loading...

PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI DISIPLIN ILMU

January 10, 2017
loading...
( PELAJARAN I )
 PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI DISIPLIN ILMU
Pada BAB I ini, sebagaimana kita ketahui bersama bahwa sumber utama pendidikan islam sebagai disiplin ilmu adalah kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah s.a.w. serta pendapat para sahabat dan ulama atau ilmuwan muslim sebagai tambahan. Sebagai disiplin ilmu, pendidikan islam bertugas pokok meng-ilmiahkan wawasan atau pandangan tentang kependidikan yang terdapat di dalam sumber-sumber pokoknya dengan bantuan dari pendapat para sahabat dan ulama atau ilmuwan muslim.
Dunia ilmu pengetahuan yang akademik telah menetapkan norma-norma, syarat-syarat dan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu ilmu yang ilmiah. Persyaratan keilmuwan yang ditetapkan itu nampak bersifat sekuler, dalam arti bahwa mengilmiahkan suatu pandangan atau konsep dalam banyak seginya, yang melibatkan nilai-nilai ke-Tuhanan dipandang tidak rasional, tapi metafisik dan tidak dapat dijadikan dasar pemikiran sistematis dan logis.
Ilmu pengetahuan pendidikan Islam pada khususnya tersusun dari konsep-konsep dan teori-teori yang disistematiskan menjadi suatu kebulatan yang terdiri dari komponen-komponen yang satu sama lain saling berkaitan.Sebagai suatu disiplin ilmu, pendidikan Islam merupakan sekumpulan ide-ide dan konsep-konsep intelektual yang tersusun dan diperkuat melalui pengalaman dan pengetahuan.
Ada tiga komponen dasar yang harus dibahas dalam teori pendidikan islam yang pada gilirannya dapat dibuktikan validitasnya dalam operasionalisasi. Tiga komponen dasar itu ialah:
1) Tujuan pendidikan Islam harus dirumuskan dan ditetapkan secara jelas dan sama bagi seluruh umat Islam sehingga bersifat universal. Tujuan pendidikan Islam adalah yang azasi karena ia sebegitu jauh menentukan corak metode dan materi (content) pendidikan Islam. Sebagai essensianya tujuan pendidikan Islam yang sejalan dengan tuntutan Al-Qur’an itu tidak lain adalah sikap penyerahan diri secara total kepada Allah SWT., yang telah kita ikrarkan dalam shalat kita sehari-hari.
“sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupkudan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”(al-An’am: 162)
2) Metode pendidikan Islam yang kita ciptakan harus berfungsi secara efektif dalam proses pencapaian tujuan pendidikan Islam itu. Adapun metode yang dipakai dalam proses kependidikan Islam bertumpu pada paedosentrisme, dimana maksudnya kemampuan fitrah manusia dijadikan pusatnya proses kependidikan.
3) Irama gerak yang harmonis antara metode dan tujuan pendidikan dalam proses akan mengalami vakum bila tanpa kehadiran nilai atau idea.
Ilmu pendidikan Islam yang menjadi pedoman operasional pendidikan Islam perlu dikembangkan sesuai dengan persyaratan yang diterapkan dalam dunia akademik yaitu:
1) Memiliki objek pembahasan yang jelas dan khas pendidikan Islami meskipun memerlukan ilmu penunjang dari yang non-islami.
2) Mempunyai wawasan, pandangan, asumsi, hipotesa serta teori dalam lingkup kependidikan Islami yang bersumberkan ajaran Isam.
3) Memiliki metode analisis yang relevan dengan kebutuhan perkembangan ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam, beserta sistem pendekatan yang seirama dengan corak keislaman sebagai kultur dan revilasi.
4) Memiliki struktur keilmuan yang sistematis mengandung totalitas yang tersusun dari komponen-komponen yang saling mengembangkan satu sama lain yang meunjukkan kemandiriannya sebagai ilmu yang bulat.
Oleh karena suatu ilmu yang ilmiah harus bertumpu pada adanya teori-teori, maka teori-teori pendidikan islam juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Teori harus menetapkan adanya hubungan antara fakta yang ada.
2) Teori harus mengembangkan sistem klasifikasi dan struktur dari konsep-konsep, karena alam kita tidak menyediakan sistem siap pakai untuk itu.
3) Teori harus dapat mengikhtisarkan berbagai fakta, kejadian-kejadian, oleh karenanya maka sebuah teori harus dapat menjelaskan sejumlah besar fakta.
4) Teori harus dapat meramalkan fakta atau kejadian-kejadian karena tugas sebuah teori adalah meramalkan kejadian-kejadian yang belum terjadi.
Permasalahan urgen bagi ilmu pendidikan islam ialah:
1) Bagaimana seharusnya pendidikan islam dapat menjawab tantangan kebutuhan kependidikan generasi muda bagi kehidupan nya di masa depan secara sistematis berencana, mengingat ciri khas agama islam adalah sifat aspiratif dan kondusif kepada; kebutuhan hidup sesuai dengan human nature (fitrah).
2) Bagaimana agar pendidikan islam mampu mendasari kehidupan generasi muda dengan iman dan takwa dalam berilmu pengetahuan yang sekaligus memotivasi daya kreativitasnya dalam kegiatan pengembangan dan pengalaman ilmu pengetahuan tersebut sejalan dengantuntutan Al-Qur’an.
3) Bagaimana pendidikan islam sebagai disiplin ilmu dapat melestarikan dan memajukan tradisi dan budaya moral yang islamic etnik dalam komunikasi sosial dan interpersonal dalam masyarakat yang semakin industrial-teknologis.
4) Bagaimana agar pendidikan islam tetap mampu berkembang dalam jalur input invironmental dilembaga pendidikan islam dalam proses pencapaian tujuan akhirnya, baik dalam upaya membentuk pribadi, maupun anggota masyarakat dan warga negara yang berkualitas baik.
( PELAJARAN II )
 PEMBANGUNAN PENDIDIKAN ISLAM DAN ANTISIPASI PERKEMBANGAN IPTEK
Sosialistik-rejilius bercita-cita meraih kehidupan yang seimbang, serasi dan selaras antara kehidupan batiniah, mental-spiritual dengan kehidupan lahiriyah adalah watak bangsa Indonesia. Dalam hal ini, tuntunan agama islam pada khususnya, sejak awal penyebarannya didunia ini telah mengajak dan mendorong umat manusia agar bekerja keras mencari kesejahteraan hidup didunia dan kebahagiaan diakhirat secara simultan. Antara etos kerja keras untuk duniawi dan ukhrawinya tak boleh dipisahkan, melainkan menjadi etos kerja yang terintegrasi yang satu sama lain saling berkaitan secara continuum, termasuk etos ilmiah yang mendorong ke arah pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Para ahli peneliti kandungan Al-Qur’an dari aspek ilmu dan teknologi, anatara lain Prof. afzalurrahman dan prof. dr Maurice bucaile mendapatkan kesimpulan-kesimpulan bahwa kitab suci Al-Qur’an memberi dorongan daya cipta umat manusia dalam berfikir dan menganalisa serta mengembangkan fenomena semesta alam ciptaan Allah yang bergerak secara sistematis dan bertujuan itu, menjadi benda-benda atau alat-alat teknologis yang tepat guna bagi kesejahteraan hidup manusia, sejak dari ilmu dan teknologi pertanian,irigasi, botani, perkebunan, bio-kimia, arsitektur, archeology, astronomi, fisika, matematika sampai kepada ilmu dan teknologi ruang angkasa dan kedoktean.
Strategi pendidikan islam dalam menghadapi tantangan modernisasi berkat kemajuan IPTEK itu mencakup ruang lingkup:
a. Motivasi kreativitas anak didik kearah pengembangan IPTEK itu sendiri dimana nilai-nilai islami menjadi sumber acuan
b. Mendidik keterampilan memanfaatkan produk IPTEK bagi kesejahteraan hidup umat manusia pada khususnya
c. Menciptakan jalinan yang kuat antara ajaran agama dan IPTEK serta hubungan yang akrab dengan para ilmuan yang memegang otoritas IPTEK dalam bidang masing-masing
d. Menanamkan sikap dan wawasan yang luas terhadap masa depan umat manusi melalui kemampuan menginterprestsikan ajaran agama dari sumber-sumber yang murni dan kontekstualdengan masa depan kehidupan manusia.
1. Perencanaan program pendidikan islam
Dalam merencanakan program ini kita perlu mengidentifikasikan 8 masalah pokok yaitu
a. Apakah ajara islam memberikan ruang lingkup berfikir kreatif manusia dan sejauh mana ruang lingkup tersebut diberikan kepada manusia.
b. Potensi psikologis apa sajakah yang menjadi sasaran penddidikan islam terutama dalam kaitannya dengan kreativitas yang berhubungan dengan perkembangan IPTEK. Bagaimanakah system dan metode pendidikan yang tepat-guna dalam proses kependidikan islam yang kontekstual dengan IPTEK tersebut.
c. Keterampilan-keterampilan apa sajakah yang diperlukan anak didik dalam mengelola dan memanfaatkan IPTEK modern sehingga dapat mensejahterakan kehidupan umat manusia, khususnya umat islam
d. Sampai seberapa ajuh anak didik di harapkan mampu mengendalikan dan menangkal dampak-dampak negative dari IPTEK terhadap nilai-nilai etika keagamaan islam dan nilai-nilai moral yang telah dan yang harus dimapankan dalam kehidupan individual dan social.
e. Sebaliknya apakah nilai moral dan social keagamaan mampu memberikan dampak positif terhadap kemajuan IPTEK modern tersebut.
f. Kompetensi guru agama apakah yang harus dimiliki sebagai hasil (produk) lembaga pendidikan professional kegurua yang dapat diandalkan untuk menghadapi modernitas umat berkat kemajuan IPTEK tersebut.
g. Gagasan baru apa sajakah yang harus dirumuskan kembali dalam perencanaan pendidikan jangka panjang dan pendek, yang terkait dengan pengembangan kurikulum nasional pada sekolah umum dan PTU,serta yang terkait pendidikan pada perguruan-perguruan agama islam dalam semua jenjang.
2. Menghadapi Tantangan Dampak-dampak IPTEK Modern
Dalam sejarah peradaban Islam dapat kita telaah bahwa ilmuwan muslim, para filosof, para ulama dsb, memiliki sikapa positif terhadap ilmu dan teknologi yang non muslim, seperti yang berasal dari Yunani dan Persia dsb,didasari dengan rasa optimisme sesuai ajaran Islam, para ilmuwan dan ulama masa itu secara antusias mentransfer IPTEK dari luar yang kemudian dikembangkan menjadi IPTEK yang Islamis. Sehingga bentuk-bentuk IPTEK yang membahyakan aqidah keimanan mereka,ditinggalkan oleh mereka seperti dalam bidang filsafat yang bersifat hedonistik dan epikuris, dan bidang kesustraan yang penuh dengan hayal dan kesedian.
Dengan melalui proses tranferisasi IPTEK modern progran pendidikan islam, dapat meningkatkan kemampuan anak didik untuk mengenali dan menganalisis dampak-dampak negatif dan positif nya karena pendidikan islam harus membuka diri terhadap informasi tentang perkembangan IPTEK tersebut seluas-luasnya,seiring dengan watak akomodatif dan ajaran agama kita yang sholahyuun li kulli zaman wa makan.
3. Materi, Metode, dan Tujuan Pendidikan Islam
Dengan modal dasar berupa sikap keterbukaan, kecintaan kejujuran dan etos ilmiah dan kerja keras dan belajar, maka materi yang perlu dalam kurikulum pendidikan islam sekurang-kurangnya dalah materi-materi pelajaran yang bersumber pokok ajaran islam yang mengndung motivasi dan persuasi untuk mengembangkan daya fikir dan daya dzikir anak didik.
Metode menginterpretasikan dari kandungan Qur’an perlu dipertajam pada pengembangan kreativitas dan pola pikir anak didik. Oleh karena itu sistem belajar inovatif dan kreatif perlu digalakkan di lembaga-lembaga pendidikan islam pada khususnya dan pada kegiatan belajar agama dalam sekolah umum dan dalam pelajaran agama dalam semua jenjang pendidikan. Sejalan dengan pola fikir di atas maka tujuan pendidikan agama islam masih dirumuskan kembali berdasarkan atas tuntutan modernitas umat.
( PELARAN III )
 PENDIDIKAN AGAMA, SARANA, FASILITAS, DAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Berdasarkan judul diatas, modal rohaniah dan mental yaitu kepercayaan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan tenaga aspirasi yang tak ternilai harganyabagi pengisian aspirasi-aspirasi bangsa, disamping kepercayaan dan keyakinan bangsa atas kebenaran falsasah pancasila yang merupakan modal sikap mental yang dapat membawa bangsa menuju cita-citanya.
Pernyataan diatas menjadi salah satu dari 8 asas pembangunan nasionaal kita yang harus dijakan pola dasar pemikiran dalam penyusunan strategi pendidikan agama dalam semua lingkungan pendidikan bangsa. Hakikat pembangunan nasional adalah membangun indonesaia seutuhnya dan seluruh masyarakat indonesia yang berlandaskanpada pancasila dan UUD 1945. Untuk itulah tujuan pendidikan agama seharusnya diarahkan kepada terbentuknya manusia indonesia yang beridentitas dan berkepribadian pancasila yang bermoralitas agamis kepada ketegaran dan keteguhan pribadi dalam menghadapi segalaa pasang-surutnya pembangunan bangsa.
Meskipun pendidikan agama tidak termasuk pola dasar pembangunan nasional melainkan sebagai salah satu komponen strategi dalam pembinaan watak bangsa indonesia karena tergolong ke dala kelompok dasar dari kurikulum pendidikan nasional, maka pelaksanaan menuntu kepada terwuudnya keterjalinan kerjasama antara penanggung jawab pendidikan di samping keterjalinan tekad antara penentu kebijakan dan program pendidikan sampai kepada pelaksana teknis di lapangan operasional kelembagaan formal dan non formal untuk mensukseskan tujuan pokok. Pendidikan agama wajib dilaksanakan di semua lingkungan pendidikan.
1. Pelaksanaan pendidikan agama islam di sekolah dan lingkungan kependidikan lainnya
Program-program pendidikan agama harus ditata kembali sehingga mampu mengantisipasi kebutuhan hidup bangsa yang lebih bermoral dalam modernisme. Tujuan pendidikan agam di semua lingkungan harus diarahkan terutama kepada pendalaman dan pengalaman nilai-nilai iman dan takwa,tidak hanya kepada ilmu pengetahuan keagamaan, karena kita tidak mendidik murid-murid sekolah umum, menjadi ulama. Proses pendidikan agama harus didukung oleh situasi dan kondisi kehidupan.
2. Orientasi pelaksanaa pendidikan agama
Orientasi ideal pancasila menghendaki pemantapam pola sikap dan pola pikir. Orientasi pendidikan agama perlu dilandasi dengan nilai-nilai ajaran agama sehingga manusia didik setelah dewasa benar-benar mampu berfungsi sebagai khalifah di muka buminya sendiri.
3. Program prioritas pendidikan agama
Berlandaskan tujuan pendidikan nasional sebagaimana ditetapkan dala TAP II/MPR/1988 (GBHN), maka proiritas program pendidikan agama adalah meningkatkan kualitas manusia indonesia melalui aspek-aspek rihaniah dan jasmaniah mental spritual yang mampu mendorong pengembangan kepribadian yang utuh, dinamis dan moralis di mana keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa menjadi rujukan kehidupannya.
4. Probelamatika umum pendidikan agama di sekolah
Berbagai faktor yang diidentifikasikan sebagai penghambat dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Faktor-faktor eksternal
 Timbulnya sikap masyarakat atau orang tua di bebrapa lingkungan sekitar sekolah yang kurang concerned kepada pentingnya pendidikan agama.
 Situasi lingkungan sekitar sekolah disubsversi oleh godaan-godaan setan yang bersosok berbagai ragam bentuknya.
 Timbulnya sikap frustasi di kalangan orang tua atau masyarakat bahwa ketinggian tingkat pendidikan yang dengan susah payah, tidak akan menjamin anaknya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
b. Faktor-faktor internal sekolah
 Guru kurang kompeten untuk menjadi tenaga propesional pendidikan atau jabatan guru yang disandangnya hanya merupak pekerjaan alternatif terakhir.
 Penyalahgunaan manajemen penempatan yang mengalih tugaskan guru agama kebagian administrasi seperti perpustakaan.
 Kurrangnya waktu persiapan guru agama dalam mengajar.
 Kurikulum yang terlalu overloaded.

c. Pola pemecahan problema kependidikan islam.
Problema kependidikan di negara kita yang sedang membangun ini menyangkut tiga faktor:
• Faktor idiil yang melandasi pelaksaanaan pendidikan islam.
• Faktor stuktural kelembagaan pendidikan islam yang telah eksis dalam masyarakat, perlu dilakukan inovasi yang benar-benar dapat mendukung tujuan pendidikan naasional.
• Faktor teknis operasional pendidikan agam adi semua jenjang pendidikan umum perlu lebih diaktualisasikan ke dalam proses yang integralistik dengan pendidikan intelektual dan keterampilan sehingga terwujud keserasian dan keselarasan dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional.

( PELAJARAN IV )
 POLITIK PEMERINTAH TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

A. Pengertian Politik Pendidikan
Pemahaman terhadap politik yang demikian itu amat penting dilakukan, baik sebagai wacana maupun sebagai bahan untuk dipertimbangkan oleh para pengelola dan pengembil kebijakan dalam bidang pendidikan.
Kata politik berasal dari bahasa Inggris yaitu, politic yang artinya permainan politik. Dalam bahasa Indonesia, politik dapat diartikan pengetahuan tentang ketatanegaran atau kenegaraan. Dapat diartikan pula bahwa politik segala sesuatu yang berupa urusan, tindakan, kebijaksanaan, dan lain sebagainya mengenai pemerintahan pada suatu negara tersebut.
Sedangkan pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar dalam membina dan mengembangkan potensi anak didik dari aspek jasmani maupun rohani agar menjadikan manusia yang beriaman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, bertanggung jawab, terampil, yang dapat berguna bagi masyarakat.
Dengan demikian, politik pendidikan adalah segala upaya atau usaha pemerintah dalam mengatur proses pembinaan dan pengembangan peserta didik untuk menjadikanpribadi yang sempurna sebagai acuan utama demi tercapai tujuan negara. Politik pendidikan didalamnya mengandung 5 komponen-komponen yaitu sebagai berikut :
1. Termasuk dalam ranah kebijakan pemerintah negara. sebagai bentuk pengabdian kepada negara dalam bidang-bidang yang akan diembankan kepada masyarakat.
2. Mempunyai pengaruh terhadap sosial politik, sosial budaya, keamanan atau hubungan pemerintah dengan dunia internasional.
3. Ditujukan untuk mensukseskan penyelenggaraan pendidikan melalui penentuan kebijakan pemerintahan.
4. Dijalankan untuk mencapai tujuan negara.
5. Merupakan suatu sistem penyelenggaraan pendidikan suatu negara yang diberangkat dari tujuan negara, penentuan kebijakan, dan diimplementasikan pada pencapaian tujuan negara.
B. Kebijakan Politik Pendidikan Pemerintahan Indonesia
Kebijakan politik pendidikan pemerintahan Indonesia secara umum dapat dibagi ke dalam empat periode yaitu :
1. Masa Pra-kemerdekaan
Kebijakan politik pemerintahan berada pada tangan penjajah Belanda. Belanda menerapkan politik diskriminatif terhadap rakyat jajahannya terutama ummat Islam tanpa memberikan pendidikan. Belanda sengaja membiarkan jajahannya larut dalam kebodohan agar mudah untuk ditindas dan diadu dombakan. Namun pada tujuannya, hanya untuk menjadikan tenaga kerja yang akan dipekerjakan pada pemerintahan Belanda sebagai benteng untuk memperkokoh penjajahannya.
Mengenai pendidikan Islam, Belanda mengangap adanya lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti madrasah, pesantren sebagai sarang pemberontak. Politik pendidikan yang diterapkan oleh umat Islam adalah bersikap non-koperatif artinya tidak bekerjasama kepada pemerintahan Belanda. Selanjutnya membuat kegiatan pendidikan yang dilakukan organisasi Islam seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persatuan Islam selain memberikan pengetahuan umum, juga pengetahuan agama, rasa nasionalisme, dan juga patriotisme maka lahirlah Sumpah Pemuda sebagai semangat untuk mengusir penjajah Belanda.
2. Masa Orde Lama (pasca kemerdekaan) 1945-1966
Pada masa ini polit pendidikan Islam lebid diarahkan pada upaya pembaharauan dan memperbanyak lembaga pendidikan Islam yang mutu sejalan dengan tuntutan zaman. Adanya tiga kekuatan ideologis yang mempengaruhi kebijakan dalam pendidikan yaitu nasionalis, sekularis-komunis, dan islamis. Salah satu bukti, Presiden Soekarno menganut paham nasionalis yang dampaknya pendidikan Islam tidak mendapat perhatian.
3. Masa Orde Baru (1966-1998)
Terdapat lima karakteristik pemerintahan Orde Baru yaitu : pertama, pemerintahan yang kuat dan dominan. Kedua, dipimpin dan didukung kekuatan militer bekerjasama dengan teknorat dan birokrat sipil. Ketiga, keamanan represif dan aparat politik-ideologis untuk produksi kekuasaan. Keempat, mendapat dukungan kapitalisme internasional. Kelima,kelemahan terjadi karena faktor dalam negara sendiri.
Ciri-ciri masyarakat pada pemerintahan Orde Baru yaitu kedudukan yang lemah terhadap pemerintahan, tidak berperan, ketakutan, disartikulatif dan involutif, serta fragmentatif. Maka hubungan pemerintah dan rakyat bukan hubungan yang harmonis melainkan bersifat konspiratif, kooptatif, dan dominatif.
4. Masa Reformasi (1998-2004)
Masa pemerintahan reformasi ditandai dengan semakin berkembangannya wacana demokrasi. Mahasiswa sudah memiliki kebebasan dalam mengeluarkan aspirasinya, akan tetapi kebijakan-kebijakan pada Orde Baru belum berbeda jauh diterapkan pada masa sekarang. Sepanjang sejarah, Pendidikan Islam senantiasa mengawal dan mengiringi pendidikan nasional.Pendidikan Islam terus berproses bersama dengan pendidikan nasional untuk mengisi kemerdekaan dengan pembangunan dalam berbagai bidang. Pada kesimpulannya pendidikan islam pada masa ini yaitu rekontruksi artinya pemberian otonomi pendidikan pada masyarakat dengan infrastruktur yang memihak pada pemberdayaan masyarakat.
( PELAJARAN V )
 MENSIASATI KEKURANGAN JAM PELAJARAN AGAM DI SEKOLAH- SEKOLAH
Masalah yang sering dikemukakan para penagamat pendidikan islam adalah adanya kekurangan jam pelajaran untuk pengajaran agama islam yang di sediakan disekolah-sekolah umum seperti Sekolah Dasar,Sekolah Menengah Umum dan seterusnya. Masalah inilah yang dianggap sebagai penyebab utama timbulnya kekurangan para pelajaran dalam memahami,menghayati dan mengamalkan ajaran agama. Sebagai akibat ini maka para pelajar tidak memiliki bekal untuk membentengi dirinya dari berbagai pengaruh negative akibat globalisasi yang menerpa kehidupan.
Banyak pelajar yang terlibat dalam dalam perbuatan yang kurang terpuji seperti tawuran,pencurian,penodongan,penyalah gunaan obat narkotika,dan lain sebagainya. Semua perbuatan ini dapat mengahcurkan masa depan pelajar ini penyebab utamanya adalah kekurangan bekal pendidikan agama. Hal ini terjadi dikarenakan kurang jam pelajaran di sekolah sekolah.
Sejalan dengan permasalah diatas tersbut untuk mengatasi kekurang jam pelajaran agama yang diberikan diskolah, maka perlua adanya solusi alternative,solusi tersebut anatara lain sebagai berikut :
1. Merubah orientasi dan fokus pengajaran agama yang semula bersifat subject matter oriented. Yaitu dari yang semulanya berpusat pada pemberian pengetahuan agam dengan artian memahami dan mengahafal ajaran agama sesuai kurikulum,menjadi pengajarab agama yang berorientasi pada pengalaman dan pembentuk sikap keagamaan melalui pembiasaan hidup sesuai dengan agama. Pengajaran agama, khususnya pengajaran agama di sekolah umum perlu dirubah arahnya kepada pengalaman agama dalam kehidupan sehari-hari.
Mereka peara pelajaran umum mulai dari Sekolah Dasar hingga dengan tingkat menengah cara inilah yang perlu dikembangkan. Dengan alsan karena meraka para pelajar umum mereka buak diarah untuk menjadi ahli agama. Mereka nantinya bisa jadi dokter,arsitek,desainer dan lain-lain. Namun semua keahliannya didasarkan pada jiwa dan akhlak islami,sehingga seluruh pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dapat digunakan untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia.
2. Dengan menambah jam pelajaran agama diluar jam pelajaran yang telah ditetapkan dari kurikulum. Dalam kaitan ini, kurikulum tambah atau kegitan ekstra kurikuler perlu ditambahkan dan dirancang sesuai dengan kebutuhan dengan penekan utamnya pada pengalaman agama dalam kehidupan sehari-hari .
3. Dengan cara meningkatkan perhatian, kasih sayang, bimbingan dan pengawasan yang diberikan oleh kedua orang tua dirumah. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa anak-anak yang sedang tumbuh dewasa dan belum membantuk sikap keagamaanya sangat memerlukan dari kedua orang tuanya. Anak-anak sangat membutuhkan kasih sayang secara psikologis dapat menetramkan jiwanya. Mereka mendapatkan sesuatu dari rumahnya, sehingga ia akan mau tinggal dirumah, sebaliknya bila jiwa anak-anak tidak mendapat kasih sayang di rumahny, maka ia akan mencarai kasih sayang diluar rumah dengan cara berteman dengan kelompoknya yang tidak selamanya mengajak kepada kebaikan. Selain itu anak-anak juag membutuhkan perhatian dari orang tuanya
4. Dengan cara melaksanakan tradisi ke-islamanyang didasarkan pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah disertai dengan pengayatan akan makna dan pesan moral yang terkandung didalamnya. Dimasyarakat banyak sekali tradisi ke- Islaman yang bernuansa pembinaan sikap keagamaan, seperti tradisi nujuh bulanan, mengazani telinga sebelah kanan dan mengiqamati pada telinga sebelah kiri pada bayi baru lahir, memberikan makanan madu,memberikan nama yang baik,mencukur rambutnya, mengaqiqahinya,mengajarkan sikap sopan santun kepada kedua orang tua, membiasakan berdoa ketika akan tidur, bangun tidur, akan makan, selesai makan, akan berpergian, mencium tangan, berkata yang lembut dan sopan, memberikan sesuatunya kepada kaum fakir miskin, mengunjungi orang yang lagi skit atau kesusahan. Tradisi yang demikian itu jika di iplikasikan secara konsisten akan sangat besar pengaruhnya bagi pembinaan sikap keagamaan si anak.
5. Pembinaan sikap kegamaan tersebut dapat pula dilakukan memanfaatkan berbagi media masa yang tersedia, seperti radio, surat kabar,buku bacaan, televise dan lain sebagainya. Diketahui bahwa salah satu ciriera modern saat ini adalah tersidianya berbagai media informasi dan komunikasi. Berbagai media informasi dan komunikasi tersebut di samping menawarkan berbagai pilihan yang negatif, juga berbagai pilihan yang positif.
( PELAJARAN VI )
 PRO DAN KONTRA TENTANG PERLU TIDAKNYA PENDIDIKAN SEKS BAGI PARA REMAJA
Hinga sekarang, perdebatan tentang perlu tidaknya pendidikan seks bagi para remaja remaja belum juga tuntas. Sebagian kalangan yang tergolong modenis-progressip setuju bahwa pendidikan seks bagi para remaja perlu diberikan.1 sementara bagi sebagian kalangan konservatif tradisionalis tidak setuju terhadap pendidikan seks bagi para remaja.mengingat masalah pendidikan seks ini masih diperdebatkan,maka hingga sekarang pendidikan seks belum dimasukan ke dalam kurikulumm,
Masalah tersebut menarik untuk dikaji,apa pemikiran yang melatarbelakangi kelompok yang setuju dan tidak setuju terhadap diadakannya pendidikan bagi para remaja itu? apa yang seharusnya dilakukan ditengah-tengah pro dan kontra tersebut?
1. Pro-kontra perlu tidaknya pendidikan seks bagi remaja
 Bagi kelompok yang pro-setuju perlunya pendidikan seks bagi remaja paling kurang didasarkan pada ketiga pertimbangan pemikiran sebagai berikut:
a. Bahwa adanya penyimpangan seksual, atau hubungan seks di luar nikah yang dilakukan sebagai remaja pada masa ini.disebabkan karena mereka tidak diberikan pendidikan seks sebelum menikah, baik dari segi kesehatan, sosial, moral, dan sebagainya, mereka tidak mengetehui tentang cara-cara mengendalikan diri agar tidak tejerumus ke dalam perilaku seksual tersebut, dan sebagainya.
b. Bahwa adanya rumah tangga yang kurang harmonis, tidak mampu bertahan lama, penuh kegoncangan dan pertentangan antara lain disebabkan karena sebelum mereka menikah, tidak diberikan pendidikan seks serta hal-hal lain yang ada hubungan nya dengan kehidupan rumah tangga.
c. Bahwa setiap manusia memiliki protensi dan kecederungan seks yang amat kuat, yang apabila tidak dididik dengan sebaik-baiknya maka boleh jadi potensi seks dan dorongan biologis yang dimiliki manusia tersebut disalagunakan pada hal-hal yang dapat merugikan dirinya sendiri, seperti melakukan hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan, hidup bersama tanpa ikatan perkawinan dan lain sebagainya, pendidikan seks perlu diberikan kepada setiap orang, termasuk kepada remaja, sebagai mana halnya pendidikan intelektual, kecakapan, kesenian dan sebagainya.
Itulah alasan-alasan yang diberikan kelompok yang menyetujui perlunya pendidikan seks bagi para remaja. Namun demikian kelompok ini tidak dengan jelas memberikan gambaran tentang bagaimana seharusnya pendidikan seks tersebut diberikan.
 Selanjutnya bagi kelompok yang tidak setuju terhadap perlunya pendidikan seks juga memiliki alasan-alasan yang cukup dapat dimengerti. Menurut kelompok ini, paling kurang ada empat alasan mengapa pendidikan seks tidak perlu diberikan kepada para remaja.
a. Bahwa masalah seks termasuk kebutuhan dasar manusia, sebagaimana kebutuhannya terhadap makan, minum, pakaian dan tempat. Dengan adanya kebutuhan dasar tersebut, manusia, tanpa disuruh dan diajaripun akan mencari sendiri sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Demikian pula kebutuhan terhadap seks, jika ia sudah memerlukan akan dengan sendirinya ia mencari saluran.
b. Bahwa jika pendidikan seks diberikan kepada para remaja justru akan mendorong mereka untuk melakukannya. Mereka ingin mempraktekannya segera, sebagaimana pelajaran lainnya juga menghendaki praktek. Hal yang demikian jelas berbahaya, mengingat dorongan seksual yang terdapat dalam diri manusia begitu kuat.
c. Bahwa jika pendidikan seks diberikan kepada para remaja dibayangi oleh kekhawatiran akan penggunaan pendidikan seks tersebut sebagaimana telah disinggung pada point b di atas. Hal ini dapat dimaklumi, karena para remaja belum memiliki ketahanan mental yang cukup untuk mengendalikan bahwa nafsunya yang tengah bergelora. Mereka dikhawatirkan tidak kuat untuk menahan dorongan nafsu biologisnya itu.
d. Para remaja secara psikologis ditandai oleh keadaan serba ingin tahu, ingin mengalami, ingin merasakan dan seterusnya. Mereka kurang berpikir panjang, sebagai akibat posisi dirinya yang masih serba bebas, tanpa ikatan apapun, belum ada beban dan sebagainya. Dengan posisi psikologis yang demikian itu, mereka sering tidak berfikir panjang dan kurang memperhatikan akibat dari perbuatan yang dikerjakannya. Mereka baru menyadari apabila telah merasakan akibat buruk dari perbuatannya itu.
Berdasarkan alasan-alasan sederhana itulah, maka sebaiknya pendidikan seks bagi para remaja tidak perlu diberikan.
2. Solusi Yang Dapat Ditawarkan
Menghadapi pro dan kontra sebagaimana tersebut diatas, maka perlu dicarikan jalan keluar (solusinya). Untuk ini dapat merujukan kepada petunjuk Al-quran dan As-sunah.
Sebagaimana diketahui bahwa Alqur’an dan As-sunah merupakan pedoman hidup bagi umat islam yang dapat memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya, termasuk masalah pro dan kontra tentang pendidikan seks ini. dalam kaitan ini terdapat catatan sebagai berikut.
a. Dalam alqur’an, masalah seksual merupakan salah satu bukti kekuasaan tuhan. Dorongan seksual tersebut diciptakan oleh tuhan dan diletakkan dalam diri manusia untuk dipertanggungjawabkan dan disalurkan sesuai petunjuknya. Dengan penyaluran dorongan biologis tersebut akan dicapai kenikmatan badaniah, ketenangan jiwa, keturunan, dan sebagainya. Dengan penyaluran dorongan biologis ini, maka terjadi dinamika kehidupan dan kelangsungan regenarisasi dapat dipertahankan.
b. Bahwa untuk menyalurkan dorongan biologis tersebut yang demikian kuat itu, ajaran islam meletakkan syari’atnya berupa aturan pernikahan sedemikian rupa sebagai mana hal itu diatur dalam kitab-kitab fiqh. Jika aturan yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh itu di ikuti dengan baik, maka dapat dihasilkan tujuan sebagaimana telah disebutkan di atas.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka pendidikan seksual yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Pendidikan seks harus dilakukan secara tidak langsung, yakni tidak dapat dilakukan dengan mengajarkan teori-teori apalagi praktek mengenai seks. Hal yang demikian didasarkan karena kekhawatiran jika teori-teroi tersebut dipraktekkan tanpa melalui saluran pernikahan, mengingat manusia memiliki dorongan hawa nafsu yang sulit dikendalikan.
2) Sejalan dengan pemikiran pertama tersebut diatas, maka pendidikan seks tersebut harus dilakukan dengan penuh etis dan sopan santun. Didalam alqur’an masalah seks sering diungkap dengan bahasa yang sopan dan santun, serta sering menggunakan perumpamaan.
3) Pendidikan seks yang bersifat tidak langsung dan penuh sopan santun tersebut sebaiknya tidak dilakukan di sekolah, melainkan cukup dilakukan oleh orang tua, karena orang tualah yang secara moral bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya.
BAB VII
 KODE ETIK PROFESI GURU DALAM KONTEKS PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
A. Kode etik profesi guru dalam konteks peningkatan mutu pendidikan
1. Pengertian kode etik profesi guru
Kode etik berasal dari kata, yaitu kode yang berarti tulisan (kata-kata,tanda) sedangkan etik berarti aturan tata susila, sikap atau akhlak. Engan demikian,kode etik secara kebahasaan berarti ketentuan atau yang berkenaan dengan tata susila sikap atau akhlak seorang guru.
B. Guru sebagai pekerja profesional
Sebagai pendidik profesional, guru bukan saja di tuntut melaksanakan tugas nya secara profesional, tetati juga memiliki pengetahuan dan kemampuan profesional. Dalam diskusi pengembangan model pendidikan profesional tenaga kependidikan, jika ciri- profesionalisme tersebut di atas di tujukan untuk profesi pada umumnya, maka khusus untuk profesi seorang guru dalam garis besar nya ada tiga :
1. Seorang guru yang profesional harus menguasai bidang ilmu pengetahuan yang akan di ajarakan nya dengan baik. Ia benar benar seorang ahali dalam bidang ilmu yang di ajarkan nya. Selanjutnya karena bidang ilmu pengetahuan apapaun selalu mengalami perkembangan, maka seorang guru harus juga terus menerus meningkatkan dan mengembangkan ilmu yang di ajarkan naya itu,
2. Seorang guru yang profesional harus memiliki kemampuan menyampaikan atau mengajarkan ilmu yang di milikinya ( transfer of knowledge ) kepada muruid murid nya secara efektif dan efesien. Untuk ini, seorang guru harus memiliki ilmu keperguruan. Dahulu, ilmu keguruan ini terdiri dari tiga bidang ke ilmuan, yaitu pedagogik, didaktik dan metodik. Istilah pedagogik di terjemahkan dengan kata ilmu mendidik, dan yang di bahas ialah bagaimana mengasuh dan membesarkan seorang anak. Sedangkan didaktik adalah pengetahuan tentang interaksi belajar mengajar secara umum. Yang di ajarkan di sini antara lain cara membuat persiapan pengajaran sesuatu sangat perlu, dan tampaknya sekarangdi anggap tidak penting, cara menjalin bahan bahan pelajaran dan menilai hasil pelajaran. Metodik adalah cara mengajarkan suatu bidang pengetahuan. Beberapa mata pelajaran di pandang memerlukan cara khusus untuk menyajikannya, dan untuk ini di kembangkan metodik khusus. Pelajaran yang menggunakan metodik khusus ini misalnya menggambar, menyanyi, pekerjaan tangan, dan olah raga.
3. Seorang guru yang profesional harus berpegang teguh pada kode etik, profesional sebagai mana tersebut di atas. Kode etik di sini lebih di khusukan lagi tekanannya pada perlunya memiliki akhlak yang mulia. Dengan akhlak yang demikian itu, maka seorang guru akan menjadi panutan, contoh dan teladan. Dengan cara demikian ilmu yang di ajarkan atau nasihat yang di berikannya kepada siswa akan di dengarkannya dan di laksanakannya dengan baik. Tentang perlunya akhlak yang baik bagi seorang guru yang profesional ini sudah lama menjadi perhatian dan para ulama islam di zaman klasik.( Ibnu muqaffa lahir di persia tahun 106 H ) “ misalnya mengatakan bahwa guru yang baik adalah guru yang mau berusaha memulai dengan mendidik dirinya, memperbaiki tingkah lakunya, meluruskan pikirannya dan menjaga kata katanya terlebih dahulu sebelum menyampaikan kepada orang lain”. Sementara itu ( imam al ghazali ) “ seorang guru harus bersikap sebagai pengayom, berkasih sayang kepada murid murid nya dan memperlakukan mereka hendaknya seperti anaknya sendiri. Guru harus selalu mengontrol, menasihati, memberikan pesan moral tentang ilmu dan masa depan anak didiknya dan tidak membiarkan mereka melanjutkan pelajarannya kepada yang lebih tinggi sebelum menguasai pelajaran, sebelumnya dia memiliki akhlak yang mulia. Keseimbangan perkembangan keilmuan akal dan akhlak hati perilaku merupakan hal yang harus di kontrol oleh guru.
C. Peranan guru dalam meningkatkan mutu pendidikan
Mengajar adalah penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan proses belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen komponen yang saling mempengaruhi, yakni tujuan intruksional yang aka di capai, materi yang akan di ajarkan, guru dan siswa yang memainkan peranan serta ada dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatam yang akan di lakukan, serta sarana dan prasarana belajar mengajar yang tersedia.
Jika seluruh komponen pendidikan pengajaran tersebut di persiapkan dengan sebaik baiknya, maka mutu pendidikan akan meningkat. Namun dari seluruh komponen pendidikan tersebut, gurulah yang merupakan komponen utama jika gurunya berkualitas baik, maka pendidikan pun akan baik pula. Kalau tindakan para guru dari hari ke hari bertambah baik, maka akan menjadi lebih baik pulalah keadaan dunia pendidikan kita. Sebaliknya tindakan dari hari ke hari makin memburuk, maka makin paralah dunia pendidikan kita.
( PELAJARAN VIII )
 PENDIDIKAN AGAMA DAN MORAL DALAM PERSPEKTIF GLOBAL
Gejala kemerosotan moral dewasa ini sudah benjilat, benar-benar mengkhawatirkan. kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong-menolong dan kasih sayang sudah tertutup oleh penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal dan saling merugikan. Banyak terjadi adu domba dan fitnah, menipu, mengambil hak orang lain sesuak hati,dan perbuatan-perbuatan maksiat lainnya.
Kemorosotan moral yang demikian itu lebih mengkhawatirkan lagi, karena bukan menimpa kalangan orang dewasa dalam berbagi jabatan, kedudukan dan profesinya, melaikan juga melimpah kepada para pelajar tunas-tunas muda yang diharapkan dapat melanjutkan perjuangan membela kebenaran, keadialn dan perdamaian masa depan.
Belakangan kita banyak mendengar keluhan orang tua, alhi didik dan orang-orang yang berkecimpung dalam bidang agama dan sosial, berkenaan ulah perilaku remaja yang sukar dikendaliakan, nakal, keras kepala, berbuat keonaran, maksit, tawuran, mabuk-mabuakan, pesta obat-obatan terlarang, bergaya hidup seperti hippies dieropa dan di amerika, bahkan melakukan pembajakan, pemerkosaan pembunuh dan perilaku menyimpang lainnya.
1. Faktor-faktor PenyebabTimbulnya Perilaku Menyimpang .
Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya prilaku menyimpang kalangan para remaja diantaranya sebagai berikut :
a. Longgarnaya pegangan terhadap Agama.susdah menjadi trgedi dari dunia maju, dimna segala sesuatu hapir dapat dicapai dengan ilmu pengatahuan, sehingga keyakianan beragaman mulai terdesak, kepercayaan kepada Tuhan tinggal simbol, larangan-larangan dan suruhan Tuhan tidak diidakan lagi. Dengan longagarnya pengangan ajaran Agama, maka hilangalah kekuatan pengontrol yang ada didalam dirinya. Dengan demikian satu-satu nya alat pengawas dan pengatur moral yang dimilikinya adalah masyrakat dan hukum dan peraturannya. Namun biasanya pengawasan masyrakat itu tidak sekuat pengawasan diri sendiri. Karena pengawasan masyrakat itu datang dari luar, jika orang luar itu tahu, atau orang yang disangaka akan mengetahuinya maka denagn senang hati orang itu akan berani akan melanggar peraturan-peraturan dan hukum sosial itu. Dan masyrakat itu banyak yang dilakukan pelanggaran moral, dengan sendidnya yang kurang iman tadi akan mudah pula meniru melakukan pelanggaran-pelanggaran yang sama.
Tetapi jika setiap orang teguh dengan keyakinannya kepada Tuhan serta menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, tidak perlu lagi adanya pengawasan yang ketat, karena setiap orang sudah bisa menjaga diri sendiri, tidk mau melanggar hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan Tuhan. Sebaliknya semakin jauhnya masyrakat dari agama, semakin susah memelihara moral orang dalam masyrakat itu, dab semakin kekacawan suasana , karena semakin bnyak pelanggaran-pelanggaran hak, hukum dan moral.
b. Kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh rumah tangga, sekolah maupun masyrakat. pembinaan moral yang dilakukan oleh ketiga istitusi ini tidak berjalan dengan semestinya atau yang biasanya. Pembinaan moral dari sejak anak masih kecil, sesuai dangan kemampuan dsn umurnya. Zakiah Derajat mengatakan , moral bukanlah suatu pembilaran yang dapat dicapa dengan mempelajari saja, tanpa membiasakan hidup bermoral dari sejak kecil.
c. Derasnya arus budaya materealistis, hedonistis dan sekularistis. Sekarang ini sudah sering kita dengar dari radio atau bacaan dari surat kabar tentang anak-anak sekolahmenengah yang ditemukan oleh gurunya atau polisi mengantongi obat-obat, gambar-gambar cabul, alat-alat kontrasepsiseperti kondom dan benda-benda tajam. Semua alat-alat tersebut biasanya digunakan untuk hal-hal yang dapat merusak moral. Namun gejala penyimpangan tersebut terjadi karena pola hidup yang semata-mata mengejar kepuasan materi, kesenangan hawa nafsu dan tidak mengindahkan nilai-nilai agama.
d. Belum adanya kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah. Pemerintah yang diketahui memiliki kekuasaan (power), uang, teknologi, sumber daya manusia dan sebagainya tampaknya belum menunjukkan kemauan yang sungguh-sungguh untuk melakukan pembinaan moral bangsa. Hal yang demikian semakindiperparah lagi oleh adanya ulah sebagian elit penguasa yang semata-mata mengejar kedudukan, peluang, kekayaan dan sebagainya dengan cara-cara yang tidak mendidik, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme yang hingga kini belum ada tanda-tanda untuk hilang.

2. Pendidikan agama dan pendidikan moral
Pendidikan agama dan pendidikan moral medapatkan tempat yang wajar dan leluasa dalam sistem pendidikan nasional Indonesia. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional Bab IX pasal 39 butir 2 misalnya mengatakan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan pancasila, pendidikan agama dan pendidikan pancasila, pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan agama tidak terlepas upaya menanamkan nilai-nilai serta unsur agama pada jiwa dari seseorang. Unsur-unsur agama tersebut secara umum ada emapat.
1) keyakinan atau kepercayaan terhadap adanya Tuhan kekuatan gaib tempat berlindung dan memohon pertolongan.
2) Melakukan hubungan yang sebaik-baiknya dengan Tuhan mencapai kesejahteraan hidup didunia dan akhirat.
3) Mencintai dan melaksanakan perintah Tuhan, serta menjauhi laranganya dengan jalan beribadah yang setulus-tulusnya, dan meninggalkan segala hal yang diizinkannya.
4) Meyakini adanya hal-hal yang dianggap suci dan sakral,seperti kitab suci, tempat ibadah dan sebagainya.
3. Strategi Pendidikan Agama dan Moral pada Era Global
Secara harfiah global berarti sedunia, sejagat. Kata ini selanjutnya menjadi istilah yang merujuk kepada suatu keadaan dimana antara satu negara dengan negara lain sudah menyatu.
Munculnya situasi global tersebut di samping menimbulkan dampak positif, yaitu semakin mudahnya mendapatkan informasi dalam waktu yang singkat, juga menimbulkan dampak negatif, yaitu manakala informasi yang dimuat dalam berbagai peralatan komunikasi tersebut adalah informasi yang merusak moral. Pola budaya hubungan serba bebas antara lawan jenis, model pakaian yang tidak mengindahkan batas-batas aurat, tingkah laku kekerasan, gambar-gambar porno dan sebagainya dapat dengan mudah dijumpai melakui berbagai peralatan teknologo tersebut, dan keberadaanya sudah sangat sulit dikontrol.
( PELAJARAN IX )
 ETIKA, MORAL BUDAYA DAN KAIDAH AGAMA SEBAGAI PEREKAT PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA
Dalam upaya mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa banyak faktor yang dapat dijadikan sebagai dasar, yang diantaranya adalah etika, moral, budaya dan kaidah agama. Semuanya itu dinilai dapat menjadikan perekat kesatuan dan kesatuan bangsa.
Etika, moral, budaya dan kaidah agama sering dijadikan sebagai salah satu tumpuan untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.
1. Etika, Moral, Budaya dan Kaidah Agama
Secara terminologi antara etika, moral, budaya dapat dibedakan. Istilah etika mengacu pada aturan normatif tentang baik dan buruk yang bersumber pada pemikiran rasional yang jernih. Sedangkan istilah moral terkait dengan upaya menjunjung tinggi nilai-nilai ideal yang universal seperti kemanusiaan, kejujuran, keadilan, kesederajatan, dan lain sebagainya. Selanjutnya budaya atau kebudayaan dapat diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia yang dapat mengambil bentuk kepercayaan, kesenian, adat istiadat. Selain itu kebudayaan dapat pula diartikan kegiatan (usaha), batin (akal dan sebagainya) untuk menciptakan suatu yang merupakan hasil kebudayaan.
2. Peranan Etika, Moral, Budaya dan Kaidah Agama sebagai Perekat Persatuan dan Kesatuan Bangsa.
Etika, moral, budaya dan kaidah agama memiliki banyak peran dalam membimbing masyarakat menuju terbentuknya masyarakat yang sejahtera lahir dan batin, termasuk dalam menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini secara singkat dikemukakan sebagai berikut:
Pertama, dalam bidang etika. Teori yang di kemukakan oleh Ibnu Miskawaih yaitu teori etika dibangun berdasarkan pada potensi psiokologis yang terdapat dalam diri manusia yakni akal, nafsu amarah dan nafsu biologis. Etika yang baik akan muncul apabila semua potensi psikologis tersebut digunakan secara pertengahan. Akal yang digunakan secara seimbang dan didasarkan pada petunjuk agama akan menghasilkan hikmah. Nafsu amarah yang digunakan secara pertengahan maka akan menghasilkan sikap ksatria. Dan nafsu biologis yang digunakan secara pertengahan maka akan menghasilkan sikap iffah.
Kedua, dalam bidang moral, sebagaimana yang dikemukakan oleh Fazlur Rahman, bahwa inti dari ajaran moral bertumpu pada upaya menjalin hubungan yang baik antara manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia lainnya. Moral menurutnya terkait dengan upaya menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang di hormati manusia dan akan menjadi keutuhan manusia. Dengan demikian, jelaslah bahwa jika moral diterapkan secara konsisten maka akan mendukung terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa.
Ketiga. Dalam bidang kebudayaan, sebagaimana telah disebutkan diatas, ternyata erat sekali hubungannya kebudayaan dengan nilai-nilai agama. Dengan demikian pengalaman kebudayaan serta konsekuen akan menghasilkan persatuan dan kesatuan bangsa seperti kebudayaan gotong royong, saling menolong, saling menghormati dan lain sebagainya.
Keempat. Dalam bidang agama, tampak banyak dijumpai kaidah-kaidah yang dapat menimbulkan persatuan dan kesatuan bangsa. Khususnya dalam agama Islam yang banyak dianut oleh masyarakat Indonesia, dijumpai adanya konsep ukhuwah islamiyah. Guna mendukung terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa melalui konsep ukhuwah Islamiyah ini, ajaran Islam mengemukakan kaidah-kaidah sebagai berikut:
1) Kaidah ajaran Islam yang menyatakan bahwa seluruh manusia dihadapan Tuhan adalah sama, yaitu sebagai ciptaan-Nya yang harus patuh dan tunduk hanya kepada-Nya. Dengan demikian manusia yang satu dengan manusia lainnya berada dalam kesatuan sebagai hamba.
2) Kaidah ajaran Islam yang menyatakan bahwa seluruh umat manusia adalah bersaudara, karena mereka semua berasal dari seorang ayah dan ibu.
3) Kaidah ajaran Islam yang mengakui adanya persatuan yang didasaarkan karena adanya persamaan keturunan dan kebangsaan. Kaidah ajaran Islam yang mengakui adanya persatuan yang didasarkan karena adanya persamaan dari segi agama yang dianut.
3. Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam Sejarah Islam.
Ajaran Islam sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits, khususnya yang berkenaan dengan konsep persatuan dan kesatuan dalam konteks ukhuwah Islamiyah terlihat secara dominan pada masa Rasulullah Shollallahu’alaihi wasallam. Namun setelah zaman beliau, mulai dari zaman Khulafaurrasyidin sampai dengan sekarang, persatuan dan kesatuan secara jujur harus berani dikatakan bahwa dalam Islam lebih banyak tidak bersatu daripada bersatu. Sekalipun terlihat bersatu namun terkadang bersifat semu sesaat.
Berdasarkan uraian tersebut tampak jelas bahwa etika, moral, budaya dan kaidah-kaidah agama berpotensi untuk digunakan sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa. Namun hal ini baru bisa terwujud apabila memiliki pandangan dan pemahaman yang utuh, komprehensif dan benar terhadap ajaran agama, dan bukan pemahaman yang dihasilkan dari pemaksaan terhadap ajaran agama. Namun, konsep pesatuan dan kesatuan yang dibangun dari pemahaman keagamaan tersebut, dalam sejarah Islam tidak selamanya dapat dilakukan.

( PELAJARAN X )

 PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN BERBASIS KURIKULUM

Pembelajaran Berbasis kurikulum dapat didefinisikan sebagai suatu penerapan ide, konsep, dan kebijakan kurikulum dalam suatu aktivitas pembelajaran, sehingga peserta didik menguasai seperangkat kompetensi tertentu, sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.
Saylor (1981) mengatakan bahwa “Instruction is trus the implementation of curriculum plan, usually, but not necessarily, invilving in the sanse student, teacher intraction in an educational setting”.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan bahwa pembelajaran dan penilaian adalah operasionalisasi konsep kurikulum yang masih bersifat potensial (tertulis) menjadi aktual dalam bentuk kegiatan pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran berbasis kurikulum adalah hasil terjemahan guru terhadapkurikulum tertulis.
Pembelajaran kurikulum mempengaruhi tiga faktor :
1. Karakteristik kurikulum; yang mencakup ruang lingkup kurikulum dan kejelasannya bagi pengguna dilapangan.
2. Strategi lapangan; yaitu strategi yang digunakan dalam pembelajaran, seperti diskusi, pengamatan dan tanya jawab, serta kegiatan lain yang dapat mendorong pembentukan kompetensi peserta didik.
3. Karakteristik pengguna kurikulum; yang meliputi pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap guru terhadap kurikulum, serta kemampuannya untuk merealisasikan kurikulum dalam pembelajaran.
Jadi, keberhasilan implementasi kurikulum sangat ditentukan oleh guru, apabila sarana lengkap tetapi guru tidak menjalankan tugas dengan baik, maka kegiatan pembelajaran tersebut tidak anak memuaskan.

Dalam garis besarnya implementasi kurikulum mencakup 4 kegiatan pokok, yaitu pengembangan strategi implementasi, pengembangan program, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi. Namun demikian, sebelum mengungkap empat kegiatan tersebut, terlebih dahulu akan dikemukakan tentang prinsip-prinsip pelaksanaan kurikulum.
1. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum
Pelaksanaan KTSP sedikitnya harus memperhatikan tujuh prinsip :
a. Pelaksanaan kurikulum berdasarkan potensi, yaitu pelayanan pendidikan yang bermutu bagi peserta didik, agar peserta didik dapat mengekspresikan dirinya dengan bebas.
b. Kurikulum ditegakkan dengan lima pilar belajar, belajar untuk beriman kepada tuhan YME, belajar untuk memahami dan menghayati, belajar secara efektif, belajar hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan belajar membangun dan menemuka potensi diri.
c. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapatkan pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan percepatan potensi, tahap pengembangan, dan kondisi peserta didik memperhtikan pengembangan ketuhanan, kepribadian, kesosialan, dan moral.
d. Peserta didik dan pendidik menjalin hubungan saling terbuka, mengisi, hangat dan berprinsip tut wuri handayani, ing madyo mangun karso, ing ngarso sung tulodo,
e. Kurikulum dilaksanakan menggunakan pendekatan multimedia dan sumber teknologi yang memadai.
f. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan alam, sosial dan budaya
g. Seluruh komponen kurikulum berkesinambungan dan memadai.
Ketujuh prinsip tersebut harus diperhatikan oleh para pelaksana pendidikan( guru) agar kegiatan pembelajaran berjalan dengan efektif.

2. Pengembangan Program
Pengembangan program kurikulum mencakup lima hal:
a. Program Tahunan
b. Program Smester
c. Program mingguan dan harian
d. Program P Program Pengembangan diri
e. engayaan dan Remedial
3. Pelaksanaan Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku yang lebih baik, tentunya perubahan perilaku tersebut ada yang mempengaruhinya, yaitu faktor dari diri sendiri ( internal) maupun faktor dari luar ( eksternal).
Dalam pembelajaran, tugas seorang guru ialah bagaimana mengkondisikan peserta didik agar bisa menjalankan proses belajar-mengajar secara produktif, efektif dan kondisional. Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran terbagi menjadi tiga, yaitu :
a. Pre Tes ( tes awal)
Pre test merupakan penentu keberhasilan peserta didik dalam belajar. Fungsi fre test yaitu :
1) Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar
2) Untuk mengetahui tingkat kemajuan anak dalam belajar.
3) Untuk mengetahui kemampuan awal seorang peserta didik
4) Untuk mengetahui darimana proses belajar-mengajar itu dimulai
b. Pembentukan Kompetensi
Pembentukan kompetensi merupakan kegiatan inti dari pelaksanaan pembelajaran. Kwalitas pembentukan kompetensi dapat dilihat dari segi hasil. Dari segi proses, pembentukan itu dapat dikatakan berhasil dan berkwalitas apabila seluruh peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial, kemudian dari segi hasil, kegiatan itu bisa dikatakan berhasil apabila peserta didik memiliki semangat belajar yang tinggi, dan terjadi perubahan perilaku dari yang tidak baik menjadi baik.
c. Post Test
Fungsi post test dapat dikemukakan sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun kelompok.
2) Untuk mengetahui kompetensi dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai oleh peserta didik, serta kompetensi dan tujuan-tujuan yang belum dikuasainya.
3) Untuk mengetahui peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan remedial, dan yang perlu mengikuti kegiatan pengayaan, serta untuk mengetahui tingkat kesulitan nelajar yang dihadapi.
4) Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan terhadap kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi yang telah dilaksanakan, baik terhadap perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi.

4. Penilaian Hasil Belajar
Penilaian dalam belajar dapat dilakukan dengan penilaian kelas, tes kemampuan dasar, penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, bencmarking, dan penilaian program.
( PELAJARAN XI )

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG GURU DAN DOSEN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik ,mengajar ,membimbing,mengarahkan ,melatih ,menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,pendidikan dasar,dan pendidikan menengah.
2. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan ,menggambarkan ,mengembangkan,dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,tekhnologi,dan seni melalui pendidikan ,penelitian,dan pengabdian kepada masyarakat
BAB II
KEDUDUKAN,FUNGSI,DAN TUJUAN
Pasal 2
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar,pendidikan menengah ,dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 3
Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 4
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pebelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 5
Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada pasal 3 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agenpembelajaran ,pengembang ilmu pengetahuan ,tekhnologi ,dan seni,serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 6
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional,yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman.
BAB III
PRINSIP PROFESIONALITAS
Pasal 7
Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a) Memiliki bakat ,minat,panggilan jiwa,dan idealisme
b) Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan,keimanan,ketakawaan,dan akhlak mulia.
c) Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
BAB IV
GURU
Bagian Kesatu
Kualifikasi,kompetensi,dan sertifikasi
Pasal 8
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik ,kompetensi,sertifikasi pendidik,sehat jasmani dan rohani,serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.
Pasal 10
Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik ,kompetensi kepribadian ,kompetensi sosial,dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Pasal 11
1. Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah.
2. Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif.
Pasal 12
Setiap orang yang telah memperoleh sertifikasi pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.
Pasal 13
Pemerintah dan pemerintahan daerah wajib menyediakan angaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah,pemerintah daerah,dan masyarakat.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 14
Dalam melaksanakan tugas keprofesioanalan,guru berhak:
a) Memperoleh penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial
b) Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja
c) Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual.
Pasal 15
Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggarakan oleh masyarakat.
Pasal 17
Pemerintah dan/ atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana diamaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yanng diangkat oleh satuan pendidik yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
Pasal 18
Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana diamksud dalam pasal 15 ayat (1) kepada guru yang bertugas di daerah khusus.
Pasal 19
Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidik, beasiswa, an penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Pasal 20
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
a. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pemebelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
b. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjuan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Bagian Ketiga
Wajib kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 21
Dalam keadaan darurat, Pemerintahan dapat memberi lakukan ketentuana wajib kerja kepada guru dan/ atau warga negara Indonesia lainnnya yanng memnuhinkualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 22
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat menetapkan pola iklan dinas bagi calon guru untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan ansional atau kepentingan pembangunan daerah.
Pasal 23
Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas berassrama di lebaga pendidikan tenaga kependidikan untuk menjamin efesien dan mutu pendidikan.
Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberentian
Passal 24
Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akdemik, maupun dalam secara merata untuk menjamin keberlangsunggan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Pasal 25
Pengangkatan dan penempatan guru dialkukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 26
Guru yang diangkat oeh pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktual.
Pasal 31
Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat(2) dapat diberlakukan setelah guru yang berangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
Bagian kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 32
Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
Pasal 33
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangna profesi dan karier guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat ditetapkan dengan Materi.
Pasal 34
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau masyarakat.
Pasal 35
Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksaanakan tugas tambahan.



Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 36
Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/ atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
Pasal 37
Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dana/atau satuan pendidikan.
Pasal 38
Pemerintah dapat menetapkan hari guru nasional sebagai penghargaan kepada guru yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian ketujuh
Perlindungan
Pasal 37
1. Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
2. Perlindunagn sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Bagian kedelapan
Cuti
Pasal 40
1. Guru memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Guru dapat memperoleh cuti untuk studi dengan tetap memperoleh hak gaji penuh.

Bagian Kesembilan
Organisasi Profesi dan Kode Etik
Pasal 41
Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, an pengabdian kepada massayarakat.
Pasal 42
1. Menetapkan dan menegakkan kode etik guru.
2. Melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
Pasal 43
Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tuags keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik.
Pasal 44
1. Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi guru.
2. Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru.
BAB V
DOSEN

Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik
Pasal 45
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat betugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasioanl.
Pasal 46
Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.
Pasal 47
Pemerintah menetapkan perguruan tinggi yang terakreditasi untuk menyelenggarkan program pengadaan tenaga kependidikan sesaui dnegan kebutuhan.
Pasal 48
1. Jenjang jabatan akademik dosen-tetap terdiri atas asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor.
2. Persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor harus memiliki kualifikasi akademik doktor.
Pasal 49
1. Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi yang mempunyai kewenangan membimbing calon doktor
2. Proesor memiliki kewajiban khusus menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasan-nya untuk mencerahkan masyarakat.
Pasal 50
Setiap orang yang emmiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagaimana dimaskud dalam pasal 45 mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi dosen.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 51
Dalam melaksanakan tugas keprofesioanalan, dosen berhak;
a. Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
b. Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.
c. Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual.
Pasal 52
1. Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai denagn peraturan perundangn-undangan.
Pasal 53
Pemerintah memberikan tunjanan profesi sebagimana dimaksdu dalam pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelengggar pendidikan dan /atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarkat.
Pasal 54
Pemerintah memberikan tunjagan fungsional sebagaimana dimaksud dala pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh pemerintah.
Pasal 55
1. Pemerintah memberikan tunjangan khsus sebagimana dimaksud dalam psal 52 ayat (1) kepada dosen yang bertugas di daerah khusus.
2. Tunjangan khusus sebagimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1(satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
Pasal 56
Pemerintah memberikan tunjangan kehormatan kepada profesor yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi setara 2 (dua) kali gaji pokok profesor yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan klaifikasi yang sama.
Pasal 57
Maslahat tambahan sebagimana diamskud dalam pasal 52 ayat (1) meruoakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan pengharagaan bagi dosen, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri dosen, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Pasal 58
Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarkan oleh masyarakat berhak memperoleh jaminan sosial tenaga kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 59
Dosen yang mendalami dan mengembangkan bidang ilmu langka berhak memeproleh dana dan fasilitas khusu dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Pasal 60
Dalam melaksanakan tuags keprofesionalan, dosen berkewajiban;
a. Melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarkat.
b. Merencanakan, melaksanakan prosen pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 61
Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada dosen dan/atau warga negara Indonesia lain yang memenuhi kualifikasi akdemik dan kompetensi untuk melaksanakan tuags sebagai dosen di daerah khusus.
Pasal 62
Pemerintah dapat menetapkan pola ikatan dians bagi calon dosen untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional, atau untuk memenuhi kepentingan pembangunandaerah.
Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
Pasal 63
Pengangkatan dan penempatan dsoen pada satuan pendidikan tinggi dilakukan secara objektif dan transfaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 64
Dosen yang diangkat oleh Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan strukturai sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 65
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai dosen pada satuan pendidikan tinggi di Indonesia wajib mematuhi peraturan perundang-undangan.
Pasal 66
Pemindahan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masayrakat diatur oleh penyelenggara pendidikan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 67
Dosen dapat diberhentikan denga hormat darijabatannya kaerna:
a. Meninggal dunia.
b. Telah mencapai batas usia pensiun.
c. Atas permintaam sendiri.
Pasal 68
Dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarkan oleh masayarkat yang diberhentikan dnengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dnegan perjanjian kerja atau kesepakatankerja bersama.
Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 69
Pembinaan dan pengembangan dosen meliputi pembinaan dan pengembangan profesi karier.
Pasal 70
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi karier dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselngggarkan oleh Pemerintah atau masayrakat ditetapkan dnegan Peraturan Menteri.
Pasal 71
Satuan pendidikann tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen.
Passal 72
Beban kerja dosen mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pemeblajaran, melaksanakan proses pembelajaran, mekakukan evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 73
Dosen yang berprestasi, berdikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
Pasal 74
Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi keilmuan, dan/atau satuan pendidikan tinggi.



Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 75
1. Pemerintah, pemerintah daerah, masayarkat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan tinggi wajib memberikan perlindungan terhadap dosen dalam pelaksanaan tugas.
2. Perlindungan sebagaimana dimaksud padda ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan ksehatan kerja.
Bagian Kedelapan
Cuti
Pasal 76
1. Dsoen memperoleh cuti sesuai denagn peraturan perundang-undangan.
2. Dosen memperoleh cuti untuk studi dan penelitian atau untuk penembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan memperoleh hak gaji penuh.
BAB VI
SANKSI
Pasal 77
1. Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewajiban sebagimana dimaksud dalam psal 20 dikenai sanksi sesuai dengan pearaturan perundang-undangan.
2. Sanksi sebagimana diamksud pada ayat (1) berupa:
a. Teguran.
b. Peringatan tugas.
c. Penundaan pemberian hak gaji.
Pasal 78
Dosen yang diangkat oleh pemerintah yang tidak menjalankan kewajiban sebagimana diamskud dlaam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 79
Sanksi bagi penyelenggara pendidikan berupa:
a. Teguran
b. Peringatan tertullis
c. Pembatasan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan, atau
d. Pembekuan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
pasal 81
Guru yang belum memiliki sertifikat pendidk memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana diamaksud dalam pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) paling lama 10 tahun, atau guru yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
Pasal 81
Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan guru dan dosen tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau blum diganti dnegan peratiran baru berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB VIII
Pasal 82
Pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi pendidik paling lama dlam waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 83
Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-undang ini harus diselesaikan selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini.



loading...
Previous
Next Post »
0 Komentar

Yang sudah kunjung kemari, jangan lupa bagikan ke teman ya

https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929