loading...

Jejak Politik Islam Di Asia Tenggara

January 10, 2017
loading...
PENDAHULUAN


Bebagai bukti menunjukkan bahwa kawasan alam melayu sudah didiami manusia sejak zaman Pleistosen ( zaman air batu). Seeorang sarjana Belanda E.Dubois, telah menemui fosil-fosil (tengkorak, gigi, dan tulang paha) disebuah desa pinggiran Bengawan Solo disebut “pithecanthropus Erectus” (manusia kera) yang berjalan tegak, dikatakan sebagai asal usul nenek moyang manusia, menurut Koenjaraningrat, mahluk pithecanthropus termasuk Meganthropus Paleojavanicus, yang dianggap sebagai manusia pendahulu dikawasan Asia Tenggara (2.000.000 hingga 200.000 tahun yang lalu), para ahli berpendapat, walaupun manusia tertua ini balum dapat mencipta bahasa, tapi mereka sudah menggunakan adat-adat batu atau kayu.
Realitas geopolitik menunjukkan penyebaran Islam di Asia Tenggara memiliki dua pola perkembangan. Pertama: Islam muncul sebagai agama mayoritas di beberapa wilayah Asia Tenggara seperti di Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Kedua: Islam tumbuh sebagai kelompok minoritas di lingkungan yang mayoritasnya agama lain seperti di Thailand, Filipina dan Myanmar.





















PEMBAHASAN

A. Jejak Politik Islam Di Asia Tenggara

Minoritas Muslim di Asia Tenggara seperti di Tahiland, Myanmar dan Filipina termasuk jarang mendapat perhatian dunia. Padahal kehidupan Muslim Thailand, Muslim Myanmar dan Muslim Filipina tidak kalah mengenaskan dibandingkan dengan penderitaan umat Islam di Palestina dan Suriah.
Asia Tenggara merupakan kawasan yang disebut-sebut sebagai global epicenter of cultural diversity, yaitu kawasan dengan tingkat heterogenitas budaya yang sangat tinggi. Karena itu meski jumlah umat Islam sangat besar di kawasan ini, tetap tidak menjadi entitas dominan seperti di kawasan Timur Tengah. Sebagian umat Islam di Asia Tenggara hidup menjadi kalangan minoritas di negerinya.
Jika batas negara-bangsa digantikan dengan batasan ethno-religious, maka akan terbentuk sebuah busur panjang homogen yang menandakan identitas Muslim di Asia Tenggara.
Realitas geopolitik menunjukkan penyebaran Islam di Asia Tenggara memiliki dua pola perkembangan. Pertama: Islam muncul sebagai agama mayoritas di beberapa wilayah Asia Tenggara seperti di Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Kedua: Islam tumbuh sebagai kelompok menoritas di lingkungan yang mayoritasnya agama lain seperti di thailand, fhiliphina, dan myanmar.

B. Sejarah Islam di Filipina, Thailand dan Myanmar

Berbeda dengan daerah Islam di belahan dunia lainnya yang disebarluaskan melalui penaklukan (futuhat). Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai, terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat Asia Tenggara, termasuk pula di Thailand, Filipina dan Myanmar





1. Thailand: Kesultanan Pattani.
Jumlah penduduk Muslim di Thailand hanya 5,5% dari keseluruhan penduduknya. Mereka tinggal di wilayah Selatan yang berbatasan dengan Malaysia. Mereka tersebar di empat propinsi yakni Pattani, Yala, Narathiwat dan Satun.
Sampai tahun 1786 Pattani adalah kerajaan yang besar, karena menjadi pusat perdagangan penting Asia dan Eropa. Ajaran Hindu dan Budha banyak mewarnai praktik keseharian masyarakat di sana. Islam hadir di Pattani antara abad ke-12 hingga 15 melalui aktivitas perdagangan. Pada masa itu Pattani telah muncul sebagai pusat perdagangan. Ijzerman, seorang pedagang Belanda, menyatakan bahwa Pattani adalah “pintu masuk” ke wilayah Cina selatan. Namun, Kerajaan Pattani mengalami kemerosotan, disebabkan oleh konflik perebutan kekuasaan antara sesama pewaris kerajaan. Intensitas perang saudara yang kerap terjadi menyebabkan situasi keamanan tidak terjamin sehingga Petani tidak lagi menjadi tumpuan pedagang. Hal ini terus berlanjut sampai abad ke-18.
2. Filipina: Kesultanan Sulu dan Mindanao
Di Filipina jumlah penduduk Muslim hanya sekitar 6% dari total jumlah penduduknya. Mereka menempati wilayah bagian selatan terutama di Kepulauan Mindanao dan Sulu yang dikenal dengan Propinsi Moro. Pada masa lalu Mindanao adalah kerajaan merdeka. Kemudian pada akhir abad ke -13 para pedagang Arab datang bersamaan dengan datangnya mereka ke Siam (Thailand). Sejak saat itu Islam berkembang dengan baik dan pada akhir abad ke-14 di Mindanao telah berdiri Kesultanan Islam.
Sulu juga merupakan daerah kepulauan yang berada di bagian selatan Filipina. Kota ini merupakan jalur perdagangan dan menjadi salah satu kekuatan politik pada abad ke 15. Seperti halnya Mindanao, Islam masuk dan berkembang di Sulu melalui orang Arab yang melewati jalur perdagangan Malaka, Borneo dan Filipina. Pembawa Islam di Sulu adalah Syarif Karim al-Makdum, mubalig Arab yang ahli dalam ilmu pengobatan. Abu Bakar, seorang dai dari Arab, menikah dengan putri Pangeran Bwanas dan kemudian memerintah di Sulu dengan mengangkat dirinya sebagai sultan. Para penguasa Kesultanan Sulu di Filipina Selatan yang di mulai sejak Syarif Abu Bakar atau Sultan Syarif al-Hasyim (1405-1420 M) hingga Sultan Jamalul Kiram II (1887) berjumlah 32 sultan.


3. Myanmar: Kesultanan Arakan.
Jumlah Muslim di Myanmar paling besar dibandingkan dengan di Filipina dan Thailand. Jumlahnya mencapai 15% yakni sekitar 7 juta jiwa. Setengah dari jumlah Muslim Myanmar tersebut berasal dari Arakan, suatu propinsi di barat laut Myanmar. Di sebelah utara, wilayah Arakan berbatasan dengan Bangladesh sepanjang 170 km. Di sebelah barat berbatasan dengan pantai, yakni Laut Andaman.
Pendatang tersebut banyak yang tinggal di Arakan dan bercampur dengan penduduk setempat. Percampuran suku tersebut terbentuk suku baru, yaitu suku Rohingya. Oleh karena itu, Muslim Rohingya yang menetap di Arakan sudah ada sejak abad ke-7. Para pedagang yang singgah di pantai pesisir Burma mulai menggunakan pesisir pantai dari Negara Burma (Myanmar) sebagai pusat persingahan dan juga dapat dijadikan sebagai sebuah tempat reparasi kapal. Dapat diketahui bahwa Islam mulai masuk ke Burma dibawa oleh para pedagang Muslim yang singgah di pesisir pantai Burma. Pada masa kekuasaan perdagangan Muslim di Asia Tenggara mencapai puncaknya, hingga sekitar abad ke-17, kota-kota di pesisir Burma, lewat Koneksi kaum Muslim, masuk ke dalam jaringan dagang kaum Muslim yang lebih luas. Mereka tidak hanya aktif di bidang perdagangan, melainkan juga dalam pembuatan dan perawatan kapal. Pada abad ke-17 sebagian besar propinsi yang terletak di jalur perdagangan dari Mergui sampai Ayutthaya praktis dipimpin oleh gubernur Muslim dengan para administrator tingginya yang juga Muslim.

C. Geostrategi Dakwah Islam Melalui Jalur Perdagangan Asia Tenggara
Penyebaran dakwah Islam melalui aktivitas perdagangan (tanpa peperangan) bukan berarti menunjukkan aktivitas tersebut tidak politis atau tidak terorganisir. Istilah ‘pedagang Arab’ yang sering digunakan dalam literatur sejarah seolah mengesankan penyebaran Islam yang terjadi hanya secara perorangan dan sporadis.
Hubungan kaum Muslim Melayu Asia Tenggara dengan Ulama Timur Tengah sesungguhnya telah terjalin sejak masa awal-awal Islam. Para pedagang Muslim dari Arab, Persia dan Anak benua India yang mendatangi Asia Tenggara tidak hanya berdagang, tetapi juga membawa misi tertentu untuk menyebarkan Islam kepada penduduk setempat.
Meski cukup sulit dibuktikan secara ilmiah, dalam perspektif geopolitik kita akan mudah melihat bahwa penyebaran Islam di Asia Tenggara tidak terjadi secara sporadis, melainkan terencana dan berkesinambungan.
D. Visi Politik Islam: Sumbu Kesadaran Geopolitik
Allah SWT berfirman (yang artinya): Tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam (QS al-Anbiya’ [29]:107).
Rasulullah saw. bersabda, “Allah memperlihatkan kepadaku seluruh penjuru bumi ini. Aku melihat bagian Timur dan Baratnya. Aku melihat umatku akan menguasai apa yang telah Dia tunjukkan kepada diriku.” (HR Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah dan at-Tirmidzi).
Ayat dan hadis ini merupakan refleksi visi politik Islam yang luhur sekaligus perintah bagi kaum Muslim untuk memiliki kesadaran geopolitik yang luas tanpa batas dan sekat. Karena itu, umat Islam wajib menegakkan Islam bagi seluruh umat manusia di dunia yang berada di seluruh penjuru bumi ini. Umat Islam mempunyai tugas mengemban dakwah Islam kepada seluruh manusia.
Rasulullah saw. adalah suri teladan terbaik dalam penguasaan geopolitik. Hal ini beliau tunjukkan sejak tahun-tahun pertama berdirinya Negara Islam di Madinah. Sadar bahwa kekuatan ekonomi Makkah masih lebih besar dibandingkan dengan Negara Islam di Madinah, Rasul saw. memulai langkah dari hal yang paling strategis, yakni melalui pemetaan jalur perdagangan Makkah ke Syam. Dalam kitab Sirah-nya, Al-Mubarakfuri menuturkan strategi yang diterapkan Rasulullah saw. adalah terlebih dulu melemahkan kekuatan ekonomi Quraisy dengan menguasai jalur perdagangan Makkah-Syam. Caranya, pasukan Muslim mengadakan perjanjian persekutuan atau perjanjian untuk tidak memusuhi kabilah-kabilah yang tinggal di sekitar jalur tersebut. Dilakukan pula ekspedisi-ekspedisi militer secara bergantian ke jalur tersebut.. Misi lainnya, membangun citra kepada orang-orang Yahudi dan Arab Badui sekitar bahwa kaum Muslim telah memiliki kekuatan. Ternyata berbagai manuver geopolitik-geostrategis ini berjalan efektif menciptakan suasana perang urat syaraf sehingga menimbulkan rasa gentar pada kaum Qurays kala itu.



KESIMPULAN

1. Islam datang dikawasan Melayu diperkirakan pada sekitar abad ke-7. Kemudian mengalami perkembangan secara intensif dan mengislamisasi masyarakat secara optimal yang diperkirakan terjadi pada abad ke-13 M. Awal kedatangannya diduga akibat hubungan dagang antara pedagang-pedagang Arab dari Timur Tengah dari daerah sekitar India dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara.
2. Realitas geopolitik menunjukkan penyebaran Islam di Asia Tenggara memiliki dua pola perkembangan. Pertama: Islam muncul sebagai agama mayoritas di beberapa wilayah Asia Tenggara di Indonesia, dan Malysia, dan brunei darussalam. Kedua: Islam tumbuh sebagai kelompok menoritas di lingkungan yang mayoritasnya agama lain seperti di thailand, fhiliphina, dan myanmar.
3. Meski cukup sulit dibuktikan secara ilmiah, dalam perspektif geopolitik kita akan mudah melihat bahwa penyebaran Islam di Asia Tenggara tidak terjadi secara sporadis, melainkan terencana dan berkesinambungan.
Jika dilihat lebih jeli peta sebaran umat Islam di Asia Tenggara, maka kita akan mendapati hampir semua titik-titik kekuatan umat Islam di Asia Tenggara memiliki nilai geopolitik yang sangat strategis. Posisi Kesultanan Arakan yang berada di Teluk Benggala merupakan garis pantai yang sangat penting dalam jalur perdagangan dunia sampai hari ini. Posisi Kesultanan Pattani terletak di Tanah Genting Kra, sebuah jembatan darat sempit yang menghubungkan Semenanjung Melayu dengan daratan Asia, yang juga merupakan akses terdekat ke Laut Cina Selatan. Begitu juga letak kepulauan Sulu dan Mindanao yang tidak kalah strategisnya.







DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Saifullah, SA. MA, Sejarah dan Kebudayaan Islam Di Asia Tenggara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Seri Penelitian PPW-LIPI, Problematika minoritas Muslim di Asia Tenggara: Kasus Moro, Pattani, dan Rohingya. (Jakarta: Puslitbang Politik dan Kewilayahan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2000
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII: Akar Pembaruan Islam Indonesia. Jakarta: Kencana, cet-2, 2005
loading...
Previous
Next Post »
0 Komentar

Yang sudah kunjung kemari, jangan lupa bagikan ke teman ya

https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929