loading...

MAKALAH PENULISAN DAN PEMELIHARAAN AL-QUR’AN

December 28, 2013
loading...

MAKALAH PENULISAN DAN PEMELIHARAAN AL-QUR’AN

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah menganugerahkan Al-Quran sebagai Hudan Il Al-Nas (petunjuk bagi seluruh manusia) dan rahmat Lil-Al-‘Alamin (rahmat bagi segenap alam). Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Dialah sebagai penyampai, pengamal, dan penafsir Pertama Al-Quran.
Dengan pertolongan dan hidayah Allah lah, sehingga makalah ini dapat diselesaikan.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

BAB I PENDAHULUAN 1
1..Proses Penulisan Al-Qur’an 1
a..Pada masa Nabi 1
b..Pada Masa Khulafa’ Al-Rasyidin 2
2..Penyempurnaan Penulisan Al-Qur’an Setelah masa Khafifah 9
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN


1. Proses Penulisan Al-Quran

a. Pada Masa Nabi
Kerinduan Nabi terhadap kedatangan wahyu tidak saja diekspresikan dalam bentuk hapalan, tetapi juga dalam bentuk tulisan. Nabi memiliki sekretaris pribadi yang khusus bertugas mencatat wahyu. Mereka adalah Abu Bakar, `Umar, `Utsman, `Ali, Abban bin Sa'id, Khalid bin Sa'id, Khalid bin a1-Walid, dan Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Proses penulisan Al-Quran pada masa Nabi sangat sederhana. Mereka menggunakan alat tulis sederhana dan berupa lontaran kayu, pelepah kurma, tulang belulang, dan batu.
Kegiatan tulis-menulis Al-Quran pada masa Nabi di samping dilakukan oleh para sekretaris Nabi, juga dilakukan para sahabat lainnya. Kegiatannya itu didasarkan kepada sebuah hadis Nabi -sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Muslim:

Artinya:
“Janganlah kamu menulis sesuatu yang berasal dariku, kecuali Al-Quran. Barang siapa telah menulis dariku selain Al-Quran, hendaklah ia menghapusnya.” (H.R. Muslim).
Di antara faktor yang mendorong penulisan Al-Quran pada masa Nabi adalah:
1. Mem-back up hapalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya,
2. Mempresentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna, karena bertolak dari hapalan para sahabat saja tidak cukup karena terkadang mereka lupa atau sebagian dari mereka sudah wafat. Adapun tulisan akan tetap terpelihara walaupun pada masa Nabi, Al-Quran tidak ditulis di tempat tertentu.
Uraian di atas memperlihatkan bahwa karakteristik penulisan Al-Quran pada masa Nabi adalah bahwa Al-Quran ditulis tidak pada satu tempat, melainkan pada tempat yang terpisah-pisah. Hal ini tampaknya bertolak dari dua alasan berikut.
1. Proses penurunan Al-Quran masih berlanjut sehingga ada kemungkinan ayat yang turun belakangan "menghapus" redaksi dan ketentuan hukum ayat yang sudah turun terdahulu.
2. Menertibkan ayat dan surat-surat Al-Quran tidak bertolak dari kronologi turunnya, tetapi bertolak dari keserasian antara satu ayat dengan ayat lainnya, atau antara satu surat dengan surat yang lain. Oleh karena itu, terkadang ayat atau surat yang turun belakangan ditulis lebih dahulu ketimbang ayat atau surat yang turun terlebih dahulu.

b. Pada Masa Khulafa' Al-Rasyidin
1. Pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Pada dasarnya, seluruh Al-Quran sudah ditulis pada waktu Nabi masih ada. Hanya saja, pada saat itu surat-surat dan ayat-ayatnya ditulis dengan terpencar-pencar. Dan orang yang pertama kali menyusunnya dalam satu mushaf adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Oleh karena itu, Abu ‘Abdillah Al-¬Muhasibi berkata di dalam kitabnya, Fahm As-Sunan, "Penulisan Al-Quran bukanlah sesuatu yang baru. Sebab, Rasulullah pernah memerintahkannya. Hanya saja, saat itu tulisan Al-Quran berpencar-pencar pada pelepah kurma, batu halus, kulit, tulang unta, dan bantalan dari kayu. Abu Bakar kemudian berinisiatif menghimpun semuanya. Usaha pengumpulan tulisan Al-Quran yang dilakukan Abu Bakar terjadi setelah Perang Yamamah pada tahun 12 H. Peperangan yang bertujuan menumpas habis para pemurtad yang juga para pengikut Musailamah AI-Kadzdzab itu ternyata telah menjadikan 700 orang sahabat penghapal Al-Quran syahid. Khawatir akan semakin hilangnya para penghapal Al-Quran, sehingga kelestarian Al-Quran juga ikut terancam, 'Umar datang menemui khalifah pertama, Abu Bakar agar segera menginstruksikan pengumpulan Al-Quran dari berbagai sumber, baik yang tersimpan di dalam hapalan maupun tulisan.
Zaid bin Tsabit, saiah seorang sekretaris Nabi, berdasarkan riwayat Al-Bukhari (kitab "Fadh' il AI-Quran", bab III dan IV; kitab "Al-Ahkam", bab XXXVII), mengisahkan bahwa setelah peristiwa berdarah yang menimpa sekitar 700 orang penghapal Al-Quran, Zaid diminta bertemu Abu Bakar. Turut hadir dalam pertemuan itu 'Umar bin Al-Khaththab. Abu Bakar membuka pertemuan itu dengan mengatakan, ‘Umar telah mendatangiku dan mengatakan bahwa peperangan Yamamah telah berlangsung sengit dan meminta korban sejumlah qari’ Al-Qur:an. Aku khawatir hal ini meluas kepada para penduduk. Kalau demikian, akan banyak penghapal Al-Quran yang hilang. Aku memandang perlunya penghimpunan Al-Quran."
Setelah Abu Bakar berbicara, Zaid bin Tsabit mengajukan keberatannya. Kalimatnya ia arahkan kepada Umar karena usul penulisan datang darinya, "Bagaimana mungkin kita melakukan sesuatu yang belum dilakukan Rasulullah?" Umar lalu menjawab, "Demi Allah , ini sesuatu yang baik." Dan ketika Umar belum selesai mengucapkan kalimatnya, Allah telah melegakan hati Zaid tentang perlunya penghimpunan Al-Quran.
Kemudian Abu Bakar berkata kepada Zaid, "Kau adalah seorang lelaki yang masih muda dan pintar. Kami tidak menuduhmu (cacat mental). Dahulu kau menulis wahyu untuk Rasulullah. (Sekarang), lacaklah Al-Quran."
Bagi Zaid, tugas yang dipercayakan Khalifah Abu Bakar kepadanya bukan hal yang ringan. Hal ini bisa dipahami dari kalimat yang terlontar dari mulutnya dihadapan Abu Bakar dan Umar pada waktu itu, "Demi Allah, sekiranya orang-orang membebaniku memindahkan suatu gunung, hal itu tidak lebih berat daripada apa yang kau perintahkan kepadaku untuk menghimpun Al-Quran:"
Dalam melaksanakan tugasnya, Zaid menetapkan kriteria yang ketat untuk setiap ayat yang dikumpulkannya. Ia tidak menerima ayat yang hanya berdasarkan hapalan, tanpa didukung tulisan. Kehati-hatiannya diperlihatkan oleh ucapannya sebagaimana tertuang pada akhir hadis yang diriwayatkan Al-Bukhari di atas, "... Hingga aku temukan akhir surat At¬-Taubah [9] pada tangan Abu Khuzaimah Al-Anshari. "Ungkapannya itu tidak menunjukkan bahwa akhir surat At-Taubah [9] itu tidak mutawatir, tetapi lebih menunjukkan bahwa hanya Abu Khuzaimah Al-Anshari yang menulisnya. Zaid dan sahabat-sahabat lainnya juga menghapalnya, tetapi tidak memiliki tulisannya.
Sikap kehati-hatian Zaid dalam mengumpulkan A1-Quran sebenarnya atas dasar pesan Abu Bakar kepada Zaid dan 'Umar. Abu Bakar berkata:

Artinya:
Duduklah kalian di pintu masjid. Siapa saja yang datang kepada kalian membawa catatan Al-Quran dengan dua saksi, maka catatlah.
Riwayat yang berkaitan juga dikeluarkan Ibn Abi Dawud melalui jalan Yahya bin 'Abdurrahman bin Hatib yang menceritakan bahwa 'Umar berkata:

Artinya:
“Siapa saja pernah mendengar seberapa saja ayat Al-Quran dari Rasulullah, sampaikan (kepada Zaid). Dan (pada waktu itu) para sahabat telah menulisnya pada suhuf, papan, dan pelepah kurma. Zaid tidak menerima laporan ayat dari siapa pun sebelum diperkuat dua saksi.
Di dalam menerangkan pengertian "dua saksi" riwayat ini, perlu disimak pendapat ibn Hajar. Menurut tokoh hadis kenamaan ini, syahidain (dua saksi) di sini tidak harus keduanya dalam bentuk hapalan, atau keduanya dalam bentuk tulisan. Sahabat tertentu yang membawa ayat tertentu dapai diterima bila ayat yang disodorkan didukung dua hapalan dan atau tulisan sahabat lainnya. Demikian juga, suatu hapalan ayat tertentu yang dibawa oleh sahabat tertentu baru bisa diterima bila dikuatkan oleh dua catatan dan atau hapafan sahabat lainnya.
Pemahaman Ibn Hajar tentang syahidain sedikit berbeda dengan apa yang ditangkap As-Sakhawi (w. 643 H.). Asy-Syakhawi memandang bahwa syahidain artinya catatan sahabat tertentu mengenai ayat tertentu. Ayat tertentu yang disodorkan sahabat dapat diterima jika memiliki dua saksi yang memberikan kesaksian bahwa catatan itu memang ditulis di hadapan Nabi.
Pekerjaan yang dibebankan ke pundak Zaid dapat diselesaikan dalam waktu kurang lebih satu tahun, yaitu pada tahun 13 H. di bawah pengawasan Abu Bakar, 'Umar, dan para tokoh sahabat lainnya. Tidak syak lagi, ketiga tokoh yang telah disebut-sebut dalam pengumpulan Al-Quran pada masa Abu Bakar, yakni Abu Bakar, 'Umar, dan Zaid, mempunyai peranan yang sangat penting. 'Umar yang terkenal dengan terobosan-terobosan jitunya menjadi pencetus ide. Ini tentunya; punya arti tersendiri. Zaid sudah tentu mendapat kehormatan besar karena ia dipercaya menghimpun kitab suci Al-Quran yang memerlukan kejujuran, kecermatan, ketelitian, dan kerja keras. Khalifah Abu Bakar sebagai decision maker menduduki porsi tersendiri. Tak berlebihan bila 'Ali bin Abi Thalib memujinya dengan mengatakan:

Artinya:
"Semoga Allah merahmati Abu Bakar. Ia orang Nang pertAma kati (mengambit keputusan) mengumpukan W Allah." (Az-Zarkasyi, tt,I:230)
Setelah sempurna, kemudian berdasarkan musyawarah, tulisan A!¬Quran yang sudah terkumpul itu dinamakan "Mushaf', sebagaimana disebutkan 1bnuAsytah32di dalam kitab AI-Mashahifyang didasarkan pada riwayat yang sampai kepadanya melalui jalan Musa bin 'Aqabah dari Ibnu Syihab:

Artinya:
“Setelah Al-Wur’an terkumpul, mereka menuliskannya diatas kertas. Abu Bakar berkata, carilah nama untuk Al-Qur’an yang sudah ditulis ini. Sebagian sahabat mengusulkan nama ‘As-Sifr. Abu Bakar berkata, Itu nama yang diberikan orang-orang Yahudi. Mereka pun tidak menyukai nama itu. Sebagian sahabat yang lain mengusulkan nama “Al-Mushaf” karena orang-orang Habsyi pun memakai nama itu. Mereka pun akhirnya sepakat dengan nama itu”.
Setelah Abu Bakar wafiat, suhuf-suhuf AI-Quran itu disimpan Khalifah 'Umar dan ketika 'Umar wafat, mushaf itu disimpan Hafsah, bukan oleh 'Utsman bin 'Affan sebagai khalifah yang rraenggantikan 'Umar. Timbul pertanyaan, mengapa mushaf itu tidak diserahkan kepada khalifah setelah 'Umar? Pertanyaan itu logis. Hanya 'Umar, menurut Zarzur, mempunyai pertimbangan lain, yaitu bahwa sebelum wafat, 'Umar memberikan kesempatan kepada enam sahabat untuk bermusyawarah memilih -salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah. Kalau'Umar memberikan serta dikembalikan kepadanya ketika resensi A1-Quran selesai digarap. Dengan demikian, suatu naskah otoritatif (absah) AI-Quran, yang sering juga disebut mushaf 'Utsmani, telah ditetapkan. Sejumlah salinannya dibuat dan dibagikan ke pusat-pusat utama daerah Islam.
Az-Zarqani mengemukakan pedoman pelaksanaan tugas yang diemban oleh Zaid bin Tsabit sebagai berikut:
a) Tidak menulis sesuatu daiam mushaf, kecuaii telah diyakini bahwa itu adafah ayat AI-Quran yang dibaca Nabi pada pemeriksaan Jibril dan tilawah-nya tidak mansukh.
b) Untuk menjamin ketujuh huruf turunnya AI-Quran, tulisan mushaf bebas dari titik dan syakal.
c) Lafazh yang tidak dibaca dengan bermacam-macam bacaan ditulis dengan bentuk unik, sedangkan lafazh yang dibaca dengan lebih satu qira'at ditulis dengan rasmyang berbeda pada tiap-tiap mushaf. Mereka tidak rnenuliskan bacaan tersebut dalam satu mushaf karena merasa khawatir akan ada anggapan bahwa lafazh tersebut diturunkan berulang kali dalam bacaan yang berbeda. Padahal, sebenamya lafazh tersebut hanya turun satu kali yang dapat dibaca dengan bacaan lebih dari satu macam. Mereka juga menghindari penulisan lafazh dengan dua rasm dalam satu mushaf untuk menghindari dugaan bahwa rasm itu merupakan koreksi untuk yang lainnya.
d) Berkaitan dengan terjadinya perbedaan mengenai bahasa, ditetapkan bahasa Quraisy yang digunAkan karena Al-Quran diturunkan dalam bahasa tersebut.
Inisiatif Utsman untuk menyatukan penulisan AI-Quran tampaknya sangat beralasan. Betapa tidak, menurut beberapa riwayat, perbedaan cara membaca AI-Quran pada saat itu sudah berada pada titik yang menyebabkan umat Islam saling menyaiahkan dan pada ujungnya terjadi perselisihan di antara mereka. Sebuah riwayat menjelaskan bahwa perbedaan cara membaca AI-Quran ini terlihat pada waktu pertemuan pasukan perang Islam yang datang dari Irak dan Syiria. Sementara mereka yang datang dari Syam (Syiria) raiengikuti qira'at Ubai bin Ka'ab, mereka yang berasal dari Irak membacanya sesuai dengan qira'at Ibn Mas'ud. Tak jarang pula, di antara merekayang mengikuti qira'atAbu MusaAl-Asy'ari. Masing-masing pihak merasa bahwa qira'at yang dimilikinya lebih baik.
Riwayat lain yang dikeluarkan clad Abu Qulabah menjelaskan bahwa pada masa Khalifah'Utsman, seorang guru mengajarkan qira'at tokoh tertentu, dan guru (lainnya) mengajarkan qira'at tokoh (lainnya). Anak-anak bertemu dan berpecah. Persoalan ini terangkat sampai kepada para guru yang pada gilirannya saling mengafirkan.
Mengenai jumlah pasti naskah standar yang dibuat dan tempat-tempat pengirimannya, hadis memberikan penjelasan yang berbeda-beda; tetapi kemungkinannya, satu salinan disimpan di Madinah dan salinan-salinan lain dikirim ke kota-kota Kufah, Bashrah dan Damaskus, serta mungkin juga ke Mekah. Salinan-salinan AI-Quran yang ada sebelumnya, yakni sebelum adanya resensi `Utsmani, diberitakan telah dimusnahkan, sehingga teks seluruh salinan AI-Quran yang akan dibuat pada masa-masa selanjutnya didasarkan pada naskah-naskah standartersebut.
Utsman memutuskan agar mushaf-mushaf yang beredar adalah mushaf yang memenuhi persyaratan berikut:
a) Harus terbukti mutawatir, tidak ditulis berdasarkan riwayat ahad,
b) Mengabaikan ayat yang bacaannya dinasakh dan ayat tersebut tidak diyakini dibaca kembali di hadapan Nabi pada saat-saat terakhir,
c) Kronologi surat dan ayat seperti yang dikenal sekarang ini, berbeda dengan mushaf Abu Bakar yang susunan suratnya berbeda dengan mushaf 'Utsman,
d) Sistem penulisan yang digunakan mushaf mampu mencakupi qira'at yang berbeda sesuai dengan lafazh-lafazh AI-Quran ketika turun,
e) Semua yang bukan tdrmasuk AI-Quran dihilangkan. Misainya yang ditulis di mushaf sebagian sahabat yang mereka juga menulis makna ayat atau penjelasan nasikh-mansukh di dalam mushaf.'
Perbedaan penulisan AI-Quran pada masa Abu Bakar dan pada masa 'Utsman bin'Affan, dapat dilihat berikut ini:
Pada Masa Abu Bakar Pada Masa 'Utsman bin `Affan
1. Motivasi penulisannya adalah
khawatir sirnanya AI-Quran
dengan `syahidnya beberapa
penghapal AI-Quran pada
Perang Yamamah. 1. Motivasi penulisannya karena terjadinya banyak perselisihan di daiam cara membaca AI-Quran (qira'at).

2. Abu Bakar melakukannya dengan mengumpufkan tulisan¬tulisan A1-Quran yang terpencar¬pencar pada pelepah kurma, kulit, tuiang, dan sebagainya. 2. ‘Utsman melakukannya dengan menyederhanakan tulisan mushaf pada satu huruf dari tujuh huruf yang dengannya Al-Qur’an.

3) Penyempumaan PenulisanAl-Quran setelah Masa Khafifah
Mushaf yang ditulis atas perintah 'Utsman tidak memiliki harakat dan tanda titik sehingga dapat dibaca dengan salah satu qira'at yang tujuh. Setelah banyak orang non-Arab memeiuk Islam, mereka merasa kesulitan membaca mushaf yang tidak berharakat dan bertitik itu. Pada masa Khaiifah `Abd A1¬Malik (685-705), ketidakmemadainya mushaf ini telah dimaklumi para sarjana muslim terkemuka saat itu dan karena itu pula penyempumaan mulai segera di!akukan. Tersebutfah dua tokoh yang berjasa dalam hal ini, yaitu `Ubaidillah bin Ziyad (w. 67 H.) dan Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi (w. 95 H.). ibn Ziyad diberitakan memerintahkan seorang leiaki dari Persia untuk meietakkan alif sebagai pengganti dari huruf yang dibuang. Misalnya, tulisan qalat dan kanat diganti dengan dan . Adapun AI-Najjaj melakukan penyempurnaan terhadap mushaf'Utsmani pada sebelas tempat yang karenanya membaca mushaf lebih mudah.
Upaya penyempurnaan itu tidak ` berlangsung sekaligus tetapi bertahap dan dilakukan oleh setiap generasi sampai abad III H (atau akhir abad IX M.) ketika proses penyempurnaan naskah AI-Ouran (mushaf Utsmani) selesai dilakukan. Tercatat pula tiga narrta yang disebut-sebut sebagai orang yang pertama kaki meletakkan tanda titik pada mushaf 'Utsmani. Ketiga orang itu adalah Abu AI-Aswad Ad-Da'uli, Yahya' bin Ya'mar (45--129 H.), dan Nashr bin 'Ash im Al-Laits (w. 89 H.). Adapun orang yang disebut¬sebut pertama kali meletakkan hamzah, tasydid, Al-raum, dan al-isymam adalahAl-Khalil bin Ahmad AI-Farahidi A1-Azdi yang diberi kunyah Abu `Abdirrahman (w. 175 H.).
Upaya penulisan AI-Quran dengan tulisan yang bagus merupakan upaya lain yang telah dilakukan generasi terdahulu. Diberitakan bahwa KhaiifahAl-Walid (memerintah dari tahun 86-96 H.) memerintahkan Khaiid bin Abi Al-Hayyaj yang terkenal keindahan tulisannya untuk menulis mushaf AI-Quran. Dan untuk pertama kalinya, AI-Quran dicetak di Bunduqiyyah pada tahun 1530 M, tetapi begitu keluar, penguasa gereja mengeluarkan perintah pemusnahan kitab suci agama Islam ini. Dan baru lahir lagi cetakan seianjutnya atas usaha seorang Jerman bernama Hinkelman pada tahun 1694 M. di Hamburg (Jerman). Disusul kemudian oleh Marracci pada tahun 1698 M. di Padoue. Sayangnya, tak satu pun dari Al-Quran cetakan pertama, kedua, maupun ketiga itu yang tersisa di dunia Islam. Dan sayangnya pula, perintis penerbitanAl-Quran pertama itu dari kalangan bukan muslim.
Penerbitan Al-Quran dengan label Islam baru dimulai pada tahun 1787. Yang menerbitkannya adalah Maulaya 'Utsman. Dan mushaf cetakan itu lahir di Saint-Petersbourg, Rusia, atau Leningrad, Uni Soviet sekarang. Lahir fagi kemudian, mushaf cetakan di Kazan. Kemudian terbit lagi di Iran. Tahun 1248 H./1828 M., negeri Persia ini menerbitkan mushaf cetakan di kota Teheran. Lima tahun kemudian, yakni tahun 1833, terbit iagi mushaf cetakan di Tabriz. Setelah dua kali diterbitkan di Iran, setahun kemudian (1834) terbit lagi mushaf cetakan di Leipzig, Jerman.
Di negaraArab, Raja Fuad dari Mesir membentuk panitia khusus penerbitan AI-Quran di perempatan pertama abad XX. Panitia yang dimotori para syekh Al-Azhar ini pada tahun 1342 H./1923 M. berhasil menerbitkan mushafAl-Quran cetakan yang bagus. Mushaf yang pertama terbit di negara Arab ini dicetak sesuai dengan riwayat Hafsah atau qira'at Ashim. Sejak itu, berjuta¬juta mushaf dicetak di Mesir dari diberbagai negara.

DAFTAR PUSTAKA


Anwar, Rasihon. 2008. Ulumul qur’an untuk IAIN,STAIN, PTAIS. Bandung :Pustaka Setia.
Shibab, Wuraish. 1992. Membumikan Al-Qur’an. Bandung. Misan
Syafei, Rochmat. 1999. Ilmu ushul fiqh. Bandung. Pustaka Setia
Anwar, Rosihan. 1991. Mutiara Ilmu-ilmu AL-Qur’an, Bandung : Pustaka Setia Djalal, Abdul. 2000. Ulumul Qur’an Dunia Ilmu : Surabaya
loading...
Previous
Next Post »
0 Komentar

Yang sudah kunjung kemari, jangan lupa bagikan ke teman ya

https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929