loading...

PERIODE PRENATAL DAN TAHUN PERTAMA

December 03, 2013
loading...
PERIODE PRENATAL DAN TAHUN PERTAMA

2.1. Perkembangan Embrio dan Fetus
Pengertian akan reproduksi dan perkembangan manusia makin terasa perlu dalam masyarakat yang makin maju. Kapan kehidupan dimulai ? Apakah pada waktu dilahirkan ataukah sudah ada sebelumnya ? Secara biologis hidup dimulai pada waktu konsepsi atau pembuahan tetapi mungkin masih merupakan tanda tanya apakah perkembangan psikologis sudah dimulai pada waktu konsepsi. Menurut pendapat homunculus maka pada waktu konsepsi semua telah ada dalam bentuk yang teramat kecil hingga seakan-akan hanya dapat dilihat melalui suatu mikroskop. Perubahan-perubahan yang terjadi sesudahnya hanyalah bersifat kuantitatif. Pendapat ini tercermin pada lukisan-lukisan kuno yang menggambarkan anak-anak dengan wajah tua dan pakaian orang dewasa, mereka dianggap sebagai orang dewasa dalam bentuk kecil.
Pada waktu sekarang kita lebih cenderung untuk menganggap bahwa permulaan perkembangan psikologis dimulai pada waktu anak yang belum dilahirkan mulai bereaksi terhadap rangsang dari luar. Reaksi terhadap rangsang dari luar ini telah dimulai sangat awal. Telah dapat ditunjukkan bahwa janin yang ada dalam kandungan pada bulan-bulan pertama telah dapat mengadakan reaksi mengadakan tingkah laku spontan atau tingkah laku berulang seperti menghisap ibu jari, bahkan telah nampak habituasi: hal ini menunjukan bahwa anak dalam kandungan telah menyesuaikan diri misalnya dengan suara-suara dari luar. Suatu percobaan dengan sebuah bel yang dipasang pada sebilah kayu dan ditempelkan pada perut ibu, menunjukkan bahwa anak yang belum dilahirkan tadi semua mereaksi dengan detik nadi yang bertambah cepat, tetapi sesudah rangsang (bel) tadi diberikan berulang-ulang. Maka bayi tidak mengadakan reaksi apa-apa lagi. Bel tersebut ditempelkan pada perut ibu, hingga dengan begitu getaran dapat langsung dipindahkan pada fetus.
Perkembangan biologis pada manusia dimulai pada sat konsepsi atau pembuahan, yaitu pada pembuahan telur oleh spermatosoma. Bila spermatosoma laki-laki memasuki dinding telur (ovum) wanita, terjadilah konsepsi. Skema dibawah (gambar 3) menunjukkan bagaimana proses menunjukkan mana proses pembuahan terjadi.
Kemungkinan terjadinya pembuahan semacam itu telah ditentukan secara alamiah. Sekali dalam 28 hari, seringkali sekitar pertengahan siklus menstruasi, sebuah telur dalam salah satu kandung telur menjadi masak dan bergerak pelan masuk ke dalam rahim. Perjalanan ini biasanya memakan waktu 3 sampai 7 hari. Kalau dalam perjalanan ini tidak terjadi pembuahan, maka lenyaplah telur itu didalam rahim.
Bila telur dalam perjalanan ke rahim berjumpa dengan spermatosoma masuk melalui dinding telur, terjadilah pada detik itu hal-hal sebagai berikut: sel benih melepaskan 23 bagian kecil-kecil dari dirinya, bagian-bagian itu disebut chromosa. Pada saat itu pecahlah inti telur dan lepaslah : 23 chromosa. Chromosa ayah dan chromosa ibu lebur menjadi satu dan membentuk bekal keturunan bagi anak. Chromosoma tadi mengandung bagian yang lebih kecil lagi yang membawa faktor-faktor keturunan yang sesungguhnya. Bagian-bagian yang kecil tadi disebut gene.
Salah satu dari 23 pasang chromosoma adalah ohromosoma kelamin. Pada wanita normal maka kedua chromosoma kelamin tadi adalah sama, disebut chromosoma X. Laki-laki normal mempunyai dua chromosoma kelamin yang berkelainan, yaitu sebuah chromosoma X dan sebuah chromosoma Y yang lebih kecil. Chromosoma Y bersama-sama dengan chromosoma X terdapat dalam sel-sel badan. Pada pembagian sel (meiosa) maka jumlah chromosoma berkurang menjadi separuh; sel benih sebagai chromosoma kelamin mengandung atau suatu chromosoma Y atau suatu chromosoma X; sel telur selalu mengandung cromosoma X bersatu dengan sel benih atau sperma yang mengandung chromosoma Y, terjadilah anak laki-laki. Bila sel telur bersatu dengan chromosoma X terjadilah anak wanita.
Karena sel-sel sperma separuh terdiri daripada chromosa X dan separuh dari chromosoma Y, maka secara teoritis ada kemungkinan yang sama untuk pembuahan anak laki-laki dan anak wanita. Kenyataan menunjukkan bahwa lebih banyak dilahirkan anak laki-laki daripada anak wanita, pada umumnya dilahirkan 106 anak laki-laki dalam perbandingan dengan 100 anak wanita. Hal ini diduga karena sperma Y lebih kecil dan lebih gesit daripada sperma X hingga lebih mudah dapat menerobos dinding telur.
Urutan perkembangan dalam periode pra-natal telah pasti dan tidak dapat diubah. Kepala, mata, tubuh, tangan, kaki, alat-alat kelamin dan alat-alat berkembang dengan urutan yang tertentu dan juga kurang lebih pada usia pra-natal yang sama pada semua fetus. Perkembangan yang teratur menurut skema itu sebelum dan sesaat sesudah dilahirkan merupakan hal yang sangat penting.
Dan didalam buku psikologi perkembangan karangan Prof. Drs. Agoes Soejanto bahwa perkembangan embrio disini dikatakan bahwa :
1. Masa Pranatal
Sebenarnya pada masa ini belum banyak yang dapat diketahui tentang kehidupan jiwa embrio, tetapi oleh karena ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh para calon, orang tua anak, maka kan dibicarakan serba sedikit tentang masa ini, antara lain ialah :
a. Faktor- faktor apa yang mempengaruhi perkembangan embrio dalam kandungan antara lain
• Faktor keturunan
• Faktor kemasakan, dan
• Faktor penyesuaian diri,
a.1 ) Embrio, yang berkembang didalam kandungan ibu, ditentukan oleh sel-sel telur dari pihak ibu dan sel-sel telur dari pihak ayah. Sejak pertemuan antara keduanya itu mulailah
terjadi kehidupan.
a.2 ) Menjadi masaknya embrio, mempengaruhi kehidupan jiwa embrio itu sendiri. Misalnya anak yang lahir pada umur tujuh bulan, tampak lebih tidak berdaya dibandingkan dengan anak yang lahir pada umur 9 bulan.
a.3 ) Perkembangan embrio dalam kandungan dipengaruhi oleh lingkungannya

b. Faktor apa yang dapat menimbulkan gangguan fisis pada embrio
Tentang hal yang ini dapat dibedakan atas tiga kelompok ialah :
 Yang kurang berbahaya, misalnya alkohol dan nikotin,
 Yang sedikit berbahaya, misalnya kehidupan emosi si ibu.
 Yang sangat berbahaya, misalnya kelaparan, kurang vitamin.

c. Tentang hal gerakan-gerakan anak dalam kandungan.
Dari penelitian itu disimpulkan bahwa gerakan embrio dalam kandungan ada hubungannya dengan kelancaran kemajuan motoris bagi anak sesudah dilahirkan.
2. Masa orok
a. Hal –hal yang menarik perhatian
Yang sangat menarik perhatian para penyelidik pada saat anak baru lahir, ialah tentang tangis bayi, sehingga hal ini menimbulkan beberapa pendapat yang antara satu dengan yang lain berbeda- beda, tangis si bayi itu disebabkan oleh karena pada saat itu terjadi perpindahan dan kehidupan yang tidak disadari.
Hal kedua yang menarik perhatian tentang si bayi ialah tentang ketidak berdayaan si bayi mengundang banyaknya si penolong, dan ini memungkinkan sianak dapat berkembang lebih sempurna dari pada anak.
Hal yang ketiga yang menarik perhatian adalah tentang tidur si bayi, didalam 24 jam lamanya hanyalah untuk tidur-tidur ayam, untuk menyusu, untuk gerakan-gerakan spontan dan lain-lain. Hal ini berlangsung 2 minggu lamanya.
Sampai dengan umur 6 bulan, pada saat-saat tidak tidur ia mulai mengelurkan suara- suara, ia mulai tertarik pada benda –benda lain, sebagai alat alat permainannya dan semua yang dapat digapainnya dicobanya dimasukkan dimulut.
3. Kehidupan fisis si Bayi
a. Detak jantung
Tentang detak jantung dikatakan bahwa waktu lima bulan sebelum kelahirannya, jantung sibayi sudah berdetak sebanyak 150 kali / menit. Pada waktu lahir menurun tinggal 130 kali / menit, demikian terus menerus sehingga pada waktu berumur 2 tahun tinggal 80/ menit.
b. Tentang pernapasan si bayi.
Pada waktu dalam kandungan tentu tidak mungkin sibayi bernapas dengan paru-paru tetapi telah menggerakan badannya.
c. Tentang makan dan minum
d. Tentang pembuangan kotoran.

2.2. Pengaruh Pra-natal pada Tingkah Laku Sesudah Dilahirkan
Pengaruh pra-natal pada tingkah laku sesudah dilahirkan mendapat banyak perhatian para ahli psikologi perkembangan; banyak pula pendapat dan dugaan mengenai masalah tersebut, namun belum ada data yang eksak mengenai hal itu. Salah satu studi yang baik mengenai perkembangan pra-natal adalah tulisan Joffe (1969). Lebih dari dua pertiga penelitian Joffe dilakukan terhadap perkembangan hewan.
Telah dikemukakan dimuka bahwa perkembangan biologis manusia terjadi pada saat konsepsi, yaitu pada waktu sel sperma dan ovum lebur menjadi satu. Fase pra-natal dibedakan menjadi tiga fase (1) fase germinal: waktu 2 minggu pertama; (2) fase embrional: waktu 6-8 minggu berikutnya, dan (3) fase fetal: mulai minggu ke-8 sampai saat dilahirkan. Waktu kehamilan berlangsung biasanya selama 270 hari atau kurang lebih 40 minggu sesudah hari pertama menstruasi berakhir.
Menurut definisi World Health Organization (WHO, 1961) sebutan pra-maturitas atau prematurity dikenakan pada bayi bila berat badan pada waktu dilahirkan kurang dari 2.500 gram dan periode kehamilan kurang dari 37 minggu. Pra-maturitas banyak dipandang sebagai salah satu sebab gangguan tingkah laku, meskipun masih banyak pendapat yang simpang siur. Untuk mudahnya pengaruh pra-natal tersebut dibedakan antara (1) pengaruh lingkungan (faktor ekstern, ketegangan, kebiasaan subjektif, ketegangan emosi, takhayul) dan (2) sikap ibu.
2.2.1. Pengaruh Lingkungan
2.2.1.1. Faktor Ekstern
Joffe membuktikan bahwa sinar rontgen mempunyai tingkah laku post-natal dalam bidang : tingkah laku motorik, gerak bebas, pembuangan, aktivitas, belajar diskriminatif dan tingkah laku persetubuhan. Penelitian mengenai akibat penyinaran membuktikan akan adanya hubungan antara umur kehamilan dan banyak sedikitnya penyinaran pada satu pihak dengan besar kecilnya akibat yang ditimbulkan: makin banyak dosis penyinaran, makin buruk akibatnya.
Pemakaian obat-obatan jelas memberikan pengaruh terhadap tingkah laku, meskipun sering tidak nampak tanda-tanda morfologis pengaruh obat penenang seperti softenon atau Thalidomid sangat besar hingga dapat mengakibatkan cacat yang berat. Penelitian antara 1959-1962 menemukan bahwa cacat yang disebabkan oleh Thalidomid terjadi antara hari ke-34 dan ke-50; jadi antara minggu kelima dan ketujuh usia kehamilan. Knebel (1973) mengemukakan bahwa terjadinya kelainan-kelainan jantung juga terjadi pada usia kehamilan yang awal ini. Usaha-usaha pengguguran dengan obat-obatan pada usia kehamilan awal ini dapat menyebabkan gangguan-gangguan perkembangan. Akibat-akibat tersebut dapat pada usia kehamilan yang dianggap masih kebal terhadap segala jenis gangguan.

2.2.1.2. Ketegangan emosional
Beberapa studi kasus dalam penelitian Fels (Yellow Springs, Ohio) yang telah mengadakan penelitian sejak tahun 1929 (lihat Sontag dkk,.1958) membuktikan bahwa para wanita dengan susunan syaraf otonom yang labil mempunyai fetus yang paling aktif. Dalam delapan kasus dalam Institut Fels ditunjukkan adanya kenaikan aktivitas yang sangat menyolok pada fetus sebagai akibat ketegangan emosi para ibu (misalnya pada satu kasus karena ancaman pembunuhan oleh suami; pada kasus lain karena kecelakaan lalu lintas dengan akibat yang serius pada keluarga).


2.2.1.3. Takhayul dan Kenyataan di Indonesia
Di Indonesia banyak dipermasalahkan mengenai pengaruh tingkah laku orang tua terhadap keadaan bayi akan dilahirkan. Misalnya bila ayah atau ibu atau keduanya benci pada seseorang, maka anaknya akan mirip dengan orang yang dibenci tadi. Bila ayah atau ibu membunuh seekor hewan, misalnya luar, pada waktu ibu sedang hamil, anaknya akan mempunyai gambar sirip ular pada kulitnya. Hal-hal ini semua belum merupakan hasil pembuktian ilmiah, dari itu masih termasuk lingkup takhayul.
Satu hal yang perlu mendapat keterangan secara ilmiah adalah kenyataan bahwa seorang ibu hamil menginginkan sesuatu (biasanya makanan = ngidam) kadang-kadang yang aneh-aneh, misalnya makanan tertentu, buah-buahan yang masam, menginginkan bau-bauan tertentu; misalnya bau minyak putih. Ingin senantiasa menghalau nyamuk, mual membau keringat atau rokok suami. Hal-hal yang anek masih banyak didengar di kalangan orang Indonesia. Mungkin perlu diteliti apakah hal-hal itu juga terjadi pada orang-orang barat dan bagaimana interpretasi ilmiahnya ? Penelitian di Laboratorium Psikologi di Nijmegen mengenai hal-hal yang serupa menunjukkan adanya pengaruh adanya hormonal terhadap perubahan psikis ibu.
2.2.2. Sikap Ibu
Sejak lama telah dimengerti bahwa sikap menolak dari pihak ibu terhadap janin dalam kandungan akan diteruskan sesudah anak dilahirkan. Tetapi beberapa penelitian Geissler (1965) di Jerman Timur 90% jumlah ibu yang semula bersikap menolak, berubah mempunyai sikap yang positif terhadap anak sesudah dilahirkan. Geissler dalam penelitian longitudinal menunjukkan adanya kesayangan dalam sikap ibu terhadap anak yang belum dilahirkan, yaitu dari sikap positif ke sikap negatif. Dan dari sikap negatif ke sikap yang positif dan bahwa sikap yang berubah-ubah itu akhirnya menjadi positif, yaitu sikap menerima terhadap anak yang dilahirkan.
Lukesch dan Lukesch (1976) membuat suatu daftar pertanyaan untuk mengungkap sikap ibu terhadap kehamilannya. Maksud daftar pertanyaan ini adalah untuk mengerti komponen-komponen psikis disamping itu juga untuk memperoleh titik temu individual untuk mengadakan pembicaraan mengenai kehamilan.
Akhirnya dapat diketemukan dua pertanyaan yang dalam prinsip belum dapat terjawab :
1) Mengapa ada sementara anak yang jelas-jelas mempunyai lingkungan, yang negatif tidak menunjukkan suatu gangguan adapun dalam perkembangan, dan
2) Mengapa ada banyak anak mempunyai gangguan tingkah laku, padahal pada waktu pra-natal tidak diketemukan pengaruh yang menghambat.
Pada umumnya diketemukan lebih sedikit tingkah laku terganggu daripada yang dapat diharapkan dari keadaan pra dan peri-natalnya.

2.3. Perkembangan Baru dalam Bidang Penelitian Pra-natal
Dalam tahun 1971 telah didirikan “Internationale Studiengemeinschaft fur Pra-natale Psychologie” (ISPP) di Wina. Kongres pertama diadakan pada tahun 1972 (lihat Graber & Kruse, 1973) dan dalam bulan Maret 1978 diadakan kongres yang kelima di Salzburg dengan tema “Geburt-Eintritt in eine neue Welt”. Makin lama makin dapat ditunjukkan baha gagasan-gagasan intuitif yang bersifat psikoanalitis itu harus diganti dengan hasil penelitian eksperimental. Misalnya gerakan mata yang cepat (Rapid Eye Movements-REM) waktu tidur dapat dianalisa secara eksperimental. Dapat dibuktikan bahwa REM terjadi bersama-sama dengan impian-impian. REM (disebut juga fase-fase REM) pada anak yang baru dilahirkan memegang peranan yang lebih penting daripada bila hal itu terjadi pada orang dewasa. Fase-fase REM meliputi 50% daripada keseluruhan waktu tidur anak yang baru dilahirkan, 40% pada bayi usia 3 sampai 5 bulan, 25% pada anak usia 2 tahun dan 20% pada anak usia 3 sampai 5 bulan, 25% pada anak usia 2 tahun dan 20% pada anak usia 3 tahun dan pada orang dewasa. Schindler (1976) mengemukakan bahwa pada kongres ISPP yang ketiga, paling tidak selama bulan-bulan terakhir kehidupan dalam kandungan, keadaan bermimpi mempunyai peranan yang lebih besar daripada waktu sesudah dilahirkan. Bahwa hal ini sukar untuk memindahkan keadaan-keadaan ini (bermimpi) dari keadaan ingatan jangka pendek kepada keadaan ingatan jangka panjang.
Berdasarkan beberapa penelitian fisiologis-epidemiologis Schindler mengemukakan bahan pada tiga bulan pertama usia kehamilan fetus telah berkembang menjadi organisme yang dapat berfungsi dengan baik. Setelah masa peralihan yang pendek maka fetus telah ada dalam keadaan yang optimal aktivitas dapat dikembangkan dengan mudah dan posisinya sudah dapat dikontrol pula. Fetusluga sudah dapat melakukan pengulangan-pengulangan tingkah laku. Pengulangan tingkah laku atau pengulangan aktivitas akan menjadi sangat penting bagi belajar tingkah laku pada tahun-tahun pertama.
Meskipun telah diperoleh dada eksperimental yang eksak mengenai aktivitas bermimpi dan aktivitas motorik, namun mengenai arti dan pengaruhnya terhadap tingkah laku sesudah dilahirkan sampai sekarang masih belum dapat diketahui. Seringkali diadakan interprestasi berdasarkan proses perkembangan yang menyimpang (seperti halnya pengaruh Softenon), tetapi hal tersebut baru ada artinya bagi para genokolog untuk dapat kerja sama yang sebaik-baiknya. Seperti dikemukakan oleh Kruse (1973): penelitian terhadap kehidupan sebelum dilahirkan merupakan suatu tantangan bagi spikolog perkembangan; tujuannya adalah memperoleh pengertian akan sebab-sebab yang paling mendasar mengenai tingkah laku manusia (h. 123). Dengan dapat memperoleh pengertian itu dapatlah diadakan usaha preventif untuk berbagai macam gangguan dalam perkembangan seseorang.
2.4. Berbagai Macam Teori Mengenai Kelahiran
Kelahiran merupakan dorongan bagi para penulis untuk memberikan interpretasi-interpretasi bagaimana suatu fetus yang sama sekali tergantung tiba-tiba berubah menjadi seorang anak yang bebas Portmann. 1961). Protmann seorang ahli zoologi Swiss menyebutnya sebagai “extrauterine Fruhjahr”. Ia menyamakan manusia dengan hewan menyusul yang tinggi yang lahirkan setahun terlalu awal. Periode kehamilan yang penuh seharusnya berlangsung sampai akhir tahun pertama sesudah dilahirkan, tetapi berhubung adanya proses evolusi maka masa itu lalu terbagi menjadi dua tahap: “In die Schwangerschaft im Mutterleib und in eine zweite periode nach der Geburt das Jahr des sozialen Uterus, das hinuberfuht in die eigentche Kindheit” (Portmann, 1976, p 54/55). Jadi tahap pertama adalah tahap dalam kandungan ibu dan tahap kedua adalah tahap satu tahun sesudah dilahirkan, yang terakhir ini disebut tahap uterus (rahim) soal yang seterusnya akan beralih menjadi masa kanak-kanak yang sesungguhnya.
Menurut Portmann bahwa seseorang harus melewati suatu uterus sosial dalam perkembangan bukannya suatu kebetulan saja, melainkan memang dimaksudkan untuk memungkinkan pemenuhan tiga macam tugas perkembangan yang paling utama, yaitu : berdiri, berbicara dan berfikir. Ketiga macam fungsi manusia ini hanya dapat berkembang di dalam kontak sosial dengan orang-orang lain. Kontak antara individu dan dunia sosial bukan terjadi karena kebetulan saja, kontak tersebut adalah mutlak perlu supaya individu dapat berkembang.
Gehlen (1941) mengemukakan mengenai manusia sebagai “Mangelwesen”, artinya bahwa manusia dibandingkan dengan hewan menyusui tingkat tinggi mempunyai kekurangan-kekurangannya. Bayi yang baru dilahirkan membutuhkan perlindungan, dia belum bisa apa-apa, ia harus diusap, pendek kata: ia sama sekali dalam keadaan tergantung. Jadi seorang manusia sejak mula mempunyai banyak kekurangan-kekurangan hingga dibanding dengan makhluk yang lain ada dalam kedudukan yang kalah.
Rank (1924) seorang ahli psiko-analisis murid Freud, mengemukakan mengenal trauma kelahiran, artinya bahwa kelahiran bagi seorang anak merupakan suatu penghayatan yang dramatis, putusnya tali pusat tidak hanya berarti biologis putus, melainkan juga psikologis putus. Anak menjadi lepas dan tidak terlindung lagi. Jeritan pertama menunjukkan kecemasan yang alami. Menurut Rank maka kecemasan-kecemasan manusia yang berikutnya tidak ada artinya dibanding dengan kecemasan yang pertama ini. Ia memberikan contoh-contoh dalam praktek psiko-analisanya yaitu adanya impian-impian yang melukiskan orang-orang dengan segala macam kekuatannya yang luar biasa meloloskan diri dari saluran-saluran yang sempit dan akhirnya keluar ditempat yang jauh yang tidak menyempit dan akhirnya keluar ditempat yang jauh yang tidak menyenangkan. Dari tempat terlindung ini anak dilempar ke tempat yang tidak terlindung sama sekali.

2.5. Periode Tahun Pertama
Sesudah dilahirkan maka bayi menunjukkan banyak gerak refleks. Dahulu orang berpendapat bahwa masa ini kurang ada perkembangan psikologis yang menarik karena anak hanya melakukan tingkah laku yang instinktif apa saja yang dilakukan anak pada hari-hari pertama sesudah dilahirkan. Diketemukan bahwa 7% waktunya digunakan untuk makan, jadi reaksi yang positif 1% untuk tingkah laku spontan dan kurang lebih 88% untuk tidur atau semacamnya. Hal inilah yang menyebabkan bahwa periode ini dulu disebut sebagai periode tidur.
Bloom (1964) dalam bukunya : “Stability and change in human characteristics” menambah pula perhatian orang terhadap periode tahun pertama. Ia berpendapat bahwa pengaruh lingkungan terhadap salah satu sifat anak akan sangat besar yaitu pada waktu sifat tersebut sedang dalam perkembangannya yang paling cepat. Misalnya bila dalam perkembangannya yang paling cepat. Misalnya bila dalam periode amorional (minggu ketiga sampai dengan minggu kedelapan) si ibu mendapat suatu kecelakaan tertentu atau minum obat-obat tertentu terlalu banyak atau yang merugikan, dapat terjadi gangguan-gangguan sentral atau mental pada janin yang ada dalam kandungan. Hal ini disebabkan karena pada periode ini terjadi perkembangan otak yang paling cepat. Itulah sebabnya maka gangguan pada kehamilah yang terjadi pada dua bulan yang pertama lebih banyak menyebabkan gangguan-gangguan pada otak dibanding dengan bila gangguan tersebut terjadi pada periode ketiga atau periode fetal.
Untuk menyokong pandangannya mengenai percepatan pertumbuhan pada usia-usia tertentu, Bloom menuntut pada perkembangan inteligensi yang cepat dan intensif selama tahun-tahun pertama. Berdasarkan modal yang didapat dari penelitian longitudinal diketemukan bahwa pada umur satu tahun dicapai 20% dan pada umur 17 tahun 100% perkembangan inteligensi. Penalaran yang selanjutnya adalah bahwa pada umur 4 tahun tercapai 50% dan pada umur 8 tahun tercapai 80% perkembangan inteligensi. Angka-angka ini merupakan petunjuk belaka akan proses-proses yang terjadi dan bukan pencerminan realitas yang eksak. Tetapi hal ini dapat menjelaskan bahwa tahun-tahun penghidupan pertama dan tahun-tahun sekolah pertama merupakan mata rantai yang penting dalam perkembangan inteligensi. Selanjutnya analisis semacam ini menunjukkan bahwa pengaruh pendidikan pada periode ini justru sangat penting dan semua dapat terjadi kerusakan yang berat bila anak tidak memperoleh kesempatan perkembangan yang optimal. Sebaliknya hal ini tidak seperti bahwa perkembangan intelektual atau kognisi pada usia sekitar 10 tahun secara garis besar telah selesai dan hampir tidak dapat mengubah lagi (lihat juga pembicaraan mengenai model Bloom oleh Wonkwill dalam Brim & Kagan, 1980).
Juga data penelitian baru di Belanda yang menitiberatkan akan sifat terbukanya belajar tingkah laku pada kelompok umur yang lebih tua, mengaku akan dapatnya tingkah laku dan fungsi kognitif pada umur kemudian.
Penelitian yang unik mengenal hal tersebut diatas diakhiri oleh Leppers di Belanda (1981). Dia meneliti masalah apakah betul ada dan sampai dimanakah perkembangan kognitif anak yang suka belajar sesudah masa sekolah dasar, yaitu sesudah usia 13 tahun. Dia membandingkan sekelompok subjek sukar belajar laki-laki dan wanita umur 13-25 tahun (kelompok eksperimen) dengan kelompok normal belajar dari umur yang sama (kelompok kontrol). Pertanyaan yang diajukan berdasarkan 2 macam pertimbangan (1) perkembangan kognitif pada anak-anak sukar belajar mencapai puncaknya sekitar umur 13 tahun, (2) berkurangnya frekuensi anak-anak sukar belajar sesudah usia sekolah dasar(Leppers, 1981, hal. 182).
Kelompok sukar belajar mempunyai IQ antara 70 dan 80. Ternyata bahwa ada pertambahan percakapan kognitif pada kelompok ini sampai kurang lebih umur 19 tahun. Sesudah itu “tingkah laku kognitif pada anak-anak sukar belajar menjadi stabil pada tingkatan yang telah mereka capai (hal. 182). Pertambahan dalam kecakapan kognitif ini tidak berarti bahwa jarak antara dua kelompok ini menjadi semakin kecil; lebih baik dikatakan ada perkembangan yang paralel. Elastisitas kognitif pada remaja sukar belajar dan dewasa awal sukar belajar yang diselidiki oleh Leppers ini sekaligus merupakan petunjuk bahwa dalam penyesuaian sosial dan sifat-sifat kepribadianseseorang ada kemungkinan untuk berubah. Hal ini dapat dibuktikan oleh keadaan kelompok sukar belajar yang pada umumnya tidak memberikan masalah-masalah dalam masyarakat.
Salah satu penelitian dalam hubungan ini yang paling sering disebut-sebut adalah penelitian Skeels & Dye (1939) dan Skeels (1966). Dalam suatu penelitian lanjutan mereka mengikuti perkembangan 25 anak yang dibesarkan dalam rumah yatim piatu yang tidak baik. 13 diantara mereka sesudah 19 bulan dipindahkan ke dalam rumah yatim piatu yang lain dan setelah 3,5 tahun mereka diadopsi. Sisanya tinggal dalam tempat yang semula. Sesudah 25 tahun kedua kelompok dibandingkan. Ternyata bahwa semua anak yang diadopsi belajar suatu pekerjaan dan dapat mencukupi dirinya sendiri; mereka hidup normal. Kelompok yang lainnya, semua kecuali satu, tidak mencapai taraf tersebut. Kecakapan intelektual mereka tidak menjadi sebaik kelompok yang diadopsi; mereka tidak menjadi sebaik kelompok yang diadopsi; mereka menjadi tergantung dan berfungsi pada tingkatan yang rendah. Juga data Clark & Clark (1976) menunjukkan akan dapatnya diperbaiki keterbelakangan perkembangan mental yang dialami sebelumnya. Kecuali itu juga dari penelitian pada para remaja delinkuen diketemukan bahwa perbaikan.
Dengan begitu hipotesis Schaffer dapat dibenarkan, yaitu dalam bulan-bulan pertama anak mengarahkan diri secara alami kepada manusia pada umumnya, yaitu karena sifat-sifat yang menari yang ada pada roman muka manusia.
Disamping sifat tertarik pada manusia ini, anak juga sudah dapat membuat berbagai macam tanda untuk memenuhi kebutuhannya. Misalnya seorang ibu akan segera dapat membedakan bermacam-macam tangis anaknya. Misalnya membedakan antara tangis lapar dan tangis sakit. Kedua anak pada bulan-bulan pertama ditentukan oleh situmulus yang diberikan. Beberapa titik pada selembar kertas yang diperlihatkan pada anak akan memancing ketawa sama halnya dengan melihat wajah ibunya.
Arah sosial anak pada bulan pertama belum dipengaruhi oleh proses belajar; baru pada bulan ketiga anak menunjukkan pengetahuan terhadap orang-orang tertentu dan belajar membedakan tanda-tanda yang diberikan oleh orang tersebut.
Kemajuan pada tingkah laku anak ini bersamaan dengan perkembangan fisiologis yang penting pada pusat susunan syaraf.
1. Beberapa refleks bawaan (a.I. refleks genggam, dan refleks moro) menghilang sekitar bulan kelima. Bila refleks-refleks ini masih ada sesudah itu, hal itu dapat dianggap sebagai hambatan dalam perkembangan atau merupakan pertanda adanya kerusakan otak. Menghilangnya refleks-refleks ini menunjukkan makin berfungsinya korteks refleks terjadi melalui batang otak, korteks dapat menghambatnya.
2. Penelitian dengan Electric-encephalogram (EEG) menunjukkan bahwa baru pada akhir bulan ketiga terjadi irama seperti yang terdapat pada EEG orang dewasa.
3. Pada bedah mayat diketemukan bahwa pada bula ketiga kadar DNA (asam desoxyribonucleine) dan RNA (asam riboucleine) dalam otak tiba-tiba naik hampir mencapai kadar DNA dan RNA orang dewasa. (DNA dan RNA memegang peranan penting dalam menyimpan informasi).
4. Menyelinisasi beberapa urat syarat yang penting (misalnya urat syaraf mata) selesai pada bulan ketiga. Lapisan menyelin disekitar urat syarat memungkinkan penyaluran impuls-impuls.

Di dalam buku psikologi perkembangan yang ini dikatakan bahwa perkembangan anak dalam tahun pertama dibagi dalam :
A. Kecakapan- kecakapn instingtif
Yaitu kecakapan instingtif yang matang atas pengaruh dari dalam pada triwulan pertama.
1. Kecakapan anak pada tahun pertama
 Pergaulan anak dengan benda
• Meandang termangu- mangu kepintu dan jendela.
• Kepala dan tangannya akan terbuka bila di sentuh.
• Dapat menggenggam bila diberi sesuatu
• Dapat mencoba membuka kotak.
• Dapat melempar atau menggulingkan bola
 Penguasaan Badan
• Mengamati mainannya,
• Dapat meluruskan dan memalingkan kepalanya walaupun agak susah,
• Menarik-narik pakaiaannya atau selimut,
• Memperhatikan sesuatu sejurus dengan dan mengamati mainan yang dipegannya,
• Memutar badan dari sikap meniarap kesikap menelentang,
• Dapat duduk tanpa pertolongan dan mulai merangkak,
• Dapat menggulingkan badannya sehingga berbaring pada perutnya.

 Penguasaan anak dengan Manusia.
• Dapat tersenyum, memandang orang,
• Dapat tertawa dengan berbunyi,
• Menangis atau menunjukkan perasaan tidak enak bila diputuskan hubungannya,
• Dapat mereaksi belaian terhadap wajah yang ramah atau yang marah
• Mulai aktif mencari hubungan dengan mengeluarkan bermacam-macam bunyi,
• Dapat bermain sembunyi muka,
• Dapat mengatakan mama dan papa.
• Mulai mencoba menarik perhatian



2.5.1.2. Pengenalan benda dan manusia
Untuk menentukan apakah anak mengenal suatu stimulus dapat dilihat dari berkurangnya perhatian anak terhadap stimulus tersebut sesudah penyajian berulang-ulang. Sebagai indeks perhatian sering dipakai lama waktu fiksasi anak, atau lama waktu anak mengamati stimulus tertentu.
Gambar 6 menunjukkan bahwa pada penyajian stimulus yang sama secara berulang-ulang terjadi penurunan perhatian. Proses ini disebut habituasi atau berkurangnya perhatian karena penyajian berulang-ulang dan yang tidak disebabkan oleh adanya kelelahan reseptor (daya memperhatikan). Tidak adanya kelelahan reseptor dapat dibuktikan dengan naiknya perhatian anak dengan pesat pada waktu suatu stimulus baru disajikan. Penyajian pertama stimulus D menarik perhatian anak seperti halnya penyajian S.1 untuk pertama kali. Menolaknya perhatian kembali pada penyajian stimulus D disebut Recovery atau pemulihan kembali. Habituasi dianggap sebagai suatu gejala kognitif; pada setiap penyajian S, anak membentuk suatu representasi internal (gambar atau skema) mengenai S. Sokolov (1960 menyebut representasi tersebut sebagai model neuronci. Berdasarkan penyajian stimulus yang berulang-ulang terbentuklah dalam korteks suatu susunan sel-sel urat syaraf yang menyimpan berbagai komponen stimulus tersebut (lama waktu, intensitas, ukuran dan sebagainya). Pada setiap kali penyajian bertambahlah komponen stimulus tadi melengkapi skema yang ada dalam kognisi anak. Bila representasi atau skemanya sudah sempurna atau sudah selesai. Maka sempurnalah proses habituasi, stimulasinya tidak memberikan rangsan lagi.
Ada beberapa hal yang menunjukkanbahwa kecepatan habituasi dapat dipakai sebagai indeks perkembangan kognisi, yaitu:
1. makin bertambah umur anak, makin cepat habituasinya. Pada anak umur 3 bulan, maka garis pada gambar 6 masih merupakan garis horizontal, berarti tidak ada habituasi dengan bertambahnya usia anak, arah garis makin menukik ke bawah.
2. makin tinggi tingkat hewan dalam deret filogenesa (berkaitan dengan besar lingkar kepala) makin cepat ia mengadakan habituasi. Seekor kera rhesus lebih cepat habituasinya daripada kucing atau kelinci. Kucing atau kelinci lebih cepat habituasinya daripada burung, burung lebih cepat daripada ikan .
3. bila sebagian korteks tidak dapat berfungsi (misalnya karena luka pada korteks) maka proses habituasi berjalan lebih lambat.
4. pada waktu tidur, bila bagian pusat otak yang lebih rendah berkuasa, tidak terjadi habituasi.
Sekitar usia 3atau 4 bula anak dapat mengenal ibunya. Cepat atau lambatnya seorang anak mengenai ibunya tidak dapat dipakai sbagai ukuran kecedasan anak, karena banyak faktor lingkungan ikut mempengaruhi kemampuan anak dalam hal ini. Misalnya anak dapat mengenal ibunya bila ia juga mendapat kesempatan untuk sering melihatnya. Tetapi bila anak hidup dalam lingkungan yang ribut yang banyak orang simpang-siur disitu hingga anak selalu melihat orang yang berbeda-beda, maka pembentukkan skema dalam kognisinya mengenai orang-orang tertentu juga terhambat. Ternyata bahwa anak yang hidup dalam panti asuhan dengan orang-orang yang selalu berganti-ganti, lebih lambat ketawa terhadap orang-orang tertentu daripada anak yang hidup dalam keluarga yang normal.

2.5.1.3. Perkembangan tingkah laku leka
Dalam teori kepribadian Thomae yang telah dikemukakan dalam tahun 1944 dalam “Das Wesen der menschiichein Antriebsstruktur” dikemukakan bahwa tingkah laku lekat (Attachment behavior) manusia merupakan hal yang sentral. Ia berpendapat bahwa hal yang penting dalam perkembangan yang sehat adalah kemampuan anak untuk dapat perkembangan yang sehat adalah kemampuan anak untuk dapat mengembangkan tingkah klaku lekat tadi. Apa yang dipandang sangat penting oleh Thomas pada empat puluhan tahun yang lalu, baru muncul dalam sepuluh tahun terakhir dalam psikologi Amerika. Belum terhitung lama juga mereka mulai meneliti tingkah laku olekat pada bayi dan anak-anak (lihat Hartup, 1973 dalam Psychologen over het kind III). Hal ini mungkin juga disebabkan karena dalam iklim psikologi oyang eksperimental ketat metode observasi baru saja mendapat pengakuan yang sesungguhnya. Metode eksperimen terlalu sukar untuk diterapkan pada bayi dan anak kecil, hingga banyak dibutuhkan metode observasi.
Tingkah laku lekat merupakan tingkah laku yang khusus pada manusia, yaitu kecenderungan dan keinginan seseorang untuk mencari kedekatan dengan orang lain, untuk mencari kepuasan dalam hubungan dengan orang lain tersebut. Pada kelekatan maka pemenuhan keinginan bukan merupakan hal yang pokok; hal tersebut menjadi penting pada tingkah laku ketergantungan. Ketergantungan dapat ditujukan pada sembarang orang. Kelekatan selalu tertuju pada orang-orang tertentu saja. Tingkah laku lekat pada anak kecil dapat dilihat sebagai berikut; menangis bila objek lekatnya kembali; kemudian juga mengikuti dengan mata arah menghilangnya objek lekat tersebut. Tingkah laku lekat berkembang dalam bagian kedua tahun pertama.
Beberapa pendapat mengenai timbulnya tingkah laku lekat :
a. Hipotesis mengenai nafsu sekunder
Pendapat ini mengatakan bahwa ketergantungan sosial terjadi karena ketergantungan fisik melalui proses belajar : misalnya bila nafsu primer anak selalu terpenuhi oleh orang tertentu atau bila dekat dengan orang tersebut, maka orang tertentu itu akan memperoleh nilai positif bagi anak dan terjadilah pada anak nafsu sekunder terhadap orang tertentu itu, yaitu orang yang mengasuhnya. Anak kemudian akan melekatkan dirinya pada orang yang mengasuhnya itu. Hal yang memberatkan hipotesis ini ialah pada sementara hewan (burung, kera) telah terjadi kelekatan sebelum ada pemenuhan nafsu primernya. Juga pada anak bisa terjadi kelekatan pada orang yang tak mengasuhnya.
b. Keterangan kedua mempunyai
Anak merasa tertarik pada seseorang karena sifat-sifat persepsualnya atau sifat-sifat yang dapat dilihat oleh anak. Pada mulanya roman muka manusia mempunyai daya tarik tyang alami bagi anak. Bila anak seringkali melihat orang tertentu itu. Bila orang tersebut ada di dekat anak, maka anak akan merasa aman, bila ada orang asing datang, omaka anak akan tahun perbedaannya antara orang asing dengan orang tyang telah dikenal tadi. Ia akan bersikap negatif terhadap orang yang asing tersebut.
Bowlby berpendapat bahwa timbulnya kelekatan anak terhadap figur lekat (biasanya ibu) adalah suatu akibat menjadi aktif suatu sistem tingkah laku (behavioral system) yang membutuhkan kedekatan dengan ibu (Bowlby, 1972). Bila anak ditinggalkan ibu atau dalam keadaan takut, sistem tingkah laku tadi segera menjadi aktif dan hanya bisa dihentikan oleh suara, penampilan, atau rabaan ibu. Kebutuhan anak untuk menghisap, melekatkan diri, mengikuti, menangis dan ketawa, juga merupakan hal-hal penyebab timbulnya tingkah laku lekat anak. Tetapi apa yang dimaksudkan dengan sistem tingkah laku adalah lebih dari itu, yaitu suatu kumpulan tingkahlaku yang lebih kompleks dan bertujuan, yang timbul antara bulan ke-9 dan ke-18. Sistem tingkah laku ini berkembang karena interaksi anak dengan lingkungannya, terutama dengan ibu; berhubung dengan itu menurut Bowlby tingkahlaku lekat tadi terasuk kelompok tingkah laku sosial. Oleh Bowlby maka tingkahlaku lekat sebagai akibat menjadinya aktif suatu sistem tingkah laku control theory of attachment behavior.
Pendapat-pendapat lain mengemukakan bahwa tingkah laku lekat terjadi pada usia sekitar 7 bulan meskipun ada banyak perbedaan individual. Ada penyebaran dari 5 sampai 15 bulan.
Faktor apakah yang menentukan siapa yang akan menjadi objek kelekatan anak? Faktor pengasuhan ternyata bukan merupakan hal yang menentukan; 20% kelekatan pertama ditujukan pad aorang yang sama sekali tidak berurusan dengan pengasuhan anak. Ada dua macam tingkah laku yang menyebabkan seseorang dipilih sebagai objek kelekatan, yaitu :
1. Sering mengadakan reaksi terhadap tingkah laku anak yang dimaksudkan untuk menarik perhatian.
2. Sering membuat interaksi secara spontan dengan anak
Objek lekat tidak mesti hanya satu orang saja 1/3 dari jumlah anak sejak awal mempunyai kelekatan dengan orang yang berbeda-beda dan pada usia 1½ tahun hal itu merupakan keadaan yang biasa.
Biasanya ada hierarki antara orang-orang yang menjadi objek kelekatan. Ibu biasanya mempunyai kedudukan yang paling atas, tetapi pada usia 1½ tahun, 1/3 dari jumlah anak mempunyai orang lain (bukan ibu) sebagai objek lekat yang pertama.
Bila anak ada didekat objek lekat, timbullah keberanian untuk bereksplorasi. Sebaliknya anak mengalami ketakutan bila berpisah dengan objek lekatnya.
Ada dua macam ketakutan pada akhir tahun pertama :
a. Takut terhadap orang asing (bukan ke-8)
Dari penelitian terbukti bahwa anak yang mempunyai banyak interaksi dengan ayah kurang takut terhadap orang asing daripada anak yang hanya mempunyai interaksi dengan ibu saja.
b. Takut untuk berpisah (9-12 bulan)
Ketakutan berpisah timbul pada waktu ditinggalkan oleh objek lekat. Bersamaan dengan itu timbul hambatan dalam tingkah laku normal, misalnya hambatan dalam tingkah laku eksplorasi.
Lebih para adalah keadaan anak yang kehilangan objek lekat untuk waktu yang agak lama dalam tahun-tahun pertama, misalnya karena mondok di rumah sakit. Bowbly mencatat tiga stadium tingkah laku anak dalam situasi semacam itu, yaitu :
a. Fase protes : menangis, agresi, tidak mau makan
b. Fase putus asa : interaksi normal dengan anak-anak dan orang dewasa lain, tetapi acuh terhadap orang tuanya bila ditengok.
c. Pada perpisahan yang lama : menunjukkan tingkah laku tak perduli terhadap kontak dengan orang lain.
Penelitian Adiyanti (1989) di Yogyakarta mengenai kelekatan anak usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun memberikan hasil sebagai berikut :
1. Tahap kelekatan sesuai dengan teori Bowlby (1980) ada dalam tahap 2 sampai dengan 4
2. Tingkah laku lekat sangat bervariasi sesuai dengan perkembangan kognisi, a.l anak yang telah memiliki konsep permanensi objek akan mencari ibu (objek lekat) bila ibu atau objek lekat tidak tampak dalam jangkauan pandangannya.
3. Anak yang egosentrimenya mulai menurun mau mengerti jika ibu minta diri untuk pergi sebentar.
4. Anak yang telah mempunyai kemampuan verbal jika ditinggal ibu bentuk protesnya adalah bertanya dan tidak menangis. Anak yang belum memiliki kemampuan verbal melakukan protesnya dengan menangis.
5. Tingkah laku lekat anak umur 6 bulan berbeda dengan anak umur 12, 10, 24, dan 36.

2.5.1.4. Institusionalisasi
Apakah yang akan terjadi bila anak tidak mempunyai kesempatan untuk mendapatkan kontak yang tetap dengan orang-orang tertentu dan dengan begitu tidak dapat mengembangkan tingkah laku lekat dengan orang lain ? Keadaan ini banyak diutarakan sebagai hasil beberapa penelitian mengenai anak yang hidup dalam yayasan-yayasan institusional berarti memasukkan anak dalam suatu yayasan).
Pada anak-anak tersebut nampak adanya perkembangan yang menyimpang dan tidak normal :
a. Mereka sering menunjukkan tingkah laku stereotip misalnya menumbuk-numbukkan badan pada dinding, pintu atau sesuatu yang lain atau mereka tidur terlentang di lantai, atau menghisap ibu jari.
b. Sering menunjukkan sikap apatis sama sekali.
c. Menunjukkan tingkah laku sosial yang abnormal, misalnya ketakutan yang berlebihan terhadap benda-benda asing atau orang asing, agresi atau kehausan akan perhatian orang dewasa.
d. Kemunduran perkembangan pada umumnya yaitu kemunduran dalam bidang motorik, kognisi dan bahasa.
Juga pada hewan terjadi tingkah laku tersebut diatas, yaitu setelah mengalami isolasi yang lama sesudah dilahirkan tingkah laku tadi disebut “sindrom-deprivasi primat”.
Menurut Bowlby (1951) dan Spitz (1945 : 1946) hanya ad satu sebab bagi tingkah laku menyimpang ini, yaitu “lack of emotional sayang yang sangat dibutuhkan untuk berkembang dengan sehat dan normal. Tetapi disamping oitu terdapatlah kenyataan-kenyataan yang sukar dapat diterangkan, yaitu :
a. Retardasi seringkali sudah timbul sebelum ada hubungan emosional (6-9 bulan)
b. Retardasi juga bisa timbul walaupun anak sudah mempunyai hubungan emosional yang memuaskan.
c. Seringkali juga tidak timbul retardasi meskipun anak mengalami kekurangan kasih sayang.

2.5.1.5. Peranan stimulasi
Telah diselidiki pada sejumlah kera mengenai akibat sesudah mereka dibesarkan dalam keadaan gelap gulita. Sesudah beberapa waktu nampak perkembangan berhenti, bahkan nampak ada degenerasi sel-sel otak pada korteks visual. Sudah barang tentu deprivasi yang begitu ekstrim hampir tidak pernah dijumpai pada manusia meskipun deprivasi yang lebih ringan juga dapat memberikan berbagai akibat yang cukup serius.
Dalam bulan-bulan pertama pada waktu anak kurang memperoleh stimulasi visual, yaitu pada waktu mereka kebanyakan berada dalam posisi tidur, maka posisi tidur, maka perhatian visualnya dapat mengecil. White (1968, 1969) berpendapat bahwa pemberian stimulasi visual dalam ranjang anak dapat sangat mempertinggi perhatian anak terhadap keliling. Meskipun bila stimulus tadi terlalu banyak dapat berakibat sebaliknya, perhatian berkurang dan anak akan menangis.
Tahun pertama disebut “pcriode kesiapan mendengarkan” yaitu anak belajar mendengarkan. Hal ini sangat penting bagi perkembangan bahasa dalam periode tahun pertama, yaitu karena :
a. Kualitas dan kuantitas vokalisasi seorang anak dapat bertambah dengan pemberian reinforsemen verbal.
b. Dalam bagian kedua tahun pertama anak mulai menirukan kata-kata yang didengarnya.
Dalam penelitian Walraven (1973) ternyata bahwa bayi yang sering diajak bicara oleh ibu dengan menyebutkan nama benda-benda yang ada disekelilingnya mendapatkan tingkat perkembangan yang lebih tinggi daripada mereka yang tidak memperoleh perlakuan semacam itu. Tetapi sebaliknya stimulasi auditif yang terlalu banyak juga memberikan akibat yang tidak baik.
Dapat diduga bahwa stimulasi taktil mempunyai pengaruh terhadap cerebelum (susunan otak kecil) yang bersama dengan bagian otak yang lain mempengaruhi tingkah laku sosial-emosional. Selanjutnya kera yang mengalami deprivasi taktil odan bertingkah laku agresif, ternyata mempunyai EEG cerebellum yang abnormal. Sesudah sebagian cerebellum dihilangi secara operatif maka hasil EEG dan tingkah lakunya menjadi normal kembali.
Anak prematur yang lama ada dalam “couveuse” nampak berkembang lebih baik bila sesudahnya itu mereka ditempatkan dalam semacam ranjang bayi yang selalu bergerak. Berhubung dengan itu maka cara sementara orang di Indonesia menidurkan anak dalam selendang yang digantung pada kedua ujungnya hingga dapat bergoyang-goyang pada setiap kali bayi bergerak, mempunyai keuntungan tersendiri bagi perkembangan anak.
Variasi dalam stimulasi sangat penting sehubungan dengan perhatian anak yang makin mengecil bila suatu stimulus yang sama terus menerus diberikan. Hal tersebut dapat terjadi antara umur 3 dan 6 bulan. Anak bosan terhadap stimulus yang terus menerus sama, karena sudah membentuk representasi intem mengenai stimulus tersebut.
Bila anak sudah membentuk representasi intern mengenai S, maka ia akan mempunyai perhatian yang besar terhadap suatu stimulus yang ada persamaannya dengan S, tetapi juga tidak persis sama atau tidak terlalu menyimpang daripada S tadi (lihat gambar 7). Hal inui disebut hipotesis diskrepansi.
Berdasarkan hipotesis diskrepansi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa para pendidik dan orang tua dapat menaikkan kperhatian anak dengan menyajikan stimulus-stimulus oyang baru tetapi juga jangan yang sama sekali baru.
Juga waktu atau saat memberikan stimulasi besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak. Sering dan cepat memberikan respons terhadap tingkah laku anak mempunyai akibat yang bermacam-macam.
Mengadkan respons dan atau reaksi pada saat-saat yang tepat terhadap tingkah laku anak dapat memberikan pengaruh yang penting terhadap rasa diri anak. Karena anak memperoleh respon terhadap tingkah lakunya, ia akan merasa bahwa tingkah laku tadi dapat mengakibatkan sesuatu dalam lingkungan. Ia merasa dapat menjadi sebab sesuatu akibat. Hal ini dapat menimbulkan motif yang dipelajari dan apa yang disebut kontrol lokus yang internal (internal locus of control). Hal ini berarti bahwa anak merasa bahwa dirinyalah yang menguasai reinforsemen, bahwa dialah yang menentukan akibatnya. Sebaliknya adalah bila anak selalu tidak mendapatkan reaksi terhadap tingkah lakunya. Disini anak merasa bahwa tingkah lakunya tidak mempunyai akibat apapun atau pengaruh apapun terhadap lingkungan, bahwa dia tidak kuasa atau pengaruh apapun terhadap lingkungan, bahwa dia tidak kuasa menentukan akibatnya, keadaan diluar dirinyalah yang menentukan. Hal ini dapat menimbulkan apa yang disebut kontrol lokus yang eksternal (external locus of control). Menurut penelitian di Barat maka orang yang memiliki sifat kontrol lokus yang eksternal ini pad umumnya datang dari lingkungan yang kurang dan mempunyai korelasi positif dengan prestasi sekolah yang rendah. Penemuan ini perlu mendapatkan pengujian di Indonesia karena kontrol lokus tersebut sangat berhubungan dengan filsafat hidup dan pandangan suatu kebudayaan.
Sebagai kesimpulan dapat dikatkan bahwa pada umumnya seorang ibu atau pengganti ibu mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan anak karena :
1. Dia dapat menentukan berapa banyaknya stimulasi dan pada saat-saat apa stimulasi diberikan pada anak. Dia memegang kuncinya untuk mengadakan stimulasi bagi perkembangan anak.
2. Orang yang paling awal dan paling banyak mengadakan hubungan dengan anak biasanya juga orang yang dijadikan objek lekat anak. Biasanya orang ini adalah ibunya. Hubungan yang erat dengan anak tadi memberikan pengaruh yang kuat terhadap stimulasi yang diberikan terhadap tingkah laku anak tersebut, lebih kuat daripada bila misalnya stimulasi diberikan oleh orang yang asing bagi anak.

2.5.1.6. Penelitian mengenai stimulasi terhadap perkembangan anak masa awal
Penelitian Riksen-Walraven (1977 : 1978) pada 100 orang anak Belanda berasal dari kelas sosial-ekonomi yang rendah menunjukkan betapa pentingnya stimulasi yang tepat diberuikan selama periode tahun pertama. Dalam penelitian tersebut diadakan stimulasi terhadap 2 aspek perkembangan masa awal.
Aspek pertama yang diteliti adalah motif kompetensi. White (1959) melukiskan motif ini sebagai suatu kecenderungan bawaan ke arah interaksi yang efektif dengan keliling. Pada tahun-tahun pertama maka kecenderungan ini berujud tingkah laku eksplorasi dan manipulasi dengan keliling.
Motif kompetensi yang bersifat bawaan dapat segera diperlemah atau diperkuat oleh orang-orang keliling pada waktu yang awal, yaitu melalui banyak sedikitnya reaksi yang diberikan terhadap tingkah laku anak tadi. Bila sejak dilahirkan anak mendapatkan banyak reaksi terhadap tingkah lakunya, maka anak akan merasa bahwa perbuatannya berhasil karena ia melihat akibat tingkah lakunya itu. Dengan begitu ia makin terdorong untuk berbuat sesuatu lagi dan melihat akibat yang ditimbulkannya. Pengalaman akan adanya hubungan atau kontingensi antara tingkah laku sendiri dengan akihat atau efeknya dalam keliling, sangat penting untuk perkembangan moitif kompetensi anak yaitu karena dengan demikian anak memperoleh rasa berhasil yang mendorongnya lagi untuk dapat menguasai kelilingnya misalnya melalui tingkah laku eksploratif).
Bila anak sering mendapatkan reaksi terhadap tingkah lakunya, maka tidak saja anak tadi terdorong untuk melakukan tingkah laku yang semacam itu lagi, melainkan ia juga lebih dapat menganalisa mengenai tingkah laku mana yang dapat memberikan efek tertentu itu. Proses ini disebut dengan istilah analisis-kontingensi : anak belajar untuk dapat meletakkan hubungan antara tingkah laku dengan akibat yang ditimbulkannya dalam keliling. Banyak sedikitnya reaksi yang diberikan oleh keliling terhadap tingkah laku anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang responsif akan memperlihatkan tingkah laku eksplosif yang tinggi, dan akan mampu untuk mengerti hubungan antara tingkah laku sendiri denan akibat yang ditimbulkannya.
Di samping penelitian terhadap aspek motif kompetensi ini juga dicoba untuk menstimulasi kecepatan habituasi. Seperti yang sudah beberapa kali diterangkan di muka maka habituasi adalah berkurangnya perhatian anak terhadap suatu stimulus yang berkali-kali disajikan. Habituasi berarti pula mendapatkan representasi internal tidak saja mengenai benda-benda, melainkan juga mengenai hubungan, hukum, relasi sosial dan sebagainya. Riksen-walraven berpendapat bahwa kecepatan habituasi itu dapat distimulasi : makin bervariasi stimulus yang ada dalam keliling anka, makin baik anak dapat meresapkan informasi dari luar dan makin cepat habituasinya.
Program stimulasi Riksen-Walraven dimulai pada waktu anak berusia 9 bulan. Anak-anak tersebut diambil dari lingkungan sosial ekonomi yang rendah karena menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Para orang tua dari golongan sosial-ekonomi rendah kurang responsif dan tidak banyak memberikan stimulasi pada anak-anak mereka. Tujuan program stimulasi ini telah menstimulasi tingkah laku eksploratif, analisis kontingensi dan kecepatan habituasi anak dengan menpertinggi responsivitas dan stimulasi orang tua terhadap anak-anak mereka.
Cara kerjanya adalah sebagai berikut :
Pada usia 9 bulan anak diobservasi dua kali 40 menit, sekali pada waktu pagi dan sekali pada waktu sore hari. Observasi dilakukan atas dasar 17 kategori tingkah laku anak seperti ketawa, menangis, melihat dan 16 kategori tingkah laku pengasuh (ibu) seperti celaan verbal, menyebutkan nama benda, menunjuk sesuatu, (lihat Riksen-Walraven, 1977, hal. 87 dan seterusnya).
Atas dasar observasi itu setiap pengasuh memperoleh sekor R (Responsivitas) dan Sekor S (banyaknya stimulasi). Di samping itu ditentukan tingkah laku eksploratif, analisis kontingensi dan kecepatan habituasi anak dalam berbagai cobaan. Sesudah pengukuran pendahuluan ini orang tua menerima beberapa alat permainan dan sebuah buku kerja. Buku terebut berisi bermacam-macam petunjuk dan sugesti untuk bermain dan berinteraksi dengan anak. Sementara orang tua menerima buku yang bersifat menstimulasi responsivitas mereka terhadap anak (buku R) sementara orang tua lagi menerima buku yang menitikberatkan akan pentingnya memberikan stimulasi yang banyak dan bermacam-macam (buku S). Pada usia 12 bulan jadi sesudah periode intervensi 3 bulan setiap anak diobservasi lagi dalam interaksi dengan pengasuh (orang tua) dan tingkah laku anak diukur lagi. Ternyata bahwa pemberian pengaruh terhadap orang tua dan stimulasi perkembangan anak dapat berhasil. Para orang tua yang menerima buku R menjadi lebih responsif terhadap anak-anak mereka daripada kelompok kontrol yang tidak menerima program intervensi, sedangkan anak-anak mereka menunjukkan tingkah laku eksploratif lebih banyak dan analisis kontingensi lebih cepat daripada anak-anak kelompok kontrol. Para orang tua yang menerima program S memberikan lebih banyak stimulasi pada anak daripada kelompok kontrol dan anak-anak mereka mempunyai kecepatan habituasi yang relatif lebih besar.
Penelitian ini dikemukakan agak luas untuk menunjukkan suatu eksperimen-intervensi yang praktik dan berhasil.
Dari analisis teoretis dan empiris ini ternyata bahwa proses perkembangan seperti habituasi, eksplorasi dan kontingensi serta faktor-faktor lingkungan seperti responsivitas dan stimulasi paling tidak merupakan faktor-faktor inti dalam perkembangan manusia. Pelaksanaan program itu menunjukkan adanya kemungkinan untuk menunjukkan adanya kemungkinan untuk membuat perubahan dan kemungkinan untuk menyesuaikan cara mengasuh anak terhadap kebutuhan-kebutuhan yang ada pada anak. Hanya melalui perubahan sikap dapat diharapkan efek yang tahan lama dan dapat diharapkan untuk membuat anak, juga sesudah tahun pertama, tumbuh menjadi individu yang kompeten. Pertanyaan yang timbul di sini adalah ialah apakah di Indonesia sikap orang tua yang berasal dari kelas ekonomi-ekonomi yang rendah juga menunjukkan lebih sedikit responsivitas dan lebih sedikit memberikan stimulasi pada anak-anak mereka. Mengenai hal ini masih menunggu penelitian yang sesuai, namun orang Indonesia (Jawa) membawa anak kemana-mana dalma selendang dan mulai anak bisa mengangkat kepalanya didukung dalam posisi duduk, akan memberikan keuntungan yang besar bagi bertambahnya variasi stimulus yang diterima anak, karena daerah pengamatan anak jauh lebih luas daripada bila ia diletakkan dalam ranjang atau dalam kereta bayi. Hal ini perlu dikemukakan sebentar oleh penulis berhubung cara membawa naak dalam selendang oleh para ibu terutama di kota kurang disukai karena dianggap kurang “modern”. Beruntung sekali bahwa sekarang telah dipopulerkan “baby-keeper” terbuat dari plastik sebagai pengganti selendang.

Perkembangan fisik dan psiko-motorik selama tahun pertama.
Pada wakt dilahirkan mak anak laki-laki pada umumnya lebih panjang dan lebih berat daripada anak wanita. Selama tahun pertama panjang badan bertambah 1/3 bagian dan berat badan menjadi tiga kali berat semula. Proporsi badan berubah dengan cepat terutama pada bagian kedua tahun pertama. Kaki tumbuh dengan sangat cepat mulai 8 minggu, lebih cepat dibanding dengan pertumbuhan kepala. Kepala tumbuh relatif lebih lambat dibanding dengan pertumbuhan badan sebagai keseluruhan. Meskipun begitu besar tengkorak serta bentuk tengkorak berubah dengan jelas. Perbedaan mengenai pertumbuhan fisik anak ini sangat besar pada berbagai macam kultur dan bangsa. Perbandingannya adalah pada waktu dilahirkam maka besar kepala adalah seperempat besar seluruh badan : pada orang dewasa perbandingan kepala terhadap bagian badan yang lain adalah 1/8 (lihat Gambar 8.).
Pada waktu dilahirkan hanya sedikit anak yang sudah tumbuh giginya; juga ada anak yang baru pada usia satu tahun tumbuh giginya. Pada umumnya gigi pertama tumbuh pada usia + 7 bulan, dan pada usia 12 bulan biasanya sudah tumbuh 6 buah gigi.
Pengerasan tulang-tulang mulai periode pra-natal dan berlangsung terus sampai masa remaja. Tulang naak yang masih muda lebih lentur, lebih reaksi dan lebih mudah bengkok daripada tulang orang dewasa. Tetapi karena kelenturan ini tulang anak tidak mudah patah. Terdapat banyak perbedaan perseorangan dan perbedaan kelompok dalam sifat kelenturan tulang itu. Di samping itu terdapat juga perbedaan di antara bagian-bagian badan. Juga terdapat perbedaan antara pria dan wanita dengan wanita dengan wanita lebih unggul daripada pria dalam perkembangan kerangka.
Urat daging pada pada bayi yang baru dilahirkan belum berkembang. Urat daging tumbuh dalam panjang, lebar dan besarnya. Urat daging kepala dan tengkuk berkembang lebih cepat daripda urat daging pada anggota-anggota badan. Anak laki-laki mempunyai proporsi jaringan urat daring leih besar daripada anak perempuan. Anak wanita berkembang lebih cepat daripada anak laki-laki, mereka mempunyai banyak lemak dan lebih sedikit air. Anak wanita pada umumnya lebih ringan berat badannya dan lebih pendek daripada anak laki-laki. Disamping itu juga tidak terdapat banyak variasi dalam perkembangan badan anak wanita.
Anak yang baru dilahirkan mempunyai sejumlah refleks. Mereka merupakan dasar bagi bayi untuk mengadakan reaksi dan tindakan yang aktif. Beberapa dari refleks ini akan menghilang dalam waktu tertentu dan disebut refleks anak menusu atau refleks bayi. Ada yang tidak menghilang dan disebut refleks permanen. Termasuk yang terakhir ini adalah reflek urat Achiiles (kontraksi urat-urat daging kempol bila urat Achiiles dipukul), refleks urat lutut atau refleks pattellair (kontraksi urat-urat daging pada kaki atas bila ada pukulan pada urat di bawah lutut) dan refleks pupil (mengecilnya pupil bila ada sinar masuk dan pada akomodasi). Termasuk refleks anak menusu atau refleks sementara adalah :
a. Refleks moro : dalam gerak refleks ini akan mengembangkan tangan ke samping lebar-lebar, melebarkan jari-jari laku mengembangkan tangannya dengan tarikan cepat seakan-akan ingin memeluk seseorang (dari itu refleks ini juga disebut refleks “peluk”). Refleks ini dapat ditimbulkan dengan memukul bantal di kedua samping kepala anak atau dengan menepuk-nepuk tangan, artinya refleks ini timbul karena anak terkejut. Biasanya akan mulai menghilang sekitar 4 bulan dan sesudah 6 bulan hanya dapat ditimbulkan dengan susah payah.
b. Refleks mencium-cium atau “rooting-reflex” : refleks ini ditimbulkan oleh stimulasi taktil pada pipi atau daerah mulut. Anak mereaksi dengan memutar-mutar kepalanya seakan-akan mencari putting susu.
c. Refleks hisap : refleks mencium-cium dan refleks hisap biasanya timbul bersama-sama dengan merangsang pipi. Refleks-reflek ini mempunyai fungsi eksploratif yang menenangkan. Merupakan hal yang terkenal bahwa bayi pada bulan-bulan pertama ingin menyelidiki keliling melalui daerah mulut, dari itu kedua refleks ini juga disebut refleks oral. Kedua refleks menghilang sekitar 6 bulan.
d. Refleks genggam atau refleks Darwin : bila kita membuat rangsang dengan menggoreskan jari melalui bagian dalam lengan anak ke arah tangan, tangan akan membuka bila rangsang hampir sampai pada telapak tangan. Bila jari diletakkan pada telapak tangan, anak akan menutup telapak tangannya tadi.
e. Refleks Babinski : adalah semacam refleks genggam kaki. Bila ada rangang pada telapak kaki, ibu jari akan bergerak ke atas dan jari-jari lain membuka. Kedua refleks ini akan menghilang pada sekitar 6 bulan.

Mengenai keadaan panca indera dapat dikatakan sebagai berikut :
Pencium/pembau, ada tanda-tanda bahwa indera pencium pada mulanya belum berkembang meksipun belum banyak penelitian mengenai hal ini. Bayi akan nampak memalingkan kepala bila ada bau yang tidak enak.
Pengecap, anak yang baru dilahirkan sudah bereaksi dengan menyengirkan mukanya bila mengecap sesuatu yang tidak enak. Sekitar bulan kedua dan ketiga mulailah perkembangan indera pengecap.
Indera kulit, pada bulan terakhir periode fetal sudah mulai ada rasa tekanan dan rasa sakit, meskipun masih global dan belum jelas. Bila bayi yang tidur dipegang, denyut jantungnya akan bertambah cepat. Bila ia dipegang pada waktu bangun, denyut jantungnya menjadi lambat.
Rasa suhu, anak yang baru dilahirkan mempunyai jenjang rasa suhu yang lebar, dari jauh di atas sampai dengan jauh di bawah suhu badan.
Penglihatan, anak sudah dapat melihat terang, gelap dan warna. Bayi mengadakan reaksi terhadap perbedaan intensitas stimulus-stimulus visual melalui refleks biji mata. Anak bayi dapat mengikuti gerakan-gerakan sesuatu dengan matanya. Mereka dapat mengadakan konvergensi dan fiksasi binokuer. Sekitar 2 bulan anak baru dapat mengadakan akomodasi.
Mengenai kompleksitas pengamatan-pengamatan visual masih ada pendapat yang berbeda-beda. Yang jelas yaitu bahwa perhatian anak tertuju pada stimulus yang kompleks. Hanya belum dapat dibuktikan apakah anak akan makin tertarik pada stimulus-stimulus yang semakin kompleks. Di muka dapat dibuktikan bahwa stimuulus yang mirip tetapi tegak menyimpang dari skemata (representasi internal) yang ada, akan memikat perhatian. Perhatian hilang bila stimulus yangbaru itu identik sama sekali, atau sama sekali tidak ada persamaannya dengan skemata yang lama;
Anak juga sudah bisa melihat dalam, tetapi belum dapat dibuktikan apakah kemampuan ini merupakan suatu kemampuan bawaan ataukah hasil pengaruh belajar (lihat Gambar 9. “Jurang Visual”).
Pendengaran : anak yang baru dilahirkan sudah dapat mendengar, ia mengadakan reaksi terhadap stimulus auditif. Di sini nampak adanya perbedaan-perbedaan perseorangan. Sementara anak sudah mengadakan reaksi pendengaran segera sesudah dilahirkan, sementara anak yang lain membutuhkan waktu yang agak lama. Wertheimer (1961) dapat membuktikan bahwa bayi 10 menit sesudah dilahirkan dapat memalingkan pandangan ke arah suatu stimulus suara. Hal ini disebut reaksi orientasi dan membuktikan bahwa suatu koordinasi motoris antara penglihatan dan pendengaran dapat terjadi tanpa melalui proses belajar lebih dahulu. Bila perhatian visual ditimbulkan oleh gerakan dan kontur, maka perhatian auditif dapat timbul karena irama dan lama waktu berlangsungnya suara.
Keterangan tersebut di atas menunjukkan bahwa sementara alat indera anak pada waktu anak dilahirkan atau segera sesudahnya sudah dapat berfungsi dengan baik. Misalnya indera mata dan telinga. Mungkin pad setengah abad yang lalu atau sesudahnya orang-orang kita di Indonesia masih banyak melihat bayi dilahirkan dengan mata tertutup dan baru setelah beberapa hari mulai terbuka. Kenyataan itu menimbulkan kesan dan anggapan bahwa bayi yang baru dilahirkan masih belum dapat melihat apa-apa bahkan mungkin juga belum dapat mendengar sama sekali. Namun kemudian bayi di Indonesia juga dilahirkan dengan mata terbuka sesuai dengan hasil penelitian yang telah disebutkan di atas. Apakah hal itu erat hubungannya dengan pengertian faktor gizi yang bertambah baik atau faktor pemeliharaan kesehatan sebelum dilahirkan yang bertambah baik, juga masih menunggu suatu penelitian tersendiri.
Pola tingkah laku motorik pada anak makin lama makin bertambah baik koordinasinya, makin cermat dan makin cepat (lihat Gambar 10).
Kinestasi : anak yang baru dilahirkan juga sudah mempunyai aktivitas kinestetis, yaitu sudah mempunyai penghayatan gerakan aktif, sudah dapat merasakan gerakan-gerakannya. Dalam perasaan kinestetis
Gambar 10. Tingkah laku motorik di bawah ini dapat dilakukan 25%, 50% , 75% dan 90% oleh kelompok sample yang diselidiki Cools dan Hermans (1977) di Neeri Belanda (umur di tulis dalam bulan). (Masih harus dipertanyakan umur rata-rata anak Indonesia dalam melakukan tingkah laku motorik tersebut.
25% 50% 75% 90%
Dapat mengangkat kepalanya 45o sampai berbaring tengkurap 0.5 1.0 1.7 25


Duduk dengan dibantu, kepala diam 0,6 1,2 2,0 3,2



Perut dada ke atas 1,4 2,2 3,3 4,8


Duduk tanpa dibantu 6,5 7,6 8,8 10,2


Berdiri dengan sandaran 7,7 9,0 10,6 12,25


Menarik diri untuk berdiri semacam bentuk merangkak 7,6


9,2 11,0 13,0

Berjalan dengan dibantu

9,0 10,4 11,9 13,6



Berdiri lepas dengan tegap 11,2


12,8 14,5 16,2
Berjalan baik 12,4 13,8 15,4 16,9



Menyepak bola ke muka 14,0 15,8 18,6 24,7




Termasuk perasaan posisi tubuh, anggota badan, urat-urat daging, keseimbangan, gerakan memutar. Termasuk juga dalam golongan ini pengamatan tingkah laku sendiri. Juga sebelum dilahirkan, fetus dapat merasakan kinestesi meskipun masih sangat terbatas.
Duduk : rata-rata pada usia 2-3 bulan anak dapat duduk dengan bantuan, pada usia 7 bulan anak dapat duduk tanpa bantuan orang lain.
Merangkak : walau ada perbedaan-perbedaan perorangan yang besar, dapat dilihat adanya 3 tingkatan dalam gerakan merangkak. Tingkatan pertama adalah pada usia + 8 bulan, di sini lutut ditarik ke mulai melalui badan. Sekitar 34 minggu anak dapat bergerak maju dengan menarik dirinya di atas lantai. Perut masih belum diangkat dan anak maju dengan bantuan gerakan tangan dan kaki. Kepala berpaling ke arah bagian tangan dan kaki yang ditekuk. Cara merangkak semacam ini disebut homolateral, yaitu anak merangkak dengan sisi yang satu dulu kemudian dengan sisi yang lain. Baru sekitar 40 minggu akan merangkak dengan tangan dan lutut dan sekitar 45 minggu dengan tangan dan kaki. Sekarang anak bisa diesbut bilateral, yaitu ia mampu untuk menggerakkan kedua sisi basan secara serasi.
Berdiri dan berjalan : kebanyakan anak sudah dapat berdiri beberapa minggu pertama sebelum me reka dapat berjalan. Biasanya anak dapat berjalan pada usia kurang lebih satu tahun meskipun ada banyak variasinya antara 9-15 bulan.
Untuk menjaga keseimbangannya, anak mengangkat kedua lengan ke sisi atau ke atas. Dengan pertolongan perubahan-perubahan dalam proporsi badan serta perkembangan dalam sistem neuro muskuler anak mampu untuk berjalan dengan cara yang normal.
Cools dan Hermans (1977:1979) telah membuat norma-norma mengenai suatu tes yang dipakai di Belanda, yaitu Denver Ontwikkeling Screening tes (DOS). Tes ini dimaksudkan untuk menemukan secara dini permasalahan yang ada dalam perkembangan anak. Pembuatan norma-norma ini dilakukan dengan melibatkan 1260 anak (628 anak pria dan 632 anak wanita) berumur 1 tahun sampai 6 ½ tahun (rentang usia dalam hari yaitu 16-2340 hari). DOS mempunyai 105 kategori perilaku konkrit, yaitu 20 bentuk perilaku sosial seperti “glindingan bola itu kembali”, “mengenakan pakian di bawah pengawasan”, 30 bentuk perilaku adaptasi seperti “memegang krintingan”, “menirukan membuat jembatan”, 24 bentuk perilaku bahasa seperti “mengkombinasikan dua kata”, “mengerti pengertian dingin, lelah, lapar”, dan 30 bentuk perilaku motoris (gambar 10 sebagian besar diambil dari DOS). Dari DOS juga bisa diperoleh data-data longitudinal (Hermanss & Cooks, 1978).
Norma DOS untuk Belanda dinyatakan dalam presentase (nilai P) dengan batas Bawah dan batas Atas. Dengan demikian maka P90 pada kategori perilaku “dapat berdiri sendiri” dengan B15.6. dan A 16.9 berarti bahwa 90% dari kelompok anak usia 15.6 bulan, sampai 16.9 bulan dapat melakukan perilaku motoris ini “gambar 10) (lihat Cools & Hermanns, 1977. hal. 236/237).
Memegang/meraih : antara minggu ke 16 dan ke 52 anak dapat memegang suatu dengan baik (lihat gambar 10). Sekitar usia 5 bulan anak dapat memandang benda sesuatu tetapi ia tidak akan memegangnya. Anak usia 2 ½ bulan akan memukulnya dan sekitar usia 4 bulan ia mencoba untuk menyentuhnya. Baru pada usia 5 bulan ia mencoba untuk memegang/meraihnya. Kemampuan ini tergantung baik pada pemasakan fungsi-fungsi anak dari dalam maupun dari pengaruh-pengaruh keliling.
Bahasa : dasar psiko-motoik tingkah laku bahasa ada pada tahun pertama. Mulai kurang lebih 6 anak mulai meraba (mengoceh). Meraba ini dapat dipandang sebagai permulaan bahasa dan pada sekitar tahun pertama anak mulai mengucapkan kata-kata pertama. Pada bagian kedua tahun pertama anak sudah bisa mengadakan semacam dialog dengan dirinya sendiri. Dalam hubungan ini penting bagaimana orang-orang disekeliling anak mengadakan reaksi terhadap pernyataan perasaan anak ini. Hal ini sangat penting bagi perkembangan vokalisasi dan sosialisasi anak.

Gambar 11. Perkembangan tingkah laku motorik : mraih

+ 16 minggu Belum ada kontak sesungguhnya dengan obyek. Anak melihat tetapi belum akan memegangnya
+ 20 minggu Memegang secara visual terarah. Anak dapat menyentuh bendanya, mencoba memegangnya, tetapi belum dapat menggenggamnya dengan baik.
+ 28 minggu Telapak tangan ikut memegang peranan.


+ 36 minggu Jari telunjuk memegang peranan.

+ 52 minggu Koordinasi antara ibu jari dan jari telunjuk. Juga jari-jari yang lain dipakai secara efektif.

Pengenalan awal anak-anak resiko
Segera sesudah anak dilahirkan dan sekali lagi 5 menit sesudahnya kebanyakan anak dites dengan apa yang disebut tes APGAR. Tersebut dibuat oleh Virginia APGAR dalam tahun 1953 untuk menentukan bayi mana yang perlu memperoleh perhatian medis yang khusus. Tes tersebut terdiri dari observasi sederhana yang dilakukan oleh dokter yang menolong mengenai fungsi-fungsi vital anak : denyut jantung, pernafasan, ketegangan urat daging, refleks dan warna kulit. Pada tiap dimensi tadi anak mendapatkan sekor 0 atau 1 atau 2. Kelima sekor dijumlah dan merupakan sekor APGAR anak.
Anak dengan sekor APGAR 10 ada dalam keadaan sehat fisik yang bagus. Bayi dengan sekor 8 dan 9 mempunyai kondisi badan yang baik. Mereka yang mempunyai sekor 5 dan 7 dapat mempunyai masalah-masalah medis yang membutuhkan perhatian. Sekor 4 atau di bawahnya mempunyai kemungkinan hidup yang kecil dan membutuhkan perhatian medis dengan segera.
Semula tes APGAR digunakan untuk mengerti indeks kasar untuk menentukan keadaanf isik anak pada waktu dilahirkan. Sesudahnya itu hasil tes APGAR ini juga digunakan untuk meramalkan tingkah laku anak jangka panjang, begitu juga perkembangan dan inteligensinya. Hal ini terutama karena ada dugaan bahwa anak terbelakang mental akan mempunyai sekor APGAR yang lebih rendah pada waktu dilahirkan. Sementara peneliti menemukan korelasi yang signifikan antara sekor APGAR dan tingkat inteligensi kemudian.
Penelitian harus menimbulkan dugaan bahwa ada beberapa variabel lain yang ikut mempengaruhi korelasi ini. Variabel yang mempengaruhi inteligensi anak pada waktu yang awal ikut mempengaruhi kesukaran kelahiran, jadi mempengaruhi sekor APGAR. Suatu penelitian baru pada 26.000 anak dari 12 kota pusat medik di Amerika Serikat menunjukkan bahwa bila pengaruh kelas sosial-ekonomi, bangsa atau sekse dihilangi, maka baik sekor APGAR anak normal maupun anak yang menyimpang tidak mempunyai korelasi yang signifikan dengan sekor intelegensi anak-anak tersebut pada umur pra-sekolah. Jadi kecuali bila sekor APGAR itu sangat rendah maka kita tidak perlu terlalu khawatir mengenai kesehatan psikis dan perkembangan selanjutnya (lihat Holm & Morrison, 1979).
Juga pada penerimaan apa yang disebut anak-anak resiko (high risk infants) maka tes APGAR dapat memberikan bantuan yang berharga. Telah diadakan penelitian perbandingan mengenai sejarah hidup 125 mati dalam ranjang dengan lebih dari 50.000 bayi yang tahan hidup; kelompok yang pertama jelas menunjukkan sekor APGAR yang lebih rendah.
Di Belanda misalnya setiap tahuna da kurang lebih 200 bayi yang mati mendadak dan tanpa ada tanda-tanda sakit. Hal ini kebanyakan terjadi di antara bulan ke 2 dan ke 4. Kematian ini yang disebut “wiegedood” atau “Suddent Infant Death Syndrom”, menurut beberapa penelitian dapat dicegah oleh pemeliharaan yang wal dan tepat. Anak-anak resiko ini membutuhkan stimulasi dan pengaktivan terarah terutama dalam bulan-bulan pertama. Pada waktu kelahiran ada beberapa tingkah laku refleks dan spontan yang perlu bagi anak untuk dapat hidup. Dengan myelinisasi serta perkembangan fungsi-fungsi otak yang lebih tinggi maka tingkah laku yang dipelajari. Hal ini mempunyai puncaknya pada bulan ke 2 dan ke 4. Selama periode perkembangan neural yang cepat ini nampaknya anak masih harus mempelajari beberapa pola tingkah laku, antara lain bernafas spontan. Dengan lain perkataan pernafasan dan pola-pola tingkah laku yang lain makin ditentukan oleh tingkah laku belajar. Anak-anak resiko (anak prematur, kelahiran dengan komplikasi-komplikasi hingga menyebabkan cacat-cacat ringan pada otak) membutuhkan stimulasi dan pengaktivan tambahan untuk dapat tahan hidup. Dalam tulisan Lipsitt (1979) ditunjukkan bahwa penyebab wiegedood juga dapat diterangkan secara psikologis yaitu disebabkan oleh atau merupakan akibat dari tidak adanya pengalaman belajar pada perpindahan dari tingkah laku spontan ke tingkah laku yang disengaja. Hal ini berarti bahwa pemeliharaan bayi terutama pada anak-anak resiko harus berorientasi medis dan psikologis.

Depresi Post-Partum
Akhir-akhir ini ada perhatian yang meningkat akan suatu gejala yang dikenal sebagai depresi post-partum, yaitu problema psikis sesudah melahirkan seperti labilitas efek, kecemasan, dan depresi pada ibu yang dapat berlangsung berbulan-bulan. Dalam tulisan-tulisan yang baru diadakan beberapa diferensiasi pada permasalahan post-partum yang bersifat depresif. Dibuatlah suatu kontinum permasalahan yang bergerak dari “menangis sehari-harian” sampai gejala psikosa. Depresi post-partum ada di antara dua gejala ini (Dirksen, 1985) (Post Partum atau post-natal = sesudah melahirkan; psikosa = pecahnya pribadi hingga hubungan dengan dunia luar rusak. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor endogen maupun faktor eksogen). Keadaan depresi semacam itu menyebabkan ibu tidak bisa berfungsi baik sebagai anak yang sehat. Dalam penelitian Dikresen (1985) dan De Jonge Adriaanseen (1985) dibicarakan lebih lanjut mengenai hal ini.
Di Nederland kurang lebih 1 dari 10 wanita mengalami depresi post-partum hingga mengganggu fungsi mereka sebagai isteri dan ibu. Meskipun perkiraan frekuensi depresi post-partum tadi di Nederland berkisar 2% sampai 10%, namun dalam pembandingan data dengan Inggris dan Amerika diketemukan adanya hubungan antara intervensi medis pada waktu melahirkan dengan depresi post-partum.
Tabel berikut ini memberikan gambaran mengenai intervensi medis pada kelahiran (lihat De Jonge-Adriaanssen, hal.9).

Tabel 3. Persentase intervensi medis pada kelahiran di Nederland (De Haan dan Van Impe, 1983) Inggris (Oakley, 1980) dan Amerika (Entwisle dan Doering, 1981).

Nederland Inggris Amerika
Bedah Caesar
Tang
Vakuum
Episotomi
Tusuk punggung
Stimulasi buatan
Tidak ada intervensi dengan alat
Tanpa pencegah sakit
Sadar penuh 5
3
6
43
1,4
16
83
86
+ 90 -
48
4
98
79
21
-
1
- 16,7
56,7
0
78,3
Biasa dilakukan
13
26,7
7
32

Kurang lebih seperempat jumlah ibu yang diteliti di Inggris dan Amerika menderita depresi dalam jangka waktu lama. Termasuk kelompok resiko tinggi jug para ibu yang mengalmai persalinan dengan pembedahan. Di Amerika serikat terdapat 35% dari kelompok tersebut yang mengalami depresi berat. Dalam penelitian banding De Jonge-Adriaansen (1985) menyimpulkan bahwa intervensi teknologi-medis yang berlebihan sering menjadikan penyebab timbulnya depresi dan rasa tak berdaya. Sehubungan dengan itulah maka penting kiranya untuk mengusahakan agar proses persalinan dapat berlangsung sewajarnya untuk menjaga stabilitas psikis ibu. Ibu yang secara psikis stabil sangat besar artinya bagi perkembangan anak yang sehat.

Ibu dan anak : persyaratan yang penting untuk perkembangan yang sehat?
Dalam buku “Maternal Depriviation” Rutter (1972) mengemukakan bahwa Bowlby dalam laporannya pada WHO (Who Health Organization) pada tahun 1951 mengajukan dua macam kesimpulan yang penting, yaitu :
1. Bahwa perawatan anak yang ada di yayasan sangat tidak baik, yaitu bahwa mereka dipandang sebagai makluk biologis daripada sebagai makhluk psikologis dan sosial yang berperasaan.
2. Bahwa kasih sayang ibu sangat penting bagi perkembangan psikis anak yang sehat : sama pentingnya sepertih halnya vitamin dan protein bagi perkembangan biologis.
Kesimpulan Bowlby yang pertama membawa perubahan yang penting dalam sistem perawatan pada yayasan-yayasan bagi anak-anak cacat. Kesimpulan yang kedua menjadi suatu kenyataan dan merupakan persyaratan yang mutlak.
Dalam bukunya, Rutter mencoba untuk menunjukkan atas dasar bukti-bukti yang cukup banyak, bahwa kasih sayang ibulah merupakan satu syarat yang tidak bisa tiada untuk menjamin suatu perkembangan psikis anak yang sehat. Namun Rutter menambahkan bahwa pemberian kasih sayang ini tidak harus berasal dari seorang ibu biologis, melainkan dapat pula dari orang-orang lain, misalnya dari ayah, nenek, kakak atau orang asing pengganti ibu. Yang penting di sini ialah bahwa anak dapat mengembangkan tingkah laku lekat pada seseorang tertentu. Inilah yang penting. Bukan ibu biologis yang penting, melainkan seseorang tertentu yang dapat dikenakan tingkah laku lekat oleh anak yang menerima anak, yang memenuhi kebutuhan anak untuk melekatkan diri pada seseorang tertentu (lihat juga Paopuse & Papousek, 1978).
Suatu masalah yang lain lagi adalah mengenai pemberian ASI (Air Susu Ibu) dan susu kaleng. Air susu ibu mempunyai keunggulan terhadap susu kaleng dalma pemberian kekebalan anak terhadap penyakit. ASI dari seorang ibu lain yang diberikan dengan botol tetap mempunyak keunggulan ini. Ditinjau dari perkembangan psikis yang sehat, maka bukan air sususnya yang penting, misalnya apakah dari ibu atau dari kaleng, melainkan sikap si sibu atau si pengasuh itulah yang penting. Seorang ibu yang memberikan Asi dapat mempunyai sikap menolak terhadap anaknya, sebaliknya seorang ibu atau pengasuh yang memberi susu kaleng dapat merawat dan bersikap penuh kasih sayang terhadap anak. Sikap terhadap anak inilah yang sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan psikis seorang anak.
Perkembangan psikis seseorang, dilihat dari integrasi proses-proses sosialisasi, bukanlah suatu perkembangan yang hanya ditentukan oleh hukum-hukum dari dalam diri orang saja. Juga perkembangan dalam tahun pertama sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar diri anak tersebut. Yang penting adalah untuk memandang anak dari awal-mula sebagai pasangan interaksi yang serious yang secara aktif ikut memberikan bentuk pada perkembangannya. Anak mempunyai sifat ingin bersatu dengan lingkungan sosial maka lingkungan sosial harus dapat memberikan kesempatan pada anak untuk memenuh dorongan sosial itu.
Bila anak mendapatkan stimulasi, bila ia diterima, bila ia memperoleh kehangatan, maka hal-hal ini akan berpengaruh sangat positif bagi perkembangan yang sehat. Anak mulai mengadakan emansipasi, anak akan menemukan dan mengembangkan kemampuannya dalam batas-batas yang diberikan oleh keluarga. Anak akan makin lama makin menemukan dirinya atas dasar proses emansipasi. Hal ini makin dapat terlaksana bila padanya mulai berkembang kontrol lokus yang internal, artinya bila ia makin mengerti bahwa tingkah laku dan perbuatannya memberikan akibat dalam keliling.






 Rangkuman
Mulai konsepsi sampai kelahiran, yaitu pada masa pranatal, anak sudah mengalami pengaruh dari luar. Keadaan fisik dan psikis ibu yang baik dan seimbang adalah persyaratan mutlak bagi perkembangan pranatal anak yang sehat. Meskipun sampat saat ini belum bisa ditentukan seberapa jauh faktor luar tadi memberikan pengaruh positif maupun negatif pada janin dalam kandungan tersebut.
Sejak dilahirkan seorang anak bukan hanya merupakan makhluk yagn reaktif saja, melainkan juga suatu pasangan yang aktif yang memberikan pengaruh kepada lingkungan dan dengan demikian juga memberikan pengaruh terhadap dirinya sendiri. Karena arah perhatian sosial serta meningkatnya kemungkinan motoris dan kognitif bertambahlah lingkup aktivitas bayi dengan cepat. Tingkah laku lekat, kelekatan dengan ibu (atau denan objek yang lain), merupakan ciri kas perkembangan anak pada tahun pertama.
Kehangatan serta rasa aman merupakan dasar berkembangnya hubungan emosional yang baik antara ibu dan anak. Hubungan penuh stimulasi dan perhatian sangat dibutuhkan bagi perkembangan anak yang sehat. Hal inilah yang sering tidak dialami oleh anak-anak dalam yayasan.
Sudah sejak lahir sekor APGAR dapat memberikan kesan keseluruhan mengenai tingkat perkembangan anak yang baru dilahirkan bagi pemeliharaan lebih lanjut anak-anak resiko maka sekor APGAR ini sangat penting. Denver Ontwikkeling Screeningtesi (DOS) merupakan alat observasi yang baik untuk menentukan tingkat-tingkat perkembangan anak masa dini.



Dan didalam buku psikologi perkembangan karangan Prof. Drs. Agoes Soejanto bahwa perkembangan embrio disini dikatakan bahwa :
4. Masa Pranatal
Sebenarnya pada masa ini belum banyak yang dapat diketahui tentang kehidupan jiwa embrio, tetapi oleh karena ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh para calon, orang tua anak, maka kan dibicarakan serba sedikit tentang masa ini, antara lain ialah :
d. Faktor- faktor apa yang mempengaruhi perkembangan embrio dalam kandungan antara lain
• Faktor keturunan
• Faktor kemasakan, dan
• Faktor penyesuaian diri,
a.1 ) Embrio, yang berkembang didalam kandungan ibu, ditentukan oleh sel-sel telur dari pihak ibu dan sel-sel telur dari pihak ayah. Sejak pertemuan antara keduanya itu mulailah
terjadi kehidupan.
a.2 ) Menjadi masaknya embrio, mempengaruhi kehidupan jiwa embrio itu sendiri. Misalnya anak yang lahir pada umur tujuh bulan, tampak lebih tidak berdaya dibandingkan dengan anak yang lahir pada umur 9 bulan.
a.3 ) Perkembangan embrio dalam kandungan dipengaruhi oleh lingkungannya

e. Faktor apa yang dapat menimbulkan gangguan fisis pada embrio
Tentang hal yang ini dapat dibedakan atas tiga kelompok ialah :
 Yang kurang berbahaya, misalnya alkohol dan nikotin,
 Yang sedikit berbahaya, misalnya kehidupan emosi si ibu.
 Yang sangat berbahaya, misalnya kelaparan, kurang vitamin.

f. Tentang hal gerakan-gerakan anak dalam kandungan.
Dari penelitian itu disimpulkan bahwa gerakan embrio dalam kandungan ada hubungannya dengan kelancaran kemajuan motoris bagi anak sesudah dilahirkan.
5. Masa orok
b. Hal –hal yang menarik perhatian
Yang sangat menarik perhatian para penyelidik pada saat anak baru lahir, ialah tentang tangis bayi, sehingga hal ini menimbulkan beberapa pendapat yang antara satu dengan yang lain berbeda- beda, tangis si bayi itu disebabkan oleh karena pada saat itu terjadi perpindahan dan kehidupan yang tidak disadari.
Hal kedua yang menarik perhatian tentang si bayi ialah tentang ketidak berdayaan si bayi mengundang banyaknya si penolong, dan ini memungkinkan sianak dapat berkembang lebih sempurna dari pada anak.
Hal yang ketiga yang menarik perhatian adalah tentang tidur si bayi, didalam 24 jam lamanya hanyalah untuk tidur-tidur ayam, untuk menyusu, untuk gerakan-gerakan spontan dan lain-lain. Hal ini berlangsung 2 minggu lamanya.
Sampai dengan umur 6 bulan, pada saat-saat tidak tidur ia mulai mengelurkan suara- suara, ia mulai tertarik pada benda –benda lain, sebagai alat alat permainannya dan semua yang dapat digapainnya dicobanya dimasukkan dimulut.
6. Kehidupan fisis si Bayi
e. Detak jantung
Tentang detak jantung dikatakan bahwa waktu lima bulan sebelum kelahirannya, jantung sibayi sudah berdetak sebanyak 150 kali / menit. Pada waktu lahir menurun tinggal 130 kali / menit, demikian terus menerus sehingga pada waktu berumur 2 tahun tinggal 80/ menit.
f. Tentang pernapasan si bayi.
Pada waktu dalam kandungan tentu tidak mungkin sibayi bernapas dengan paru-paru tetapi telah menggerakan badannya.
g. Tentang makan dan minum
h. Tentang pembuangan kotoran.

Di dalam buku psikologi perkembangan yang ini dikatakan bahwa perkembangan anak dalam tahun pertama dibagi dalam :
A. Kecakapan- kecakapn instingtif
Yaitu kecakapan instingtif yang matang atas pengaruh dari dalam pada triwulan pertama.
B. Kecakapan anak pada tahun pertama
 Pergaulan anak dengan benda
• Meandang termangu- mangu kepintu dan jendela.
• Kepala dan tangannya akan terbuka bila di sentuh.
• Dapat menggenggam bila diberi sesuatu
• Dapat mencoba membuka kotak.
• Dapat melempar atau menggulingkan bola
 Penguasaan Badan
• Mengamati mainannya,
• Dapat meluruskan dan memalingkan kepalanya walaupun agak susah,
• Menarik-narik pakaiaannya atau selimut,
• Memperhatikan sesuatu sejurus dengan dan mengamati mainan yang dipegannya,
• Memutar badan dari sikap meniarap kesikap menelentang,
• Dapat duduk tanpa pertolongan dan mulai merangkak,
• Dapat menggulingkan badannya sehingga berbaring pada perutnya.

 Penguasaan anak dengan Manusia.
• Dapat tersenyum, memandang orang,
• Dapat tertawa dengan berbunyi,
• Menangis atau menunjukkan perasaan tidak enak bila diputuskan hubungannya,
• Dapat mereaksi belaian terhadap wajah yang ramah atau yang marah
• Mulai aktif mencari hubungan dengan mengeluarkan bermacam-macam bunyi,
• Dapat bermain sembunyi muka,
• Dapat mengatakan mama dan .
• Mulai mencoba menarik perhatian
C. Cara anak belajar
Yaitu anak kecil belajar dengan mencapai tujuannya yang terlihat didalam aktivitas yang anak lakukan. Artinya dengan aktivitas belajar yang khusus si anak merasakan kegembiraan, kegembiraan itulah tujuan yang akan dicapai oleh sianak. Karena itu menangislah si anak yang tidak mendapatkan kesempatan untuk melakukan aktivitas yang diinginkan.
loading...
Previous
Next Post »
0 Komentar

Yang sudah kunjung kemari, jangan lupa bagikan ke teman ya

https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929