loading...

Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam Sebagai Disiplin Ilmu

January 10, 2017
loading...
A. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam Sebagai Disiplin Ilmu
Sebagai disiplin ilmu, pendidikan Islam bertugas pokok mengilmiahkan wawasan atau pandangan tentang kependidikan yang terdapat didalam sumber-sumber pokoknya dengan bantuan dari pendapat para sahabat dan ulama/ ilmuan muslim.
Sebagai suatu disiplin ilmu, pendidikan Islam merupakan sekumpulan ide-ide dan konsep-konsep intelektual yang tersusun dan diperkuat melalui pengalaman dan pengetahuan. Ada tiga komponen dasar yang harus dibahas dalam teori pendidikan Islam yang pada gilirannya dapat dibuktikan validitasnya dalam operasionalisasi. Tiga komponen dasar itu ialah:
1) Tujuan pendidikan Islam harus dirumuskan dan ditetapkan secara jelas dan sama bagi seluruh umat Islam sehingga bersifat universal. Tujuan pendidikan Islam adalah yang azasi karena ia sebegitu jauh menentukan corak metode dan materi (content) pendidikan Islam.
Sebagai essensianya tujuan pendidikan Islam yang sejalan dengan tuntutan Al-Qur’an itu tidak lain adalah sikap penyerahan diri secara total kepada Allah SWT., yang telah kita ikrarkan dalam shalat kita sehari-hari.
Artinya : “ sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupkudan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”(Al-An’am: 162)
2) Metode pendidikan Islam yang kita ciptakan harus berfungsi secara efektif dalam proses pencapaian tujuan pendidikan Islam itu. Adapun metode yang dipakai dalam proses kependidikan Islam bertumpu pada paedosentrisme, dimana maksudnya kemampuan fitrah manusia dijadikan pusatnya proses kependidikan.
3) Irama gerak yang harmonis antara metode dan tujuan pendidikan dalam proses akan mengalami vakum bila tanpa kehadiran nilai atau idea.
Ilmu pendidikan Islam yang menjadi pedoman operasional pendidikan Islam perlu dikembangkan sesuai dengan persyaratan yang diterapkan dalam dunia akademik yaitu:
1) Memiliki objek pembahasan yang jelas dan khas pendidikan Islami meskipun memerlukan ilmu penunjang dari yang non-islami.
2) Mempunyai wawasan, pandangan, asumsi, hipotesa serta teori dalam lingkup kependidikan Islami yang bersumberkan ajaran Isam.
3) Memiliki metode analisis yang relevan dengan kebutuhan perkembangan ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam, beserta sistem pendekatan yang seirama dengan corak keislaman sebagai kultur dan revilasi.
4) Memiliki struktur keilmuan yang sistematis mengandung totalitas yang tersusun dari komponen-komponen yang saling mengembangkan satu sama lain yang meunjukkan kemandiriannya sebagai ilmu yang bulat.
Oleh karena suatu ilmu yang ilmiah harus bertumpu pada adanya teori-teori, maka teori-teori pendidikan islam juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Teori harus menetapkan adanya hubungan antara fakta yang ada.
2) Teori harus mengembangkan sistem klasifikasi dan struktur dari konsep-konsep, karena alam kita tidak menyediakan sistem siap pakai untuk itu.
3) Teori harus dapat mengikhtisarkan berbagai fakta, kejadian-kejadian, oleh karenanya maka sebuah teori harus dapat menjelaskan sejumlah besar fakta.
4) Teori harus dapat meramalkan fakta atau kejadian-kejadian karena tugas sebuah teori adalah meramalkan kejadian-kejadian yang belum terjadi.
Permasalahan urgen bagi ilmu pendidikan islam ialah:
1) Bagaimana seharusnya pendidikan islam dapat menjawab tantangan kebutuhan kependidikan generasi muda bagi kehidupan nya di masa depan secara sistematis berencana, mengingat ciri khas agama islam adalah sifat aspiratif dan kondusif kepada; kebutuhan hidup sesuai dengan human nature (fitrah).
2) Bagaimana agar pendidikan islam mampu mendasari kehidupan generasi muda dengan iman dan takwa dalam berilmu pengetahuan yang sekaligus memotivasi daya kreativitasnya dalam kegiatan pengembangan dan pengalaman ilmu pengetahuan tersebut sejalan dengantuntutan Al-Qur’an.
3) Bagaimana pendidikan islam sebagai disiplin ilmu dapat melestarikan dan memajukan tradisi dan budaya moral yang Islamic etnik dalam komunikasi sosial dan interpersonal dalam masyarakat yang semakin industrial-teknologis.
4) Bagaimana agar pendidikan islam tetap mampu berkembang dalam jalur input invironmental dilembaga pendidikan Islam dalam proses pencapaian tujuan akhirnya, baik dalam upaya membentuk pribadi, maupun anggota masyarakat dan warga negara yang berkualitas baik.

B. Pembangunan Pendidikan Islam Dan Antisipasi Perkembangan IPTEK
Pendidikan Islam yang tugas pokoknya menelaah dan mengusahakan serta mengembangkan pemikiran, informasi dan fakta-fakta kependidikan yang sama sebangun dengan nilai-nilai ajaran Islam harus mampu mengetengahkan perencanaan program-program kegiatan operasional kependidikan terutama yang berkaitan dengan pengembangan dan pemanfaatan iptek modern dalam bidang kehidupan sosial dan keagamaan umat. Strategi pendidikan Islam dalam menghadapi tantangan modernisasi berkat kemajuan IPTEK itu mencakup ruang lingkup:
a. Motivasi kreativitas anak didik kearah pengembangan IPTEK itu sendiri dimana nilai-nilai islami menjadi sumber acuan
b. Mendidik keterampilan memanfaatkan produk IPTEK bagi kesejahteraan hidup umat manusia pada khususnya
c. Menciptakan jalinan yang kuat antara ajaran agama dan IPTEK serta hubungan yang akrab dengan para ilmuan yang memegang otoritas IPTEK dalam bidang masing-masing
d. Menanamkan sikap dan wawasan yang luas terhadap masa depan umat manusi melalui kemampuan menginterprestsikan ajaran agama dari sumber-sumber yang murni dan kontekstualdengan masa depan kehidupan manusia.

1. Perencanaan program pendidikan Islam
Dalam merencanakan program ini kita perlu mengidentifikasikan 8 masalah pokok yaitu
a. Apakah ajara islam memberikan ruang lingkup berfikir kreatif manusia dan sejauh mana ruang lingkup tersebut diberikan kepada manusia.
b. Potensi psikologis apa sajakah yang menjadi sasaran penddidikan islam terutama dalam kaitannya dengan kreativitas yang berhubungan dengan perkembangan IPTEK. Bagaimanakah system dan metode pendidikan yang tepat-guna dalam proses kependidikan islam yang kontekstual dengan IPTEK tersebut.
c. Keterampilan-keterampilan apa sajakah yang diperlukan anak didik dalam mengelola dan memanfaatkan IPTEK modern sehingga dapat mensejahterakan kehidupan umat manusia, khususnya umat islam
d. Sampai seberapa ajuh anak didik di harapkan mampu mengendalikan dan menangkal dampak-dampak negative dari IPTEK terhadap nilai-nilai etika keagamaan islam dan nilai-nilai moral yang telah dan yang harus dimapankan dalam kehidupan individual dan social.
e. Sebaliknya apakah nilai moral dan social keagamaan mampu memberikan dampak positif terhadap kemajuan IPTEK modern tersebut.
f. Kompetensi guru agama apakah yang harus dimiliki sebagai hasil (produk) lembaga pendidikan professional kegurua yang dapat diandalkan untuk menghadapi modernitas umat berkat kemajuan IPTEK tersebut.
g. Gagasan baru apa sajakah yang harus dirumuskan kembali dalam perencanaan pendidikan jangka panjang dan pendek, yang terkait dengan pengembangan kurikulum nasional pada sekolah umum dan PTU,serta yang terkait pendidikan pada perguruan-perguruan agama islam dalam semua jenjang.
Petunjuk dari sumber pokok pendidikan islam seperti diuraikan diatas sedikit banyak memberikan inspirasi kepada kita bahwa secara subtansial, program pendidikan islam perlu dijabarkan sesuai dengan idealitas Al-Qur’an dan sunnah nabi yang berorientasi kepada tiga arah yaitu:
1. Berorientasi kepada tuhan pencipta alam semesta.
2. Berorientasi kepada hubungan dengan sesama manusia.
3. Berorientasi kearah bagaimana pola hubungan manusia dengan alam sekitar dan dirinya sendiri harus dikembangkan.
Maka posisi umat islam saat ini sekurang-kurangnya harus mampu memilih dan menangkal teknologi dan ilmu yang berdampak negative atau positif. Langkah selanjutnya mentransfer melalui lembaga-lembaga pemerintah dan swasta yang bertugas melakukan penelitian dan pengembangan ilmu da teknologi tepat guna. Juga lembaga-lembaga riset dan pengembangan diperguruan tinggi didorong menjadi pusat pengembangan IPTEK secara efektif dan efisien dengan penyediaan fasilitas dan dana yang memadai kebutuhan.

2. Menghadapi Tantangan Dampak-dampak IPTEK Modern
Dalam sejarah peradaban Islam dapat kita telaah bahwa ilmuwan muslim, para filosof, para ulama dsb, memiliki sikap positif terhadap ilmu dan teknologi yang non muslim, seperti yang berasal dari Yunani dan Persia dsb,didasari dengan rasa optimisme sesuai ajaran Islam, para ilmuwan dan ulama masa itu secara antusias mentransfer IPTEK dari luar yang kemudian dikembangkan menjadi IPTEK yang Islamis. Sehingga bentuk-bentuk IPTEK yang membahyakan aqidah keimanan mereka,ditinggalkan oleh mereka seperti dalam bidang filsafat yang bersifat hedonistik dan epikuris, dan bidang kesustraan yang penuh dengan hayal dan kesedian.
Dengan melalui proses tranferisasi IPTEK modern program pendidikan islam, dapat meningkatkan kemampuan anak didik untuk mengenali dan menganalisis dampak-dampak negatif dan positif nya karena pendidikan islam harus membuka diri terhadap informasi tentang perkembangan IPTEK tersebut seluas-luasnya,seiring dengan watak akomodatif dan ajaran agama kita yang sholahyuun li kulli zaman wa makan.

3. Materi, Metode, dan Tujuan Pendidikan Islam
Dengan modal dasar berupa sikap keterbukaan, kecintaan kejujuran dan etos ilmiah dan kerja keras dan belajar, maka materi yang perlu dalam kurikulum pendidikan islam sekurang-kurangnya dalah materi-materi pelajaran yang bersumber pokok ajaran islam yang mengandung motivasi dan persuasi untuk mengembangkan daya fikir dan daya dzikir anak didik.
Metode menginterpretasikan dari kandungan Qur’an perlu dipertajam pada pengembangan kreativitas dan pola pikir anak didik. Oleh karena itu sistem belajar inovatif dan kreatif perlu digalakkan di lembaga-lembaga pendidikan islam pada khususnya dan pada kegiatan belajar agama dalam sekolah umum dan dalam pelajaran agama dalam semua jenjang pendidikan. Sejalan dengan pola fikir di atas maka tujuan pendidikan agama islam masih dirumuskan kembali berdasarkan atas tuntutan modernitas umat.





C. Pendidikan Agama, Sarana, Fasilitas, Dan Lingkungan Pendidikan
1. Pelaksanaan pendidikan agama islam di sekolah dan lingkungan kependidikan lainnya
Program-program pendidikan agama harus ditata kembali sehingga mampu mengantisipasi kebutuhan hidup bangsa yang lebih bermoral dalam modernisme. Tujuan pendidikan agam di semua lingkungan harus diarahkan terutama kepada pendalaman dan pengalaman nilai-nilai iman dan takwa,tidak hanya kepada ilmu pengetahuan keagamaan, karena kita tidak mendidik murid-murid sekolah umum, menjadi ulama. Proses pendidikan agama harus didukung oleh situasi dan kondisi kehidupan.
2. Orientasi pelaksanaa pendidikan agama
Orientasi ideal pancasila menghendaki pemantapam pola sikap dan pola pikir. Orientasi pendidikan agama perlu dilandasi dengan nilai-nilai ajaran agama sehingga manusia didik setelah dewasa benar-benar mampu berfungsi sebagai khalifah di muka buminya sendiri.
3. Program prioritas pendidikan agama
Berlandaskan tujuan pendidikan nasional sebagaimana ditetapkan dala TAP II/MPR/1988 (GBHN), maka proiritas program pendidikan agama adalah meningkatkan kualitas manusia indonesia melalui aspek-aspek rihaniah dan jasmaniah mental spritual yang mampu mendorong pengembangan kepribadian yang utuh, dinamis dan moralis di mana keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa menjadi rujukan kehidupannya.
4. Probelamatika umum pendidikan agama di sekolah
Berbagai faktor yang diidentifikasikan sebagai penghambat dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Faktor-faktor eksternal
- Timbulnya sikap masyarakat atau orang tua di bebrapa lingkungan sekitar sekolah yang kurang concerned kepada pentingnya pendidikan agama.
- Situasi lingkungan sekitar sekolah disubsversi oleh godaan-godaan setan yang bersosok berbagai ragam bentuknya.
- Timbulnya sikap frustasi di kalangan orang tua atau masyarakat bahwa ketinggian tingkat pendidikan yang dengan susah payah, tidak akan menjamin anaknya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

b. Faktor-faktor internal sekolah
- Guru kurang kompeten untuk menjadi tenaga propesional pendidikan atau jabatan guru yang disandangnya hanya merupak pekerjaan alternatif terakhir.
- Penyalahgunaan manajemen penempatan yang mengalih tugaskan guru agama kebagian administrasi seperti perpustakaan.
- Kurrangnya waktu persiapan guru agama dalam mengajar.
- Kurikulum yang terlalu overloaded.
c. Pola pemecahan problema kependidikan islam.
Problema kependidikan di negara kita yang sedang membangun ini menyangkut tiga faktor:
- Faktor idiil yang melandasi pelaksaanaan pendidikan islam.
- Faktor stuktural kelembagaan pendidikan islam yang telah eksis dalam masyarakat, perlu dilakukan inovasi yang benar-benar dapat mendukung tujuan pendidikan naasional.
- Faktor teknis operasional pendidikan agam adi semua jenjang pendidikan umum perlu lebih diaktualisasikan ke dalam proses yang integralistik dengan pendidikan intelektual dan keterampilan sehingga terwujud keserasian dan keselarasan dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional.

D. Politik Pemerintahan Terhadap Pendidikan Islam Di Indonesia
Politik pendidikan adalah segala upaya atau usaha pemerintah dalam mengatur proses pembinaan dan pengembangan peserta didik untuk menjadikanpribadi yang sempurna sebagai acuan utama demi tercapai tujuan negara. Politik pendidikan didalamnya mengandung 5 komponen-komponen yaitu sebagai berikut :
1. Termasuk dalam ranah kebijakan pemerintah negara. sebagai bentuk pengabdian kepada negara dalam bidang-bidang yang akan diembankan kepada masyarakat.
2. Mempunyai pengaruh terhadap sosial politik, sosial budaya, keamanan atau hubungan pemerintah dengan dunia internasional.
3. Ditujukan untuk mensukseskan penyelenggaraan pendidikan melalui penentuan kebijakan pemerintahan.
4. Dijalankan untuk mencapai tujuan negara.
5. Merupakan suatu sistem penyelenggaraan pendidikan suatu negara yang diberangkat dari tujuan negara, penentuan kebijakan, dan diimplementasikan pada pencapaian tujuan negara.
Kebijakan politik pendidikan pemerintahan Indonesia secara umum dapat dibagi ke dalam empat periode yaitu :
1. Masa Pra-kemerdekaan
Kebijakan politik pemerintahan berada pada tangan penjajah Belanda. Belanda menerapkan politik diskriminatif terhadap rakyat jajahannya terutama ummat Islam tanpa memberikan pendidikan. Belanda sengaja membiarkan jajahannya larut dalam kebodohan agar mudah untuk ditindas dan diadu dombakan. Namun pada tujuannya, hanya untuk menjadikan tenaga kerja yang akan dipekerjakan pada pemerintahan Belanda sebagai benteng untuk memperkokoh penjajahannya.
Mengenai pendidikan Islam, Belanda menganggap adanya lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti madrasah, pesantren sebagai sarang pemberontak. Politik pendidikan yang diterapkan oleh umat Islam adalah bersikap non-koperatif artinya tidak bekerjasama kepada pemerintahan Belanda. Selanjutnya membuat kegiatan pendidikan yang dilakukan organisasi Islam seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persatuan Islam selain memberikan pengetahuan umum, juga pengetahuan agama, rasa nasionalisme, dan juga patriotisme maka lahirlah Sumpah Pemuda sebagai semangat untuk mengusir penjajah Belanda.
2. Masa Orde Lama (pasca kemerdekaan) 1945-1966
Pada masa ini polit pendidikan Islam lebid diarahkan pada upaya pembaharauan dan memperbanyak lembaga pendidikan Islam yang mutu sejalan dengan tuntutan zaman. Adanya tiga kekuatan ideologis yang mempengaruhi kebijakan dalam pendidikan yaitu nasionalis, sekularis-komunis, dan islamis. Salah satu bukti, Presiden Soekarno menganut paham nasionalis yang dampaknya pendidikan Islam tidak mendapat perhatian.
3. Masa Orde Baru (1966-1998)
Terdapat lima karakteristik pemerintahan Orde Baru yaitu : pertama, pemerintahan yang kuat dan dominan. Kedua, dipimpin dan didukung kekuatan militer bekerjasama dengan teknorat dan birokrat sipil. Ketiga, keamanan represif dan aparat politik-ideologis untuk produksi kekuasaan. Keempat, mendapat dukungan kapitalisme internasional. Kelima,kelemahan terjadi karena faktor dalam negara sendiri.
Ciri-ciri masyarakat pada pemerintahan Orde Baru yaitu kedudukan yang lemah terhadap pemerintahan, tidak berperan, ketakutan, disartikulatif dan involutif, serta fragmentatif. Maka hubungan pemerintah dan rakyat bukan hubungan yang harmonis melainkan bersifat konspiratif, kooptatif, dan dominatif.
Politik pendidikan pada masa Orde Baru mengacu pada Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang mulai diberlakukan sejak tahun 1973 sampai 1998. Pada awal Orde Baru berdasarkan Ketetapan MPRS No.XXVII/MPRS/1966 secara umum tujuan pendidikannya adalah membentuk manusia yang berjiwa Pancasila, cerdas, terampil, dan berbudu pekerti luhur serta bertanggung jawab terrhadap pelaksanaan pembangunan negara.
Kebijakan pendidikan pada masa ini antara lain :
a. Pemberantasan buta huruf tahun 1972 dengan keterampilan tertentu.
b. Pendidikan masyarakat agar memiliki mental, spiritual, dan keterampilan.
c. Mengenal kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya.
d. Mengenal kegiatan inovasi pendidikan seperti KKN, Universitas Terbuka, wajib belajar.
e. Pembinaan pemuda Indonesia seperti OSIS, PMR, Pramuka, BEM, dll.
f. Dilaksanakan program orang tua asuh
Sistem sentralistik menjadi kebijakan pendidikan utama dalam pemerintahan Orde Baru, sebab memudahkan untuk memonitori dan mengontrol jalannya penyelenggaraan pendidikan dan juga sarana paling strategis untuk memperdayakan masyarakat di berbagai bidang.
4. Masa Reformasi (1998-2004)
Masa pemerintahan reformasi ditandai dengan semakin berkembangannya wacana demokrasi. Mahasiswa sudah memiliki kebebasan dalam mengeluarkan aspirasinya, akan tetapi kebijakan-kebijakan pada Orde Baru belum berbeda jauh diterapkan pada masa sekarang. Sepanjang sejarah, Pendidikan Islam senantiasa mengawal dan mengiringi pendidikan nasional.Pendidikan Islam terus berproses bersama dengan pendidikan nasional untuk mengisi kemerdekaan dengan pembangunan dalam berbagai bidang. Pada kesimpulannya pendidikan islam pada masa ini yaitu rekontruksi artinya pemberian otonomi pendidikan pada masyarakat dengan infrastruktur yang memihak pada pemberdayaan masyarakat.



E. Mensiasati Kekurangan Jam Pelajaran Agama Di Sekolah-Sekolah
Untuk mengatasi kekurang jam pelajaran agama yang diberikan disekolah, maka perlua adanya solusi alternative, solusi tersebut anatara lain sebagai berikut :
1. Merubah orientasi dan fokus pengajaran agama yang semula bersifat subject matter oriented. Yaitu dari yang semulanya berpusat pada pemberian pengetahuan agama dengan artian memahami dan mengahafal ajaran agama sesuai kurikulum,menjadi pengajarab agama yang berorientasi pada pengalaman dan pembentuk sikap keagamaan melalui pembiasaan hidup sesuai dengan agama. Pengajaran agama, khususnya pengajaran agama di sekolah umum perlu dirubah arahnya kepada pengalaman agama dalam kehidupan sehari-hari.
2. Dengan menambah jam pelajaran agama diluar jam pelajaran yang telah ditetapkan dari kurikulum. Dalam kaitan ini, kurikulum tambah atau kegitan ekstra kurikuler perlu ditambahkan dan dirancang sesuai dengan kebutuhan dengan penekan utamnya pada pengalaman agama dalam kehidupan sehari-hari .
3. Dengan cara meningkatkan perhatian, kasih sayang, bimbingan dan pengawasan yang diberikan oleh kedua orang tua dirumah. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa anak-anak yang sedang tumbuh dewasa dan belum membantuk sikap keagamaanya sangat memerlukan dari kedua orang tuanya. Anak-anak sangat membutuhkan kasih sayang secara psikologis dapat menetramkan jiwanya. Mereka mendapatkan sesuatu dari rumahnya, sehingga ia akan mau tinggal dirumah, sebaliknya bila jiwa anak-anak tidak mendapat kasih sayang di rumahny, maka ia akan mencarai kasih sayang diluar rumah dengan cara berteman dengan kelompoknya yang tidak selamanya mengajak kepada kebaikan. Selain itu anak-anak juag membutuhkan perhatian dari orang tuanya
4. Dengan cara melaksanakan tradisi ke-islamanyang didasarkan pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah disertai dengan pengayatan akan makna dan pesan moral yang terkandung didalamnya. Dimasyarakat banyak sekali tradisi ke-Islaman yang bernuansa pembinaan sikap keagamaan, seperti tradisi nujuh bulanan, mengazani telinga sebelah kanan dan mengiqamati pada telinga sebelah kiri pada bayi baru lahir, memberikan makanan madu,memberikan nama yang baik,mencukur rambutnya, mengaqiqahinya,mengajarkan sikap sopan santun kepada kedua orang tua, membiasakan berdoa ketika akan tidur, bangun tidur, akan makan, selesai makan, akan berpergian, mencium tangan, berkata yang lembut dan sopan, memberikan sesuatunya kepada kaum fakir miskin, mengunjungi orang yang lagi skit atau kesusahan. Tradisi yang demikian itu jika di implikasikan secara konsisten akan sangat besar pengaruhnya bagi pembinaan sikap keagamaan si anak.
5. Pembinaan sikap kegamaan tersebut dapat pula dilakukan memanfaatkan berbagi media masa yang tersedia, seperti radio, surat kabar, buku bacaan, televise dan lain sebagainya. Diketahui bahwa salah satu ciriera modern saat ini adalah tersidianya berbagai media informasi dan komunikasi. Berbagai media informasi dan komunikasi tersebut di samping menawarkan berbagai pilihan yang negatif, juga berbagai pilihan yang positif.

F. Pro-Kontra Tentang Perlu Tidaknya Pendidikan Seks Bagi Para Remaja
Bagi kelompok yang pro-setuju perlunya pendidikan seks bagi remaja paling kurang didasarkan pada ketiga pertimbangan pemikiran sebagai berikut:
a. Bahwa adanya penyimpangan seksual, atau hubungan seks di luar nikah yang dilakukan sebagai remaja pada masa ini.disebabkan karena mereka tidak diberikan pendidikan seks sebelum menikah, baik dari segi kesehatan, sosial, moral, dan sebagainya, mereka tidak mengetehui tentang cara-cara mengendalikan diri agar tidak tejerumus ke dalam perilaku seksual tersebut, dan sebagainya.
b. Bahwa adanya rumah tangga yang kurang harmonis, tidak mampu bertahan lama, penuh kegoncangan dan pertentangan antara lain disebabkan karena sebelum mereka menikah, tidak diberikan pendidikan seks serta hal-hal lain yang ada hubungan nya dengan kehidupan rumah tangga.
c. Bahwa setiap manusia memiliki protensi dan kecederungan seks yang amat kuat, yang apabila tidak dididik dengan sebaik-baiknya maka boleh jadi potensi seks dan dorongan biologis yang dimiliki manusia tersebut disalagunakan pada hal-hal yang dapat merugikan dirinya sendiri, seperti melakukan hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan, hidup bersama tanpa ikatan perkawinan dan lain sebagainya, pendidikan seks perlu diberikan kepada setiap orang, termasuk kepada remaja, sebagai mana halnya pendidikan intelektual, kecakapan, kesenian dan sebagainya.
Itulah alasan-alasan yang diberikan kelompok yang menyetujui perlunya pendidikan seks bagi para remaja. Namun demikian kelompok ini tidak dengan jelas memberikan gambaran tentang bagaimana seharusnya pendidikan seks tersebut diberikan.
Selanjutnya bagi kelompok yang tidak setuju terhadap perlunya pendidikan seks juga memiliki alasan-alasan yang cukup dapat dimengerti. Menurut kelompok ini, paling kurang ada empat alasan mengapa pendidikan seks tidak perlu diberikan kepada para remaja.
a. Bahwa masalah seks termasuk kebutuhan dasar manusia, sebagaimana kebutuhannya terhadap makan, minum, pakaian dan tempat. Dengan adanya kebutuhan dasar tersebut, manusia, tanpa disuruh dan diajaripun akan mencari sendiri sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Demikian pula kebutuhan terhadap seks, jika ia sudah memerlukan akan dengan sendirinya ia mencari saluran.
b. Bahwa jika pendidikan seks diberikan kepada para remaja justru akan mendorong mereka untuk melakukannya. Mereka ingin mempraktekannya segera, sebagaimana pelajaran lainnya juga menghendaki praktek. Hal yang demikian jelas berbahaya, mengingat dorongan seksual yang terdapat dalam diri manusia begitu kuat.
c. Bahwa jika pendidikan seks diberikan kepada para remaja dibayangi oleh kekhawatiran akan penggunaan pendidikan seks tersebut sebagaimana telah disinggung pada point b di atas. Hal ini dapat dimaklumi, karena para remaja belum memiliki ketahanan mental yang cukup untuk mengendalikan bahwa nafsunya yang tengah bergelora. Mereka dikhawatirkan tidak kuat untuk menahan dorongan nafsu biologisnya itu.
d. Para remaja secara psikologis ditandai oleh keadaan serba ingin tahu, ingin mengalami, ingin merasakan dan seterusnya. Mereka kurang berpikir panjang, sebagai akibat posisi dirinya yang masih serba bebas, tanpa ikatan apapun, belum ada beban dan sebagainya. Dengan posisi psikologis yang demikian itu, mereka sering tidak berfikir panjang dan kurang memperhatikan akibat dari perbuatan yang dikerjakannya. Mereka baru menyadari apabila telah merasakan akibat buruk dari perbuatannya itu.
Berdasarkan alasan-alasan sederhana itulah, maka sebaiknya pendidikan seks bagi para remaja tidak perlu diberikan.

1. Solusi Yang Dapat Ditawarkan
Menghadapi pro dan kontra sebagaimana tersebut diatas, maka perlu dicarikan jalan keluar (solusinya). Untuk ini dapat merujukan kepada petunjuk Al-quran dan As-sunah.
Sebagaimana diketahui bahwa Alqur’an dan As-sunah merupakan pedoman hidup bagi umat islam yang dapat memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya, termasuk masalah pro dan kontra tentang pendidikan seks ini. dalam kaitan ini terdapat catatan sebagai berikut.
a. Dalam alqur’an, masalah seksual merupakan salah satu bukti kekuasaan tuhan. Dorongan seksual tersebut diciptakan oleh tuhan dan diletakkan dalam diri manusia untuk dipertanggungjawabkan dan disalurkan sesuai petunjuknya. Dengan penyaluran dorongan biologis tersebut akan dicapai kenikmatan badaniah, ketenangan jiwa, keturunan, dan sebagainya. Dengan penyaluran dorongan biologis ini, maka terjadi dinamika kehidupan dan kelangsungan regenarisasi dapat dipertahankan.
b. Bahwa untuk menyalurkan dorongan biologis tersebut yang demikian kuat itu, ajaran islam meletakkan syari’atnya berupa aturan pernikahan sedemikian rupa sebagai mana hal itu diatur dalam kitab-kitab fiqh. Jika aturan yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh itu di ikuti dengan baik, maka dapat dihasilkan tujuan sebagaimana telah disebutkan di atas.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka pendidikan seksual yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Pendidikan seks harus dilakukan secara tidak langsung, yakni tidak dapat dilakukan dengan mengajarkan teori-teori apalagi praktek mengenai seks. Hal yang demikian didasarkan karena kekhawatiran jika teori-teroi tersebut dipraktekkan tanpa melalui saluran pernikahan, mengingat manusia memiliki dorongan hawa nafsu yang sulit dikendalikan.
2) Sejalan dengan pemikiran pertama tersebut diatas, maka pendidikan seks tersebut harus dilakukan dengan penuh etis dan sopan santun. Didalam alqur’an masalah seks sering diungkap dengan bahasa yang sopan dan santun, serta sering menggunakan perumpamaan.
Pendidikan seks yang bersifat tidak langsung dan penuh sopan santun tersebut sebaiknya tidak dilakukan di sekolah, melainkan cukup dilakukan oleh orang tua, karena orang tualah yang secara moral bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya.

G. Kode Etik Profesi Guru Dalam Konteks Peningkatan Mutu Pendidikan
Kode etik, dapat berarti aturan tata susila sikap atau akhlak seorang guru, sebagai pendidik profesional, guru bukan saja di tuntut melaksanakan tugas nya secara profesional, tetati juga memiliki pengetahuan dan kemampuan profesional. Dalam diskusi pengembangan model pendidikan profesional tenaga kependidikan, jika ciri- profesionalisme tersebut di atas di tujukan untuk profesi pada umumnya, maka khusus untuk profesi seorang guru dalam garis besar nya ada tiga :
1. Seorang guru yang profesional harus menguasai bidang ilmu pengetahuan yang akan di ajarakan nya dengan baik. Ia benar benar seorang ahali dalam bidang ilmu yang di ajarkan nya. Selanjutnya karena bidang ilmu pengetahuan apapaun selalu mengalami perkembangan, maka seorang guru harus juga terus menerus meningkatkan dan mengembangkan ilmu yang di ajarkan naya itu,
2. Seorang guru yang profesional harus memiliki kemampuan menyampaikan atau mengajarkan ilmu yang di milikinya ( transfer of knowledge ) kepada muruid murid nya secara efektif dan efesien. Untuk ini, seorang guru harus memiliki ilmu keperguruan. Dahulu, ilmu keguruan ini terdiri dari tiga bidang ke ilmuan, yaitu pedagogik, didaktik dan metodik. Istilah pedagogik di terjemahkan dengan kata ilmu mendidik, dan yang di bahas ialah bagaimana mengasuh dan membesarkan seorang anak. Sedangkan didaktik adalah pengetahuan tentang interaksi belajar mengajar secara umum. Yang di ajarkan di sini antara lain cara membuat persiapan pengajaran sesuatu sangat perlu, dan tampaknya sekarangdi anggap tidak penting, cara menjalin bahan bahan pelajaran dan menilai hasil pelajaran. Metodik adalah cara mengajarkan suatu bidang pengetahuan. Beberapa mata pelajaran di pandang memerlukan cara khusus untuk menyajikannya, dan untuk ini di kembangkan metodik khusus. Pelajaran yang menggunakan metodik khusus ini misalnya menggambar, menyanyi, pekerjaan tangan, dan olah raga.
3. Seorang guru yang profesional harus berpegang teguh pada kode etik, profesional sebagai mana tersebut di atas. Kode etik di sini lebih di khusukan lagi tekanannya pada perlunya memiliki akhlak yang mulia. Dengan akhlak yang demikian itu, maka seorang guru akan menjadi panutan, contoh dan teladan. Dengan cara demikian ilmu yang di ajarkan atau nasihat yang di berikannya kepada siswa akan di dengarkannya dan di laksanakannya dengan baik. Tentang perlunya akhlak yang baik bagi seorang guru yang profesional ini sudah lama menjadi perhatian dan para ulama islam di zaman klasik.( Ibnu muqaffa lahir di persia tahun 106 H ) “ misalnya mengatakan bahwa guru yang baik adalah guru yang mau berusaha memulai dengan mendidik dirinya, memperbaiki tingkah lakunya, meluruskan pikirannya dan menjaga kata katanya terlebih dahulu sebelum menyampaikan kepada orang lain”. Sementara itu ( imam al ghazali ) “ seorang guru harus bersikap sebagai pengayom, berkasih sayang kepada murid murid nya dan memperlakukan mereka hendaknya seperti anaknya sendiri. Guru harus selalu mengontrol, menasihati, memberikan pesan moral tentang ilmu dan masa depan anak didiknya dan tidak membiarkan mereka melanjutkan pelajarannya kepada yang lebih tinggi sebelum menguasai pelajaran, sebelumnya dia memiliki akhlak yang mulia. Keseimbangan perkembangan keilmuan akal dan akhlak hati perilaku merupakan hal yang harus di kontrol oleh guru.
Dalam kaitannya dengan uraian tersebut di atas, seorang guru di samping sebagai pengajar, juga harsus sebagai pendidik. Dengan demikian, di samping mebimbing para siswa untuk menguasi sejumlah pengetahuan dan keterampilan mengajar seorang guru harus mebimbing siswa siswanya mengembangkan segenap potensi yang ada dalam diri mereka (mendidik).
Untuk dapat benar benar menjadi pendidik, seorang guru tidak cukup hamya dengan menguasai bahan pelajaran, tetapi juga harus nilai nilai apa yang dapat di sentuh oleh materi pelajaran yang akan di berikan kepada siswa. Harus tahu sifat sifat kepribadian apa yang dapat di rangsang pertumbuhannya melalui materi pelajaran yang akan di sajikan. Dalam kaitan ini dapat di kemukakan suatu pertanyaan : dapatkah suatu gugus materi pelajaran matematika di pergunakan untuk merangsang pertumbuhan nilai nilai ke jujuran, ketelitian dan ke uletan kerja pada diri para siswa? Dapatkah materi pelajaran sejarah menumbuhkan sikap anak didik agar selalu melakukan perbuatan yang baik dan meninggalkan perbuatan yang buruk ? dapatkah pelajaran olah raga menumbuhkan sikap sportifitas, kerja sama, ke jujuran dan ke uletan? Jika pertanyaan tersebut jawabannya dapat, bagaimana caranya ?
Memupuk sikap, keterampilan serta kemampuan untuk dapat mengajar dan mendidik sekaligus memerlukan ikhtiar dan waktu. Tanpa ikhtiar yang sungguh sungguh, akn mudah sekali bagi seorang guru untuk terjebak ke dalam perbuatan pamer pengetahuan ketika berdiri di depan kelas. Guru yang baik pun dapat jatuh dari kesalahan ini. Ia sibuk di depan kelas, namun tidak pula mendidik dan tidak pula mengajar, tetapi asyik membeberkan pengetahuan yang di milikinya dan asyik menikmati kekaguman yang di perlihatkan siswa siswanya.
Peranan guru dalam meningkatkan mutu pendidikan
Mengajar adalah penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan proses belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen komponen yang saling mempengaruhi, yakni tujuan intruksional yang aka di capai, materi yang akan di ajarkan, guru dan siswa yang memainkan peranan serta ada dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatam yang akan di lakukan, serta sarana dan prasarana belajar mengajar yang tersedia.
Jika seluruh komponen pendidikan pengajaran tersebut di persiapkan dengan sebaik baiknya, maka mutu pendidikan akan meningkat. Namun dari seluruh komponen pendidikan tersebut, gurulah yang merupakan komponen utama jika gurunya berkualitas baik, maka pendidikan pun akan baik pula. Kalau tindakan para guru dari hari ke hari bertambah baik, maka akan menjadi lebih baik pulalah keadaan dunia pendidikan kita. Sebaliknya tindakan dari hari ke hari makin memburuk, maka makin paralah dunia pendidikan kita. Guru kita dapat di samakan seperti pasukan tempur yang menentukan kemenangan atau ke kalahan dalam perperangan. Jika mereka ingin menang dalam pertempuran mereka harus memiliki kemampuan, penguasaan dan strategi pertempuran yang baik. Dalam hubungannya dengan keberhasilan dalam mendidik, maka guru harus mampu melaksanakan inspiring teaching , yaitu guru yang melalui kegiatan mengajarnya mampu mengilhami murid muridnya. Melalui kegitan mengajar yang memberikan ilham ini guru yang baik adalah guru yang mampu menghidupkan gagasan gagasan yang besar, keinginan yang besar pada muridnya. Kemampuan ini harus di kembangkan, harus di tumbuhkan sedkit demi sedikit. Untuk ini guru harus menyisihkan waktu untuk mencernakan pengalamannya sehari hari dan memperluas pengalamannya pengetahuannya secara terus menerus. Untuk menjadi guru yang terbaik, di samping mengajar ia harus merenung dan membaca. Untuk ini guru harsu membutuhkan waktu. Kalau waktu untuk di habiskan di sekolah yang satu ke sekolah yang lain setiap hari, dari pagi samapi malam, maka tidak akan ada kesempatan baginya untuk meningkatkan kemampuannya sebagai pendidik. Dengan demikian tidak ada harapan baginya untuk meningkatkan mutu pendidikan kita.

H. Pendidikan Agama Dan Moral Dalam Perspektif Global
1. Faktor-faktor PenyebabTimbulnya Perilaku Menyimpang .
Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya prilaku menyimpang kalangan para remaja diantaranya sebagai berikut :
a. Longgarnaya pegangan terhadap Agama. sudah menjadi trgedi dari dunia maju, dimna segala sesuatu hapir dapat dicapai dengan ilmu pengatahuan, sehingga keyakianan beragaman mulai terdesak, kepercayaan kepada Tuhan tinggal simbol, larangan-larangan dan suruhan Tuhan tidak diidakan lagi. Dengan longagarnya pengangan ajaran Agama, maka hilangalah kekuatan pengontrol yang ada didalam dirinya. Dengan demikian satu-satu nya alat pengawas dan pengatur moral yang dimilikinya adalah masyrakat dan hukum dan peraturannya. Namun biasanya pengawasan masyrakat itu tidak sekuat pengawasan diri sendiri. Karena pengawasan masyrakat itu datang dari luar, jika orang luar itu tahu, atau orang yang disangaka akan mengetahuinya maka denagn senang hati orang itu akan berani akan melanggar peraturan-peraturan dan hukum sosial itu. Dan masyrakat itu banyak yang dilakukan pelanggaran moral, dengan sendidnya yang kurang iman tadi akan mudah pula meniru melakukan pelanggaran-pelanggaran yang sama.
Tetapi jika setiap orang teguh dengan keyakinannya kepada Tuhan serta menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, tidak perlu lagi adanya pengawasan yang ketat, karena setiap orang sudah bisa menjaga diri sendiri, tidk mau melanggar hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan Tuhan. Sebaliknya semakin jauhnya masyrakat dari agama, semakin susah memelihara moral orang dalam masyrakat itu, dab semakin kekacawan suasana , karena semakin bnyak pelanggaran-pelanggaran hak, hukum dan moral.
b. Kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh rumah tangga, sekolah maupun masyrakat. pembinaan moral yang dilakukan oleh ketiga istitusi ini tidak berjalan dengan semestinya atau yang biasanya. Pembinaan moral dari sejak anak masih kecil, sesuai dangan kemampuan dsn umurnya. Zakiah Derajat mengatakan , moral bukanlah suatu pembilaran yang dapat dicapa dengan mempelajari saja, tanpa membiasakan hidup bermoral dari sejak kecil.
c. Derasnya arus budaya materealistis, hedonistis dan sekularistis. Sekarang ini sudah sering kita dengar dari radio atau bacaan dari surat kabar tentang anak-anak sekolahmenengah yang ditemukan oleh gurunya atau polisi mengantongi obat-obat, gambar-gambar cabul, alat-alat kontrasepsiseperti kondom dan benda-benda tajam. Semua alat-alat tersebut biasanya digunakan untuk hal-hal yang dapat merusak moral. Namun gejala penyimpangan tersebut terjadi karena pola hidup yang semata-mata mengejar kepuasan materi, kesenangan hawa nafsu dan tidak mengindahkan nilai-nilai agama.
d. Belum adanya kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah. Pemerintah yang diketahui memiliki kekuasaan (power), uang, teknologi, sumber daya manusia dan sebagainya tampaknya belum menunjukkan kemauan yang sungguh-sungguh untuk melakukan pembinaan moral bangsa. Hal yang demikian semakindiperparah lagi oleh adanya ulah sebagian elit penguasa yang semata-mata mengejar kedudukan, peluang, kekayaan dan sebagainya dengan cara-cara yang tidak mendidik, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme yang hingga kini belum ada tanda-tanda untuk hilang.

2. Pendidikan agama dan pendidikan moral
Pendidikan agama dan pendidikan moral medapatkan tempat yang wajar dan leluasa dalam sistem pendidikan nasional Indonesia. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional Bab IX pasal 39 butir 2 misalnya mengatakan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan pancasila, pendidikan agama dan pendidikan pancasila, pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan agama tidak terlepas upaya menanamkan nilai-nilai serta unsur agama pada jiwa dari seseorang. Unsur-unsur agama tersebut secara umum ada empat.
1) keyakinan atau kepercayaan terhadap adanya Tuhan kekuatan gaib tempat berlindung dan memohon pertolongan.
2) Melakukan hubungan yang sebaik-baiknya dengan Tuhan mencapai kesejahteraan hidup didunia dan akhirat.
3) Mencintai dan melaksanakan perintah Tuhan, serta menjauhi laranganya dengan jalan beribadah yang setulus-tulusnya, dan meninggalkan segala hal yang diizinkannya.
4) Meyakini adanya hal-hal yang dianggap suci dan sakral,seperti kitab suci, tempat ibadah dan sebagainya.
Adapun moral ialah kelakuan yng sesuai dengan ukuran-ukuran (nilai-nilai) masyarakat, yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar, yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan (tindakan) tersebut. Tindakan itu haruslah mendahulukan kepentingan atau keinginan pribadi.
Selanjutnya jika pengertian agama dan moral tersebut dihubungkan satu dan lainnya tampak saling berkaitan dengan erat dalam hubungan ini Zakiah Daradjat berpendapat: jika kita ambil ajaran agama, maka moral adalah sangat penting bahkan yang teroenting, dimana kejujuran, kebenaran, keadilan dan pengabdian adalah di antara sifat-sifat yang terpenting dalam agama. Hal ini sejalan pula dengan pendapat Fazlur Rahman yang mengatakan bahwa inti ajaran agama adalah moral dan bertumpu pada keyakinan kepercayaan kepada Tuhan (habl min Alla) dan keadilan serta berbuat baik dengan sesama manusia (habl min al-Nas).

3. Strategi Pendidikan Agama dan Moral pada Era Global
Secara harfiah global berarti sedunia, sejagat. Kata ini selanjutnya menjadi istilah yang merujuk kepada suatu keadaan dimana antara satu negara dengan negara lain sudah menyatu. Munculnya situasi global tersebut di samping menimbulkan dampak positif, yaitu semakin mudahnya mendapatkan informasi dalam waktu yang singkat, juga menimbulkan dampak negatif, yaitu manakala informasi yang dimuat dalam berbagai peralatan komunikasi tersebut adalah informasi yang merusak moral. Pola budaya hubungan serba bebas antara lawan jenis, model pakaian yang tidak mengindahkan batas-batas aurat, tingkah laku kekerasan, gambar-gambar porno dan sebagainya dapat dengan mudah dijumpai melakui berbagai peralatan teknologo tersebut, dan keberadaanya sudah sangat sulit dikontrol.

I. Etika, Moral, Budaya Dan Kaidah Agama Sebagai Perekat Persatuan Dan Kesatuan Bangsa
1. Pengertian Etika, Moral, Budaya, dan Kaidah Agama
Secara terminologi antara etika, moral, dan budaya dapat dibedakan. Istilah etika mengacu kepada aturan normatif tentang baik dan buruk yang bersumber pada pemikiran rasional yang jernih. Sedangkan istilah moral terkait dengan upaya menjunjung tinggi nilai-nilai ideal yang universal seperti kemanusiaan, kejujuran, keadilan, kesederajatan, dan lain sebagainya.
Budaya atau kebudayaan dapat diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia yang dapat mengambil bentuk kepercayaan, kesenian, adat istiadat. Selain itu kebudayaan dapat pula diartikan kegiatan (usaha), batin (akal dan sebagainya) untuk menciptakan sesuatu yang merupakan hasil kebudayaan.
Sutan Takdir Alisyahbana mengatakanbahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat, dan segala kecakapan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Berbeda dengan kebudayaan sebagaimana tersebut diatas kaidah agama sebagai nilai-nilai luhur yang berasal dari Tuhan yang diturunkan melalui wahyu-Nya. Namun demikian, tidak berarti antara kebudayaan dan agama saling bertentangan, melainkan bisa saja antara keduanya saling bertemu dan bersinggungan. Ibn Rusyd (520 H/1126 M) mengatakan, antara keduanya tidak saling bertentangan hal tersebut didasarkan pada alasan bahwa kaidah agama bersumber dari wahyu berasal dari Tuhan demikian pula dengan kebudayaan yang bersumber dari akal yang juga berasal dari Tuhan, karena akal adalah ciptaan-Nya. Yang membuat keduanya terlihat bertentangan adalah penafsiran manusia terhadap wahyu tersebut.

2. Peran Etika, Moral, Budaya, dan Kaidah Agama Sebagai Perekat Persatuan dan Kesatuan Bangsa.
Pertama, dalam bidang etika, telah dijelaskan diatas bahwa etika ialah aturan normatif tentang baik dan buruk, jadi peran etika sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa ialah sebagai aturan atau batas dalam bertindak dalam suatu bangsa sehingga menciptakan ketentraman. Seperti teori yang dikemukakan oleh Ibn Maskawaih (320-421 H/ 923-1030 M) yaitu teori pertengahan. Teori etika yang dibangunnya berdasarkan pada potensi psikologis yang terdapat dalam diri manusia, yakni akal, nafsu amarah, dan nafsu biologis. Etika yang baik akan muncul apabila semua potensi psikologis tersebut digunakan secara pertengahan, yaitu tidak berlebihan dan tidak pula kekurangan. Dengan demikian inti dari timbulnya sikap etis adalah pengendalian diri. Dan dari pengendalian ini dimungkinkan tidak akan terjadi perpecahan.
Kedua, dalam bidang moral, Fazlur Rahman mengatakan bahwa inti dari ajaran moral bertumpu pada upaya menjalin hubungan yang baik antara manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia lainnya. Moral menurutnya terkait dengan upaya menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang dihormati oleh manusia. Dengan menerapkan nilai moral secara konsisten dapat mendukung dari terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa.
Ketiga, dalam bidang kebudayaan, kebudayaan erat sekali hubungannya dengan nilai-nilai agama khususnya di Indonesia, pengalaman kebudayaan secara konsekuen akan menghasilkan persatuan dan kesatuan bangsa. Seperti kebudayaan gotong royong, saling tolong menolong, saling menghormati dan lainnya.
Keempat, dalam bidang agama, dalam Islam banyak dijumpai kaidah-kaidah agama yang dapat menimbulkan persatuan dan kesatuan, yaitu dengan adanya konsep ukhuwah Islamiyah. Menurut H.M Quraish Shihab, istilah tersebut perlu didudukan maknanya, yaitu bukan sekedar persaudaraan antar sesama muslim, tetapi persaudaraan yang bersifat Islami atau yang didasarkan oleh Islam.
Guna mendukung terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa melalui konsep ukhuwah Islamiyah ini, ajaran Islam mengemukakan kaidah-kaidah sebagai berikut :
1) Kaidah ajaran Islam yang menyatakan bahwa seluruh manusia dihadapan Tuhan sama, yaitu sebagai ciptaan-Nya yang harus patuh dan tunduk hanya kepada-Nya.
2) Kaidah ajaran Islam yang menyatakan bahwa seluruh umat manusia adalah bersaudara.
3) Kaidah ajaran Islam yang mengakui adanya persatuan yang didasarkan karena adanya persamaan keturunan dan kebangsaan.
Faktor penunjang lahirnya persatuan dalam arti luas ataupun sempit adalah persamaan. Semakin banyak persamaan, akan semakin kokoh pula persatuan. Selanjutnya keberadaan manusia sebagai makhluk sosial, perasaan tenang dan nyaman pada saat berada diantara sesamanya, dan dorongan kebutuhan ekonomi merupakan faktor-faktor penunjang yang akan mendorong lahirnya persatuan dan persaudaraan.

3. Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam Sejarah Islam
Konsep persatuan dan kesatuan dalam ajaran Islam tampak demikian ideal namun praktek kesatuan dan persatuan dalam sejarah Islam tidak selamanya menunjukkan keadaan seperti yang digambarkan. Konsep ukhuwah Islamiyah hanya terlihat secara dominan pada masa Rasulullah saw, setelah masa Rasulullah sampai dengan sekarang dapat dikatakan umat Islam banyak tidak bersatu dari pada bersatu, sekalipun bersatu hanya bersifat semu sesaat.

J. Pembelajaran Dan Penilaian Berbasis Kurikulum
Pembelajaran Berbasis kurikulum dapat didefinisikan sebagai suatu penerapan ide, konsep, dan kebijakan kurikulum dalam suatu aktivitas pembelajaran, sehingga peserta didik menguasai seperangkat kompetensi tertentu, sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.
Saylor (1981) mengatakan bahwa “Instruction is trus the implementation of curriculum plan, usually, but not necessarily, invilving in the sanse student, teacher intraction in an educational setting”.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan bahwa pembelajaran dan penilaian adalah operasionalisasi konsep kurikulum yang masih bersifat potensial (tertulis) menjadi aktual dalam bentuk kegiatan pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran berbasis kurikulum adalah hasil terjemahan guru terhadapkurikulum tertulis.


Pembelajaran kurikulum mempengaruhi tiga faktor :
1. Karakteristik kurikulum; yang mencakup ruang lingkup kurikulum dan kejelasannya bagi pengguna dilapangan.
2. Strategi lapangan; yaitu strategi yang digunakan dalam pembelajaran, seperti diskusi, pengamatan dan tanya jawab, serta kegiatan lain yang dapat mendorong pembentukan kompetensi peserta didik.
3. Karakteristik pengguna kurikulum; yang meliputi pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap guru terhadap kurikulum, serta kemampuannya untuk merealisasikan kurikulum dalam pembelajaran.
Jadi, keberhasilan implementasi kurikulum sangat ditentukan oleh guru, apabila sarana lengkap tetapi guru tidak menjalankan tugas dengan baik, maka kegiatan pembelajaran tersebut tidak anak memuaskan.
Dalam garis besarnya implementasi kurikulum mencakup 4 kegiatan pokok, yaitu pengembangan strategi implementasi, pengembangan program, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi. Namun demikian, sebelum mengungkap empat kegiatan tersebut, terlebih dahulu akan dikemukakan tentang prinsip-prinsip pelaksanaan kurikulum.
1. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum
Pelaksanaan KTSP sedikitnya harus memperhatikan tujuh prinsip :
a. Pelaksanaan kurikulum berdasarkan potensi, yaitu pelayanan pendidikan yang bermutu bagi peserta didik, agar peserta didik dapat mengekspresikan dirinya dengan bebas.
b. Kurikulum ditegakkan dengan lima pilar belajar, belajar untuk beriman kepada tuhan YME, belajar untuk memahami dan menghayati, belajar secara efektif, belajar hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan belajar membangun dan menemuka potensi diri.
c. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapatkan pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan percepatan potensi, tahap pengembangan, dan kondisi peserta didik memperhtikan pengembangan ketuhanan, kepribadian, kesosialan, dan moral.
d. Peserta didik dan pendidik menjalin hubungan saling terbuka, mengisi, hangat dan berprinsip tut wuri handayani, ing madyo mangun karso, ing ngarso sung tulodo,
e. Kurikulum dilaksanakan menggunakan pendekatan multimedia dan sumber teknologi yang memadai.
f. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan alam, sosial dan budaya
g. Seluruh komponen kurikulum berkesinambungan dan memadai.
Ketujuh prinsip tersebut harus diperhatikan oleh para pelaksana pendidikan( guru) agar kegiatan pembelajaran berjalan dengan efektif.
2. Pengembangan Program
Pengembangan program kurikulum mencakup lima hal:
a. Program Tahunan
Program tahunan merupakan program umum setiap mata pelajaran dan di kembangkan oleh setiap guru mata pelajaran. Program tahunan ini haris dibuat karena perupakan panduan progran semester, progran mingguan, dan progran harian.
Sumber yang dapat dijadikan bahan pengembangan program tahunan antara lain :
1) Daftar Kompetensi Standar (standar competency) sebagai konsensus nasional, yang dikembangkan dalam silabus setiap mata pelajaran yang akan dikembangkan.
2) Ruang lingkup dan urutan kempetensi. Sebagai pedoman KKB untuk setiap mata pelajaran. Pendapat Syaodih (1998) tentang cara menyusun urutan bahan.
a) Sekuens Kronologi. Untuk menyusun bahan ajaran yang mengandung urutan waktu, misal: sejarah, penemuan ilmiah Dll.
b) Sekuen Kausal. Peserta dituntut menemukan sebab sehingga dapat akibat dari suatu historis.
c) Skuens Struktural. Bahan ajar bidang studi harus ada struktur atau rancangan, agar berjalan sesuai jadwal dan alur.
d) Sekuens Logis dan Psikologis. Penyusunan secara logis dimulai dari keseluruhan, dari sederhana ke bagian kompleks atau khusus. Sekuens psokologis sebaliknya, dari yang kompleks ke keseluruhan.
e) Sekuens Spiral. Bahan ajar dipusatkan pada topik bahasan. Dari topik tersebut diperluas dan diperdalam.
f) Rangkaian ke Belakang. (backward chaining). Dikembangkan oleh Thomas Gilbert (1962). Dalam hal ini dimulai dari yang terakhir. Contoh : pembatasan masalah, penyusunan hipnitis, pengumpulan data, pengetesan hipnotis, interpretasi hasil tes.
g) Sekuens berdasarkan hierarki belajar. Hierarki tersebut menggambarkan urutan perilaku apa yang mula-mula harus dikuasai peserta didik, berturut-turut sampai dengan perilaku terakhir.
3) Kalender Pendidikan. Penyusunan kalender pendidikan selama satu tahun pelajaran mengacu pada efisiensi, efektivitas, dan hak-hak peserta didik. Di dalam kalender pelajaran dapat di lihat berapa jam seorang guru mengajar, dan berapa hari libur, kemudian bisa menjumlah berapa kali seorang guru mengajar dikelas selaama satu tahun.
Dalam sumber-sumber tersebut, dapat ditetapkan dan dikembangkan jumlah kompetensi dasar, dan waktu yang tersedia untuk menyelesaikan kompetensi dasar, jumlah ulangan, dan jumlah waktu cadangan.
b. Program Semester
Program Semester berisikan tentang garis-garis besar mengenai hal-hal yang hendak dilaksanakan dan dicapai dalam semester tersebut.
c. Program mingguan dan harian
Untuk program ini merupakan penjabaran dari program smester dan program modul. Melalui program ini dapat diketahui tujuan-tujuan pembelajaran di sekolah.
d. Program Pengayaan dan Remedial
Program ini adalah program penjabaran dari program mingguan dan harian, dimana anak murid nantinya ada yang didapati mengalami kesulitan, kama pihak sekolah harus muelakukan perhatian khusus dengan cara remedial. Dan anak-anak yang berprestasi dibimbing lagi agar menajdi lebih baik.
e. Program Pengembangan diri
Dalam pelaksanaan kurikulum, seorang guru harus melaksanakan program pengambangan diri, karena dengan adanya pengembangan diri seorang anak dapat memilih hoby dan kesukaan nya dalam berkreasi dan pihak sekolah pun dapat menemukan minat dan bakat siswa dari kegiatan pengembangan diri ini.

3. Pelaksanaan Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku yang lebih baik, tentunya perubahan perilaku tersebut ada yang mempengaruhinya, yaitu faktor dari diri sendiri ( internal) maupun faktor dari luar ( eksternal).

Dalam pembelajaran, tugas seorang guru ialah bagaimana mengkondisikan peserta didik agar bisa menjalankan proses belajar-mengajar secara produktif, efektif dan kondisional. Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran terbagi menjadi tiga, yaitu :
a. Pre Tes ( tes awal)
Pre test merupakan penentu keberhasilan peserta didik dalam belajar. Fungsi fre test yaitu :
1) Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar
2) Untuk mengetahui tingkat kemajuan anak dalam belajar.
3) Untuk mengetahui kemampuan awal seorang peserta didik
4) Untuk mengetahui darimana proses belajar-mengajar itu dimulai
b. Pembentukan Kompetensi
Pembentukan kompetensi merupakan kegiatan inti dari pelaksanaan pembelajaran. Kwalitas pembentukan kompetensi dapat dilihat dari segi hasil. Dari segi proses, pembentukan itu dapat dikatakan berhasil dan berkwalitas apabila seluruh peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial, kemudian dari segi hasil, kegiatan itu bisa dikatakan berhasil apabila peserta didik memiliki semangat belajar yang tinggi, dan terjadi perubahan perilaku dari yang tidak baik menjadi baik.
Untuk membentuk manusia yang berkualitas tinggi, baik mental, moral maupun fisik. Perlu adanya pengembangan pengalaman belajar yang kondusif.jadi jika kompetensinya bersifat afektif psikomotorik, tidak cukup hanya diajarkan ceramah, atau sumber yang mengandung nilai kognitif. Namun perlu penghayatan yang disertai pengalaman nilai-nilai kognitif, afektif, yang di manifestasikan dalam perilaku (beavioral skill) sehari-hari. Strategi belajar mengajar yang kondusif untuk hal tersebut perlu dikembangkan, misalnya motode inquity, discovery, problem silving, dan sebagainya. Dengan metode dan strategi tersebut duharapkan setiap peserta didik dapat mengembangkan kompetensi dasar dan potensi secara optimal. Sehingga akan lebih cepat dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat apabila mereka telah menyelesaikan suatu program pendidikan atau suatu pendidikan tertentu.



c. Post Test
Pelaksanaan pembelajaran diakhiri dngan post test, post test juga banyak memiliki kegunaan, terutama dalam hal melihat keberhasilan pembelajaran dan pembentukan kompetensi.
Fungsi post test dapat dikemukakan sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun kelompok.
2) Untuk mengetahui kompetensi dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai oleh peserta didik, serta kompetensi dan tujuan-tujuan yang belum dikuasainya.
3) Untuk mengetahui peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan remedial, dan yang perlu mengikuti kegiatan pengayaan, serta untuk mengetahui tingkat kesulitan nelajar yang dihadapi.
4) Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan terhadap kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi yang telah dilaksanakan, baik terhadap perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi.

4. Penilaian Hasil Belajar
Penilaian dalam belajar dapat dilakukan dengan penilaian kelas, tes kemampuan dasar, penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, bencmarking, dan penilaian program.

5. Tindak lanjut
Dalam kurikulum, terdapat berbagai upaya yang dapat dilakukan sebagai tindak lanjut pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Hal tersebut antara lain mencakup peningkatan aktifitas dan kreatifitas peserta didik, serta peningkatan motivasi belajar.
a. Penigkatan aktifitas dan kreatifitas peserta didik
Proses pembelajaran pada hakikatnya untuk mengembangkan aktifitas dan kreatifitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman. Namun dalam pelaksanaannya seringkali kita tidak sadar, bahwa masih banyak kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan justru menghambat aktifitas dan kreativitas peserta didik.

Gibbs (1972) berdasarkan berbagai penelitiannya menyimpulkan bahwa kreatifitas dapat dikembangkan dengan memberi kepercayaan, komunikasi yang bebas, pengarahan diri, dan pengawasan yang tidak terlalu ketat. Hasil penelitian tersebut dapat diterapkan atau ditransfer dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini peserta didik akan lebih kreatif jika :
1) Dikembangkannya rasa percaya diri pada peserta didik, dan mengurangi rasa takut.
2) Memberi kesempatan kepada seluruh peserta didik untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas dan terarah.
3) Melibatkan peserta didik dalam menentukan tujuan belajar dan evaluasi.
4) Memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter.
5) Melibatkan mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.
b. Peningkatan motivasi belajar
Motivasi merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keefektivan. Callahan dan Clark (1988) mengemukakan bahwa motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu ttujuan tertentu. Peserta didik akan belajar sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi tinggi.
c. Teori motivasi Moslow
Sehubungan dengan motivasi, Moslow menyusun suatu teori tentang kebutuhan manusia yang bersifat hierarks, dan dikelompokkan menjadi lima tingkat, yaitu : physiological needs, safety needs, belongingnees and love needs, estreem needs, and need for self-actialization.
d. Motivasi dan Kompetensi Dasar
Seperti telah dikemukakan, mitivasi merupakan suatu dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu. Dengan motivasi akan tumbuh dorongan untuk melakukan sesuatu dalam kaitannya dengan kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran. Seorang guru sebaiknya memiliki rasa ingin tahu, mengapa dan bagaimana anak belajar dan menyesuaikan dirinya dengan kondisi=kondisi belajar dalam lingkungannya (Howard, 1968).

e. Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar
Berdasarkan teori motivasi yang diuraikan diatas, terdapat beberapa prinsip yang dapat diterapkan untuk meningkatkan motivasipeserta didik, diantaranya.
1) Peserta didik akan belajar giat apabila kompetensi dasar yang dipelajari menarik, dan berguna bagi dirinya.
2) Kompetensi dasar harus disusun dengan jelan dan diinformasikan kepada peserta didik sehingga mereka mengetahuinya dengan jelas.
3) Peserta didik harus selalu deberitahu tentang hasil belajar dan pembentukan kompetensi pada dirinya.
4) Pemberian pujian dan hadiah lebih baik daripada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan.
5) Manfaatkan sikap-sikap, cita-cita dan rasa ingin tahu peserta didik.
6) Usahakan untuk memperhatikam perbedaan individu peserta didik, misalnya perbedaan kemampuan, latar belakang, dan sikap terhadap sekolah atau subyek tertentu.
7) Usahakan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dengan jalan memperhatikan kondisi fisiknya, memberikan rasa aman, menunjukkna bahwa gur memperhatikan mereka, mengatur pengalaman belajar sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik pernah memperoleh kepuasan dan penghargaan, serta mengarahkan pengalaman belajar searah keberhasilan, sehingga mencapai prestasi dan mempunyai kepercayaan diri yang tinggi.

















DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG GURU DAN DOSEN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik ,mengajar ,membimbing,mengarahkan ,melatih ,menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,pendidikan dasar,dan pendidikan menengah.
2. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan ,menggambarkan ,mengembangkan,dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,tekhnologi,dan seni melalui pendidikan ,penelitian,dan pengabdian kepada masyarakat.
BAB II
KEDUDUKAN,FUNGSI,DAN TUJUAN
Pasal 2
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar,pendidikan menengah ,dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 3
Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 4
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pebelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.


Pasal 5
Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada pasal 3 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agenpembelajaran ,pengembang ilmu pengetahuan ,tekhnologi ,dan seni,serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 6
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional,yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman.
BAB III
PRINSIP PROFESIONALITAS
Pasal 7
Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a) Memiliki bakat ,minat,panggilan jiwa,dan idealisme
b) Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan,keimanan,ketakawaan,dan akhlak mulia.
c) Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
BAB IV
GURU
Bagian Kesatu
Kualifikasi,kompetensi,dan sertifikasi
Pasal 8
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik ,kompetensi,sertifikasi pendidik,sehat jasmani dan rohani,serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.
Pasal 10
Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik ,kompetensi kepribadian ,kompetensi sosial,dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.



Pasal 11
1. Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah.
2. Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif.
Pasal 12
Setiap orang yang telah memperoleh sertifikasi pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.
Pasal 13
Pemerintah dan pemerintahan daerah wajib menyediakan angaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah,pemerintah daerah,dan masyarakat.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 14
Dalam melaksanakan tugas keprofesioanalan,guru berhak:
a) Memperoleh penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial
b) Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja
c) Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual.
Pasal 15
Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggarakan oleh masyarakat.
Pasal 17
Pemerintah dan/ atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana diamaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yanng diangkat oleh satuan pendidik yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
Pasal 18
Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana diamksud dalam pasal 15 ayat (1) kepada guru yang bertugas di daerah khusus.


Pasal 19
Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidik, beasiswa, an penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Pasal 20
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
a. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pemebelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
b. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjuan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Bagian Ketiga
Wajib kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 21
Dalam keadaan darurat, Pemerintahan dapat memberi lakukan ketentuana wajib kerja kepada guru dan/ atau warga negara Indonesia lainnnya yanng memnuhinkualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 22
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat menetapkan pola iklan dinas bagi calon guru untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan ansional atau kepentingan pembangunan daerah.
Pasal 23
Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas berassrama di lebaga pendidikan tenaga kependidikan untuk menjamin efesien dan mutu pendidikan.
Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberentian
Passal 24
Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akdemik, maupun dalam secara merata untuk menjamin keberlangsunggan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Pasal 25
Pengangkatan dan penempatan guru dialkukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 26
Guru yang diangkat oeh pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktual.
Pasal 31
Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat(2) dapat diberlakukan setelah guru yang berangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
Bagian kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 32
Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
Pasal 33
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangna profesi dan karier guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat ditetapkan dengan Materi.
Pasal 34
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau masyarakat.
Pasal 35
Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksaanakan tugas tambahan.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 36
Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/ atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
Pasal 37
Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dana/atau satuan pendidikan.
Pasal 38
Pemerintah dapat menetapkan hari guru nasional sebagai penghargaan kepada guru yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.


Bagian ketujuh
Perlindungan
Pasal 37
1. Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
2. Perlindunagn sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Bagian kedelapan
Cuti
Pasal 40
1. Guru memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Guru dapat memperoleh cuti untuk studi dengan tetap memperoleh hak gaji penuh.

Bagian Kesembilan
Organisasi Profesi dan Kode Etik
Pasal 41
Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, an pengabdian kepada massayarakat.
Pasal 42
1. Menetapkan dan menegakkan kode etik guru.
2. Melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
Pasal 43
Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tuags keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik.
Pasal 44
1. Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi guru.
2. Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru.





BAB V
DOSEN

Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik
Pasal 45
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat betugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasioanl.
Pasal 46
Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.
Pasal 47
Pemerintah menetapkan perguruan tinggi yang terakreditasi untuk menyelenggarkan program pengadaan tenaga kependidikan sesaui dnegan kebutuhan.
Pasal 48
1. Jenjang jabatan akademik dosen-tetap terdiri atas asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor.
2. Persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor harus memiliki kualifikasi akademik doktor.
Pasal 49
1. Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi yang mempunyai kewenangan membimbing calon doktor
2. Proesor memiliki kewajiban khusus menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasan-nya untuk mencerahkan masyarakat.
Pasal 50
Setiap orang yang emmiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagaimana dimaskud dalam pasal 45 mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi dosen.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 51
Dalam melaksanakan tugas keprofesioanalan, dosen berhak;
a. Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
b. Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.
c. Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual.
Pasal 52
1. Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai denagn peraturan perundangn-undangan.
Pasal 53
Pemerintah memberikan tunjanan profesi sebagimana dimaksdu dalam pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelengggar pendidikan dan /atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarkat.
Pasal 54
Pemerintah memberikan tunjagan fungsional sebagaimana dimaksud dala pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh pemerintah.
Pasal 55
1. Pemerintah memberikan tunjangan khsus sebagimana dimaksud dalam psal 52 ayat (1) kepada dosen yang bertugas di daerah khusus.
2. Tunjangan khusus sebagimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1(satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
Pasal 56
Pemerintah memberikan tunjangan kehormatan kepada profesor yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi setara 2 (dua) kali gaji pokok profesor yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan klaifikasi yang sama.
Pasal 57
Maslahat tambahan sebagimana diamskud dalam pasal 52 ayat (1) meruoakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan pengharagaan bagi dosen, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri dosen, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Pasal 58
Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarkan oleh masyarakat berhak memperoleh jaminan sosial tenaga kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Pasal 59
Dosen yang mendalami dan mengembangkan bidang ilmu langka berhak memeproleh dana dan fasilitas khusu dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Pasal 60
Dalam melaksanakan tuags keprofesionalan, dosen berkewajiban;
a. Melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarkat.
b. Merencanakan, melaksanakan prosen pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 61
Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada dosen dan/atau warga negara Indonesia lain yang memenuhi kualifikasi akdemik dan kompetensi untuk melaksanakan tuags sebagai dosen di daerah khusus.
Pasal 62
Pemerintah dapat menetapkan pola ikatan dians bagi calon dosen untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional, atau untuk memenuhi kepentingan pembangunandaerah.
Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
Pasal 63
Pengangkatan dan penempatan dsoen pada satuan pendidikan tinggi dilakukan secara objektif dan transfaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 64
Dosen yang diangkat oleh Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan strukturai sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 65
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai dosen pada satuan pendidikan tinggi di Indonesia wajib mematuhi peraturan perundang-undangan.
Pasal 66
Pemindahan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masayrakat diatur oleh penyelenggara pendidikan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 67
Dosen dapat diberhentikan denga hormat darijabatannya kaerna:
a. Meninggal dunia.
b. Telah mencapai batas usia pensiun.
c. Atas permintaam sendiri.
Pasal 68
Dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarkan oleh masayarkat yang diberhentikan dnengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dnegan perjanjian kerja atau kesepakatankerja bersama.
Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 69
Pembinaan dan pengembangan dosen meliputi pembinaan dan pengembangan profesi karier.
Pasal 70
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi karier dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselngggarkan oleh Pemerintah atau masayrakat ditetapkan dnegan Peraturan Menteri.
Pasal 71
Satuan pendidikann tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen.
Passal 72
Beban kerja dosen mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pemeblajaran, melaksanakan proses pembelajaran, mekakukan evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 73
Dosen yang berprestasi, berdikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
Pasal 74
Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi keilmuan, dan/atau satuan pendidikan tinggi.
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 75
1. Pemerintah, pemerintah daerah, masayarkat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan tinggi wajib memberikan perlindungan terhadap dosen dalam pelaksanaan tugas.
2. Perlindungan sebagaimana dimaksud padda ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan ksehatan kerja.
Bagian Kedelapan
Cuti
Pasal 76
1. Dsoen memperoleh cuti sesuai denagn peraturan perundang-undangan.
2. Dosen memperoleh cuti untuk studi dan penelitian atau untuk penembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan memperoleh hak gaji penuh.
BAB VI
SANKSI
Pasal 77
1. Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewajiban sebagimana dimaksud dalam psal 20 dikenai sanksi sesuai dengan pearaturan perundang-undangan.
2. Sanksi sebagimana diamksud pada ayat (1) berupa:
a. Teguran.
b. Peringatan tugas.
c. Penundaan pemberian hak gaji.
Pasal 78
Dosen yang diangkat oleh pemerintah yang tidak menjalankan kewajiban sebagimana diamskud dlaam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 79
Sanksi bagi penyelenggara pendidikan berupa:
a. Teguran
b. Peringatan tertullis
c. Pembatasan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan, atau
d. Pembekuan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan.


BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
pasal 81
Guru yang belum memiliki sertifikat pendidk memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana diamaksud dalam pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) paling lama 10 tahun, atau guru yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
Pasal 81
Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan guru dan dosen tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau blum diganti dnegan peratiran baru berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB VIII
Pasal 82
Pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi pendidik paling lama dlam waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 83
Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-undang ini harus diselesaikan selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini.










loading...
Previous
Next Post »
0 Komentar

Yang sudah kunjung kemari, jangan lupa bagikan ke teman ya

https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929