loading...

Makalah Ilmu Tajwid Kesalahan Membaca Tajwid

March 07, 2017
loading...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai kitab suci rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam yang didalamnya mengandung berbagai macam ilmu, hukum, teologi, social dan sebagainya. Untuk mengetahui kesalahan dalam membaca tajwid, maka Al-Qur’an dipelajari untuk memahami makna ayat-ayat dalam tajwid. Maka untuk mendapatksn makna yang sesuai yang terdapat dalam Al-Qur’an perlu memahami Qira’at dan cara membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar. Cara membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar bisa dipelajari dengan ilmu tajwid.

1.2 Rumusan Masalah
a. Pengertian Al-Lahn?
b. Pembagian Al-Lahn?
c. Pendapat para ulama fiqih tentang hukum Al Lahn (kesalahan bacaan) dalam shalat?
1.3 Tujuan Masalah
a. Untuk mengetahui pengertian Al-Lahn
b. Untuk mengetahui pembagian Al-Lahn
c. Untuk mengetahui pendapat para ulama fiqih tentang hukum Al Lahn (kesalahan bacaan) dalam shalat




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Al lahn ( kesalahan dalam membaca tajwid )
Secara bahasa Al lahn memiliki beberapa arti, yaitu:
a. menyimpang dari jalan yang lurus,
b. cerdas, contoh dalam bahasa arab :” لحن فلان” ,
c. bahasa, contoh dalam bahasa arab, : “نزل القرآن بلحن قريش “ 
d. mengulang-ulang, contoh, dalam bahasa arab, : لحنت لفلان بكذا إذا قلت له كلاما لا يفهمه غيره 
Adapun secara istilah sebagaimana yang didefinisikan oleh imam ibnu al Jazary al lahn adalah suatu kesalahan yang terjadi pada lafadz-lafadz Al qur’an yang dapat mempengaruhi kebiasaan atau makna, atau hanya mempengaruhi kebiasaan saja tanpa menmpengaruhi makna.
2.2 Pembagian Al Lahn
Al lahn dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu Al lahn al jaliy dan Al lahn al khafiy. Untuk lebih jelasnya, sekarang akan saya bahas satu persatu.
a. Al-Lanh Al-Jaliy
· Definisi
Al lahn al jaliy secara bahasa adalah kesalahan yang Nampak. Adapun secara istilah adalah kesalahan yang terjadi pada lafadz-lafadz al qur’an dalam bentuk harakat dan huruf, baik itu merubah arti atau yang tidak merubah arti.
· Sebab penamaan
Disebut Lahn jaliy adalah dikarenakan kesalahan
tersebut nampak dan jelas dan dapat diketahui oleh semua orang dan para ahli qiro’ah (bacaan).




· Hukum
Hukum Al lahn al jaliy adalah haram secara ijma’ apalagi jika kesalahan tersebut sengaja dilakukan oleh si pembaca .


b. Al- Lahn Al- Khafiy
· Definisi
Al lahn al khafiy secara bahasa adalah kesalahan yang tersembunyi. Adapun secara istilah adalah kesalahan yang terjadi pada lafadz-lafadz al qur’an yang dapat merubah kebiasaan bacaan, akan tetapi tidak merubah arti dari lafadz-lafadz tersebut.



· Sebab penamaan
Disebut al lahn al khafiy karena kesalahan tersebut hanya diketahui leh para ahli qiro’ah, sedangan selain mereka tidak mengetahuinya.

· Hukumnya.
Hukum al-lahn al-khafiy terdapat dua pendapat,yaitu:
1. Menurut para ulama dahulu, hukumnya adalah haram dan orang yang membaca dengannya dikatakan berdosa karena melafadzkan al qur’an dengan cara yang tidak diajarkan oleh Rasulullah Shallallaahu’alaihi wa sallam.
2. Menurut ulama kontemporer, hukumnya dapat dilihat dari dua keadaan.
Pertama: dalam dunia pendidikan atau majelis musyafahah, maka hukumnya haram, orang yang membaca dengannya dikatakan berdosa, karena ia telah berdusta atas Nabi shallallaahu’alaihi wa sallam. 
Kedua :ketika membaca sendiri, jika ia membaca dengannya ia tidak berdosa, hanya saja ia luput dari kesempurnaan dalam membaca.
Tetapi menurut pendapat yang rajih, hukumnya adalah haram apalagi jika hal tersebut dilakukan dengan sengaja dan dianggap sepele. Ada juga yang berpendapat bahwa hal tersebut makruh (dibenci).

3. Bentuk-bentuk dari al-lahn al-khafiy

Diketahui para Ulama Qira’ah secara umum Diketahui para Ulama yang ahli dalam bidang Qira’ah
1. Meninggalkan hukum tajwid seperti idhar, idgham, ikhfa dan iqlab Hukum mengulang sifat Ra’
2. Mentafkhimkan yang muraqqaq atau sebaliknya Berlebihan dalam mengghunnahkan huruf nun
3. Memendekkan huruf mad atau sebaliknya Menebalkan semua huruf lam bukan pada tempatnya dan menipiskannya bukan pada tempatnya juga.
4. Meringankan huruf yang bertasydid atau sebaliknya Menambah atau mengurangi jeda (waktu) pada huruf mad
5. Meninggalkan sifat ghunnah Menambah atau mengurangi jeda (waktu) pada huruf berghunnah
6. Berhenti dengan harakat sempurna Menggetarkan suara seperti bacaan orang yang sakit atau grogi.


Dalam masalah Al-lahn ini manusia terdapat tiga golongan,
Pertama : ada orang yang ditakdirkan oleh Allah memiliki kemampuan sangat bagus di dalam mengucapkan lafadz-lafadz Al qur’an sehingga terlepas dari kesalahan, orang seperti ini ma’juur (dapat pahala sempurna).
Kedua: orang yang memiliki kemampuan biasa saja bahkan memilki kekurangan dalam meluruskan lidahnya untuk melafadzkannya, akan tetapi ia telah berusaha untuk memperbaikinya dan ia tidak mendapatkan seseorang yang meluruskannya. Maka orang seperti ini Allah tidak membebani sesuatu di luar kemampuannya.
Ketiga: orang yang merasa cukup dengan dirinya sendiri, mengandalkan sesuatu yang telah dihafalkannya dan merasa sombong untuk bertanya kepada orang yang lebih mengetahui dalam hal ini, maka orang seperti ini tidak diragukan lagi akan berdosa.
Pada kenyataannya, setiap muslim hendaknya berusaha mencurahkan segala kemampuannya untuk bersungguh-sungguh di dalam membaca Al qur’an dengan baik dan terlepas dari kesalahan di dalam membacanya, sehingga ia mendapatkan keridhaan dari Allah dan ditempatkan bersama para malaikat yang mulia. Sebagaimana telah disebutkan dalam hadits ‘Aisyah –semoga Allah meridhainya- ia berkata, Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda: ”orang yang pandai membaca Al qur’an maka ia bersama para malaikat yang mulia lagi berbakti. Dan orang yang membaca Al qur’an dengan terbata-bata dan mengalami kesusahan di dalam membacanya, maka ia mendapat dua pahala”. (HR.Muslim)




2.3 Pendapat para ulama fiqih tentang hukum Al Lahn (kesalahan bacaan) dalam shalat:
a. Imam Malik –semoga Allah merahmatinya-
Beliau berkata: ”tidaklah pantas bagi seseorang untuk bermakmum kepada orang yang tidak baik dalam bacaan Al qur’an”. beliau berpendapat bahwa pada dasarnya orang tersebut lebih keras (ancamannya) dari pada orang yang meninggalkan bacaan sama sekali dalam shalat”. Kemudian beliau berkata: ”barang siapa yang shalat di belakang seseorang yang membaca dengan bacaan Ibnu Mas’ud – yang dinisbatkan kepadanya salah satu bacaan syadzah –yaitu bacaann yang tidak memenuhi salah satu dari tiga syarat dari bacaan shahihah- maka hendaklah ia keluar dan meninggalkannya”. (lihat: al Mudawwanah 1/84). Ini adalah lebih keras (ancamannya) dari pada Al Lahn, karena ia telah memasukan kepada Al qur’an sesuatu yang tidak ada dasarnya bahwa itu adalah Al qur’an.

b. Imam Abu Hanifah –semoga Allah merahmatinya-
Beliau mengatakan: ”aku tidak menjumpai sepanjang penelitianku terhadap induk kitab-kitab mereka sebutan tentang Al Lahn dalam bacaan di pertengahan shalat, melainkan dapat difahami darinya bahwa sesungguhnya Al Lahn ada dua macam yaitu Al Jaliy dan Al khafiy, yang keduanya tidak membatalkan shalat, karena suatu kesalahan yang merusak shalat dalam hal bacaan itu tidak dapat diketahui kecuali dengan ilmu”. (lihat Al Mabsuth Lis Sarkhusi 1/41, dan Badaai’ Ash Shanaai’ Lil Kasani 1/113)
Imam Abu Hanifah telah membolehkan bacaan dalam shalat dengan bahasa Persia. Muhammad bin Al Hasan berkata: aku berkata, apa pendapatmu tentang orang yang membaca dalam shalat dengan bahasa Persia padahal dia sangat bagus dalam berbahasa Arab?”. Beliau menjawab: ”shalatnya sah”. aku berkata: ”begitu pun dengan do’a?”. beliau menjawab: iya. Ini adalah perkataan imam abu hanifah.
Abu yusuf dan Muhammad berkata – tentang dirinya (Abu Hanifah): ”jika seseorang membaca dalam shalat dengan sesuatu dari Taurat, Injil dan Zabur baik dia mampu atau tidak dalam membaca al qur’an, maka shalatnya tidak sah / tidak mencukupkannya, karena bacaan tersebut bukan Al qur’an dan bukan juga tasbih”. (lihat Al Mabsuth Lisy Syaibaani 1/252, dan Al Mabsuth Lis Sarkhasi 1/36-37)

c. Imam Syafi’i –semoga Allah merahmatinya-
”Aku membenci seorang imam yang banyak salah dalam bacaan Al qur’annya, karena seorang yang banyak salah dalam bacaan berarti ia telah merubah arti dari pada Al qur’an. jika ia tidak melakukan satu kesalahan yang dapat merubah arti Al qur’an, maka shalatnya sah. Dan jika ia melakukan kesalahan dalam membaca surat al fatihah sehingga merubah arti dari padanya, aku tidak berpendapat bahwa shalatnya sah begitu pula orang yang shalat di belakangnya. Jika ia salah dalam bacaan selain surat Al fatihah aku membencinya dan aku tidak berpendapat harus mengulanginya, karena seandainya ia meninggalkan surat Al fatihah kemudian ia membacanya, aku berharap shalatnya sah. Dan jika shalatnya sah, maka shalat orang yang di belakangnya pun sah –insyaAllah-. Dan jika kesalahannya pada surat Al fatihah dan selainnya akan tetapi tidak merubah arti, maka shalatnya sah dan aku membenci jika hal itu dilakukan oleh seorang imam”. (Al umm – lisy syaafi’I 1/95)

d. Imam Ahmad bin Hanbal –semoga Allah merahmatinya-
Imam Ahmad berkata: ”jika seorang imam terdapat banyak kesalahan dalam bacaannya, maka aku tidak tertarik untuk shalat di belakangnya, Kecuali jika kesalahannya sedikit, karena manusia itu tidak ada yang selamat dari kesalahan. Dibolehkan shalat di belakangnya jika
kesalahannya satu atau dua saja”. Imam Ahmad juga pernah ditanya oleh seseorang tentang bacaan Al qur’an dengan disertai al lahn, beliau berkata kepada si penanya: siapa namamu? Ia menjawab: Muhammad. Kemudian beliau berkata: ”apakah kamu senang jika seseorang memanggilmu dengan ”Wahai Muuhaamad!? ”. ( Masail Imam Ahmad – Riwayat Ishak 1/55. Zaadul Ma’aad Libnil 

An Nisaa Ayat 1 - 8 Dan Terjemah

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

1. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ   بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا 
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.

2. وَآتُوا الْيَتَامَى أَمْوَالَهُمْ وَلا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَى أَمْوَالِكُمْ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.

3. وَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ   أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلا تَعُولُوا
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

4. وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا 
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.

5. وَلا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلا مَعْرُوفًا 
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.

6. وَابْتَلُوا الْيَتَامَى حَتَّى إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ وَلا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ يَكْبَرُوا وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهِدُوا عَلَيْهِمْ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا
Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).


7. لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا 
Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.


8. وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُو الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينُ فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلا مَعْرُوفًا 
Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.






BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
Al-lahn (kesalahan dalam membaca tajwid) menurut bahasa berarti menyimpang dari jalan yang lurus, sedangkan menurut istilah berarti suatu kesalahan yang terjadi pada lafadz-lafadz al-Qur’an yang dapat mempengaruhi makna. Al-lahn dibagi menjadi dua yakni: al-lahn al-jaliy yang berarti kesalahan yang Nampak dan al-lahn al-khafiy yang berarti kesalahan yang tersembunyi.
Ada beberapa pendapat para ulama mengenai kesalahan dalam membaca tajwid, salah satu diantaranya adalah pendapat Imam Ahmad bin Hambal yang mengatakan bahwa “apabila seorang imam terdapat banyak kesalahan dalam bacaannya, maka ia tidak tertarik untuk shalat dibelakangnya. Kecuali jika kesalahannya sedikit, karena manusia itu tidak ada yang selamat dari kesalahan”.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Bani, Muhammad Nashiruddin. Silsilah al-hadits as-shahih jilid 5 hadits nomor 2237. Riyadh: maktabah al- ma’rif,t.th
Ad-Dani. At-tahdid fil itqan wa at tajwid. Oman: Dar ‘Ammar, 2000
loading...
Previous
Next Post »
0 Komentar

Yang sudah kunjung kemari, jangan lupa bagikan ke teman ya

https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929