loading...

Makalah Hadits Dha’if

January 14, 2013
loading...
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehairat Allah SWT yang mana memberikan beribu-ribu nikmat bagi kita semua sebagai makhluknya yang penuh dengan kedhaifan sehingga hari ini atas kehendaknya jualah makalah ini dapat terselesaikan.

Tidak lupa pula shalawat berangkaikan salam kami hantarkan pada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya keislaman, ketauhidan dan intelektualitas pada kami semua.

Ucapan terimah kasih kami ucapkan kepada segenap sahabat maupun teman-teman sekalian yang ikut berperan serta atas terselesainya makalah ini sebagai syarat tugas yang telah diberikan dosen kepada kelompok kami.

Permintaan maaf yang sebesar-besarnya kami ucapkan, apabila terdapat kesalahan dan kekhilafan, karena kesempurnaan hanya milik Allah Azza Wajalla.

Wassalam

DAFTAR ISI  

BAB I

PENGERTIAN HADITS DHA’IF

1. Pengertian Hadits Dhaif

Dhaif menurut bahasa adalah lawan dari kuat.

Hadits Dha’if menurut istilah adalah hadits yang di dalamnya tidak di dapati syarat hadits shahih dan tidak pula didapati hadits hasan.

Yang dimaksud dengan hadits dha’if ialah hadits yang tidak memiliki salah satu syarat atau lebih dari syarat Hadits Shahih dan Hadits Hasan.

Dengan kaidah ini, sesungguhnya sesuatu hadits itu di anggap dhai’if, selama belum dapat dibuktikan keshahian atau kehasanannya. Sebab, yang diharuskan disini untuk memenuhi syarat-syarat tertentu adalah hadits shahih dan hadits hasan, serta bukan hadits dha’if. Tetapi, ulama hadits dalam membicarakan kualitas suatu hadits. Telah berusaha pula untuk membuktikan/menjelaskan letak kedha’ifannya, bila hadits yang bersangkutan dinyatakan dha’if,sebab dengan demikian akan menjadi jelas berat ringannya kekurangan atau cacat yang dimiliki oleh hadist itu. Atas dasar penelitian yang demikian ini pila, maka dimungkinkan suatu hadist yang kualitasnya dha’if, lalu dapat meningkat kepada kualitas hasan li-ghairihi.

Dalam beberapa hal, ulama hadist tidak tidak sepakat dalam menilai suatu hadist. Adakalanya, ulama tertentu menilainya sebagai hadist hasan atau shahih, tetapi ulama lainnya, menilainya sebagi hadist dha’if. Keadaan ini terjadi, antara lain disebabkan oleh perbedaan pengetahuan ulama tersebut terhadap keadaan perawi hadist yang dinilainya ataupun karena perbedaan tolok ukur yang digunakan dalam menilai suatu hadist.

Atas dasar pertimbangan-pertimbangan yang demikian inilah, sehingga kedha’ifan suatu hadist, menuntut untuk di bahas dan dibuktikan, sebagaimana tuntutan untuk di bahas dan dibuktikan bagi hadits yang dinyatakan shahih atau hasan.

Kriteria hadits dha’if ialah :

a. Hadits yang salah satunya gugur perawiannya.

b. Hadits yang tiada disebutkan sanadnya.

c. Hadits yang diriwayatkan oleh seseorang perawi yang menampakkan kepasikan dengan perbuatan atau perkataan dusta.

d. Hadits yang isinya berlawanan dengan riwayat orang-orang terpercaya yang lain atau disebut juga syad.

e. Hadits yang terbalik lafazhnya pada matan, nama seseorang atau nasabnya dalam sanad.

BAB II

PEMBAGIAN HADITS DHA’IF

A. Hadits Dha’if Sebab Keterputusan Dan Macam-Macamnya

Keputusan sanad ada dua bagian, yaitu

1. Keterputusan secara zhahir dan dapat diketahui oleh ulama hadits karma faKtor perawi yang takpernah bertemu dengan gurunya atau tidak hidup di zamannya.

Dan dibagi empat macam, yaitu:

a. Hadits Mu’allaq

Hadits mu’allaq, ialah : “hadits perawinya, baik seseorang, baik dua orang, baik semuanya, pada awal sanad, yaitu guru dari seseorang imam hadits.”

Mengugurkan itu dinamakan “ta’liq”

Didalam Shahih Al Bukhary banyak terdapat hadits mu’allaq tetapi diberi hukum muttashil, walaupun derajatnya dipandang tidak setingkat dengan yang muttashil sendiri, kecuali jika ada disana akan pada tempat yang lain.

b. Hadits Munqathi’

Hadits mungathi’ ialah : “Hadits yang gugur seseorang, atau orang dengan tiada berturut-turut dipertengahan sanad.”

Hal yang demikian iti. Dinamai “ingitha’.”

Mengetahui ada tidaknya ingitha’ atau gugur seseorang perawi, adalah dengan mengetahui ada tidaknya bertemu antara seorang perawi, dengan perawi lainnya. Hal ini adakalanya semuanya bertemu atau tidak pernah bertemu.

Contoh hadits yang dari sanadnya menggugurkan perawinya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abdurrazaq dari Ats-Tsauri, dari Abu Ishaq, dari Zain bin Yutsayi’, dari Hadzaifah yang meriwayatkan secara Marfu’: jika kalian serahkan urusan kekhalifahan lagi terpercaya…” Dari sanad hadits ini antara Ats-Tsauri dan Abu Ishaq ada perawi yang digugurkan, yaitu Syarik. Sebab Ats-Sauri tidak mendengar hadits ini secara langsung dari Abu Ishaq, melainkan lewat Syarik. Dan Syarik inilah yang mendengar hadits dari Abu Ishaq.

c. Hadits Mu’dhal

Hadits mu’dhal, ialah : “Hadits yang gugur dua orang perawi berturut-turut dipertengahan sanad.”

Hadits ini lebih ruwet dan tidak jelas jika dibandingkan dengan hadits Mumqathi’, Dari sinilah datangnya penaman mu’da (sulit dipahami, membingungkan).

Hadits Mu’dlal dianggap sebagai bagian dari hadits Mungathi’Namun dengan suatu aspek khusus. Karena setiap hadits mu’dlal bersifat munqathi’, tetapi tidak setiap munqathi adalah mu’dlal.Tidak ada kesinambungan dalam sanadnya merupakan sebab kedla’ifannya, seperti halnya dalam munqathi’ dan mursal. Hadits mursal dari tabi’ut tabi’in ternasuk mu’dlal. Contohnya adalah hadits yang diriwsystkan oleh Al-A’masi dari Asy-Sya’bi yang berkata, “ditanyakan kepada seseorang pada hari kiamat : Apakah engkau berbuat demikian dan demikian? Orang itu menjawab’tidak!.’ Maka diberanguslah mulutnya”.

2. Keterputusan yang tidak jelas dan tersembunyi. Ini tidak dapat diketahui kecuali para ulama yang ahli dan mendalami jalan hadits dan illat-illat sanadnya, Ada dua macam untuk jenis ina, yaitu :

a. Hadits Mudallas

Hadits mudallas, ialah “hadits yang tiada disebut dalam sanad atau sengaja digugurkan oleh perawi nama gurunya dengan cara yang memberi waham, bahwa dia mendengar hadits itu dari orang yang di sebut namanya itu”

Perbuatan itu dinamai”tad-lis”.

Sipembuatnya, dinamai “Mudallis”. Riwayat mudalilis itu tidak diterima, terkecuali hadits-haditsnya yang memang didengar sendiri dari gurunya.

Mudallas terbagi dua, yaitu tadlis isnad dan tadlis suyukh.

1. Ttadlis isnad adalah hadits yang disampaikan oleh seseorang perawi dari orang yang sesame dengannya dan ia bertemu sendiri dengan orang itu, meskipun ia tidak mendengar langsung darunya. Atau dari orang yang sama dengannya, tetapi tidak pernah bertemu, menciptakan ganbaran bahwa ia mendengar langsung dari orang ter sebut.

2. Adlis suyukh memberi sifat kepada perawinya dengan sifat-sifat yang lebih agung dari pada kenyataan, atau memberinya nama dengan kunyah (nama julukan).

b. Hadits Mursal

Hadits mursal, baik menurut ta’rif fuqaha, maupun menurut ta’rif ahli hadits digolongkan kedalam hadits yang tiada bersambung sanadnya.

Definisinya yang terkenal adalah hadits yang perawinya adalah sahabat yang digugurkan (tidak di sebut namanya), seperti perkataan Nafi’ “Rasullallah s.a.w. bersabda demikian, atau berbuat demikian, “ dan serupa. Dengan demikian, hadits yang mutlak marfu’ tabi’in besar atau kecil, dan disandarkan lansung kepada Nabi SAW.

B. Dha’if Yang Disebabkan Cacat Selain Keterputusan Sanad Dan Macam-Macamnya

a. Hadits Matruk

Hadits matruk ialah “Hadits yang diriwayatkan oleh hanya seorang perawi yang bertuduh dusta, baik dalam soal hadits ataupun lainya, ataupun tertuduh fasiq, atau banyak lalai atau sangka.:

b. Hadits Munkar

Hadits munkar ialah hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang lemah yang menyalahi riwayat orang kepercayaan, atau riwayat orang yang kurang lemah dari padanya.

Lawannya dinamai ma’ruf.

c. Hadits Syadz

Hadits syadz ialah hadits yang diriwaytkan oleh perawi yang kepercayaan yang menytalahi riwayat orang rana yang kepercayaan pula.

Dalam hal itu, ada yang tidak mensyaratkan mukhallafah. Mereka berpendapat, bahwa syadz itu ialah sesuai yang diriwayatkan oleh hanya seorang kepercayaan, tidak ada orang yang meriwayatkan hadits itu srlain dari orang itu sendiri.

d. Hadits Mu’allal

Hadits mu’allal ialah hadits yang terdapat padanya sebab-sebab yang tersembunyi yang diketahui sebab-sebab itu sesudah dilakukan pemeriksaan yang mendalam, sedang pada lahirnya dia tidak ber penyakit.

Menemukancacat (illat) hadits ini membutuhkan pengetahuan yang luas, ingatan yang kuat dan pemahaman yang cermat. Sebab, illat itu sendiri samar lagi tersembunyi, bahkan bagi orang-orang yang menekuni ilmu hadits-hadits. Ibnu Gajar berkata “menemukan illat ini termasuk bagian ilmu hadits yamg paling samara dan paling rumit. Yang bias melaksanakannya hanyalah orang yang oleh Allah di beri pemahaman yang tajam, pengetahuan yang sempurna terhadap sanad-sanad dan matan-matan.

Cara mengenal hadits mu’allal adalah dengan mengumpulkan jalur-jalur para perawinya, kekuatan ingatan mereka, serta kepintaran mereka.

3. Keterputusan yang tidak jelas dan tersembunyi. Ini tidak dapat diketahui kecuali para ulama yang mendalami jalan hadits dan illat-illat.

a. Hadits Mudltharab

Hadits mudltharab ialah Hadits yang berlawan-lawanan riwayatnya atau matannya, baik di lakukan oleh perawi yang seorang atau oleh banyak perawi, dengan mendahulukan, mengemudiakan, menambah, mengurangi ataupun mengganti, serta tidak dapat di kuatkan salah satu riwayatnya atau satu matannya.

Contoh idlthirab pada sanad ialah pada hadits Abu Bakar. Ia bertanya kepada Rasulullah s.a.w. “ya rosulallah, aku melihat anda berubah.” Rasulullah bersabda “Surat Hud dan semisalnya telah membuatku berubah.”

b. Hadits Maqlub

Hadits maqlub ialah sesuatu hadits yang telah terjadi padanya kekhilafan pada seorang perawi dengan mendahulukan yang kemudian, atau mengemudiankan yang dahulu.

c. Hadits Mudraj

Hadits mudraj ialah Hadits yang di sisipkan kedalam matannya sesuatu perkataan perkataan orang lain, baik orang itu shahaby, ataupun tabi’in untuk menerangkan makna.

Sesuatu hadits yang dapat di ketahui mana kata-kata yang kedalamnya, dapat di pandang shahih dengan mengeluarkan kata-kata itu. Tetapi jika tidak lagi dapat di bedakan nama kata-kata sisipan itu, masuklah ia kedalam dha’if.

d. Hadits Mushahaf

Gaduts Mushahhaf ialah hadits yang telah terjadi pada perubahan huruf sedang rupa tulisannya masih tetap.

e. Hadits Muharaf.

Hadits Muharaf ialah hadits yang telah terjadi padannya perubahan baris.

f. Hadits Mubham

Hadits mubham ialah hadits yang terdapat dalam sanadnya seorang perawi yang tidak disebut namanya baik lelaki maupun perempuan.

BAB III

KEHUJJAHAN HADITS DHA’IF

Adapun tentang hadits dha’if, ada dua pendapat tentang boleh atau tiudaknya diamalkan, atau dijadikan hujjah. Yakni :

1. Imam bukhari, Muslim, Ibnu Hasm dan Abu Bakar Ibnul Araby menyatakan,hadits dha’if sama sekali tidak boleh diamalkan atau jadikan hujjah, baik untuk masalah yang berhubungan dengan hokum maupun untuk keutamaan amal.

2. Imam Ahmad bin Hambal, Abdur Rahman bin Mahdi dan Ibnu Hajar Al-Asqalany menyatakan, bahwa hadits dha’if dapat dijadikan hujjah (diamalkan) hanya untuk dasar keutamaan amal (fadla’ilul’amal), dengan syarat:

a. Para rawi yang meriwayatkan hadits itu, tidak terlalu lemah.

b. Maslah yang dikemukakan oleh hadits itu, mempunyai dasar pokok yang ditetapkan oleh Al-qur’an dan hadits shahih.

c. Tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat.

Prof T. M Hasbi mengingatkan, bahwa yang dimaksud dengan “fadlalluamal” atau keutamaan amal dalam hal ini, bukanlah dalam arti untuk menjelaskan tentang faedah atau kegunaan dari sesuatu amal. Adapun yang berhubungan dengan penetapan hukum, demikian prof. Hasbi menjelaskan, para ulama hadits sepakat tidak membolehkan menggunakan hadits dha’if sebagai hujjah atau dalilnya.

Dokter Muhammad Ajjaj Al-Khattib menyatakan, bahwa golongan yang menolak hadits dha’if sebagai hujjah adalah golongan yang lebih selamat. Diantara alasannya, bahwa baik soal fadla’ilul’amal, maupun soal maqrimul ahlaq, merupakan bagian dari tiang agama, sebagaimana halnya masalah huku, karena itu, hadits yang dapat dijadikan hujjah untuk menetapkannya, haruslah hadits yang berkualitas shahih atau hasan dan yang bukan berkualitas Dha’if.

Dengan pendapat para ulama tersebut dapat disimpulkan, bahwa memang sangat perlu untuk mengetahui kualitas suatu hadits agar terhindar dari pengalaman agama atau pengungkapan dalil agama berdasarkan hadits dha’if.

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulam

Hadits dha’if pada dasarnya adalah tertolak dan tidak boleh diamalkan, bika di bandimgkan dengan hadits shahih dan hasan.

DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shaun, Drs. Membahas Ilmu Hadits.

Ash-Shidiqi M. Hasbi. Sejarah Pengantar Ilmu Hadits.

Ismail M. Syuhudi Drs. Pengantar Ilmu Hadits.

Syaikh Manna’ Al Qathan. Perpustakaan Kausar. 2005
loading...
Previous
Next Post »
https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929