loading...

Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Brunei Darussalam

November 08, 2016
loading...
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Brunei Darussalam adalah sebuah negara kecil yang sangat makmur di bagian utara Pulau Borneo/Kalimantan dan berbatasan dengan Malaysia. Brunei terdiri dari dua bagian yang yang dipisahkan di daratan oleh Malaysia. Nama Borneo berdasarkan nama negara ini, sebab pada zaman dahulu kala, negeri ini sangat berkuasa di pulau ini. Secara geografis, Brunei adalah suatu negara di pantai Kalimantan bagian utara, berbatasan dengan laut Cina Selatan, di sebelah utara dan dengan Serawak disebalah selatan barat dan timur. Luas: 5,765 km2, penduduk 267.000 jiwa (1989),kepadatan penduduk 46/km2, agama: Islam( 63,4 %), Budha (14 %), Kristen (9,7%), lain-lain (12,9 %). Bahasa Melayu, Ibu kota: Bandar Seri Begawan, satuan mata uang : Dolar Brunei (BI$) Sebagian besar wilayah Brunei terdiri dari daratan. Di lihat dari sejarahnya, Brunei adalah salah satu kerajaan tertua di Asia Tenggara. Sebelum abad ke-16, Brunei memainkan peranan penting dalam penyebaran Islam di Wilayah Kalimantan dan Filipina. Sesudah merdeka di tahun 1984, Brunei kembali menunjukkan usaha serius dalam upaya penyebaran syiar Islam, termasuk dalam suasana politik yang masih baru. Di antara langkah-langkah yang diambil ialah mendirikan lembaga-lembaga modern yang selaras dengan tuntutan Islam. Sebagai negara yang menganut sistem hukum agama, Brunei Darussalam menerapkan hukum syariah dalam perundangan negara. Untuk mendorong dan menopang kualitas keagamaan masyarakat, didirikan sejumlah pusat kajian Islam serta lembaga keuangan Islam.
Tak hanya dalam negeri, untuk menunjukkan semangat kebersamaan dengan masyarakat Islam dan global, Brunei juga terlibat aktif dalam berbagai forum resmi, baik di dunia Islam maupun internasional.Sama seperti Indonesia yang mayoritas penduduknya menganut agama Islam dengan Mazhab Syafii, di Brunei juga demikian. Konsep akidah yang dipegang adalah Ahlussunnah waljamaah. Bahkan, sejak memproklamasikan diri sebagai negara merdeka, Brunei telah memastikan konsep ”Melayu Islam Beraja” sebagai falsafah negara dengan seorang sultan sebagai kepala negaranya. Saat ini, Brunei Darussalam dipimpin oleh Sultan Hasanal Bolkiah. Dan, Brunei merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Asia Tenggara dengan latar belakang sejarah Islam yang gemilang
1.2 Rumusan Masalah
a) Bagaimana sejarah Islam masuk ke Brunai Darusallam ?
b) Bagaimana politik islam yang ada di Brunai Darussalam ?
c) Bagaimana Ekonomi Islam yang ada Brunai Darussalam ?
d) Bagaimana Sosial Budaya Islam yang ada di Brunai Darussalam ?
e) Bagaimana Pendidikan Islam yang ada di Brunai Darussalam ?

1.3 Tujuan Makalah
Agar kita mengetahui sejauh mana perkembangan Islam di Asia tenggara, dan bagaimana islam berkembang di suatu negara seperti Brunai Darussalam. Sosial budaya, ekonomi, pendidikan, hukum, politik Islam yang ada di Brunai Darussalam.



BAB II
PEMBAHASAN
A. Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Brunei Darussalam
Catatan tradisi lisan diperoleh dari Syair Awang Semaun yang menyebutkan Brunei berasal dari perkataan baru nah yaitu setelah rombongan klan atau suku Sakai yang dipimpin Pateh Berbai pergi ke Sungai Brunei mencari tempat untuk mendirikan negeri baru. Setelah mendapatkan kawasan tersebut yang memiliki kedudukan sangat strategis yaitu diapit oleh b ukit, air, mudah untuk dikenali serta untuk transportasi dan kaya ikan sebagai sumber pangan yang banyak di sungai, maka mereka pun mengucapkan perkataan baru nah yang berarti tempat itu sangat baik, berkenan dan sesuai di hati mereka untuk mendirikan neg eri seperti yang mereka inginkan.
Kemudian perkataan baru nah itu lama kelamaan berubah menjadi BruneiDiperkirakan Islam di Brunei datang pada tahun 977 melalui jalur Timur Asteng oleh pedagang-pedagang dari negeri Cina. Catatan bersejarah yang membuktikan penyebaran Islam di Brunei adalah Batu Tarsilah. Catatan pada batu ini menggunakan bahasa Melayu dan huruf Arab. Dengan penemuan itu, membuktikan adanya pedagang Arab yang datang ke Brunei dan sekitar Borneo untuk menyebarkan dakwah Islam.
Silsilah keraja an Brunei terdapat pada Batu Tarsilah yang menuliskan Silsilah Raja-Raja Brunei yang dimulai dari Awang Alak Betatar, raja yang pertama kali memeluk agama Islam (1368) sampai kepada Sultan Muhammad Tajuddin (Sultan Brunei ke-19, memerintah antara 1795-180 4 dan 1804-1807).
Replika stupa yang dapat ditemukan di Pusat Sejarah Brunei menjelaskan bahwa agama Hindu-Buddha dahulu pernah dianut oleh penduduk Brunei. Sebab telah menjadi kebiasaan dari para musafir agama tersebut, apabila mereka sampai di suatu tempa t, mereka akan mendirikan stupa sebagai tanda serta pemberitahuan mengenai kedatangan mereka untuk mengembangkan agama tersebut di tempat itu. Replika batu nisan P’u Kung Chih Mu, batu nisan Rokayah binti Sultan Abdul Majid ibni Hasan ibni Muhammad Shah Al -Sultan, dan batu nisan Sayid Alwi Ba-Faqih (Mufaqih) pula menggambarkan mengenai kedatangan agama Islam di Brunei yang dibawa oleh musafir, pedagang dan mubaligh-mubaliqh Islam, sehingga agama Islam itu berpengaruh dan mendapat tempat baik penduduk lokal maupun keluarga kerajaan Islam menjadi agama resmi negara semenjak Raja Awang Alak Betatar masuk Islam (1406-1402).
Awang Alak Betatar ialah Raja Brunei yang pertama memeluk Islam dengan gelar Paduka Seri Sultan Muhammad Shah. Dia terkenal sebagai pengasas kerajaan Islam di Brunei dan Borneo. Pedagang dari China yang pernah ke Brunei merakamkan beliau sebagai Ma-Ha-Mo-Sha. Beliau meninggal dunia pada 1402.
Awang Alak menganut Islam dari Syarif Ali. Dikatakan, Syarif Ali adalah keturunan Ahlul Bait yang bers ambung dengan keluarga Rasulullah melalui cucu Baginda,Saidina Hassan. Pendekatan dakwah yang dilakukan Syarif Ali tidak sekadar menarik hati Awang Alak, dakwahnya menambat hati rakyat Brunei. Dengan kebaikan dan sumbangan besarnya dalam dakwah Islam di B runei, beliau dinikahkan dengan puteri Sultan Muhammad Shah. Setelah itu, beliau dilantik menjadi Sultan Brunei atas persetujuan pembesar dan rakyat setempat.
Sebagai pemimpin dan ulama, Syarif Ali gigih mendaulatkan agama Islam, diantaranya membina masjid dan melaksanakan hukum Islam dalam pentadbiran negara. Kegiatan membina masjid ini dijadikan pusat kegiatan keagamaan dan penyebaran Islam. Setelah tujuh tahun memerintah Brunei, pada 1432, Syarif Ali meninggal dunia dan dimakamkan di Makam Diraja Brunei.
Perkembangan Islam semakin maju setelah pusat penyebaran dan kebudayaan Islam Malaka jatuh ke tangan Portugis (1511), sehingga banyak ahli agama Islam pindah ke Brunei. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tersebut telah menyebabkan Sultan Brunei mengambil alih kepimpinan Islam dari Malaka, sehingga Kesultanan Brunei mencapai zaman kegemilangannya dari abad ke-15 hingga abad ke-17 sewaktu memperluas kekuaaannya ke seluruh pulau Borneo dan ke Filipina di sebelah utaranya.
Kemajuan dan perkembangan Islam semakin nyata pada masa pemerintahan Sultan ke-5, yaitu Sultan Bolkiah (1485 – 1524), yang wilayahnya meliputi Suluk, Selandung, seluruh pulau Kalimantan (Borneo), kepulauan Sulu, Kepulauan Balabac, Pulau Banggi, Pulau Balambangan, Matani dan Utara Pulau Pahlawan sampai ke Manila.
Pada masa sultan ke-9, yaitu Sultan Hassan (1605-1619), dilakukan beberapa hal yang menyangkut tata pemerintahan, pertama, menyusun Institusi-institusi pemerintahan agama, karena agama memainkan peranan penting dalam memandu negara Brun ei kearah kesejahteraan, kedua, menyusun adat istiadat yang dipakai dalam semua upacara, baik suka maupun duka.
Di samping menciptakan atribut kebesaran raja dan perhiasan raja. Ketiga, memuatkan UU Islam yaitu Hukum Qanun yang mengandung 46 pasal dan 6 bagian. Aturan adat istiadat kerajaan dan istana tersebut masih kekal hingga sekarang.
Pada tahun 1658 Sultan Brunei menghadiahkan kawasan timur laut Kalimantan kepada Sultan Sulu di Filipina Selatan sebagai penghargaan terhadap Sultan Sulu dalam menyelesaik an perang saudara di antara Sultan Abdul Mubin dengan Pengeran Mohidin. Persengketaan dalam kerajaan Brunei merupakan satu faktor yang menyebabkan kejatuhan kerajaan tersebut, yang bersumber dari pergolakan dalam disebabkan perebutan kuasa antara ahli war is kerajaan, juga disebabkan timbulnya pengaruh kuasa penjajah Eropa yang menggugat corak perdagangan tradisi, serta memusnahkan asas ekonomi Brunei dan kesultanan Asia Tenggara yang lain.
Berkaitan dengan masuknya Islam di Brunei ditemukan beberapa sumber yang berbeda yaitu:

a). Dalam Ensiklopedi Islam dijelaskan bahwa Islam mulai diperkenalkan di Brunei pada tahun 977 melalui jalur timur Asia Tenggara oleh pedagang-pedagang dari negeri Cina. Islam menjadi agama resmi negara semenjak Raja Awang Alak Betatar masuk Islam dan berganti nama menjadi Muhammad Shah (1406-1408). Perkembangan Islam semakin maju setelah pusat penyebaran dan kebudayaan Islam Malaka jatuh ke tangan Portugis (1511) sehingga banyak ahli agama Islam pindah ke Brunei. Kemajuan dan perkembangan Islam semakin nyata pada masa pemerintahan Sultan Bolkiah (sultan ke-5), yang wilayahnya meliputi Suluk, Selandung, kepulauan Suluk, kepulauan Balabac samapai ke Manila. Masuknya Islam di Brunei didahului oleh tahap perkenalan. Islam masuk secara nyata ketika raja yang berkuasa pada saat itu menyatakan diri masuk Islam, lalu diikuti oleh penduduk Brunei dan masyarkat luas. Sehingga cukup beralasan jika Islam mengalami perkembangan yang begitu cepat.

b). Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia dikatakan bahwa agama Islam masuk ke Brunei pada abad ke-15. Sejak itu, kerajaan Brunei berubah menjadi kesultanan Islam. Pada abad ke-16 Brunei tergolong kuat di wilayahnya, dan daerah kekuasaannya meliputi pula beberapa pulau di Filipina selatan. Perubahan nama dari kerajaan menjadi kesultanan memberi informasi bahwa Islam di Brunei mendapat perhatian yang serius dari pihak pemerintah. Hal ini menjadi salah satu faktor sehingga penganut agama Islam semakin bertambah banyak.

c). Di sumber lain dikatakan bahwa silsilah kerajaan Brunei didapatkan pada Batu Tarsilah yang menuliskan silsilah raja-raja Brunei yang dimulai dari Awang Alak Batatar, raja yang mula-mula memeluk agama Islam (1368) sampai kepada Sultan Muhammad Tajuddin (Sultan Brunei ke-19, memerintah antara 1795-1804 dan 1804-1807). Data ini menunjukkan sistim pemerintahan di Brunei adalah kesultanan atau monarki mutlak Islam, dan semuanya sangat memeperhatikan Islam sebagai agama resmi negara.

d). Menurut Azyumardi Azra bahwa awal masuknya Islam di Brunei yaitu sejak tahun 977 kerajaan Borneo (Brunei) telah mengutus P’u Ali ke istana Cina. P’u Ali adalah seorang pedagang yang beragama Islam yang nama sebenarnya yaitu Abu Ali. Pada tahun itu juga diutus lagi tiga duta ke istana Sung, salah seorang di antara mereka bernama Abu Abdullah. Peran para pedagang muslim dalam penyebaran Islam di Brunei telah terbukti dalam catatan sejarah.

e) . John L. Esposito seorang orientalis yang pruduktif banyak menulis tentang sejarah Islam, menurutnya bahwa Islam pertama kali datang di Brunei pada abad ke-15 dan yang pertama kali memeluk Islam adalah raja Berneo. Pendapat Esposito ini sejalan dengan pendapat lainnya bahwa pihak raja atau sultan yang lebih awal menyatakan diri masuk Islam, lalu kemudian diikuti oleh masyarakatnya.
Data dan informasi di atas memberi penegasan bahwa raja Brunei sejak dahulu besar perhatiannya terhadap Islam dan dapat diterima oleh lapisan masyarakat. Mereka dapat menerima Islam dengan baik ditandai dengan sambutan positifnya terhadap kedatangan pedagang Arab Muslim. Islam masuk di Brunei melalui suatu proses yang panjang tidak pernah berhenti. Menurut Ahmad M. Sewang ada suatu proses yang dinamakan adhesi, yaitu proses penyesuaian diri dari kepercayaan lama kepada kepercayaan baru (Islam). Proses tersebut juga disebut proses islamisasi yang dapat berarti suatu proses yang tidak pernah berhenti.

Kedatangan Islam di Brunei membolehkan rakyat menikmati sistem kehidupan lebih tersusun dan terhindar dari adat yang bertentangan dengan akidah tauhid. Awang Alak Betatar adalah raja Brunei pertama yang memeluk Islam dengan gelar Paduka Seri Sultan Muhammad Shah (sultan ke-1 tahun 1383-1402). Ia dikenal sebagai penggagas kerajaan Islam Brunei. Awang penganut Islam sunni lebih dipecayai dari pada Syarif Ali seorang dai dari alif yang berketurunan ahl al-bait, yang bersambung dengan keluarga Nabi Muhammad saw melalui pjalur cucunya Sayidina Hasan. Syarif Ali dikawinkan dengan putri Sultan Muhammad Shah, setelah itu ia dilantik menjadi raja Brunei atas persetujuan pembesar dan rakyat. Sebagai raja dan ulama, Syarif Ali gigih memperjuangkan Islam dengan membangun masjid dan penerapan hukum Islam. Satu hal yang menarik untuk diketahui bahwa meskipun Syarif Ali berketurunan ahl al-bait, tetapi tidak menjadikan pola pemerintahan yang berdasarkan pola kepemimpinan Syiah yang dikenal imamah, justru ia melanjutkan konsep kepemimpinan yang sudah ada yaitu sunni.

Raja-raja Brunei sejak dahulu kala secara turun temurun adalah kerajaan Islam dan setiap raja bergelar sultan. Di samping itu, kerajaan Brunei dalam kunstitusinya secara tegas menyatakan bahwa kerajaan Brunei adalah negara Islam yang beraliran sunni (ahl al-sunnah wa al-jama‘ah). Islam berkembang di Brunei karena pihak kesultanan menjadikan sunni sebagai prinsip ketatanegaraan dan pemerintahan dalam Islam. Menurut Hussin Mutalib bahwa pihak Sultan pernah memperingatkan agar hati-hati terhadap Syiah. Aliran Syiah di Brunei tidak mendapat posisi penting untuk berkembang bahkan menjadi ancaman bagi Sultan.

Pada masa Sultan Hassan (sultan ke-9 tahun 1582-1598), dilakukan beberapa hal yang menyangkut tata pemerintahan: 1) menyusun institusi-institusi pemerintahan agama, karena agama memainkan peranan penting dalam memandu negara Brunei ke arah kesejahtraan, 2) menyusun adat istiadat yang dipakai dalam semua upacara, di samping itu menciptakan atribut kebesaran dan perhiasan raja, 3) menguatkan undang-undang Islam.

Pada tahun 1967, Omar Ali Saifuddin III (sultan ke-28 tahun 1950-1967) telah turun dari tahta dan melantik putra sulungnya Hassanal Bolkiah menjadi sultan Brunei ke-29 (1967-sekarang). Pada tahun 1970, pusat pemerintahan negeri Brunei Town telah diubah namanya menajdi Bandar Seri Begawan untuk mengenang jasa Baginda yang meninggal dunia tahun 1986. Usaha-usaha pengembangan Islam diteruskan oleh Yang Mulia Paduka Seri Baginda Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin Wadaulah. Di antara usahanya yaitu pembinaan masjid, pendidikan agama, pembelajaran al-Qur’an dan perundang-undangan Islam.

Setelah Brunei merdeka penuh tanggal 1 Januari 1984, Brunei menjadi sebuah negara Melayu Islam Braja. Melayu diartikan sebagai negara Melayu yang memiliki unsur-unsur kebaikan dan menguntungkan. Islam diartikan sebagai suatu kepercayaan yang dianut negara yang bermazhab ahl al-sunnah wa al-jama‘ah sesuai dengan kontitusi cita-cita kemerdekaan, sedang Braja diartikan sebagai suatu sistem tradisi Melayu yang telah lama ada. Penduduk Brunei yang mayoritas Melayu dan penganut agama Islam terbesar di Brunei tentu saja merekalah yang menentukan tatanan negara dengan tetap memperhatikan kemajuan Islam yang berhaluan ahl al-sunnah wa al-jama‘ah dan menjaga kelestarian dan mempertahanakan adat istiadat yang berlaku.

Islam sebagai agama resmi negara Brunei dan agama mayoritas, namun agama lain tidak dilarang. Kementerian agama Brunei berperan besar dalam menentukan kebijaksanaan dan aturan bagi penduduknya. Buku-buku keagamaan harus lebih dahulu melalui sensor kementerian itu sebelum boleh beredar di masyarakat. Segala bentuk patung dilarang, walaupun patung Winston Churuchil dibangun di perempatan utama di ibu kota Bandar Seri Begawan. Hukum Islam berpengaruh besar pada undang-undang di negara itu. Kementerian agama sangat berhati-hati terhadap unsur-unsur yang dapat merusak akidah tauhid, sehingga buku pun harus disensor dan tidak lagi diizinkan pembangunan patung yang dianggap juga dapat merusak iman seseorang.

Selain itu, yang perlu juga diketahui bahwa Brunei sebagai negara Islam di bawah pemimpin sultan ke-29 yaitu Sultan Hassanal Bolkiah. Sultan ini telah banyak melakukan usaha penyempurnaan pemerintahan antara lain dengan melakukan pembentukan majelis Agama Islam atas dasar Undang-Undang Agama dan Mahkamah Kadi. Majelis ini bertugas menasehati Sultan dalam masalah agama Islam. Usaha lain yang dilakukan yaitu menjadikan Islam benar-benar berfungsi sebagai pandangan hidup rakyat Brunei dan satu-satunya idiologi negara. Untuk itu, dibentuklah jabatan Hal Ehwal Agama yang bertugas menyebarkan paham Islam. Untuk kepentingan penelitian agama Islam, pada tanggal 16 September 1985 didirikan pusat dakwah, yang juga bertujuan melaksanakan program dakwah serta pendidikan kepada pegawai-pegawai agama dan masyarakat luas dan pusat pameran perkembangan dunia Islam. Atas dasar itu, sehingga secara kuantitas masyarakat Muslim di Brunei semakin hari semakin bertambah banyak.

Brunei sebagai negara yang berpenduduk mayoritas muslim dan Sultan menjadikan Islam sebagai idiologi negara, telah banyak melakukan aktifitas baik bersifat nasional maupun internasioal. Di bulan Juni 1991, Brunei sebagai tuang rumah penyelenggaraan Pertemuan Komite Eksekutif Dewan Dakwah Islam Asia Tenggara dan Pasific, di bulan Oktober 1991, Sultan menghadiri pembukaan Budaya Islam di Jakarta, di bulan Desember 1991, Sultan menghadiri pertemuan Organisasi Konfrensi Islam (OKI) yang diselenggarakan di Qatar, di bulan September 1992, didirikan lembaga yang bergerak di bidang finansial yaitu Tabung Amanah Islam Brunei (TAIB), lembaga keuangan ini dikelola secara profesional sesuai dengan prnsip dasar Islam. Data sejarah ini menunjukkan bahwa Sultan memiliki perhatian dan semangat besar untuk mengembangkan Islam dan menyejahtrakan kehidupan umat Islam Brunei.
Untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan umat Islam Brunei, Sultan dalam sambutannya dalam peringatan Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad saw. tahun 1991 mengeluarkan dekrit yang isinya melarang organisasi al-Arqam melakukan aktifitas keagamaan. Sultan memerintahkan seluruh jajaran pemerintahannya agar melarang organisasi asing melakukan kegiatan yang dapat mengancam keutuhan dan keharmonisan umat Islam yang selama ini sudah terbina dengan baik. Organsiai al-Arqam dianggap organisai yang akan memeceh belah umat Islam dan berusaha menghilangkan tradisi Melayu di Brunei.
Politik Islam Di Brunai Darussalam.
Kerajaan Brunei Darussalam adalah negara yang memiliki corak pemerintahan monarki absolut dengan Sultan yang menjabat sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, merangkap seagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan dengan dibantu oleh Dewan Penasihat Kesultanan dan beberapa Menteri. Sultan Hassanal Bolkiah yang gelarnya diturunkan dalam wangsa yang samasejak abad ke-15, ialah kepala negara serta pemerintahan Brunei. Baginda dinasihati oleh beberapamajelis dan sebuah kabinet menteri, walaupun baginda secara berkesan merupakan pemerintah tertinggi. Media amat memihak kerajaan, dan kerabat kerajaan melestarikan status yang dihormati di dalam negeri.
Brunei tidak memiliki dewan legislatif, namun pada bulan September 2000, Sultan bersidang untuk menentukan Parlemen yang tidak pernah diadakan lagi sejak tahun 1984. Parlemen ini tidak mempunyai kuasa selain menasihati sultan. Disebabkan oleh pemerintahan mutlak Sultan, Brunei menjadi salah satu negara yang paling stabil dari segi politik di Asia.
Pertahanan Keamanan Brunei mengandalkan perjanjian pertahanan dengan Inggris di mana terdapat pasukan Gurkha yang terutama ditempatkan di Seria. Jumlah pertahanan keamanannya lebih kecil bila dibandingkan dengan kekayaannya dan negara negara tetangga. Secara teori, Brunei berada di bawah pemerintahan militer sejak pemberontakan yang terjadi pada awal dekad 1960-an. Pemberontakan itu dihancurkan oleh laskar-laskar Britania Raya dari Singapura.
Brunei memiliki dengan hubungan luar negeri terutama dengan negara negara ASEAN dan negara negara lain serta ikut serta sebagai anggota PBB. Kesultanan ini juga terlibat konflikKepulauan Spratly yang melibatkan hampir semua negara ASEAN (kecuali Indonesia, Kamboja,Laos dan Myanmar), RRC dan Republik Cina. Selain itu terlibat konflik perbatasan laut denganMalaysia terutama masalah daerah yang menghasilkan minyak dan gas bumi. Brunei menuntut wilayah di Sarawak, seperti Limbang. Banyak pulau kecil yang terletak di antara Brunei dan Labuan, termasuk Pulau Kuraman, telah dipertikaikan oleh Brunei dan Malaysia. Bagaimanapun, pulau-pulau ini diakui sebagai sebagian Malaysia di tingkat internasional.

Ekonomi Islam di Brunai Darusalam.

Ekonomi negara kecil yang kaya ini adalah suatu campuran keusahawanan dalam negeri dan asing, pengawalan kerajaan, kebajikan, serta tradisi kampung. Pengeluran minyak mentah dan gas alam terdiri dari hampir setengah PDB. Pendapatan yang cukup besar pekerjaan luar negeri menambah pendapatan daripada pengeluaran dalam negeri. Kerajaan membekali semua layanan pengobatan dan memberikan subsidi beras dan perumahan. Pemimpin-pemimpin Brunei merasa bimbang bahawa keterpaduan dengan ekonomi dunia yang semakin bertambah akan menjejaskan perpaduan sosial dalam, walaupun Brunei telah memainkan peranan yang lebih kentara dengan menjadi ketua forum APEC pada tahun 2000. Rancangan-rancangan yang dinyatakan untuk masa hadapan termasuk peningkatan kemahiran tenaga buruh, pengurangan pengangguran, pengukuhan sektor-sektor perbankan dan pariwisata, serta secara umum, peluasan lagi asas ekonominya. Sistem Penerbangan Brunei Diraja, sistem penerbangan negara, sedang mencoba menjadikan Brunei sebagai pusat perjalanan internasional antara Eropa dan Australia/Selandia Baru. Ia juga mempunyai layanan ke tujuan-tujuan Asia yang utama.
Ekonomi Brunei Darussalam bertumpu pada sektor minyak bumi dan gas dengan pendapatan nasional yang termasuk tinggi di dunia satuan mata uangnya adalah Brunei Dolar yang memiliki nilai sama dengan Dolar Singapura.
Selain bertumpu pada sektor minyak bumi dan gas, pemerintah Brunei mencoba melakukan diversifikasi sumber-sumber ekonomi dalam bidang perdagangan. Namun dalam waktu dekat usaha tersebut mengalami kebuntuan karena masalah internal kerajaan yang menurut sumber sumber media internasional dihabiskan untuk kepentingan pemborosan istana ketika dipegang oleh Pangeran Jeffry. Keadaan tersebut dapat menimbulkan masalah bagi perekonomian Brunei di masa yang akan datang
Sosial Budaya Islam di Brunai Darusalam.

Semasa pra-Islam, masyarakat Melayu termasuk penduduk Brunei menganut agama Hindu-Buddha. Setelah Melaka jatuh ke tangan Portugis, Brunei menjadi motor penggerak perkembangan Islam bagi daerah-daerah lain di sekitarnya, di antaranya sebelah timur kepulauan Melayu hingga Pulau Luzon, Cebu, Otan dan sebagainya.
Penduduk Brunei di masa lalu dikenal memiliki adat-istiadat kesopanan yang tinggi. Menurut catatan Pigafetta dalam First Voyage Around the World yang dirujuk oleh Al-Sufri (1997), orang Brunei memiliki kebudayaan dan peradaban yang luhur. Hal itu tercermin tatkala pembesar (Gabenor) Brunei menjamu tamu dari Spanyol, mereka menghidangkan berjenis-jenis masakan dengan menggunakan sudu dari emas sehingga membuat takjub orang Spanyol.
Orang Brunei juga memiliki semangat nasionalisme yang tinggi, yang mereka sebut dengan semangat “kebruneian” (Al-Sufri, dkk., 1999). Nasionalisme yang sangat kental inilah yang konon pernah membuat tentara Spanyol dipaksa mundur teratur ketika akan menaklukkan Brunei.
Di masa sekarang ini, Kerajaan Brunei menggunakan asas syariat Islam dalam penerapan hukum perundang-undangannya yang disebut sebagai hukum syarak. Hukum syarak tersebut mencakup undang-undang jenayah Islam (hukum Islam), muammalah, undang-undang keluarga, serta undang-undang keterangan acara. Penerapan hukum Islam ini tak lain karena pengaruh kuat dari Sultan Sharif Ali yang kukuh ingin menjadikan penduduk Brunei sebagai muslim sejati. Hal ini kemudian berimplikasi terhadap perilaku penduduk Brunei yang senantiasa mendasarkan perilakunya sesuai dengan syariat Islam. Hal yang paling menonjol terlihat dari busana wanita-wanita Brunei yang dikenal dengan sebutan ”baju kurung” yang tak lain merupakan pengejawantahan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Cara pengamalan Islam di Brunei didasarkan pada mazhab Syafi‘i dalam bidang fikih dan ahlusunnah waljamaah di bidang akidah. Semenjak diproklamirkan sebagai negara merdeka, Brunei menerapkan konsep "Melayu Islam Beraja" sebagai falsafah negara yang kemudian menjadi pedoman hidup penduduk Brunei hingga kini.
Pendidikan Islam di Brunai Darusalam.

Dalam kurun ke- 16 Masihi, Brunei Darussalam telah muncul sebagai sebuah Negara yang aktif menjalankan dasar penaklukan dan usaha penyebaran Islam di sekitar Pulau Borneo dan Filipina. Kejatuhan Melaka di tangan Portugis pada tahun 1511 Masihi telah mendorong Brunei Darussalam menjadi salah sebuah pusat penyebaran Islam di rantau Asia Tenggara. Pada zaman ini terdapat golongan “elite” ulama yang mempunyai tugas penting dalam pentadbiran Negara untuk mengembangkan Islam dan salah satu profession dalam golongan ini ialah ‘Catip’ atau Khatib yang berperanan dalam pengajian dan pendidikan Islam hingga tertubuhnya pusat pengajian yang dikenali sebagai “balai”.
Penubuhan balai ini mempunyai dua tujuan yaitu sebagai tempat pengajian secara umum dan sebagai tempat pengajian dan pemerhatian terhadap orang-orang yang berpotensi untuk menjadi calon utama mewarisi keseinambungan para guru. Berdasarkan dua tujuan ini maka corak pengajian juga terbahagi pada dua iaitu:
a). Pengajian umum yang tidak memerlukan kepandaian menulis dan membaca jawi disediakan pengajian yang berbentuk dikir Brunei, Ratib Saman, Mengaji Al-Quran dan Hadrah di samping mempelajari mengenai ibadah sembahyang dan perkara-perkara yang berkaitan,
b). Pengajian lebih tinggi yang melibatkan calon-calon yang mempunyai kemahiran membaca dan menulis jawi yaitu Ilmu Fiqh, Faraidh, Babun Nikah, Nahu dan Qawaid, Tasauf dan Akhlak.
Pengajian secara umum terletak di beberapa buah Kampung Ayer yang dikendalikan oleh ulama-ulama yang tersebut di atas. Pengajian rendah hanya tertumpu pada pengajian membaca al-Quran dan Kampong Burong Pingai adalah pengajian untuk ke peringkat yang lebih tinggi.
Negara Brunei Darussalam mengenalkan sistem pendidikan persekolahan secara teratur kira-kira pada tahun 1930 Masihi dan Pelajaran agama Islam diajarkan di Sekolah Melayu Jalan Pemanca. Pada tahun 1946 pelajaran agama telah dijadikan sebagai satu mata pelajaran di sekolah-sekolah Melayu.
Pada tahun 1941 sebuah sekolah agama yang menggunakan Bahasa Arab sebagai bahasa penggantar telah ditubuhkan dan ditempatkan di sebuah rumah di Kampong Pusar Ulak Bandar Brunei. Sekolah ini ditubuhkan atas perbelanjaan Al-Marhum Sultan Ahmad Tajuddin, disebabkan menerima tekanan daripada pemerintahan Jepun maka pada tahun 1942 sekolah ini ditutup. (Pehin Siraja Khatib Dato Seri Setia Ustaz Haji Awang Yahya bin Haji Ibrahim, 1996)
Pada 16 September 1956 Brunei Darussalam telah mencipta sejarah dalam perkembangan agama Islam dengan tertubuhnya Sekolah agama mengikut sistem Sekolah agama Negeri Johor dalam peringkat permulaan ini sukatan pelajaran, buku-buku teks dan tenaga pengajar didatangkan dari Negeri Johor.
Di samping pelajaran-pelajaran agama di sekolah-sekolah agama, Pengetahuan agama Islam sebagai satu mata pelajaran di sekolah-sekolah Melayu dan Inggris juga diajarkan. Sekolah-sekolah agama khas juga dibuka di empat-empat daerah untuk menampung jumlah pelajar yang semakin bertambah.
Pada tahun 1966 kursus Perguruan agama diperkenalkan sebagai memenuhi keperluan tenaga pengajar. Usaha untuk mengemask kursus ini pada tahun 8hb Januari 1972 sebuah Maktab Perguruan telah dibuka bagi melatih penuntut-penuntut yang bakal menjadi guru-guru agama Terlatih.
Untuk memenuhi keperluan Pendidikan Islam dengan bahasa pengantar Bahasa Arab di Brunei Sekolah Menengah Arab telah diperkenan penubuhannya pada tahun 1966 yang menggunakan bangunan Madrasah Jabatan Hal Ehwal agama sehingga tahun 1967 bangunan Sekolah Menengah Arab Laki-laki Hassanal Bolkiah digunakan dan seterusnya diikuti oleh Sekolah Menengah Perempuan Raja Isteri Pengiran Anak Damit pada tahun berikutnya. Tertubuhnya kedua-dua sekolah Menengah ini memainkan peranan penting sebagai penyebar ugama Islam dan seteruskan akan melahirkan guru-guru dan pegawai yang berijazah dan mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang besar dan mencabar dalam bidang keagamaan.
Dalam perubahan zaman pendidikan Islam di Negara Brunei Darussalam telah memberikan pelbagai respon pembaharuan dan memandangkan pendidikan Islam menghadapi tantangan yang bukan sedarhana maka atas kesedaran ini kerajaan telah menubuhkan institusi-institusi untuk memperkembang luas lagi pendidikan Islam di Brunei maka atas perkenaan tertubuhlah Universiti Islam Sharif Ali (UNISSA) yang akan menjadi tanda kecemerlangan dan kegemilangan hidup beragama di Negara Brunei Darussalam sesuai dengan konsep dan falsafah Negara Melayu Islam Beraja (MIB) dan juga tertubuh Melalui institusi-institusi ini diharapkan dapat melahirkan ulama-ulama, cendekiawan-cendekiawan Islam yang berwibawa, mempunyai jati diri, professional, bertakwa dan arif dalam hal ehwal agama dan dapat membentuk pemikiran Islam dan gagasan-gagasan tentang pendidikan Islam semasa


BAB III
PENUTUPAN

a. Kesimpulan
Brunei Darussalam merupakan negara kerajaan dengan mayoritas penduduknya beragama Islam dan memiliki dasar negara Monarki absolut, yang dalam perkembangannya memiliki corak Monarki Konstitusional dengan Sultan yang menjabat sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, merangkap seagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan dengan dibantu oleh Dewan Penasihat Kesultanan dan beberapa Menteri. Segala urusan negara dan pemerintah yang menyangkut hajat hidup warga brunei adalah di tangan sang sultan.
b. Saran
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan agar pembuatan makalah yang akan datang bisa lebih baik lagi.
loading...
Previous
Next Post »
0 Komentar

Yang sudah kunjung kemari, jangan lupa bagikan ke teman ya

https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929