loading...

Pengertian Aliran Esensialisme

November 24, 2016
loading...

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing. Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Aliran Essensialisme?
2. Siapa Tokoh-tokoh dari Aliran Essensialisme?
3. Bagaimana pandangan Aliran Esensialisme serta penerapannya dibidang pendidikan?
4. Bagaimana Implikasi Aliran Essensialisme dalam dunia pendidikan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu Aliran Essensialisme.
2. Untuk mengethui siapa saja tokoh-tokoh Aliran Essensialisme
3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan Aliran Essensialisme serta penerapannya dibidang pendidikan
4. Untuk mengetahui bagaimana implikasi Aliran Essensialisme dalam dunia pendidikan

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Aliran Esensialisme
Secara Etimologi, Essensialisme berasal dari bahasa Inggris yakni “Essential” yang berarti inti atau pokok dari sesuatu dan “Isme” berarti Aliran Mazhab atau paham. Essensialisme dikenal sebagai gerakan pendidikan dan juga sebagai aliran filsafat pendidikan.
Essensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia, yang muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progrevisme. Perbedaannya yang utama adalah memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas. Menurut Esensialisme pendidikan harus bertumpu pada nilai-nilai yang telah teruji ketangguhannya dan kekuatannya sepanjang masa sehingga nilai-nilai yang tertanam dalam warisan/budaya sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan yang berbentuk secara berangsur-angsur melalui kerja keras dan susah payah selama beratus tahun, didalam telah teruji dalam gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah teruji dalam perjalanan waktu. Idealisme dan Realisme sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing. Idealisme dan Realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Maka konsep-konsep nya tentang pendidikan sedikit banyak diwarnai oleh konsep-konsep idealisme dan realisme.
Esensialisme dalam melakukan gerakan pendidikan bertumpu pada mazhab filsafat idealisme dan realisme meskipun kaum idealisme dan kaum realisme berbeda pandangan filsafat nya, namun mereka sepaham bahwa :
1. Hakikat yang mereka anut makna pendidikan bahwa anak harus menggunakan kebebasannya dan ia memerlukan disiplin orang dewasa untuk membantu dirinya sebelum ia sendiri dapat mendisiplinkan dirinya.
2. Manusia dalam memilih suatu kebenaran untuk dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya mengandung makna pendidikan bahwa generasi perlu belajar untuk mengembangkan diri setinggi-tinggi nya dan kesejahteraan sosial.
Aliran Essensialisme bersumber dari Filsafat Idealisme dan Realisme. Sumbangan yang diberikan keduanya bersifat eklektik artinya dua aliran tersebut bertemu sebagai pendukung Esensialisme yang berpendapat bahwa pendidikan harus bersendikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan
kestabilan. Nilai-nilai itu menjadi sebuah tatanan yang menjadi pedoman hidup, sehingga dapat mencapai kebahagiaan. Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad yang lalu, yaitu zaman Renaisans.
Adapun peranan Aliran Esensialisme adalah sebagai berikut :
1. Sebagai sako guru dalam kebudayaan modern
2. Sebagai pemeliharaan kebudayaan (warisan kebudayaan)

B. Tokoh-tokoh Aliran Esensialisme
1. Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831)
Georg Wilhelm Friedrich Hegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan yang dikuasai oleh huum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan pula bahwa sejarah adalah manifestasi dari berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir dan mengadakan ekspresi mengenai pengaturan yang dinamis mengenai dunia dan semuanya nyata dalam arti spiritual. Oleh karena Tuhan adalah sumber dari gerak, maka ekspresi berpikir juga merupakan gerak.

2. George Santayana
George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung atas otoriter atau nilai-nilai, namun juga tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri (memilih, melaksanakan).

3. Desiderius Eranus
Berusaha agar kurikulum sekolah bersifat humanis dan bersifat internasional, sehingga bisa mencakup lapisan menengah dan kaum aristokrat.


4. Johan Amos Comenius (1592-1670)
Berpendapat bahwa pendidikan mempunyai peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan karena pada hakekatnya dunia adalah dinamis dan bertujuan.

5. Thomas Hobbes
Berpendapat bahwa pengetahuan yang benar adalah yang dapat dijangau oleh indera. Jadi, pengetahuan tidak dapat mengatasi (melampaui) penginderaan. Persentuhan dunia luar dengan indera, jadi bersifat empiric, menjadi pangkal dan sumber pengetahuan.

6. Davis Hume
Mengemukakan analisa mengenai pengetahuan dan substansi. Pengetahuan adalah sejumlah pengalaman yang timbul silih berganti. Masing-masing pengalaman itu mengadakan impresi tertentu bagi orang yang menghayati substansi itu sebenarnya tidak ada, karena sebenarnya adalah perlangan pengalaman yang tadi.

C. Pandangan Esensialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
1. Pandangan Esensialisme Mengenai Belajar
Idealisme sebagai Filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitik beratkan pada individu tersebut. Menurut Idealisme, bila seorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami dirinya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif. Dengan mengambil landasan fikir, belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai substansi spiritual yang jiwanya membina dan menciptakan diri sendiri. Belajar adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh nilai-nilai sosial angkatan baru yang timbul untuk ditambah dan dikurangi serta diteruskan kepada angkatan berikutnya. Dengan demikian, pandangan-padangan realisme mencerminkan adanya dua jenis, yaitu determinasi mutlak dan determinasi terbatas.
a. Determinasi Mutlak, menunjukkan bahwa belajar adalah mengalami hal-hal yang tidak dapat dihalng-halangi adanya, jadi harus ada, yang bersama-sama membentuk dunia ini. pengenalan ini perlu diikuti oleh penyesuaian supaya dapat tercipta suasana hidup yang harmonis.
b. Determinasi terbatas, memberikan gambaran kurangya sifat pasif mengenai belajar. Bahwa meskipun pengenalan terhadap hal-hal yang kausatif didunia ini berarti tidak dimungkinkan adanya penguasaan terhadap mereka, namun kemampuan akan pengawas yang diperlukan.

2. Pandangan Esensialisme mengenai Kurikulum
Beberapa tokoh Idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Herman Harrel Horne dalam bukunya mengatakan bahwa hendaknya kurikulum itu bersendikan alas fundamen tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal. Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik. Atas ketentuan ini kegiatan atau keaktifan anak didik tidak terkekang, asalkan sejalan dengan fundamen-fundamen.

D. Implikasi Aliran Esensialisme Terhadap Pendidikan
a. Pandangan Ontologi Esensialisme
Sifat khas dari ontologi esensialisme adalah suatu konsepsi bahwa dunia ini di kuasai oleh tatanan yang cela, yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Ini berarti bahwa bagaimanpun bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan tatanan tersebut. Secara filosofis esensialisme dilandasi oleh prisip-prinsip klasik dari filsafat realisme dan idialisme moderen. Ontologinya dapat disebut realisme objektif, yang berpendapat bahwa kenyataan adalah sebuah pokok (subtansi) mater atau idialisme objektif yang berpandangan bahwa kenyataan itu pada pokoknya bersifat rohaniah.
Ontologi filsafat pendidikan idealisme menyatakan bahwa kenyataan dan kebenaran itu pada hakikatnya adalah ide-ide atau hal-hal yang berkualitas spiritual. Oleh karena itu, hal pertama yang perlu ditinjau pada peserta didik adalah pemahaman sebagai makhluk spiritual yang mempunyai kehidupan yang bersifat telelogis dan idealistik. Pendidikan bertujuan untuk membimbing peserta didik menjadi makhluk yang berkepribadian, bermoral serta mencita-citakan segala hal yang serba baik dan bertaraf tinggi.

b. Pandangan epistemologi essensialisme
Epistemologi essensialisme pada tingkat tertinggi merupakan teori persesuaian pengetahuan yang meyakini bahwa kebenaran tampil mewakili atau sesuai dengan fakta objektif. Realisme memperhatikan pandangan tiga aliran psikologi yaitu assosianesmi, behavorisme, dan koneksionisme. Lazimnya metode yang digunakan dalam aliran psikologi ini adalah menerapkan metode ilmu alam
Aspek epistemologi yang perlu diperhatikan dalam pendidikan adalah pengetahuan hendaknya bersifat ideal dan spiritual yang dapat menuntun kehidupan manusia pada kehidupan yang lebih mulia. Pengetahuan semacam itu tidak semata-mata terikat kepada hal-hal yang bersifat fisik, tetapi mengutamakan yang bersifat spiritual. Dalam bidang epistemologi bahwa pengetahuan adalah hasil yang dicapai oleh proses mana subjek dan objek mengadakan pendekatan. Dengan demikian hasilnya adalah perpaduan antara pengamatan, pemikiran dan kesimpulan dari kemampuan manusia dalam menyerap objeknya.

c. Pandangan mengenai Pendidikan
Essensialisme timbul karena adanya pandangan kaum progesif mengenai pendidikan yang fleksibel. Oleh karena adanya saingan dari progresivisme, maka pada sekitar tahun 1930 muncul organisasi. Dengan munculnya komite ini pandangan-pandangan essensilaisme menurut tafsiran abad XX mulai diketengahkan dalam dunia pendidikan.

d. Pandangan mengenai belajar
Essensialisme yang didukung oleh pandangan idealisme berpendapat bahwa bila seseorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia objektif. Akal budi manusia membentuk, mengatur, mengelompokkannya dalam ruang dan waktu. Dengan prinsip itu dapat dikatakan bahwa belajar pada seseorang sebenarnya adalah mengembangkan jiwa pada dirinya sendiri sebagai substansi spritual. Jiwa membina dan menciptakan dirinya sendiri. Jadi belajar adalah menerima dan mengenal dengan sungguh-sungguh nilai-nilai sosial oleh angkatan baru yang timbul untuk ditambah dan dikurangi serta diteruskan kepada angkatan berikutnya (Barnadib:1996:56). Belajar adalah cerminan dari jiwa yang aktif.

e. Pandangan Kurikulum Essensialisme
Essensialisme adalah suatu teori pendidikan yang menegaskan bahwa pendidikan selayaknya bergerak dalam kegiatan pembelajaran tentang keahlian dasar, seni dan sains yang telah nyata-nyata berguna dimasa lalu dan tetap demikian dimasa yang akan datang. Para essensialis percaya bahwa beberapa keahlian esensi atau dasar mempunyai kontribusi yang besar terhadap keberadaan manusia seperti membaca, menulis, aritmatika dan perilaku sosial yang beradab. Keahlian dasar ini merupakan hal yang selayaknya dan memang dibutuhkan sehingga selalu ada dalam setiap kurikulum sekolah dasar yang baik.
Pada kurikulum sekolah pertama, kurikulum dasar seharusnya terdiri dari sejarah, matematika, sains dan sastra. Kurikulum perguruan tinggi terdiri dari dua komponen yaitu mata kuliah umum dan sains. Dengan menguasai mata kuliah ini yaitu yang berkaitan dengan lingkungan sosial dan alam, seorang siswa mempersiapkan diri untuk berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat beradab.
Jadi intinya kurikulum hendaknya disusun secara sistematis, dari mulai yang sederhana sampai yang kompleks. Kurikulum direncanakan dan disusun berdasarkan pikiran yang matang agar manusia dapat hidup harmonis dan menyesuaikan diri dengan sifat-sifat kosmis.

f. Aksiologi Esensialisme
Dalam bidang aksiologi faktor peserta didik perlu dipandang sebagai agen yang ikut menentukan hakikat nilai. Esensialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah pada keduniaan serba ilmiah dan materialistis. Selain itu juga diwarnai oleh pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan realisme. Tujuan umum Aliran Esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia didunia dan akhirat. Johan Amos Comenius (1592-1670) sebagai salah satu tokoh esensialisme mengatakan bahwa karena dunia ini dinamis dan bertujuan, kewajiban pendidikan adalah membentuk anak sesuai dengan kehendak tuhan. Tugas utama pendidikan ialah membina kesadaran manusia akan semesata dan dunia untuk mencari kesadaran spiritual menuju Tuhan.
Teori nilai menurut Idealisme bahwa hukum-hukum etika adalah hukum-hukum kosmos karena itu seseorang diakatakan baik hanya bila ia secara aktif berada didalam dan melaksanakan hukum-hukum itu. Dengan demikian posisi seseorang jelas dapat dimengerti dalam hubungannya dengan nilai-nilai itu. Dalam filsafat misalnya agama di anggap mengajarkan doktrin yang sama, bahwa perintah-perintah tuhan mampu memecahkan persoalan-persoalan moral bagi siapapun yang mau menerima dan mengamalkannya. Meskipun idealisme menjunjung asas otoriter atas nilai-nilai itu, namun ia tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri yaitu memilih dan melaksanakan.
Teori nilai menurut Realisme, prinsip sederhana Realisme tentang etika ialah melalui asas ontologi bahwa sumber semua pengalaman manusia terletak pada keteraturan lingkungan hidupnya. Karena itu Approach pada pengetahuan yakni dengan pemahaman obyektif atas peristiwa-peristiwa dalam kehidupan. Fakta peristiwa itulah yang menimbulkann pertimbangan proporsional dalam ekspresi keinginan, rasa kagum, tidak suka dan penolakan. Kecenderungan Approach obyektif ini yang melahirkan penyelidikan ilmiah, khususnya dalam ilmu pengetahuan sosial.
Teori belajar menurut Esensialisme ialah teori korenpondensi sebagai dasar. Yakni kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan dan fakta. Meskipun proses belajar dianggap bidang psikologi, tetap oleh aliran ini belajar juga dianggap sebagai masalah ontologi, epistemologi dan aksiologi. Pendirian demikian berdasarkan prinsip bahwa perlu verifikasi kodrat realita yang kita pelajari (ontologi). Juga diperlukan reabilitas pengetahuan yang dipelajari (epistemologi) dan demikian pula nilai dari realitas dan pengetahuan itu (aksiologi). Pada prinsipnya proses belajar adalah melatih daya jiwa yang potensial sudah ada. Proses belajar sebagai proses menyerap apa yang berasal dari luar yaitu dari warisan-warisan sosial yang disusun didalam kurikulum tradisional dan guru berfungsi sebagai perantara.
Prinsip-prinsip pendidikan Esensialisme yaitu :
1. Pendidikan harus dilakukan melalui usaha keras, tidak begitu saja timbul dari dalam diri siswa.
2. Inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada peserta didik. Perana guru adalah menjembatani antara dunia orang dewasa dengan dunia anak. Guru disiapkan secara khusus utnuk melaksanakan tugas diatas, sehingga guru lebih berhak untuk membimbing pertumbuhan peserta didiknya. Esensialisme menurut Imam Barnadib bahwa guru sebagai penetu bagi pendidikan. Kedudukan guru atau pendidik demikian penting karena mereka mengenal dengan baik tentang tujuan pendidikanserta pengetahuan atau materi-materi lain.
3. Inti proses pendidikan adalah asimilasi dan mata pelajaran yang telah ditentukan. Kurikulum diorganisasi dan direncankan dengan pasti oleh orang dewasa. Pandangan ini sesuai dengan filsafat realisme bahwa secara luas lingkungan material dan sosial adalah manusia yang menetukan bagaimana seharusnya ia hidup.
4. Sekolah harus mempertahankan metode-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin mental.
5. Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum.
6. Menghendaki pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang tinggi, yang hakiki kedudukannya dalam kebudayaan. Nilai-nilai ini hendaklah yang sampai kepada manusia nmelalui sivilisasi dan telah teruji oleh waktu. Tugas pendidikan adalah sebagai perantara atau pembawa nilai-nilai yang ada didalam gudang diluar ke jiwa peserta didik. Ini berarti bahwa peserta didik itu perlu dilatih agar mempunyai kemampuan penyerapan yang tinggi.

E. Peranan Esensialisme sebagai Pemeliharaan Kebudayaan
Karena prinsip utama dan watak dari esensialisme ialah semangat ingin kembali kepada warisan kebudayaan masa silam yang agung dan ideal. Maka pendidikan baginya ialah sebagai pemeliharaan kebudayaan yang ada.
Esensialisme sebagai teori pendidikan dan kebudayaan melihat kenyataan bahwa lembaga-lembaga dan praktek-prekte kebudayaan modern telah gagal dalam banyak hal untuk memenuhi harapan zaman modern. Maka untuk menyelamatkan manusia dan kebudayaan haru diusahakan melalui pendidikan.
Secara sadar esensialisme memelihara kebudayaan warisan secara bijaksana dan dengan efektif melalui dua cara :
1. Percaya pada praktek-praktek, kebiasaan-kebiasaan dan lembaga-lembaga yang telah terbina dan terpuji.
2. Mengembangkan kesadaran atas dalil-dalil, kebenaran-kebenaran, hukum-hukum dan asas yang ada dibawah praktek, kebiasaan dan lembaga-lembaga yang telah ada dan terbina.



























BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara Etimologi, Essensialisme berasal dari bahasa Inggris yakni “Essential” yang berarti inti atau pokok dari sesuatu dan “Isme” berarti Aliran Mazhab atau paham. Essensialisme dikenal sebagai gerakan pendidikan dan juga sebagai aliran filsafat pendidikan.
Essensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia, yang muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progrevisme.
Esensialisme dalam melakukan gerakan pendidikan bertumpu pada mazhab filsafat idealisme dan realisme meskipun kaum idealisme dan kaum realisme berbeda pandangan filsafat nya.
Adapun Tokoh-tokoh Aliran Esensialisme adalah sebagai berikut :
1. Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831)
2. George Santayana
3. Desiderius Eranus
4. Johan Amos Comenius (1592-1670)
5. Thomas Hobbes
6. Davis Hume

B. Kritik dan Saran
Dengan mengerjakan tugas yang diberikan oleh Bapak mengenai Esensialisme maka penulis berharap agar Bapak memberikan penjelasan mengenai pembuatan makalah yang baik dan benar agar kedepannya penulis bisa mengetahui cara penulisan makalah yang baik dan benar.







DAFTAR PUSTAKA

Khobir Abdul. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Pekalongan : STAIN Pekalongan Press.

Syam, Mohammad Noor. 1986. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pnancasila. Surabaya : Usaha Nasional.
loading...
Previous
Next Post »

2 comments

  1. Thanks kk atas informasi nya.... Kalau bisa saya mau tanya itu daftar pustakanya dari mana ya kak ?Terimakasih

    ReplyDelete

Yang sudah kunjung kemari, jangan lupa bagikan ke teman ya

https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929