebagai pelaku pendidikan juga berkembang, untuk itu pemerintah melalui guru berusaha mewujudkan sumber daya manusia yang kompeten sebagai produk hasil dari proses pendidikan. Maka dari itu perlu adanya pengembangan kurikulum sebagai modal dasar agar pembelajaran dapat berjalan lancar dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Banyak model dalam pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan dalam proses pendidikan, untuk lebih jelasnya maka makalah ini akan membahas mengenai Model – Model Pengembangan Kurikulum.
B. Rumusan Masalah
1) Seperti apa Model-model Perkembangan Kurikulum itu?
2) Bagaimana pula bentuk Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam itu?












BAB II PEMBAHASAN

A. Model Pengembangan Kurikulum
Kegiatan pengembangan kurikulum sekolah memerlukan suatu model yang dijadikan landasan teoritis untuk melaksanakan kegiatan tersebut.Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Dalam kegiatan pengembangan kurikulum model merupakan ulasan teoritis tentang proses pengembangan kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula hanya merupakan ulasan tentang salah satu komponen kurikulum. Ada suatu model yang memberikan ulasan tentang keseluruhan proses kurikulum, tetapi ada pula yang hanya menekankan pada makanisme pengembangannya saja, dan itupun dapat hanya pada uraian tentang pengembangan organisasinya.
Ada banyak model pengembangan kurikulum yang telah dipikir dan dikemukakan orang. Berikut akan dibicarakan beberapa diantaranya, khususnya model yang dikemukakan oleh Rogers dan oleh Zais (c.f.Depdikbud, 1982/1983: 15 – 24).
1. Model Pengembangan Kurikulum Rogers
Model yang dikemukakan oleh Rogers terutama akan berguna bagi para pengajar di sekolah ataupun perguruan tinggi. Ada beberapa odel yang dikemukakan oleh Rogers, yaitu jumlah ari model yang paling sederhana sampai dengan komplit.Model-model tersebut disusun sedemikian rupa sehingga model yang berikutnya sebenarnya merupakan penyempurnaan dari model sebelumya.
Adapun moel-model tersebut ada 4 model yang dapat dikemukakan sebagai berikut.

1) Model I (Model yang paling sederhana)
Model I atau model yang paling sederhana menggambarkan bahwa kegiatan pendidikan semata-mata terdiri dari kegiatan memberikan informasi (isi pelajaran) dan ujian. Hal itu berdasarkan asumsi bahwa pendidikan adalah evaluasi dan evaluasi adalah pendidikan, serta pengetahuan adalah akumulasi materi dan informasi.Model tersebut merupkan model tradisional yang masih dipergunakan orang yang dapat digambarkan sebagai berikut.





Model diatas walau sangat sederhana dan tidak memadai, namun dapat memberikan dua pernyataan pokok, yaitu:
1. Mengapa saya mengajarkan mata pelajaran ini?
2. Bagaimana saya dapat mengetahui keberhasilan pengajran yang saya ajarkan?

Dalam menjawab pertanyaan tersebut tentunya kita akan mempertimbangkan ketepatan dan kerelevansian bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan kebutuhan siswa dan masyarakat.
Model I tersebut mengabaikan cara-cara (metode) dalam proses berlansungnya kegiatan belajar mengajar dan urutan atau organisasi bahan pelajaran secara sistematis, suatu hal yang seharusnya dipertimangkan juga. Kedua hal tersebut akan menuntut jawaban terhadap pertanyaan-pertanaan:
3. Mengapa saya mengajar bahan pelajaran ini dengan metode itu?
4. Bagaimana saya harus mengorganisasikan bahan pelajaran?


2) Model II
Model II dilakukan dengan menyempurnakan Model I di atas dengan menambahkan kedua jawaban terhadap pertanyaan (3 dan 4) tersebut, yaitu tentang metode dan organisasi bahan pelajaran. Model II pengembangan kurikulum tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.








Pengembangan kurikulum pada model II di atas sudah dipikirkan pemilihan metode yang kiranya efektif bagi berlansungnya proses pengajaran. Disamping itu, bahan pelajaran juga sudah disusun secara sistematis, dari yang mudah ke yang lebih sukar juga memperhatikan luas dan dalamnya suatu bahan pelajaran.Akan tetapi, Model II tersebut pun belum memperhatikan masalah teknologi pendidikan yang sangat menunjang keberhasilan kegiatan pengajaran. Teknologi pendidikan yang dimaksud adalah yang berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan:
5. Buku-buku pelajaran apakan yang harus dipergunakan dalam suatu mata pelajaran?
6. Alat atau media pengajaran apa yang dapat dipergunakan dalam mata pelajaran tertentu?

3) Model III
Pengembangan kurikulum ini merupakan penyempurnaan Model II yang belum dapat memberikan jawaban terhadap pertanyaan (5 dan 6) di atas, yaitu dengan memasukkan unsure teknologi pendidikan ke dalamnya. Hal itu berdasarkan pertimbangan bahwa teknologi pendidikan merupakan faktor yang amat menunjang dalam keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Dengan memasukkn unsure teknologi tersebut, model pengembangan kurikulum (Model III) dapat digambarkan sebagai berikut:





Pengembangan kurikulum yang berorientasi pada bahan pelajaran hanya akan sampai pada Model III tersebut. Padahal masih ada satu lagi masalah pokok yang harus diperhatikan, yaitu berkaitan dengan masalah tujuan. Hal tersebut melahirkan pertanyaan:
7. Kemampuan apa yang diharapkan dimiliki para siswa melalui mata pelajaran itu?
Jawaban terhadap pertanyaan tersebut, yaitu yang berkaitan dengan tujuan pengajaran yang dilakukan, akan sangat mempengaruhi dalam menentukan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan sebelumnya. Hal itu disebabkan tujuan pengejaran menduduki peranan sentral dalam setiap model pengembangan kurikulum.
4) Model IV
Model IV pengembangan kurikulum merupakan penyempurnaan Model III, yaitu dengan memasukkan unsur tujuan kedalamnya. Tujuan itulah yang bersifat mengikat semua komponen yang lain, yaitu baik metode, organisasi bahan, teknologi pengajran, isi pelajaran, maupun kegiatan penilaian yang dilakukan. Degan memasukkan komponen tujuan tersebut, Model IV pengembangan kurikulum yang dimaksud dapat digambarkan sebagai berikut.


2. Model Pengembangan Kurikulum Zais
Robert S. Zais (1978) mengemukakan adanya delapan macam model pengembangan kurikulum.Model-model tersebut ebaian merupakan model yang sering ditempuh orang dalam kegiatan pengembangan kurikulum sekolah, dan sebagian merupakan ulasan terhadap model yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh tertentu. Berikut akan dibicarakan beberapa moel pengembangan kurikulum seperti yang dikemukakan oleh Zais.
a) Model administratif
Model administratif sering pula disebut sebagai model “garis dan staf” atau dikatakan pula sebagai model “dari atas ke bawah”.Kegiatan pengembangan kurikulum dimulai dari pejabat pendidikan yang berwenang yang membentuk panitia pengarah, yang biasanya terdiri dari para pengawas pendidikan, kepala sekolah, dan staf pengajar inti.Panitia pengarah terebut diserahi tugas untuk merencanakan, memberikan pengarahan tentang garis besar kebijaksanaan, menyiapkan rumusan falsafah dan tujuan umum pendidikan.
Setelah kegiatan tersebut selesai, kemudian panitia menunjuk atau membentuk kelompok-kelompok kerja sesuai dengan keperluan yang para anggotanya biasanya terdiri daristaf pengajar dan spesialis kurikulum.Kelompok-kelompok kerja tersebut bertugas untuk menyusun tujuan-tujuan khusus pendidikan, garis besar bahan pengajaran, dan kegiatan belajar.Hasil kerja kelompok tersebut direvisi oleh panitia pengarah, dan kemudian jika dipandang perlu, walau hal ini jarang dilakukan, dilakukan uji coba untuk mengetahui efektivitas dan kelayakan pelaksanaannya.Pelaksana rancangan uji coba kurikulum tersebut adalah sebuah komisi yang ditunjuk oleh panitia pengarah yang para anggotanya sebagian basar terdidi dari kepala sekolah.Setelah penelitian uji coba selesa, panitia pengarah menelaah (mengevaluasi) sekali lagi rancangan kurikulum terseut, bru kemudian memutuskan pelaksanaannya.
Pengembangan kurikulum model administratif tersebut menekankan kegiatannya pada orang-orang yang terlibat sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.Berhubung pengarah kegiatan berasal dari atas kebawah, pada dasarnya pada dasrnya model ini mudah dilaksanakan pada Negara yang menganut sistem sentralisasi dan Negara yang kemampuan profesional tenaga pengajarnya masih rendah.Kelemahan model ini terletak pada kurang pekanya terhadap adanya perubahan masyarakat, disamping juga karena kurikulum ini biasanya bersifat seragam secara Nasional sehigga kadang-kadang melupakan (atau mengabaikan) adanya kebutuhan dan kekhususan yang ada pada tiap daerah.
b) Model dari Bawah (Grass – Roots)
Jika pada model administratif kegiatan pengembangan kurikulum berasal dari atas, model yang kedua ini inisiatif justru berasal dari bawah, yaitu dari para pengajar yang merupakan para pelaksana kurikulum di sekolah-sekolah. Model ini mendasarkan diri pada anggapan bahwa penerapan suatau kurikulum akan lebih efektif jika para pelaksananya di sekolah sudah diikutsertakan sejak mula kegiatan pengembangan kurikulum itu.
Pengambangan kurikulum model dari bawah ini menuntut adanya kerja antarguru antarsekolah secara baik, di samping harus ada juga kerja sama dengan pihak diluar sekolah khususnya orang tua murid dan masyarakat. Pada pelaksanaanya, para administrator cukup memberikan bimbingan dan dorongan kepada staf pengajar. Setelah menyelesaikan tahap tertentu, biasanya diadakan lokakarya untuk membahas hasil yang telah dicapai, dan sebaliknya merencanakan kegiatan yang akan dilakukan selanjutnya. Pengikut lokakarya di samping para pengajar dan kepala sekolah, juga melibatkan orang tua dan anggota masyarakat lainnya, serta para konsultan dan para sumber yang lain.
Pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum model ini adalah pengembangan kurikulum secara demokratis, yaitu yang berasal dari bawah.Keuntungan model ini adalah proses pengambilan keputusan terletak pada para pelaksana, mengikutsertakan berbagai pihak bawah khususnya para staf pengajar. Kekurangan kurikulum model ini terutama pada sifat mengabaikan segi teknis dan professional dari perkurikuluman.

c) Model Beauchamp
Sesuai dengan namanya, model ini diformulasikan oleh G.A. Beauchamp (1964), yaitu yang mengemukakan adanya lima langkah penting dalam pengambilan keputusan pengembangan kurikulum. Kelima langkah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Menentukan “arena” pengembangan kurikulum yang dilakukan , yaitu berupa kelas, sekolah, sistem persekolahan, regional atau nasional.
b. Memilih dan kemudian mengikutsertakan para pengembang kurikulum yang terdiri dari spesialis kurikulum, wakil kelompok professional seperti staf pengajar dan penyuluh pendidikan, dan juga orang awam.
c. Mengorganisasikan dan menentukan prosedur perencanaan kurikulum yang meliputi penentuan tujuan, materi pelajaran, dan kegiatan belajar. Kegiatan yang dilakukan adalah penentuan dewan kurikulum sebagai coordinator umum penyusunan kurikulum, pemilihan alternative bahan pelajaran baru, penentuan kriteria dan pemilihan alternative bagian kurikulum, dan penulisan secara menyeluruh kurikulum yang dikembangkan.
d. Menerapkan atau melaksanakan kurikulum secara sistematis di sekolah.
e. Melakukan penilaian kurikulum yang telah dan sedang dilaksanakan tersebut. Penilaian yang dilakukan mencakup hal-hal seperti penggunaan kurikulum oleh staf pengajar, rencana kurikulum, hasil belajar siswa, dan sistem kurikulum.
Pengembangan kurikulum model beauchamp memandang pengembangan kurikulum tersebut dalam prosesnya secara menyeluruh. Keuntungan model ini terutama adalah adanya penegasan arena yang kiranya akan mempermudah memperjelas ruang lingkup kegiatan. Kekurangannya, seperti halnya model administratif di atas, adalah kurang pekanya terhadap perubahan masyarakat dan kurang memperhatikan keadaan daerah yang antara satu dengan yang lainnya menuntut adanya kekhususan-kekhususan tertentu.
d) Model terbalik Hilda Taba
Model pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Hilda Taba ini berbeda dengan cara lazim yang banyak ditempuh yang besifat deduktif karena caranya yang bersifat induktif. Itulah sebabnya model ini disebut “Model Terbalik”.Pengembngan kurikulum model ini diawali dengan melakukan percobaan, penyusunan teori, dan kemudian baru diterapkan.Hal itu dimaksudkan untuk lebih mempetemukan antara teori dak praktik, serta menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan yang terjadi pada kurikulum yang dilakukan tanpa kegiatan percobaan.
Pengembanga kurikulum model ini dilakukan dengan melalui lima tahap yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
 Menyusun unit-unit kurikulum yang akan diujicobakan yang dilakukan oleh staf pengajar. Penyusunan unit-unit tersebut dilakukan dengan cara mendiagnosis kebutuhan, merumuskan tujuan khusus, memilih dan mengorganisasi isi pelajaran, memilih pengalaman belajar, melakukan penilaian, dan mempertimbangkan keseimbangan antara kedalaman dan keluasan bahan pelajaran.
 Mengujicobakannya untuk mengetahui kesahihan dan kelayakan kegiatan belajar mengajarnya.
 Menganalisis dan merevisi hasil uji coba, serta kemudian mengkonsolidasikannya.
 Menyusun kerangka kerja teoritis. Pertimbangan yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan ini adalah mendasarkan diri pada pernyataan-pernyataan “ apakah isi unit-unit yang disusun secara berurutan itu telah berimbang kedalaman dan keluasannya, dan apakah pengalaman belajar telah memungkinkan berkembangnya kemampuan intelektual dan emosional?
 Menyusun kurikulum yang dikembangkan itu secara menyeluruh dan mengumumkannya (mendisemidasikan).


Pengembangan kurikulum model terbalik berusaha mendekatkan kurikulum dengan realitas pelaksanaanya, yaitu melalui pengujian terlebih dahulu oleh staf pengajar yang profesional.Dengan demikian, model ini benar-benar memadukan teori dan praktik.Akan tetapi, dan ini dipandang sebagai kelemahannya, model tersebut sulit diorganisasikan, karena menurut kemampuan teoritis dan professional yang tinggi dan staf pengajar dan administrator pelaksana.

B. Model Perumusan Sistem Pendidikan Islam
Sebagai sebuah sistem, pendidikan Islam berbeda dengan sistem pendidikan lainnya, bahkan lebih unggul daripada sistem pendidikan non-Islam, sebab pendidikan Islam memiliki dua model, yaitu:
 Model Idealistik
 Model Pragmatis

a. Model Idealistik
Model Idealistik adalah model yang lebih mengutamakan penggalian sistem pendidikan dari ajaran dasar Islam sendiri, yaitu al-Qur’an dan Hadits yang mengandung prinsip-prinsip pokok berbagai aspek kehidupan, termasuk aspek pendidikan. Menurut Azyumardi Azra, dasar-dasar pembentukan dan pengembangan pendidikan Islam yang pertama dam utama adalah al-Qur’an dan Sunnah. Dan menurut Abd Mujib , prosedur penyusunan model ini ssebagai berikut:
 Digali pemecahan persoalan kependidikan Islam berdasarkan nash secara lansung.
 Digali dari hasil nash para ahli filosof Islam, konsep jiwa manusia menurut al-Farabi, al-Kindi, Ibn Sina, Ibn Maskawaih, Ibn Thufail dan sebagainya.
 Digali dari hasil interpretasi para Sufi muslim, seperti konsep jiwa dan konsep ilmu menurut al-Ghazali dan lainnya.
 Digali dari hasil interpretasi para mufassir dan para ahli pendidikan modern, seperti Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Iqbal dan sebagainya.

b. Model Pragmatis
Model pragmatis adalah model yang lebih mengutamakan aspek praktis dan kegunaannya. Artinya, formulasi sistem pendidikan Islam itu diambil dari sistem pendidikan kontemporer yang telah mapan. Model pragmatis dilakukan dengan cara:
• Adopsi, yaitu mengambil secara utuh sistem pendidikan non-Islam.
• Asimilasi, yaitu mengambil sistem pendidikan non-Islam dengan menyesuaikannya disana sini.
• Legitimasi, yaitu mengambil sistem pendidikan non-Islam kemudian dicarikan Nash untuk justifikasinya.
Menurut Abd Mujib, sistem pendidikan Islam yang didasarkan model ini bersumber dari pemikiran filsafat pendidikan, psikologi pendidikan kontemporer. Model pragmatis ini paling banyak diminati pakar pendidikan Islam. Disamping efektivitas dan efesiensinya, model ini telah teruji keunggulannya. Sistem pendidikan Islam yang dikembangkan melalui model ini memiliki posisi tersendiri bahkan mampu menjadi alternative bagi keberadaan sistem pendidikan kontemporer.

BAB III PPENUTUP
A. Kesimpulan
Model pengembangan kurikulum, yaitu langkah sistematis dalam proses penyusunan kurikulum. Alternatif prosedur dalam rangka mendesain, menetapkan, dan mengevaluasi suatu kurikulum.
Model pengembangan kurikulum harus dapat mengambarkan suatu proses sistem perencanaan program pembelajran yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan dalam pendidikan, berdasarkan pada perkembangan teori dan praktik kurikulum. Dewasa ini telah banyak dikemukakan model-model pengembangan kurikulum, diantaranya seperti yang dijlaskan di pembahasan diatas.

DAFATAR PUSTAKA

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Ialam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002)
Tim Pengembang MKDP, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013)

loading...
Previous
Next Post »
0 Komentar

Yang sudah kunjung kemari, jangan lupa bagikan ke teman ya

https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929