loading...

PEMBINAAN AKHLAK PADA ANAK BALITA

January 29, 2013
loading...
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Akhlak adalah sifat-sifat manusia yang dibawa sejak lahir, di pengaruhi lingkungan dan pendidikan. Dalam kata lain akhlak adalah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik disebut akhlak yang mulia atau perbuatan buruk yang disebut akhlak yang tercela sesuai dengan pembinaannya.

Untuk membina akhlak yang baik tidaklah semuda membalikkan telapak tangan hal itu membutuhkan waktu dan energi yang banyak. Oleh sebab itu untuk menjadikan seseorang menjadi baik tentunya mempunyai latar belakang yang baik pula, dalam arti kata membina akhlak sejak dini. Banyak kita jumpai seseorang ilmunya selangit tapi sayangnya akhlaknya tidak ada, apa yang terjadi, apa yang ia perbuat atas semaunya karena semua yang di pandangnya baik tentu itulah yang baik baginya, baik kata kita belum tentu baik dalam penilaian orang. Kita melihat pembinaan akhlak dalam hidup dan kehidupan manusia sangat berarti, tanpa akhlak orang tidak bisa dikatakan orang yang mempunyai ilmu yang tinggi. Tapi sebaliknya orang yang ilmunya pas-pasan, apabila akhlaknya baik, maka orang menilai itulah orang yang berilmu.

Dizaman yang serba canggih ini atau disebut orang zaman modern kita banyak melihat disana-sini baik melalui media elektronik seperti TV, radio, internet dan melalui media cetak, koran, majalah atau selebaran-selebaran yang mengangkat masalah-masalah pemerkosaan, baik yang dilakukan orang lain. Apalagi yang lebih sadisnya orang tuanya sendiri yang memperkosa anak kandungnya dan lagi kita melihat di kota-kota besar di Indonesia banyak kalangan remaja atau anak sekolah yang tawuran, itu semua telah memperlihatkan kepada kita begitu kurangnya akhlak yang di milikinya, sehingga ia berbuat semaunya sendiri, hal ini tiada lain kurangnya perhatian orang tuanya karena orang tua selalu sibuk dengan aktifitas sehari-hari meras keringat banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehingga anak-anaknya tidak sempat dikontrol, apa yang terjadi, anak berbuat semaunya.

Melihat kejadian-kejadian yang semacam tersebut diatas dimana titik temunya atau solusinya mengungkapkan kasus-kasus semacam itu, dimana awal dan akhirnya kita jumpai, tidak lain kurangnya pembinaan akhlak pada anak sejak usia dini atau balita yang dilakukan orang tua terhadap anaknya. Orang tua tidak menyadari betapa pentingnya pembinaan akhlak pada anak usia balita, karena anak dalam usia ini banyak bergaul dalam keluarganya saja, maka orang tua harus dapat membina atau memberi teladan yang baik kepada anak agar dapat ditiru oleh anak-anaknya. Dengan demikian akhlak yang sudah terbina dalam dirinya akan menjadi bekal menuju kedewasaan bagi anak-anak kita.

Orang tua yang mengabaikan pembinaan akhlak pada anak balita, sehingga anak nantinya mudah terpengaruh dengan perkembangan dan kemajuan zaman yang sifatnya meniru tanpa terlebih dahulu menyaring mana yang baik dan yang tidak baik, sehingga bermuncullah berbagai gejala sosia seperti kenakalan remaja, narkoba dan kemerosotan akhlak yang berakibat jauh dari perintah agama.

Sebagaimana kita ketahui anak adalah amanat yang di berikan Allah SWT dan sebagai bagian dari kehidupan keluarga yang dititipkan Allah untuk dididik agar menjadi manusia yang baik dan berakhlak mulia seperti bersopan santun, berkata jujur, bersifat adil pokoknya sesuai dengan aturan Al-Quran dan Sunnah.

Ada hal yang sangat penting bagi orang tua terhadap anak-anaknya, yaitu memberi pendidikan sejak dini karena hal tersebut suatu kewajiban orang tua terhadap anaknya, seperti yang tertuang dalam sebuah Hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:

Artinya:

“..... Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah sehingga kedua orang tuanyalah yang menjadikan mereka Yahudi, Nasrani atau Majusi ..... “ (Al-Asqalani, 1995: 616).

Dari pengertian Hadits tersebut diatas dapat dipahami bahwa anak yang baru dilahirkan itu dalam keadaan fitrah atau suci, dalam arti kata anak di ibaratkan sebuah kertas putih tanpa noda sedikitpun sehingga bagi orang yang punya kertas putih itu ditulis tinta apa saja warnanya, terserah kepada orang yang punya kertas itu. Kembali kepada arti semula, anak itu tidak ada dosa, pengetahuan, kecakapan dan lain sebagainya. Untuk membuat anak menjadi pintar maka orang tuanyalah yang bertanggung jawab terhadap anak tersebut, orang tua ayah atau ibu bertanggung jawab penuh terhadap keluarga.

Dengan pembinaan akhlak yang baik kepadanya, anak-anak di usia dini atau balita maka kelak ia akan terdorong untuk berbuat baik ketika ia berusia remaja atau dewasa, dengan demikian akhlak yang sudah terbina dalam dirinya akan menjadi bekal menuju usia dewasa sebagaimana yang diungkapkan oleh Zakiah Daradjat dalam bukunya, mengatakan bahwa:

“Andai kata pembinaan moral atau mental agama pada seseorang tidak terjadi pada umur pertumbuhan yang dilaluinya dan dia menjadi dewasa tanpa mengenal agama dan nilai-nilai moral yang terkandung didalamnya, maka ia akan menjadi dewasa tanpa kecenderungan pada nilai-nilai agama, bahkan akan sukar baginya merasakan pentingnya agama dalam hidupnya, bahkan kadang-kadang menjadi negatif dan menentangnya”. (Daradjat, 1975: 69)

Dalam rangka pembinaan akhlak pada usia pertumbuhan tidak semudah apa yang kita bayangkan selama ini, tetapi amatlah sulibt disamping memerlukan waktu yang panjang juga memerlukan sarana yang baik sebagaimana yang dikemukakan oleh Zakiah Daradjat dalam bukunya mengatakan bahwa:

“Suasana keluarga yang aman dan bahagia itulah yang diharapkan akan menjadi wadah yang baik dan subur bagi pertumbuhan jiwa anak yang lahir dan dibesarkan dalam keluarga itu”. (Daradjat, 1975: 70).

Untuk pembinaan akhlak pada anak haruslah dengan memberikan pendidikan agama sebagai dasar, karena nilai-nilai akhlak yang baik itu terdapat dalam agama, dengan demikian keyakinan beragama yang di bina sejak kecil akan membawa anak pada kesadaran untuk mematuhi nilai-nilai akhlak itu sendiri, sebagaimana yang diungkapkan Zakiah Daradjat, sebagai berikut:

“Pendidikan moral yang paling baik sebenarnya terdapat dalam agama karena nilai-nilai moral yang dapat dipatuhi dengan kesadaran sendiri tanpa paksaan dari luar, datangnya dari keyakinan beragama keyakinan itu haruslah ditanamkan dari kecil sehingga menjadi bagian kepribadian si anak. Karena itu pendidikan moral tidak terlepas dari pendidikan agama”. (Daradjat, 1978: 70).

Di dalam pembinaan akhlak anak pada usia pertumbuhan orang tua mempunyai peranan penting, karena orang tua merupakan pendidik pertama bagi anak-anaknya, orang tua bertanggung jawab atas sesuatu yang menimpa pada anak-anaknya, orang tua berkewajiban terhadap anaknya tidak saja kebutuhan jasmani tetapi ada kewajiban terpenting yaitu kewajiban rohani adalah pembentukan dan pembinaan akhlak kepribadian, karena anak dalam usia ini banyak bergaul di dalam keluarganya saja, maka orang tua harus dapat memberikan teladan yang baik. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Zakiah Daradjat, berikut:

“Pengalaman hidup ditahun-tahun pertama dari umur si anak lebih banyak diperoleh didalam rumah tangga baik yang dirasakan langsung dari perlakuan orang tuanya maupun dari suasana hubungan antara ibu bapak dan saudara-saudaranya, pengalaman hidup itu merupakan pendidikan yang terjadi secara formal dan sengaja, tetapi ia merupakan dasar bagi pembinaan pribadi secara keseluruhan termasuk moral dan agama”. (Daradjat, 1970: 135).

Dalam hubungan ini orang tua bersikap hati-hati dalam memberikan teladan atau contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari agar anak dapat mencontohkannya, karena anak masa pertumbuhan atau balita belum dapat berpikir logis tetapi hanya dapat meniru apa yang dikatakan oleh orang tua kepadanya, seperti berkata dusta, maka anak akan berkata dusta pula. Juga dalam hal yang positif seperti shalat lima waktu maka anak-anak akan meniru walaupun dalam bentuk gerakan saja. Oleh karena itu tata cara orang tua yang diperankan sehari-hari sangat berpengaruh terutama dalam pembentukan sikap dan pribadi anak.

Melihat begitu pentingnya peranan orang tua dalam pembinaan akhlak sejak usia dini, maka terlihatlah bahwa perkembangan dan pertumbuhan jiwa anak sangat berpengaruh kepada perilakunya waktu ia usia remaja dan dewasa, maka perlu dibina sejak usia balita.

Di ……………………….. terlihat adanya kegiatan orang tua yang menanamkan nilai agama pada anaknya semenjak usia balita atau pembinaan akhlak pada anak-anaknya pada usia 0 – 5 tahun dan hal itu berkembang dengan baik, juga anak-anaknya terhindar dari kenakalan remaja apalagi yang terlihat sekarang adanya Narkoba, Miras dan lain-lainnya.

Dari latar belakang masalah tersebut diatas, penulis tertarik mengangkat permasalahan tersebut dengan membuat suatu karya ilmiah (skripsi) dengan judul : PEMBINAAN AKHLAK PADA ANAK BALITA DI ………………...

B. POKOK MASALAH

Bertitik tolak dari latar belakang masalah diatas yang menjadi pokok masalah adalah bagaimana pembinaan akhlak pada anak balita di ............................................................ dengan sub bahasan sebagai berikut:

1. Bagaimana pembinaan akhlak pada anak balita di .............................................................

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi pembinaan akhlak pada anak balita.

3. Apa saja kendala dan cara penanggulangan dalam pembinaan akhlak pada anak balita.

4. Bagaimana hasil yang dicapai orang tua dalam pembinaan akhlak pada anak balita.

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

a. Ingin mengetahui bagaimana pembinaan akhlak pada anak usia Balita di .............................................................

b. Ingin mengetahui apa saja yang mempengaruhi pembinaan akhlak pada anak balita.

c. Ingin mengetahui apa saja kendala dan cara penanggulangannya didalam pembinaan akhlak pada anak balita.

d. Ingin mengetahui hasil yang dicapai dalam pembinaan akhlak pada anak balita.

2. Kegunaan Penelitian

a. Untuk menambah dan memperdalam ilmu pengetahuan bagi penulis baik secara teoritis maupun praktis dalam penelitian lapangan.

b. Sebagai kontribusi pemikiran ilmiah dalam rangka membina akhlak anak-anak .............................................................

c. Syarat memperoleh gelar Sarjana lengkap pada Fakultas .............................................................

d. Penelitian merupakan suatu pengalaman yang pertama bagi penulis terhadap suatu karya ilmiah yang sangat berharga ini, sehingga menjadi pedoman pada masa yang akan datang

D. KERANGKA TEORI

Kerangka teori dalam penelitian ini adalah pedoman dan sebagai kerangka berpikir dalam menghadapi permasalahan diatas adapun yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pembinaan

Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pembinaan adalah “proses, pembuatan, cara membina” (Anonim. 1990: 895).

Pembinaan yang penulis maksud disini adalah usaha yang dilakukan orang tua dalam mendidik, membimbing dan membina akhlak pada anak usia balita. Karena dengan pendidikan, bimbingan dan pembinaan yang baik, maka anak akan menjadi manusia yang bermoral, berakhlak dan berbudi pekerti yang luhur.

2. Akhlak

“Akhlak adalah suatu istilah tentang bentuk batin tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorong ia untuk berbuat (bertingkah laku) bukan karena suatu pertimbangan” (Daradjat, 1995: 68).

“Akhlak dalam ensiklopedi pendidikan, dikatakan bahwa akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etik dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sifat jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia”. (Asmaran, 1992: 2).

Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa akhlak pada anak usia balita atau pertumbuhan, orang tua tidak terlepas dari pengalaman ajaran agama terus – menerus sebab setiap perbuatan, tindakan serta ucapan orang tua akan menjadi media bagi anak dalam proses pembentukan akhlak.

Didalam pendidian akhlak (moral) pada anak yang sedang tumbuh, dapat ditempuh oleh orang tua atau pendidik dengan berbagai metode untuk mencapai manusia yang sempurna, antara lain dalam ajaran Islam melalui pendekatan diri kepada Allah SWT, dengan beribadah untuk mencapai tujuan manusia yaitu kebahagiaan hidup didunia dan akhirat.

3. Anak

Anak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak yang berumur 0 sampai 7 tahun, yang mana anak pada usia ini sangat senang bermain-main dan sangat membutuhkan perhatian orang tua, tanpa adanya perhatian dari orang tua maka anak akan berbuat semaunya. Oleh sebab itulah peran dan tanggung jawab sangat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Aristoteles, bahwa:

“Perkembangan anak atas gejala dalam pertumbuhan manusia sejak ia lahir yaitu umur 0.0 sampai 7.0, masa anak kecil atau masa bermain”. (Kabry, 1987: 38).

“Anak adalah suatu yang sedang berkembang yang membutuhkan pertolongan dalam menuju kedewasan atau dengan kata lain adalah pihak yang harus dibentuk dan dibantu”. (Ahmadi, 1977: 16).

Untuk lebih sempurna dalam usaha pembinaan akhlak pada anak maka keluarga itu sendiri harus memberikan bimbingan dan kebiasaan-kebiasaan yang baik terhadap anak-anaknya, karena dasar pendidikan pada anak dimulai dalam keluarga dan semestinya dilaksankan dalam rumah tangga. Keluarga merupakan wadah yang paling dominan untuk pembinaan akhlak pada anak dan keluarga menempati posisi yang sangat penting untuk menciptakan generasi-generasi yang sangat mulia, keluarga menurut para pendidik merupakan lapangan pendidikan pertama dan pendidiknya adalah orang tua.

Disamping memberi contoh atau teladan melalui tindakan dan perbuatan, yang tidak kalah penting dari itu dan perlu diingat bagi setiap orang tua adalah bahasa yang digunakan sehari-hari juga sangat mempengaruhi terhadap proses pembinaan akhlak pada anak usia balita.

Dari pendapat diatas dipahami bayi umur 10 – 11 bulan sudah dapat menerima pendidikan dari orang tua berupa pembiasaan-pembiasaan melalui bahasa yang digunakan orang tua sehari-hari, dengan demikian selaku orang tua yang bijaksana harus mendidik anak dengan kata-kata yang bermanfaat dan baik, yang intinya adalah dengan memberikan pendidikan bernuangsa keagamaan sehingga anak dapat meniru dan mengikuti bahasa tersebut.

Adapun pertumbuhan secara psikologis yang dikemukakan oleh Ali Fikri adalah sebagai berikut:

“Masa kanak-kanak dari lahir sampai 7 tahun, bila anak sudah sampai umur 40 haru hari ia telah dapat tersenyum dan dapat melihat. Pada saat ini juga telah dapat merasa sakit, merasa hajat-hajat biologis. Umur 6 bulan anak telah mempunyai kemauan, umur 7 bulan anak telah tumbuh giginya, pada tahun kedua anak mulai dapat berjalan, tahun ketiga pada diri anak telah terbentuk keinginan serta kemauannya, tahun keempat anak telah mempunyai zakirah (ingatan), tahun ke 7 ia dapat menetapkan sesuatu menurut hukum-hukum sendiri. Anak pada umur ini (umur 6 – 7 jasmani dan akalnya berkembang mereka mengukur segala sesuatu secara egocentris”. (Aripin, 1976: 27).

Pendapat lain mengatakan bahwa anak umur 1.0 sampai 4.0 tahun ukuran baik buruk bagi seorang anak itu tergantung dari apa yang dikatakan oleh orang tuanya. Walaupun anak saat itu belum tahu benar hakikat atau perbedaan antara yang baik dan buruk itu sebab anak belum mampu menguasai dirinya sendiri namun anak pada masa ini sudah dapat menerima apa-apa yang diberikan oleh orang tuanya”. (Ahmadi, 1991: 68).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa anak pada usia tersebut sudah mampu menerima pendidikan dari lingkungan sekitarnya, oleh sebab itu untuk tidak dapat kesimpang siuran dalam menetapkan usia anak balita yang dimaksud adalah bayi berumur 0.0 sampai 7.0 tahun karena pada umur balita tersebut umur paling tepat untuk membentuk dan membina nilai-nilai akhlak dan merupakan masa penentu pertama dalam kehidupan menuju kedewasaannya.

Dalam penentuan prilaku anak juga dipengaruhi oleh keturunan, hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh ahli psikologi yaitu Abu Ahamdi dalam bukunya psikologi umum, mengatakan bahwa:

“Faktor endogen ialah faktor atau sifat yang dibawa oleh individu sejak dalam kandungan hingga kelahiran. Jadi faktor endogen merupakan faktor keturunan atau faktor pembawaan. Oleh karena individu itu terjadi dari bertemunya ovum dari ibu dan sperma dari ayah, maka tidaklah mengherankan kalau faktor endogen yang dibawa oleh individu itu mempunyai sifat-sifat seperti orang tuanya. Seperti pepatah Indonesia yang mengatakan “air di cucuran akhirnya jatuh kepelimbahan juga” ini berarti bahwa keadaan atau sifat-sifat dari anak itu tidak meninggalkan sifat-sifat dari orang tuanya”. (Ahmadi, 1991: 198).

Melihat dari pengertian tersebut diatas dapat diambil suatu pengertian bahwa keturunan merupakan hal penentu bagi tingkah laku atau prilaku si anak, maka sebagai orang tua sangat memperhatikan apa dan bagaimana tingkah lakunya supaya anak-anaknya nanti menjadi anak yang berprilaku atau seorang anak yang bermoral dan berakhlak mulia. Oleh karena itu sudah jelas bahwa pembinaan akhlak pada anak itu dimulai seawal mungkin bila perlu dari pemilihan jodoh, karena apabila pasangan dari yang baik mudah-mudahan anak keturunannya nanti akan menjadi baik pula.

DST...............
loading...
Previous
Next Post »
https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929