loading...

PEMASARAN KOMODITAS PERTANIAN (OFF-FARM)

April 24, 2013
loading...
PEMASARAN KOMODITAS PERTANIAN (OFF-FARM)

A. Definisi Pasar
1. Komoditas Pertanian
a. Pasar
Istilah pasar mengandung pengertian yang beraneka ragam yang mendefinisikan sebagai tempat pertemuan antara penjual pembeli, barang atau jasa yang ditawarkan untuk dijual, terjadinya perpindahan kepemilikan. Selain itu, ada pula yang menyatakan bahwa pasar adalah permintaan yang dibuat kelompok pembeli potensial terhadap suatu barang atau jasa. Menuurut Sudiyono (2002: 2), definisi pasar bagi produsen (penjual) ialah sebagai tempat untuk menjual barang-barang atau jasa yang dihasilkan, konsumen (pembeli) mendefiniskan, pasar sebagai
tempat membeli barang-barang dan jasa-jasa sehingga konsumen tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Sebagai lembaga pemasaran, pasar merupakan fungsi-fungsi pemasaran tertentu sehingga lembaga pemasaran mendapat keuntungan.
Pengertian-pengertian tersebut masih bersifat umum dan biasa ditinjau dari sudut pandang ekonomika. Pengertian yang lebih spesifik dan dari sudut pandang pemasaran menurut Gitosudarmo (1997: 4), pasar merupakan orang-orang ataupun organisasi yang mempunyai kebutuhan produk yang dipasarkan dan mereka memiliki daya beli yang cukup guna memenuhi kebutuhannya. Menurut Beierlein dan Michael (1991 : 329), market is a group or potential consumers with similar un met needs and purchasing power (pasar adalah suatu kelompok atau konsumen potensial dengan mepertemukankan antara kebutuhan dan kemampuan membeli).
Menurut Tjiptono (2001: 59) pasar dalam pengertian pemasaran terdiri atas semua pelanggan potensial yang memiliki kebutuhan atau keinginan tertentu yang mungkin bersedia dan sanggup untuk melibatkan diri dalam proses pertukaran guna memuaskan kebutuhan atau keinginan tersebut. Dengan demikian, besarnya pasar tergantung pada jumlah orang yang memiliki kebutuhan, mempunyai sumber daya yang diminati orang atau pihak lain, serta bersedia menawarkan sumber daya tersebut untuk ditukar supaya dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka:
Struktur pasar menurut Rhodes (1983) cit Widyastuti (2002:11) dinyatakan sebagai sifat-sifat pasar yang menunjukkan pengaruh perbedaan dan integrasi antara penjual dan pembeli. Unsur dasar sebagai penyusun struktur pasar yang terpenting adalah jumlah dan ukuran relatif penjual dan pembeli, derajat perbedaan produk dan derajat kualitas pembeli dan penjual masuk dan keluar sistem.
Dalam teori ekonomi sering dijumpai istilah pasar persaingan sempuma, pasar persaingan monopolistik, pasar persaingan oligopoli, dan pasar monopoli yang dilakukan oleh penjual atau produsen. Masing-masing jenis pasar tesrebut mempunyai ciri atau karakteristik masing-masing.
Pasar persaingan sempuma (perfect competition market) mempunyai ciri-ciri seperti penjual banyak barang yang dijual bersifat holomogen; barang yang dijual seorang penjual merupakan bagian kecil dari keseluruhan barang yang ada di pasar tersebut; setiap penjual mempunyai kebebasan masuk atau keluar dari pasar, pengetahuan penjual dan pembeli tentang keadaan pasar sempurna/lengkap; serta mobilitas sumber ekonomi di seluruh pasar adalah bebas dan tidak ada hambatan.
Pasar persaingan monopolistik (monopolistic competition market) mempunyai ciri seperti lebih dari satu penjual/produsen; merupakan perusahaari besar/kombinasi dari perusahaan dan beberapa perusahaan kecil sebagai penjual; perusahaan besar mempunyai pengaruh lebih besar atas suplai dan harga pasar; bentuk antara pasar persaingan murni dan pasar monopoli murni.
Pasar persaingan murni adalah sejumlah besar penjual barang tertentu, tetapi di antaranya ada penjual yang dapat mempengaruhi penjualan dari setiap penjual lainnya hingga timbul suatu reaksi dan pasar monopoli murni adalah perusahaan/penjual menghasilkan suatu barang yang cukup diferensiasi dalam alam pikiran para konsumen terhadap barang-barang substitusi dekat.
Pasar monopoli (monopoly market) mempunyai ciri sebagai berikut: pasar hanya terdapat satu penjual; tidak ada penjual lain yang dapat menjual output pengganti bagi output yang dijual; serta ada halangan, baik bersifat alami maupiln buatan bagi perusahaan lain memasuki pasar tersebut(barries to entry).
Pasar persaingan oligopoli (oligopoly competition market) mempunyai ciri sebagai berikut: hanya sedikit penjual sehingga tindakan seorang produsen akan mendorong produsen lain untuk bereaksi; terdapat lebih dari dua penjual atau produsen, misalnya 3 atau A produsen. Sementara itu, duapoli merupakan bentuk pasar yang hanya terdapat dua penjual produk tertentu.
Pasar monopsoni (monopoly market) yaitu jika terdapat seorang ,atau sebuah badan pembeli untuk komoditas tertentu sehingga (dapat mempengaruhi harga komoditas tersebut. Sementara itu, duopoly (duopsony market) yaitu kebalikan dari pasar duopoli, yaitu hanya terdapat dua pembeli komoditas tertentu.

b. Pasar Komoditas Pertanian
Pengertian pasar yang sering disarankan oleh para ahli ekonomi adalah sekumpulan pembeli dan penjual yang melakukan transaksi atas sejumlah produk atau kelas produk tertentu. Pasar juga dapat diartikan sebagai tempat terjadinya penawaran dan perauntaan, transaksi, tawar-menawar nilai (harga), dan atau terjadinya pemindahan kepemilikan melalui kesepakatan harga, cara pembayaran, cara pengiriman tempat pengambilan atau penerimaan produk, jenis dan jumlah produk, spesifikasi serta mutu produk. Menurut Said dan Intan (2001 : 58), pasar pertanian merupakan tempat di mana terdapat transaksi antara kekuatan penawaran dan' permintaan' produk pertanian, terjadi tawar¬menawar nilai produk terjadi pemilidahan kepemilikan; dan terjadi kesepakatan-kesepakatan yang berhubungan dengan pemindahan kepemilikan.
Pasar komoditas pertanian merupakan tempat bertemunya permintaan (demand) dan penawaran (supply) dalam bargaining antara petani sebagai penjual dan pembeli sebagai konsumen atau perantara (tengkulak, pengumpul, pedagang besar, dan pengecer) sehingga terjadi perpindahan kepemilikan.
2. Pemasaran Komoditas Pertanian
a. Pemasaran
Istilah pemasaran dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama marketing. Asal kata pemasaran adalah pasar (market): Yang dipasarkan ialah barang dan jasa. Memasarkan barang tidak berarti hanya menawarkan barang atau menjual barang, tetapi lebih luas dari itu. Di dalamnya tercakup berbagai kegiatan seperti membeli; menjual, dengan segala macam barang, menyangkut barang, menyimpan, menyortir, dan sebagainya.
Pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan pada usaha memuaskan keinginan dan kebutuhan melalui proses pertukaran (Radiosunu, 1983 : 2). Menurut Beietlein dan Michael (1991 : 829), Marketing, all those business activities that help satisfy counsumer needs by coordinating the flowqfgoods and service from producers to consumer or users (pemasaran, semua kegiatan yang membantu memuaskan kebutuhan konsumen dengan mengkoordinasi aliran barang dan jasa ke konsumen atau pengguna). Selanjutnya; menurut Downey dan Steven (1992 : 506), pemasaran adalah telaah mengenai aliran produk dari produsen melalui pedagang perantara kepada konsumen.
Menurut Kotler (1997: 16) pemasaran adalah suatu proses dan manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan yang bernilai dengan pihak lain. Definisi pemasaran ini pada konsep intinya adalah kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan permintaan (demands); produk (barang, jasa, dan gagasan); nilai, biaya, dan kepuasan; pertukaran dan transaksi; hubungan dan jaringan; pasar; serta pemasar. Kemudian menurut Kotler (2000: 8), marketing is a societal process by which individuals and groups obtain what they need and want through creating, offering, and freely exchanging products and services of value with other (pemasaran adalah suatu proses sosial dengan individu dan kelompok dengan kebutuhan dan keinginan dalam menciptakan, penawaran, dan perubahan nilai barang dan jasa secara bebas dengan lainnya). Menurut Kartajaya (2002 : 11), pemasaran adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran, dan perubahan values dari satu inisiator kepada stakeholders-nya.

b. Pemasaran komoditas pertanian
Pemasaran pertanian adalah proses aliran komoditas yang disertai perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu (time ufility), guna tempat (place utility), dan guna bentuk (form utility) yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran dengan melaksanakan salah satu atau lebih fungsi-fungsi pemasaran (Sudiyono, 2000: 10). Menurut Said dan Intan (2001:59), pemasaran pertanian merupakan sejumlah kegiatan bisnis yang ditujukan untuk memberi kepuasan dari barang dan jasa yang dipertukarkan kepada konsumen atau pemakai dalam bidang pertanian, baik input maupun produk pertanian.
Berdasarkain penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pemasaran komoditas pertanian merupakan kegiatan atau proses pengaliran komoditas: pertanian dari produsen (petani, peternak, dan nelayan) sampai ke konsumen atau pedagang perantara (tengkulak, pengumpul, pedagang besar, dan pengecer) berdasarkan pendekatan sistem pemasaran (marketing system approach), kegunaan pemasaran (marketing utility), dan fungsi-fungsi pemasaran (marketing functions).
Menurut Sudiyono (2002:13). pemasaran pertanian merupakan disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Hal tersebut telah dikemukakan oleh Bateman (1976) dalam arfikel. yang berjudul "Agricultural marketing: a review of the literature of marketing " and of selected applicaton" (pemasaran pertanian: sebuah -tinjauan literatur teori pemasaran dan aplikassi terpilih) mengemukakan 7 (tujuh) alasan untuk menjawab pernyataan tersebut.
Pertama, pemasaran pertanian dikembangkan pertama kali dengan menitikberatkan kebijakan melalui campurtangan (interuention) pemerintah; kedua, adanya alasan-alasan nyata bahwa mahasiswa mempelajari pemasaran pertanian karena tertarik terhadap per¬soalan-persoalan petani yang relatif kecil mendapat perhatian; ketiga, konsentrasi perhatian pemasaran pertanian terhadap bahari pangan yang merupakan salah satu bidang telaah pemasaran pada umumnya sangat berkaitan erat dengan kepentingan produsen dan konsumen sehingga sangat terbuka dipengaruhi kepenitingan ¬kepentingan politis oleh pembuat- kebijakan; keempat, pemasaran sebagai subyek:bisnis dibagi dalam beberapa spesialisasi, seperti pemasaran konsumen, pemasaran industri; dan pemasaran internasional: Pemasaran pertanian sebagai subyek bisnis sangat sulit dibagi menjadi sub-sub divisi seperti di atas sebab pembagian pemasaran pertaniatt ke pemasaran konsumen dan pemasaran industri sangat tidak beralasan sama sekali; kelima, pengambilan keputusan pemasaran secara optimal oleh suatu Perusahaan sangat tergantung lingkungan pasar, yaitu kegiatan perusahaan lain. Salah satu aspek lingkungan pasar adalah kebijakan politik. Kebijakan pertanian akan mengalami tumpang tindih jika dipisahkan dengan pemasaran pada umumnya; keenam, pemasaran pertanian menyangkut segala sesuatu yang terjadi antara pintu gerbang petani (farmgate) sampai ke konsumen; termasuk pengolahan bahan makanan; ketujuh, dalam konteks ekonomi pemerintah mempunyai dua fungsi pokok, pertama memproduksi dan menawarkan barang-barang dan jasa sendiri, dan kedua bertindak sebagai pengatur (regulator) agar tercapai efisiensi ekonomi jika barang atau jasa diproduksi oleh pihak swasta. Jika kedua peran pemerintah tersebut lebih banyak berorientasi bisnis, akan dihadapkan masalah¬-masalah untuk bagaimana mempertemukan "apa yang diinginkan konsumen" dan "apa yang diproduksi' yang meliputi perencanaan, promosi, distribusi, dan penetapan harga.
Sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri, pemasaran pertanian tentu memiliki aspek ontologi, yaitu untuk menjawab "apakah yang diketahui dengan mempelajari ilmu pemasaran itu?" atau dengan perkataan, lain, "apakah yang menjadi telaah ilmu pemasaran pertanian?" Untuk itu, bidang-bidang penelitian gemasaran pertanian sangat beragam.
Menurul Quilkey (1986) cit Sudiyono (2000:15), pada umumnya bidang-bidang yang diteliti dalam pemasaran pertanian meliputi margin pemasaran, rekayasa ekonomi, perencanaan fasilitas; grading, preferensi konsumen, respon penawaran dan permintaan, aanlisis permintaan dan penentuan harga, serta teori lokasi dan Integrasi pasar. Selanjutnya Shepherd (1949) cit Sudiyono (2000 : 15) lebih spesifik lagi mengatakan bahwa ruang lingkup pemasaran prtanian dibedakan menjadi arti sempit dan luas. Dalam arti sempit, dilaksanakan untuk menyampaikan produk-produk pertanian dari tempat panen sampai meja konsumen. Dalam arti luas, meliputi seluruh kekuatan yang menimbulkan masalah-masalah pemasaran pertanian sehingga meliputi penelitian permintaan konsumen (dikaitkan dengan pendapatan, elastisitas dan perubahan per¬mintaan). Lebih lanjut dengan mengutip pendapat Norton (1949) cit Sudiyono (2000-16), produsen konsumen juga meliputi hubungan harga jumlah keseimbangan, efek hubungan persaingan dalam pasar, tujuan permintaan dan lain-lain, serta tujuan penelitian pemasaran pertanian adalah untuk meningkatkan konsumsi produk¬produk pertanian dan meningkatkan kesejahteraan usahatani.

B. Pendekatan Sistem, Fingsi, dan Kegunaan Pemasaran Komoditas Pertanian

Beberapa pendekatan yang dilakukan dalam sistem pemasaran komoditas pertanian yaitu pendekatan serba barang, serba fungsi, serba lembaga, dan serba mariajemen. Pendekatan serba barang, yaitu suatu pendekatan pemasaran yang'inelibatkan studi tentang bagaimana barang-barang tertentu berpindah dari titik produsen ke konsumen akhir atau konsumen industri pendekatan serba fungsi yaitu penggolongan kegiatan atau fungsi-fungsinya yang meliputi fungsi pertukaran, fungsi penyediaan, dan fungsi penunjang. Pendekaran serba lembaga yaitu mempelajari pemasaran komoditas pertanian dari segi organisasi/lembaga-lembaga yang terlibat dalam kegiatan pemasaran seperti produsen, pedagang besar, pengecer, dan agen-agen penunjang; Sementara itu, pendekatan serba manajemen yaitu mempelajari, pemasaran komoditas pertanian dengan menitikberatkan pada pendapat manajer serta keputusan yang mereka ambil.
Kegunaan pemasaran komoditas pertanian terdiri atas kegunaan bentuk (form utility), kegunaan tempat (place utility), kegunaan waktu (time utility), dan kegunaan kepenulikan (possessing utility).
Kegunaan bentuk (fornz utility) yaitu industri berusaha mengubah suatu benda (bahan dasar) menjadi benda lain yang: betbeda bentuknya sehingga menjadi lebih bermanfaat bagi manusia/ masyarakat, seperti ulat sutra menjadi kain sutra: Kegunaan tempat (place utility) yaitu usaha yang bergerak dalam bidang transportasi atau pengangkutan, baik barang maupun angkutan manusia; misalnya padi yang kurang bermanfaat nilai nominalnya di desa dipindahkan ke kota yang lebih bermanfaat. Kegunaan waktu (time utility) yaitu usaha yang bergerak dalam bidang misalnya Dolog: Kegunaan kepemilikan (possessing utility) yaitu usaha yang bergerak dalam bidang perdagangan atau pertokoan; seperti memindahkan barang-barang hasil olahan milik pabrik agroindustri menjadi rnilik masyarakat luas.
Fungsi-fungsi pemasaran komoditas pertanian yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pemasaran pada prinsipnya terdapat 3 (tiga) tipe fungsi pemasaran, yaitu fungsi pertukaran, fungsi pengadaan fisik, dan fungsi fasilitas/pelancar. Fungsi pertukaran terdiri atas penjualan yaitu mengalihkan barang kepada pihak pembeli dengan harga yang memuaskan; dan pembelian yaitu pembelian untuk konsumsi, bahan dasar pabrik, dan untuk dijual lagi. Fungsi pengadaan fisik terdiri atas pengangkutan (transport) yaitu bergerak dari tempatproduksi ke tempat penjualan; dan penyimpanan yaitu menahan barang dalam jarigka waktu antara yang dihasilkan atau diterima sampai derigan dijual. Fungsi fasilitas/pelancat ferdiri atas permodelan (pembiayaan) yaitu mencari dan mengurus modal yang akan berkaitan dengan transaksi arus barang dari sektor produksi ke sektor konsumsi, penanggungan risiko yaitu berhubungan dengan ketidakpastian (ongkos, kerugian, dan kerusakan) serta fluktuasi harga; informasi pasar yaitu untuk pengambilan keputusan dan pengumpulan, fakta-fakta; standardisasi yaitu penetapan ber¬dasarkan golongan dan kelas, misalnya bentuk, ukuran, dan rasa; serta grading yaitu memasukkan ke dalam kelas dan golongan yang ditetapkan dengan jalan standardisasi.


C. Lembaga dan Saluran Pemasaran Komoditas Pertanian
Lembaga pemasaran merupakan badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditas dari produsen kepada konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran timbul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditas sesuai waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen. Tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimum mungkin. Konsumen memberikan barang / jasa kepada lembaga pemasaran berupa margin pemasaran.
Dalam usaha untuk memperlancar: arus barang/jasa dari produsen ke konsumen terdapat salah satu faktor yang tidak boleh diabaikan, yaitu memilih secara tepat saluran distribusi: (channel of distribution) yang digunakan dalam rangka usaha penyaluran barang-barang/jasa-jasa dari produsen ke konsumen,
Menurut Sudiro (1995 : 63), konsep pemasaran adalah 'ber¬orientasi pada konsumen (consumer oriented) sehingga segala akfi¬vitas pemasaran termasuk saluran distribusi harus besorientasi pada konsumen Sedangkan menurut Darlymple dan Parsons (1983 :468), distribution is concerned with organizing system of transportation, storage and communication so that goods and service will be readly available to customer (distribusi memperhatikan pengorganisasian sistem transportasi, penyimpanan; dan komunikasi sehingga barang:dan jasa akan siap tersedia ke konsumen): Menurut Sudiro (1995: 93), pengertian saluran-distribusi adalah pertama, jalur yang dilalui oleh arus barang dari produsen ke; perantara dan sampai pada konsumen/pemakai. Kedua, struktur unit organisasi dalam perusahaan dan luar perusahaan yang terdiri dari agen, pedagang besar, dan pengecer yang dilalui barang/jasa saat dipasarkan.
Proses penyaluran produk sampai ke tangan konsumen akhir dapat menggunakfin saluian yang panjang ataupun pendek sesuai dengan kebijaksanaan saluran distribusi yang ingin dilaksanakan perusahaan: Dengan demikian, rantai distribusi menurut bentuknya dibagi dua, yaitu: pertama, saluran distrihusi langsung (direct channel of distribution) yaitu penyaluran barang-barang atau jasa jasa dari produsen ke konsumen dengan tidak melalui perantara, seperti selling at the point production, selling at the producer's retail store, selling door to door, selling through mail (penjualan di tempat produksi, penjualan ditoko/gerai produsen, penjualan dari pintu ke pintu, penjualan melalui surat). Kedua, saluran distribusi tak langsung (indirect chanel of dstribution) yaitu bentuk saluran distribusi yang menggunakan jasa perantara dan agen untuk menyalurkan barang atau jasa kepada para konsumen. Perantara adalah mereka yang membeli dan menjual barang-barang tersebut dan memilikinya. ¬Mereka bergerak di bidang perdagangan besar dan pengecer. Sementara agen adalah orang atau perusahaan yang membeli atau menjual barang untuk perdagangan besar (manufacturer) (Angipora, 1999:,86).
Panjang-pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu hasil komoditas pertanian tergantung pada beberapa faktor, antara hrin: pertama, jarak antara produsen dan konsumen. Makin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya makin panjang naluran yang ditempuh oleh produk. Kedua, cepat tidaknya produks rusak. Produk yang cepat atau mudah rusak harus segera diterima konsumen dan dengan demikian menghendaki saluran yang pendek dan cepat. Ketiga, skala produksi. Bila produksi berlangsung dengan ukuran-ukuran kecil, maka jumlah yang dihasilkan berukuran kecil pula, hal ini akan. tidak menguntungkan bila produsen langsung mcnjual ke pasar. Kempat, posisi keuangan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung untuk memperpendek saluran pemasaran. Pedagang yang posisi keuangannya (modalnya) kuat akan dapat melakukan fungsi tataniaga lebih banyak dibandingkan pedagang yang posisi modalnya lemah. Dengankata lain, pedagang yang memiliki modal kuat cenderung memperpendek saluran pemasaran (Hanafiah dan Saefuddin, 1986 : 33). Hal yang mana dikemukakan oleh Santika (1981) cit Maskun (1992 : 14), bahwa saluran pemasaran yang dilalui dapat panjang atau pendek tergantung bagaimana lembaga pemasaran berperan aktif dalam sistem pemasaran. Kemudian Limbong dan Panggabean (1985) cit Maskun (1992 :16) mengemukakan dalam proses penyampaian barang dari produsen ke tingkat konsumen diperlukan tindakan¬-tindakan yang dapat memperlancar kegiatan tersebut dan kegiatan tersebut dinamakan fungsi-fungsi pemasaran.
Sebagai contoh, pergerakan hasil perikanan bahan mentah dari produsen (nelayan/petani ikan) sampai industri pengolahan menggambarkan proses pengumpulan (Hanafiah dan Saefuddin, 1986 : 27). Barang-barang yang diterima (dibeli) oleh industri pengolahan langsung dari produsen atau dari pedagang pengumpul ¬lokal dapat dilihat pada Gambar 4.1. Gambar tersebut menjelaskan bahwa bahan mentah yang dibeli oleh Industri Pengolahan (IP) untuk diolah menjadi bahan jadi berasal dari produsen dalam hal ini nelayan atau petani ikan dan pedagang Pengumpul Lokal (PL).



Keterangan:
P : nelayan atau petani ikan
PL : pedagang pengumpul lokal
IP : industri pengolahan

Gambar 4.1. Proses penyaluran hasil perikanan bahan mentah, (Hanafiah dan Saefuddin 1996:27)

Pergerakan hasil perikanan konsumsi (segar atau produk olahan) dari produsen sampai konsumen pada dasarnya meng¬gambarkan pengumpulan maupun penyebaran (lihat Gambar 4.2). Barang-barang sebelum diterima konsumen terlebih dahulu telah mengalami proses pengumpulan dan proses penyebaran dengan pedagang besar (Pb) sebagai titik akhir pengumpulan dan titik penyebaran. Pedagang besar tersebut menerima barang langsung dari produsen (P) atau dari pedagang pengumpul lokal (PL) sebagai poses pengumpulan kemudian mengirim (menjual) ke pedagang eceran (R). Selanjutnya dijual pada konsumen akhir (K), institutional market (IM), dan pedagang ekspor (E).



Keterangan:
P : produsen (nelayan, petard ikan, industri pengolahan)
Pl : pedagang pengumpul lokal III) :
Pb : pedagang besar (wholesaler)
E : pedagang ekspor
R : pedagang eceran (retailer)
IM : institutional market (misalnya restauran dan rumah sakit)

Gembar 4.2 Skema penyaluran haul perikanari barang konsumsi (Hanafiah dan Saefuddin 1996: 27)

Peranan perantara dalam, pemasaran sangat membantu prudusen atau nelayan $alam menyalurkan produk untuk sampai ke konsumen berdasarkan jenis, jumlah, harga, tempat, dan saat dibutuhkannya.
Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1986: 32), badan-badan yang berusaha dalam bidang pemasaran yang menggerakkan barang dari produsen sampai ke konsumen melalui jual beli dikenal sebagai perantara (middlemen dan intermediary). Sementara pengertian perantara menurut Stanton, et.al (1990) cit Tjiptono (2001 : 185) adalah orang atau perusahaan yang menghubungkan aliran barang dari produsen ke konsumen akhir dan konsumen industrial.
Secara umum perantara terbagi atas merchant middle dan agen middlemen. Dua bentuk utama dari merchant middlenieril adalah hokuter (distributor atau jobber) dan retailer (dealer). Merchant middleman adalah perantara yang memiliki barang (dengan membeli dari produsen) untuk kemudian dijual kembali. Sedangkan yang dimaksud dengan agent middleman (broker) adalah perantara yang hanya mencarikan pembeli, menegosiasikan, dan melakukan transaksi atas nama produsen. Jadi broker tidak memilki sendiri barang yang dinegosiasikan (Stanton, et al., 1990 cit Tjiptono, 2001 : 30). Berdasarkan pemilikan atas barang dagangan, dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu pertama, gedagang yang memiliki barang dagangan yang terdiri atas pedagang pengumpul (tengkulak, bakul atau palele), grosir. (wholesaler), eksportir, importir; dan pedagang eceran (retailer); kedua, pedagang yang tidak memiliki barang dagangan yang terdiri atas pedagang fungsional atau agen.
Whosalers are middlemen who buy in large volume and resell to retailers in case lots (Grosir adalah perantara yang membeli dalam jumlah besar dan menjualnya kembali pada pedagang eceran) (Darlymple dan Parsons, 1983 : 471),. selanjutnya dikatakan kembali oleh Darlymple dan Parsons (1983 : 473) retailers perform a variety of useful functions far the producer including the carrying of inventory, advertising, promotion, credit, delivery, and shopping convenience (pedagang eceran melakukan berbagai fungsi untuk produsen, termasuk mengadakan persediaan, periklanan, kredit, pengiriman, dan belanja yang nyaman).
Tengkulak merupakan lembaga pemasaran yang secara langsung berhubungan dengan petard. Tengkulak melakukan transaksi dengan petard, baik secara tunai, ijon, maupun kontrak pembelian.
Untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran, jumlah komoditas yang ada pada pedagang pengumpul harus dikonsentrasikan lagi oleh lembaga pemasaran yang lebih besar (pedagang besar). Pedagang tersebut selain melakukan proses konsentrasi (pengumpulan) komoditas dari pedagang-pedagang pengumpul, juga melakukan proses distribusi (penyebaran) ke agen penjualan atau perngecer.
Produk pertanian yang belum ataupun sudah mengalami proses pengolaha tingkat pedagang besar harus didistribusikan kepada agen penjualan maupun pengecer. Agen penjualan membeli komoditas yang dimiliki pedagang dalam jumlah banyak dengan harga yang relatif murah dibanding pengecer.
Pengecer merupakan lembaga pemasaran yang berhadapan langsung dengan konsumen. Pengecer sebenarnya merupakan ujung tombak dari suatu proses produksi yang bersifat komersial, artinya kelanjutan proses pioduksi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran sangat tergantung dari aktivitas pengecer dalam menjual produk kepada konsumen.
Menurut Sudiyono (2001 : 80), penguasaannya terhadap ko¬moditas yang diperjual belikan oleh lembaga pemasaran dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu pertama; lembaga yarig tidak memiliki dan menguasai benda, seperti agen perantara, makelar (broker, wrlling broker, dan buying broker); kedua; lembaga yang memiliki dan menguasai komoditas pertanian yang diperjual belikan, seperti pedagang pengumpul, tengkulak eksportir, dan importir dan ketiga, lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan menguasai komoditas-komoditas pertanian yang diperjual belikan; seperti perusahaan-perusahaan penyediaan fasifitas-fasilitas transportasi, asuransi pemasaran, dan perusahaan penentu kualitas produk pertanian (surveyor).
Saluran pemasaran ikan laut segar melibatkan beberapa lembaga pemasaran, yaitu TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Mina Bahtera, pedagang Pengumpul, dan pedagang pengecer. Terdapat 3 (tiga) pola saluran pemasaran ikan laut segar; yaitu (1) nelayan, TPI Mina Bahtera, pengumpul, pengecer, dan konsumen; (2) nelayan, TPI Mina Bahtera, pengecer, dan konsumen; serta (3) nelayan, TPI Mina Bahtera, pedagang pengumpul, dan konsumen. Untuk lebih jelasnya, saluran pemasaran ikan laut segar dapat ditunjukkan pada Gambar 4.3.


Gambar 43 Pola saluran pemasaan ikan laut segar di Desa Banaran Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo (Rahim,2002:63)

Hasil pengamatan di lapangan ternyata para nelayan lebih memilih menjual produknya ke TPI Mina Bahtera untuk dilelang. Pertimbangannya, nelayan tidak mau menanggung biaya dan resiko pemasaran.
Ada 3 (tiga) pola saluran pemasaran dalam penelitian ikan laut segar. Pola pertama adalah nelayan sebagai anggota TPI Mina Bahtera menyalurkan hasil tangkapan (ikan laut segar) ke TPI untuk dijual ke para pedagang pengumpul melalui proses pelelangan/ penjualan. Dari pedagang pengumpul dijual ke pedagang pengecer yang berada di pusat kota Kecamatan Galur (pasar) untuk selanjutnya akan dijual ke konsumen akhir. Panjangnya rantai pemasaran pada saluran pemasaran 1 (pertama) ini menyebabkan besarnya biaya-biaya pemasaran dan margin keuntungan menjadi rendah pada masing-masing lembaga pemasaran. Dengan demikian, bagian (share) yang diterima oleh nelayan akan-semakin kecil dan harga di tingkat konsumen akhir menjadi lebih tinggi. Pola kedua adalah TPI menerima hasil tangkapan para nelayan untuk dijual langsung ke pedagang pengecer membeli langsung ke konsumen akhir. Dalam hal ini pedagang pengecer membeli langsung dari TPI kemudian menjual ke konsumen akhir seperti di pasar eceran. Rantai pemasaran pada saluran 2 (kedua) agak ringkas dibandingkan saluran 1 (pertama). Dengan demikian biaya-biaya pemasaran dapat ditekan dan margin keuntungan yang diperoleh masing-masing lembaga cukup tinggi. Bagian (share) yang diterima oleh nelayan pun agak besar dan harga di tingkat konsumen akhir menjadi murah. Pola ketiga adalah setelah nelayan menyalurkan ikan ke TPI, selanjutnya: dijual langsung ke pedagang pengumpul, dari pedagang pengumpul ke konsumen akhir. Rantai pemasaran pada saluran 3 juga agak ringkas sehingga biaya pemasaran dapat ditekan dan margin keuntungan yang didapat oleh masing-masing lembaga pemasaran lebih tinggi. Bagian yang diterima nelayan lebih tinggi dan harga di tingkat konsumen akhir menjadi murah.

D. Biaya dan Keuntungan Pemasaran Komoditas Pertanian
1. Biaya Pemasaran Komoditas Pertanian
Secara umum biaya merupakan pengorbanan yang dikeluarkan ulch produsen (petani, nelayan,.dan peternak) dalam mengelola usahataninya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya pun mcrupakan korbanan yang diukur untuk suatu satuan alat tukar berupa uang yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu dalam usahataninya:
Biaya pemasaran komoditas pertanian merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan atau aktivitas usaha pemasaran kumoditas pertanian. Biaya pemasaran komoditas pertanian meliputi biaya transportasi atau biaya angkut, biaya pungutan retribusi, dan lain-lain. Besarnya biaya pemasaran berbeda satu sama lain. Hal ini disebabkan lokasi pemasaran, macam lembaga pemasaran (pengumpul, pedagang besar, pengecer, dan sebagainya) dan efektifitas pemasaran yang dilakukan, serta macam komoditasnya.
Sering kali terjadi komoditas pertanian yang tinggi pula. Regulasi pemasaran di suatu daerah juga kadang-kadang berbeda satu sama lain. Begitu pula pedagang perantara. Atau lembaga pemasaran dan efektifitas yang mereka-lakukan:
Dalam Tabel 4 menunjukkan perselitase biaya tertinggi dari harga jual untuk palawija di Ponorogo Jawa Timur adalah ubi kayu dengan persentase 8,6% dengan diikuti jagung sebesar 6,7% serta kedelai dan kacang tanah sebesar 4%. Sedangkail persentase biaya terendah dari harga jual adalah untuk kacang tanah sebesar 0,4% diikuti kedelei sebesar 1,3%, jagung sebesar 1,6%, dan ubi kayu sebesar 2,0%.

Tabel 4.1. Persentase Biaya tertinggi dan Terendah untuk Komoditas Palawija Tertentu di Ponorogo, Jawa T'imur
No Komoditas Biaya Pemasaran dan harga jual
Tertinggi Terendah
1 Jagung 6,7 1,6
2 Kedelai 4,4 1,3
3 Ubi Kayu 8,6 2,0
4 Kacang Tanah 4,4 0,4
Sumber: Universitas Brawidjaya (1983) cit Soekartawi (2002:153)
2. Keuntungan pemasaran komoditas pertanian
Keuntungan pemasaran komoditas pertanian merupakan selisih antara harga yang dibayar ke produsen (petani, nelayan, peternak) dan harga yang dibayarkan, konsumen akhir. Keuntungan pemasaran dapat pula disebut margin pemasaran (marketing margin).
Perbedaan jarak dari produsen ke konsumen menyebabkan terjadinya perbedaan besarnya keuntungan. Oleh karena produsen tidak dapat bekerja sendiri untuk memasarkan produknya sehingga memerlukan pihak lain atau lembaga pemasaran untuk membantu memasarkan hasil produksinya, misalnya pedagang pengumpul, pedagang besar, pengecer, dan sebagainya.
Masing-masing lembaga pemasaran ingin mendapatkan keuntungan sehingga harga yang dibayarkan oleh lembaga pemasaran itu juga berbeda. Perbedaan harga di masing-masing lembaga pemasaran sangat bervariasi tergantung besar kecilnya keuntungan yang diambil olah masing-masing lembaga pemasaran. Jadi, harga jual di tingkat: produsen (petani, peternak, dan nelayan) akan lebih reiidah daripada harga jual di tingkat pedagang perantara (tengkulak, pengumpuh.dan pedagang besar): Harga jual: di tingkat perantara akan lebih rendah daripada harga jual di tingkat pengecer utau harga beli di tingkat konsumen akhir.
Tabe1 4:2 menunjukkan bahwa persentase penerimaan petani sebesar 72,7%; tengkulak sebesar 9,2%, pedagang pengumpul sebesar 10,9%, dan pedagang besar sebesar 7,3%. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah lembaga pemasaran tidak banyak sehingga keuntungan yang didapatkan oleh petani cukup besar karena saluran atau distribusi pemasarannya pendek.

Tabe1 4.2. Persentase Penerimaan Produsen dan Masing-masing Lembaga Pemasaran Kacang Tanah Ose di Ponorogo, JawaTimur.
No Komponen Presentasi Besarnya Penerimaan (%)
1 Petani 72,7
2 Tengkulak 9,2
3 Pedagang pengumpul 10,9
4 Pedagang Besar 7,3
Jumlah 100
Sumber: Universitas Brawidjaya (1983) cit Soekartawi (2002:153)

E. Efisiensi Pemasaran Komoditas Pertanian
Menurut Beierlein dan Michael (1991 : 326), Efficiency, The level n/ output divided by the level input required to achieve it (efisiensi inilah output dibagi dengan jumlah input yang dibutuhkan untuk menghasilkan output). Sedangkan menurut Downey dan Steven (I992:500), efisiensi adalah rasio yang mengukur keluaran atau produksi suatu sistem atau proses untuk setiap unit masukan.
Sebelum meninjau efisiensi pemasaran komoditas; pertanian, terlebih kita tinjau efisiensi ekanomi. Menurut Beierlein dan Michael (1991 :326) Economic efficiency, the point in, the production function where profits are maxsimized Technical is normally a prerequisite to efficiency (efisiensi ekonom; suatu titik, pada fungsi produksi diiwana profitnya maksimum. Teknik, merupakan syarat mutlak untuk efisiensi ekonomi).
Ada tiga kriteria umum efisiensi ekonomi, yaitu pertama, efisiensi produksi, dicapai pada saat tingkat subsitusi marginal antara dua faktor produksi adalah sama untuk semua pengunaannya. Kedua, efisiensi distribusi, dicapai jika terjadi distribusi komoditas¬-komoditas di antara konsumen-konsumen secara sasial efisiensi, artinya tingkat subsitusi marginal dan produk adalah sama untuk semua konsumen. Ketiga; kombinasi produk optimun tercapai saat kegunaan marginal relatif-antara dua produk Sama dengan tingkat transformasi marginal di antara produk-produk tersebut.
Efisiensi pemasaran (marketing effutiency) merupakan tolak ukur atas produktiyitas proses pemasaran dengan membandingkan sumberbiaya yang digunakan terhadap keluaran yang dihasilkan selama berlangsungnya proses pemasaran (Downay dan Steven, 1992:500). Menurut Crammer dan Jensen (1994.43), marketing efficiency is measured by comparing output and input, value. Output value are based on consumer valuation of a good, and input value. (cost) are determined by the of alternative production (Efisiensi pemasaran diukur dengan membandingkan nilai output dan input. Nilai output adalah gada penilaian.konsumen tentang produk dan nilai input (biaya) ditentukan oleh produksi altematif)
Efisiensi pemasaran dapat didefinisikan sebagai peningkatan rasio output-input yang dapat dicapai dengan cara, yaitu pertama, output tetap konstan sedangkan input mengecil; kedua, output meningkat sedangkan input tetap konstan; ketiga; output meningkat dalam kadar yang lebih tinggi daripada peningkatan input; dan keempat, output menurun dalam kadar yang lebih rendah ketimbang penurunan input. Dua dimensi yang berbeda dari efisiensi pemasaran dapat meningkatkan rasio output dan input yaitu efisiensi operasional dan efisiensi penetapan harga. Menurut Downey dan Erickson (1992: 501), efisiensi penetapan harga merupakan suatu dimensi mengenai¬ efisiensi pemasaran yang mengukur sejauh-mana ketetapan harga pasar dalam' mencerminkan biaya produksi dan pemasaran di¬sepanjang sistem pemasaran keselutuhart. Sedangkan efsiensi operasional merupakan snatu dimensi dari efisensi pemasaran yang mengukur produktivitas penyediaan jasa pemasaran di dalam perusahaan itu sendiri.
Dari sudut pandang marketing mix, efisiensi pemasaran menurut Downey dan Erickson (1992) cif Haryunik (2002: 17) dapat dilihat dari masing'-masing elemen, yaitu:
1) Efisiensi produk merupakan usaha untuk menghasilkan suatu produk melalui penghematan harga serta penyederhanaan prosedur teknis produksi dalam usaha mencapai target produksi gana memperoleh keuntungan niaksimum:
2) Efisiensi distribusi dinyatakan sebagai produk dari prodtisen menuju ke pasarsasaran melalui saluran distribusi yang pendek atau berusaha menghilangkan satu atau lebih mata rantai pemasaranyang panjang di mana distribusi produk berlangsung dengan tindakan penghematan biaya dan waktu:
3) Efisiensi harga yang menguntungkan pihak produsen dan konsumen diikuti dengan keuntungan yang layak diambil oleh setiap mata rantai pemasaran sehingga harga yang terjadi di tingkat petani tidak berbeda jauh dengan harga yang terjadi di tingkat konsumen akhir.
4) Efisiensi promosi mencerminkan penghematan biaya dalam melaksanakan pemberitahuan di pasar sasaian mengenai produk yang tepat; meliputi penjualan perorangan atau massal dan promosi penjualan:

Menurut Mubyarto (1985) cit Haryunik (2002 : 16) efisiensi pemasaran untuk komoditas pertanian dalam suatu sistem pemasaran dianggap efisien apabila (1) mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semuwah-murahnya, dan (2) mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan pemasaran;
Efisiensi pemasaran komoditas pertain merupakan rasio yang mengukur keluaran atau produksi komoditas pertanian suatu sistem atau proses untuk setiap unit masukan dengan membandingkan sumberdaya yang digunakan terhadap keluaran (output) yang dihasilkan selama berlangsungnya proses pemasaran komoditas pertanian dengan melalui efisiensi penetapan harga dari efisiensi operasional ataupun efisiensi ekonomi (efisiensi produksi, efisiensi distribusi, dan kombinasi produk optimum).
Pasar komoditas pertanian yang tidak efisien akan terjadi jika biaya pemasaran semakin besar dan nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Efisiensi pemasaran dapat terjadi, yaitu pertama, jika biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi; kedua, persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi; ketiga; tersedianya fasilitas fisik pemasaran; dan keempat adanya kompetisi pasar yang sehat.
Efisien tidaknya suatu sistem pemasaran tidak terlepas dari kondisi persaingan pasar yang bersangkutan. Pasar yang bersafng sempuma dapat menciptakan sistem pemasaran yang efisien karena pasar yang bersaing sempurna memberikan insentif bagi partisipan pasar, yaitu produsen, lembaga-lembaga pemasaran, dan konsumen.
Menurut Soekartawi (2002 : 6) teknik untuk meningkatkan efi¬siensi pemasaran adalah teknik S-C-P, yaitu struktur pasar (market structure), pelaksanaan pasar (market conduct), dan penampilan pasar. (market performance).
Tindakan yang perlu diketahui oleh produsen dan konsumen dalam melakukan efisiensi pemasaran adalah pertana, struktur pasar (market structure) yang terdiri-atas ukuran (besar-kecilnya) dari jumlah produsen (selaku penjual) dan jumlah konsumen (selaku pembeli); kedua, sistem keluar masuknya barang perlu diketahui, ketiga, komoditas pertanian mempunyai sifat yang khusus dalam pcmasaran, misalnya mudah rusak, bulky dan musiman. Kemudian pelaksanaan pasar (market conduct) terdiri dari empat aspek; pertama, bagaimana barang tersebut membentuk harga, kedua, apakah barang tersebut tidak dikenakan pajak yang sama atau berbeda menurut kualitas dan kuantitas barang yang dipasarkan, ketiga, apakah berdagang pada barang yang sama terjadi secara jelas di pasar? dan keempat, apakah dalam menganalisanya ba¬rang dari produsen ke konsumen tersebut diperlukan perlakuan ¬perlakuan khusus agar kualitas produk memenuhi selera konsumen? Selanjutnya, pelaku harus memahami penampilan pasar (rnarket performance) agar mampu membaca secara jelas mekanisme pemasaran itu sendiri.
Banyak cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan efisiensi pemasaran, tetapi effectiviness dari berbagai cara yang ditempuh untuk mengurangi biaya pemasaran merupakan persoalan dan belum tercapai kata sepakat. Menurut Converse dan Jones (1968 : 283) cit Hanafiah, dan Saefuddin (1986: 102), bahwa cara-cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan efisiensi pemasaran adalah menghilangkan persaingan yang tidak bermanfaat, mengurangi jumlah middleman pada saluran vertikal, memakai metode cooperative, memberi bantuan kepada konsumen, dan standardisasi dan simplikasi• Selanjutnya menurut Sudiyono (2001 : 245) strategi untuk meningkatkan efisiensi pemasaran adalah memperluas pasar dan memperkecil margin pemasaran.
Memperluas pasar dapat dilakukan dengan memperbesar permintaan konsumen dan melaksanakan pemasaran tertata (orderly marketing); seperti memperhatikan daya beli konsumen, permintaan jangka panjang dan jangka pendek konsumen. Untuk memperkecil margin pemasaran dapat dilakukan dengan menekan biaya dalam, melakukan fungsi-fungsi pemasaran ataupun mengurangi keuntungan lembaga pemasaran yang berlebihan. Menurut Sudiyono (2001:248) cara untuk menekan biaya pemasaran mempertinggi efisiensi lembaga pemasaran, mengubah sistem pemasaran, dan mengurangi pelayanan-pelayanan berlebihan yang dianggap menambah biaya pemasaran tanpa menAgn output pemasaran yang berarti.
Untuk mengukur efisiensi pemasaran dengan menggunakan pendekatan S-C-P, efisiensi operasional, dan efisiensi harga belumlah cukup memberikan kriteria efisiensi yang standar bagi pendekatan-pendekatan tersebut. Untuk itu, -diperluTcan indikator-indikator dinamis yang mudah dan jelas untuk mertgukur efisiensi pemasaran. Menumt Nancy (1988) cit Darsono (2004: 21) efisiensi pemasaran dapat dibedakan atas efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional merupakan ukuran dari biaya minimum fungsi pemasaran untuk menggerakkan komoditas dari produsen ke konsumen. Nilai yang menggambarkan ukuran tersebut adalah margin pemasaran. Sementara efisiensi harga adalah menyangkut ukuran keterkaitan harga dalam mengalokasikan komoditas dari konsumen ke produsen yang disebabkan oleh perubahan tempat, bentuk, waktu, dan penyimpanan. Penelaahan efisiensi harga mencakup elastisitasaransmisi harga dan integrasi pasar.
Berdasarkan penjetasan-penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa efisiensi pemasaran komoditas pertanian dapat diukur melalui margin pemasaran, integrasi pasar, dan elastisitas transmisi harga.

1. Margin pemasaran komoditas pertanian
a. Margin pemasaran
Dalam teori harga diasumsikan bahwa penjual dan pembeli bertemu langsung sehingga harga hanya ditentukan oleh kekuatan genawaran dan permintaan secara agregat. Dengan demikian, tidak ada perbedaan antara harga di tingkat petani dengan harga di iingkat pengecer atau konsumen akhir. Namun, berdasar¬kan penelian-penelitian di bidang ilmu ekonomi (ekonomika) pertanian; temyata terdapat perbedaan harga di tingkat pengecer (konsumen akhir) dengan harga di tingkat petani. Menurut Tomek dan Robinson (1982) cit Sapuan (1991 : 25) dalam menyampaikan komoditas hasil pertanian dari produsen ke konsumen terdapat biaya pemasaran sehingga terdapat perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen. Perbedaan ini disebut margin pemasaran (marketing margin).
Secara umum margin adalah sisa, untung bersih, garis tepi, batas, dan kelonggaran (Bambang dan Munir, 1991 : 72). Menurut Dahl dan Hammond (1975: 207); marketing margins for food products are the difference between prices paid by consumers and prices received by farmers for the raw farm products (margin pemasaran untuk produk pangan adalah perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani untuk produk mentah) Selanjutnya, nuenurut Dahl dan Hammond (1977 : 139), bahwa the marketing margin refers to the difference between prices at different levels of the marketing system. The marketing margin is the difference between farm Price (P) and retail price (P) (margin pemasaran adalah perbedaan antara harga di tingkat yang berbeda dalam sistem pemasaran. Margin pemasaran adalah perbedaan antara harga di tingkat petani dan harga ditingkat pengecer (P)).
A marketing margin may be defined alternatively as : (1) a difference between the price paid by consumers and obtained by producers, or as (1) the price of collection of marketing service which is the outcome of flue demand for and the supply of such services (margin pemasaran dapat pula didefinisikan sebagai : (1) perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dan yang diterima produsen, atau (2) harga sejumlah jasa pemasaran yang merupakan akibat permintaan dan penawaran jasa pemasaran) (Tomek dan Robinson,1981 : 120).
MenurutBeierlein dati Michael (1991: 330), margin in the difference Ilwf between the, price consumers pay for a product and the price received by producers for the taw product (margin merupakan perbedaan antara hnr);a yang dibayar konsumen untuk sebuah produk dan harga yang diterima produsen untuk bahan baku).
Menurut Downey dan Erickson, (1992: 504) margin pemasaran (marketing margin) adalah selisih antara dua pengembalian atau produk pada dua tingkatan dalam saluran pemasaran, misalnya selisih antara harga yang dibayar konsumen dengan harga yang ¬diterima oleh produsen. Menurut Crammer dan Jensen (1994:320) the difference between the price that consumers pay for the final good and the price received by producer for the raw product represents marketing cost, or the marketing margin (perbedaan antara harga yang konsumen bayar untuk produk akhir dan harga yang diterima produsen untuk bahan baku yang menggambarkan biaya pemasaran atau margin pemasaran).
Menurut Amang et.al (1996: 324) margin pemasaran diartikan sebagai perbedaan antar harga yang dibayarkan oleh konsumen untuk membeli produk dengan harga pabrik yang diterima oleh produsen yang membuat produk tersebut,
Margin pemasaran dapat didefisikan dengan dua cara, yaitu pertama, margin pemasaran merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani. Definisi perfama dikemukakan oleh Daly (1958) dan diterangkan lebih lanjut oleh Friedman (1962) cit. Sudiyona (2001 : 95). Kedua, margin pemasaran merupakan biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari jasa¬jasa;pemasaran (Sudiyono,2001 : 95).
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa margin pemasaran• atau tataniaga komoditas pertanian adalah sefisih harga,dari dua: t?r?gkat rantai, pemasaran atau selisih harga yang dibayarkan, di tingkat pengecer (konsumen) dengan harga yang diterima oleh produsen (petani/nelayan/peternak).. Dengan kata lain, margin pemasaran merupakan perbedaan harga di tingkat konsumen (harga yang terjadi karena perpotongan kurva permintaan primer/primary demand curve dengan kurva penawaran turunan/derived supply curve) dengan harga di tingkat produsen (harga yang terjadi karena perpotongan kurva penawaran Primer/primary supply dengan permintaan turunan/derived demand).
Komponen margin pemasaran terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang disebut dengan biaya pemasaran atau biaya fungsional (functional cost) dan keuntungan (profit) lembaga pemasaran (Sudiyono, 2001: 96). Apabila dalam pemasaran suatu produk pertanian terdapat lembaga pemasaran yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran, margin pemasaran secara matematis dapat ditulis sebagai-berikut.




di mana :
M : margin pemasaran
Cij : biaya pemasaran untuk melaksanakan fungsi peniasaran ke-i oleh lembaga
pemasaran ke- j
πj : keuntungan yang diperoleh oleh lembaga pemasaran ke-j. ,
m : jumlah jenis biaya pemasaran:
n : jumlah lembaga pemasaran.

Dengan menyebutkan bahwa margin pemasaran merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima oleh petani, lebih lanjut dapat dianalisis sebagai berikut: harga yang dibayarkan konsumen merupakan harga di tingkat pengecer (retail); yaitu merupakan perpotongan antara kurva permintaan primer (primary demand curve) dengan kurva penawaran primer (derived supply curve): Sementara itu, harga di tingkat petani (farmer) merupakan perpotongan antara kurva permintaan turunan (delivered demand curve) dengan kurva penawaran primer (primary / supply curve).
Permintaan konsumen atas suatu produk di tingkat pengecer disebut permintaan primer. Sementara peumiritaan suatu produk di tingkat petani disebut permintaan turunan sebab permintaan ini diturunkan dari permintaan konsumen ke tingkat pengecer.
Istilah permintaan konsumen (consumer's demand) dan permintaan turunan (derived demand) menurut Hanafiah dari Shefuddin (1986:58) adalah permintaan konsumen yang berarti jumlah barang yang akan dibeli/konsumen akhir di suatu pasar eceran pada harga eceran tertentu selama jangka waktu tertentu pula: Permintaan konsumen disebut pula comsumtion demand. Sementara permintaan turunan adalah permintaan yang berasal dari permintaan tidak langsung, misalnya permintaan yang terdapat di pasar grosir, di pasar pengolahan, dan permintaan di berbagai tingkat pedagang perantara. Kedua jenis permintaan tersebut berasal dari permintaan konsumen tingkat eceran.
Cramer dan Jensen (1979) cit Sudiyono (2001:96) secara sederhana menghubungkan antara kurva permintaan primer dan kurva turunan seperti yang terlihat pada Gambar 4.4a. Gambar tersebut menunjukkan bahwa pada jumlah barang yang diminta sebanyak Q0, harga di tingkat pengecer sebesar P dan harga di tingkat petani sebesar Pf. Pada jumlah ini margin pemasaran sebesar:
Mo = A – B = Pr – P1¬
Jika jumlah barang yang ditransaksikan sebanyak Ql, harga di tingkat pengecer sebesar Pr dan harga di tingkat petani sebesar Pf. Pada jumlah ini margin pemasaran adalah selisih harga di tingkat pengecer Pr dengan harga ditingkat petani sebesar Pf. Pada jumlah ini margin pemasaran sebesar:
Mo = A – B = Pr’ – Pf’
Tiga hubungan antara besar margin pemasaran dengan jumlah yang diminta adalah pertama, apabila jumlah yang diminta bertambah dan margin pemasaran beratambah (M1 > Mo) disebut margin pemasaran bertambah; kedua, apabila jumlah yang diminta bertambah dan margin pemasaran konstan (M1 = M0) disebut margin pemasaran konstan; ketiga, apabila jumlah yang diminta bertambah dan margin pemasaran berkurang (Ml < M0) disebut margin pemasaran berkurang. Pada sisi penawaran, dijumpai kurva pemasaran dan kurva penawaran turunan. Penawaran primer adalah penawaran komoditi pertanian ditinkat petani, sedangkan penawaran turunan adalah, penwaran di tingkat pengecer. Kurva turunan ini merupakan penjumlahan kurva penawaran primer dengan margin pemasaran. Cramer dan Jensen (1979) cit Sudiyono (2001: 97) menggambarkan hubungan penawaran di tingkat petani dan pengecer seperti pada Gambar 4.4b. Gambar tersebut menunjukkan pada jumlah barang yang ditawarkan sebesar Qo, harga di tingkat pengecer sebesar Pr dan harga di tingkat petani sebesar Pf. Margin pemasaran sebesar: M0 = Pr – Pf = G = G Apabila jumlah barang yang ditawarkan bertambah menjadi Ql, maka harga di tingkat pengecer sebesar Pr dan harga di tingkat petani sebesar Pr'. Dengan demikian, margin pemasaran sebesar: M1 = Pr’ – Pf’ = H – I Seperti halnya pada permintaan, pada penawaran pun terdapat tiga hubungan antara besar margin pemasaran dengan jumlah penawaran, yaitu pertama, jika jumlah yang ditawarkan bertambah dan margin pemasaran bertambah (Ml > M0) disebut margin pemasaran bertambah; kedua, jika jumlah yang ditawarkan bertambah dan margin, pemasaran konstan (Ml = M0) disebut margin pemasaran konstan; ketiga, jika jumlah yang ditawarkan bertambah dan margin pemasaran berkurang (M1 < M0) disebut margin pemasaran berkurang. Pada analisis pemasaran komditas pertanian tentu dipertimbangkan pada sisi penawaran dan permintaan secara simultan sehingga terbentuk harga ditingkat pengecer dan harga ditinkat produsen. Hal itu dapat dilihat pada Gambar 4.4.c Gambar 4.4a. Hubungan antara permintaan di tingkat pengecer (primary demand) dengan permintaan di tingkat petani (delivered demand) Gambar 4.4b. hubungan antara penawaran di tingkat petani (primary supplay) dan di tingkat pengecer (delivered supply) Gambar 4.4c. Kurva penawaran permintaan primer dan turunan serta margin pemasaran (marketing margin) Keterangan: Pr : Harga di tingkat pengecer (retail price) Pf : Harga di tingkat petani (farm price) M : Margin pemasaran (marketing margin) Gambar tersebut memperlihatkan kurva-permintaan primer yang berpotongan dengan kurva penawaran turunan membentuk harga di tingkat pengecer (P). Kurva permintaan turunan di tingkat petani (P). margin pemasaran adalah selisih harga di tingkat pengecer dengan harga di tingkat petani (M = Pr – P1). Secara matematik, besarnya margin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut : MP = Pr - Pf Di mana : MP : margin pemasaran (Rp) Pr : harga di tingkat pengecer (Rp) Pf : harga di tingkat petani (Rp) Pada Gambar 4.5 diukur nilai margin pemasaran (VMM) yang dinikmati oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran komoditas pertanian. Sudiyono.(2001 :100) mengatakan bahwa nilai margin pemasaran merupakan hasil kali antara perbedaan harga di tingkat pengecer dengan harga di tingkat petani dengan jumlah yang ditransaksikan, yaitu: di mana : VMM : nilai margin pemasaran Pr : harga di tingkat pengecer Pf : harga di tingkat petani Q* : Jumlah yang ditransaksikan Nilai margin pemasaran pada Gambar 4.5 adalah luas segi rrnpat PP, BA. Nilai margin pemasaran ini didistribusikan di antara lembaga-lembaga pemasaran sebagai biaya pemasaran dan keuntungan lembaga-lembaga pemasaran. Dahl dan Hammond (1977:138) mengatakan bahwa the value of the marketing margin (VMM) is difterent in price at two levels of the marketing system multiplied by the product marketed (Nilai margin pemasaran adalah perbedaan harga pada dua tingkatan sistem pemasaran dikalikan dengan jumlah produk yang di pasarkan). dimana : Pf : harga di tingkat petani Pr : harga di tingkat pengecer Sf : kurva penawaran petani, (primary supply curve) Sr : kurva penawaran pengecer. (delivered supply curve) Dr : kurva permintaan petani,(primary demand curve) Df : kurva permintaan pengecer (derived demand curve). Qr,f : jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer Pf P, BA : nilai margin pemasaran (value of marketing margin) Nilai margin pemasaran terdiri atas dua bagian, yaitu biaya pemasaran, bagian pengembalian dari faktor-faktor produksi yang digunakan untuk pengolah dan jasa pemasaran,misalnya gaji, upah tenaga kerja, biaya, sewa, keuntungan, biaya wirausaha dan risiko kapital; dan biaya: pungutan, yaitu pengembalian variable-variabel agen/industri dari pemasaran, seperti jasa eceran, aktivitas penjualan, dan tengkulak. Nilai margin pemasaran adalah perbedaan harga di kedua tingkat sistem pemasaran dikalikan dengan kuantitas produk yang dipasarkan. Cara perhitungan tersebut sama dengan konsep nilai tambah (value added). Pengertian ekonomi dari nilai margin pemasaran adalah harga dari sekumpulan jasa pemasaran/tataniaga yang merupakan interaksi antara permintaan dan penawaran produk-produk tcrsebut. Oleh karena itu, nilai margin pemasaran dibedakan menjadi dua, yaitu marketing cost dan marketing charges. Marketing cost terkait dengan tingkat pengembalian dari faktor produksi, sementara marketing charges berkaitan dengan berapa yang diterima oleh pengolah, pengumpul, dan lembaga tataniaga (Dahl dan Hammond, 1977 cit Kustiari, 2003 : 2). Menurut Abbot (1987) cit Manumono (1993 : 21), operasional dari margin pemasaran dibutuhkan unsur sebagai berikut. Pertama, biaya langsung berupa biaya penanganan, pengangkutan dan penjualan. Kedua, biaya tambahan berupa biaya perkantoran, gaji dari kontribusi, sosial untuk kesejahteraan karyawan, bunga bank dan penyusutan untuk peralatan dan fasilitas. Ketiga, pembayaran untuk manajemen dan risiko, meliputi penghasilan bersih operasional atau penghasilan kewirausahaan. Gambar 4.5 menunjukkan pertama, berupa pembayaran yang diberikan kepada faktor-faktor produksi yang dipergunakan dalam proses produksi. Pembayaran tersebut terdiri dari upah (wages) tenaga kerja, bunga (interest), modal, sewa (rents) tanah dan bangunan, keuntungan (profit), laba bagi wirausaha dan resiko modal. Seluruh beban tersebut adalah biaya pemasaran (marketing cost). Kedua, pembayaran yang diberikan kepada pelaku yang terlibat dalam pemasaran, seperti pembayaran kepada pedagang pengecer (retailers), pedagang besar (wholesalers), dan pedagang pengumpul (assemblers) (Dahl dan Hammond,1977 : 140). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa analis margin pemasaran bertujuan untuk mengukur: pertama, pangsa-pasar yang diterima oleh petani dari harga yang dibayarkan konsumen akhir; kedua, biaya-biaya penyaluran komoditas yang dikeluarken oleh lembaga pemasaran, seperti biaya pengangkutan, penimbangan, pembersihan, retribusi, dan penyimpanan; dan ketiga, margin keuntungan lembaga pemasaran yang melaksanakan pemasaran komoditas pertanian dari produsen sampai ke konsumen. Hasil penelitian Rahim (2002 : 65) mengenai perbandingan margin pemasaran ikan laut segar di Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo; Tabel 4.3: Perbandingan Margin Pemasaran dari Ketiga Saluran Pemasaran Ikan Manyung (Marine catfishes),.Ikan Part (Rays), dan Ikan Belanak (mullets) di TPI Mina Bahtera Kabupaten Won Progo, 2002 Uraian Ikan manyung (Marine catfishes) Saluran 1 (Rp/Kg) Saluran 2 (Rp/Kg) Saluran 3 (Rp/Kg) Harga di tingkat nelayan (P) Harga.di tingkat konsumen (P) Margin pemasaran (MP) 6165,00 7420,00 1805,00 5575,00 7280,00 1705,00 5645,00 7600,00 1955,00 Uraian Ikan manyung (Marine catfishes) Saluran 1 (Rp/Kg) Saluran 2 (Rp/Kg) Saluran 3 (Rp/Kg) Harga di tingkat nelayan (P) Harga di tingkat konsumen (P) Margin pemasaran (MP) 3080,00 4160,00 1080,00 3130,00 4140,00 1010,00 3145,00 4067,00 922,00 Uraian Ikan manyung (Marine catfishes) Saluran 1 (Rp/Kg) Saluran 2 (Rp/Kg) Saluran 3 (Rp/Kg) Harga di tingkat nelayan (P) Harga di tingkat konsumen (P) Margin pemasaran (MP) 7070,00 8380,00 1310,00 7125,00 8320,00 1195,00 7140,00 8065,00 927,00 Sumber:Rahim(2002:65) menunjukkan selisih antara harga di tingkat konsumen dengan harga di tingkat nelayan seperti terlihat pada Tabel 4.3. Tabel tersebut menunjukkan margin pemasaran terendah terjadi pada saluran pemasaran 1, 2, dan 3 pada ikan pari (rays) sebesar Rp 1.080, Rp 1.010; dan Rp 922 sehingga pemasaran tersebut lebih efisien dari saluran pemasaran ikan manyung (marine calfishes) dan ikan belanak (mullets). Hal tersebut menguntungkan bagi nelayan yang ada di Desa Banaran Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo. b. Distribusi margin pemasaran Untuk mengetahui distribusi margin, maka perlu diketahui lebih,dulu bahwa margin pemasaran terdiri dari biaya-biaya untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga-¬lembaga pemasaran yang terlibat dalam aktivitas pemasaran suatu komoditas pertanian. Dengan melihat maksud tersebut, maka dapat ditentukan berapa persen distribusi margin yang digunakan sebagai biaya untuk melaksanakan fungsi pemasaran pada setiap lembaga pemasaran. Distribusi margin pemasaran ditentukan dari persentase bagian total, margin pemasaran yang digunakan untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j dan persentase total bagian margin pemasaran yang digunakan untuk keuntungan lembaga pemasaran ke-j. Bagian biaya untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j adalah: SBij = [cij / Pr – Pf)] x 100% cij = Hjj – Hbj – Iij Sedangkan keuntungan lembaga pemasaran ke-j: Skj = [Pij / Pr – Pf) Pij = Hjj – Hbj – cij dimana : SBij : persentasi biaya untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-I oleh lembaga pemasaran ke-j (%) Cij : biaya untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-I oleh lembaga pemasaran ke-j (Rp) Skj : bagian keuntungan lembaga pemasaran ke-j (Rp) Pij : keuntungan lembaga pemasaran ke-j (Rp) Pr : harga ditingkat pengecer Pf : harga ditingkat petani (Rp) Hjj : harga jual lembaga pemasaran ke-j (rp) Hbj : harga beli lembaga pemasaran ke-j (Rp) Iij : keuntungan untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-I oleh lembaga pemasaran ke-j (Rp) Hasil penelitian Rahim (2002 : 72); mengenai distribusi margin pemasaran ikan laut segar di Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kabupaken Kulon Progo, menunjukkan biaya dari setiap aktivitas dan keuntungan dari masing-masing lembaga pemasaran yang berperan aktif dalam pemasaran ikan laut segar di TPI Mina Bahtera terlihat pada Tabel 4.4. Tabel tersebut menunjukkan keuntungan tertinggi terdapat pada lembaga/saluran 2 (kedua) di pedangang pengecer sebesar 49,85% untuk ikan manyung; 56,93 ikan pari, dan 65,27% ikan belanak. Besarnya keuntungan yang diterima karena tingginya biaya transportasi. Selain mendatangi TPI, juga terkadang mendatangi konsumen akhir sebagai tanggungan pedagang pengecer. c. Share, (bagian) Untuk mengetahui bagian (share) yang diterima petani/nelayan/peternak dapat dilihat keterkaitannya antara pemasaran dan proses produksi. Komoditas yang diproduksi secara tidak 4fisien (biaya per unit tinggi) harus dijual dengan harga per unit lebih tinggi. Dengan demikian, bagian harga yang diterima petani (farmer's share) menjadi kecil. Tabel 4:4. Perbandingan Distribusi Margin Pemasaran Ikan laut = Segar untuk saluran 1,2, dan 3 di Desa Banaran Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo, 2002 Sumber: Rahim (3002: 72) Semakin panjang rantai pemasaran, biaya pemasaran akan semakin besar. Hal ini berakibat semakin banyaknya margin pemasaran sehingga harga yang diterima petard (farmer's share) atau nelayan semakin kecil. Menurut Kohls dan Joseph (1980) cit Ginting (2001:26), besarnya bagian yang diterima petani (farmer's share) dipengaruhi oleh tingkat Pemrosesan, biaya transportasi, keawetan atau mutu, dan jumlah produksi. Besarnya share harga yang diterima petani nelayan (Sp) dari harga yang dibayarkan konsumen dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: di mana: Sp : bagi (Share) yang diterima petani (%) Pf : ft~i tingkat petani (RP) Pi= . barff,~ii tingkat konsumen akhir atau harga di tingkat -. pengecer (RP) Hasil penelitian Rahim (2002: 76) mengenai share yang diterima nelayan pada masing-masing saluran pemacaran untuk ketiga jenis ikan laut segar di Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel tersebut menunjukkan bahwa bagiari (share) tertinggi yang diterima oleh nelayan pada ketiga jenis ikan adalah ikan belanak (Mullets) pada saluran 3 sebesar sebesar 88,51%. Sementara, yang terkecil ikan pari (Rays) pada salutan 1 sebesar 74,04%. Rendahnya share yang diterima oleh nelayan pada saluran 1 jika dibandingkan dengan salnran 2 dan 3 karena biaya operasional yang digunakan cukup besar, seperti biaya operasional bensin dan oli. Tabe1 4.5. Bagian (share) yang Diterima Nelayan untuk Ketiga Saluran di Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kabupaten Won Progo Jenis ikan Share Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3 Ikan Manyung (Marine cotfishes) 75,67 76,58 74,28 Ikan Pari (Roys) 74,04 75,60 77,33 Ikan Blanak (Mullets) 84,37 85,64 88,51 Sumber: Rahim (2002:76) Berdasarkan Tabel 4.6 tersebut, lebih lanjut dapat dihitung margin pemasaran, distribusi margin, dan share nelayan (khususnya untuk ikan pari (rays)) sebagai berikut. 1) Margin pemasaran: MP = Pr – Pf = 4140 – 3130 = 1010 Tabel 4.6. Analisis Margin, Distribusi Margin dari share Pemasaran Ikan Pari (rays) untuk Saluran Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo 2) Distribusi margin SBij = [cij / (Pr – Pf)] x 100% = 14/1010 x 100% = 0,72 Cij = Hjj – Hbj - Iij TPI = 3192 – 3130 – 48 = 14 Pengecer = 4140 – 3192 – 575 = 373 Sementara keuntungan lembaga pemasaran ke-j Skj = [Pij / Pr – Pf) x 100% = 48/1010 x 100% = 4,75 TPI = 3192 – 3130 – 14 = 48 3) Share nelayan d. Faktor-faktor yang mempengaruhi margin pemasaran Margin pemasaran suatu komoditas dipengaruhi oleh berbagai aspek, yaitu di antaranya jenis produk, jumlah pelaku pasar, mekanisme perdagangan, infra struktur, kebijakan pemerintah, dan waktu (Amang et..a1;1996 : 325). Menurut Rahim (2003 : 46), faktor-faktor yang mempengaruhi margin pemasaran ikan laut segar adalah volume penjualan, harga di tingkat produsen (nelayan), dan jumlah lembaga pemasaran yang dilalui. Berbagai hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi margin pemasaran komoditas pertanian secara umum meliputi volume penjualan komoditas, harga di tingkat produsen (nelayan), jumlah lembaga pemasaran yang terlihat seperti, pengumpul, grosir atau pedagang besar, pengecer, dan jumlah saluran pemasaran yang dilalui. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi margin pemasaran komoditas pertanian digunakan regresi linear-lier anda (Abltiple linear regression). Regirsi-linear berganda melibatkan hubungan dari dua atau lebih variable bebas. Model tersebut dikembangkan untuk mengestimasi variabel dependen Y dengan menggunakan lebih dari satu variabel independen (X1, X2, …Xn) Y - βo + β1 X1 + β2 X2 + βnXn + βn+1 Dn + …… + βn+m Dm + e di mana: Y : variable yang dipengaruhi : intersep/konstanta β1 … βn+m : koefisien arah regresi masing-masing variable X1, X2, …Xn : variable yang mempengaruhi D1…. D1m : variable dummy e : gangguan stokhastik atau kesalahan (disturbance term) Hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi margin pemasarankan pari (rays) di TPI Mina Bahtera Kabupaten Kulon Progo, dapat dilihat pada Tabe14.7. Dipililinya ikan pari (rays) karena hasil penelitiannya menyatakan bahwa margin pemasaran ikan laut segar yang terendah terjadi pada saluran pemasaran ikan pari (rays). Hal itu berarti pemasaran ikan pari lebih efisien dari pemasaran jenis ikan lainnya ikan manyung (marine catfishes) dan ikan belanak (mullets)). Untuk persamaannya adalah sebagai berikut: di mana: Y : margin pemasaran ikan pari (rays) (kg) β O : intersep/konstanta β i ... β 3 : koefisien arah regersi masing-masing variabel bebas X1.... X2 X1 : volume penjualan (Rp) X2 : harga di tingkat nelayan*p) X3 : jumlah lembaga pemasaran yang dilalui "` 3 : gangguan stokhastik atau kesalahan (disturbance term) Tabel 4.7 menunjukkan jika setiap kenaikan volume penjualan (XI) 1 %, margin pemasaran ikan pari akan turun sebesar 0,646%. Jika harga di tingkat nelayan (XI) naik sebesar 1%, margin pemasaran ikan pari turun sebesar 0,899%. Jika jumlah lembaga pemasaran yang dilalui (X3) naik sebesar 1%, margin pemasaran ikan paii naik sebesar 38,121 %. Untuk intersep/konstanta tanpa volume penjualan, harga di tingkat nelayan, dan jumlah lembaga pemasaran yang dilalui, nilai margin pemasaran ikan pari naik sebesar 3.840,063%. Pengaruh individual (parsial) independent variable harga di tingkat nelayan (X2) terhadap, dependent variable, yaitu pemasaran ikan laut segar (2) mempunyai nilai 2,832. Nilai tersebut lebih besar dari sebesar 60,56%. Artinya harga di tingkat nelayan secara individu nyata terhadap margin pemasaran ikan laut segar di TPI. Mina Bahtera Kabupaten Kulon Progo.Volume penjualan (X1) dan jumlah lembaga pemasaran yang dilalui (X2) masing-masing mempunyai nilai t-hitung sebesar -1,230 dan 0,651. Nlai ini lebih kecil dari t-tabel sebesar 2,056. Artinya, volume penjualan (Xl) dan jumlah lembaga pemasaran yang dilalui (X3) secara individu atau masing (parsil) berpengaruh tidak nyata, terhadap margin pemasaran ikan laut segar di TPI Mina Bahtera Kabupaten Kulon Progo. Pengaruh secara bersama-sama (simultan) independent variable (Xl, X2 dan X3 terhadap dependent variable, margin pemasaran ikan laut segar (1), diperoleh nilai F-hitung sebesar 4,280. Nilai ini lebih Tabe14.7: Analisis Regresi Faktor-faktor yang mempengaruhi margin Pemasaran Ikan Pari (rays) di TPI Mina Bahtera Kabupaten Kulon Progo No Variable Koefisien Regresi t-hitung Sig 1 Volume penjualan -0,646 -1,230 ts 0,230 2 Harga di tingkat nelayan (X2) -0,899 -2,832 0,009 3 Jumlah lembaga pemasaran yang dilalui (X3) 38,121 0,651 0,521 Intercep/konstanta 3,840,063 3,605*** 0,001 f-hitung 4,280** 0,014 N 30 Sumber : rahim (2003), diolah Keterangan : *** = sangat signifikan pada tingkat kesalahan 1%(0,01), atau tingkat kepercayaan 99% ** = signifikan pada tingkat kesalalah (0,05, atau tingkat kepercayaan 95% (ts) = tidak signifikan F-tabel 5% = 2,98 – pembilang/numerator : k – 1 = 4 – 1 = 3 t-tabel = 2,056 df = n – k = 30 – 4 = 26 besar dari f-tabel yang hanya 2,98. Artinya, volume penjualan, harga di tingkat nelayan dan jumlah lembaga pemasaran yang dilalui secara bersama-sama (simultan) berpengaruh nyata terhadap margin pemasaran ikan laut segar di TPI Mina Bahtera Kabupaten Kulon Progo. Nilai koefisieri determinasi (Rz) sebesar 0,331. Nilai tersebut menunjukkan bahwa variasi volume penjualan, harga di tingkat nelayan, dan jumlah lembaga pemasaran yang dilalui mampu menerangkan atau menjelaskan 33,1% variasi margin pemasaran ikan laut segar di TPI Mina Bahtera Kabupaten Kulon Progo, sisanya sebesar 669% dipengaruhi oleh variabel lain selain volume penjualan, harga di tingkat nelayan, jumlah lemhaga pemasaran yang dilalui. Nilai persamaan regresinya sebagai berikut : Y = 3840,063 - 0,646 X1 -0,899 X2 + 38,121X3 + e 2. Integrasi Pasar Kata integrasi berasal dari integrate atau penyatuan yang secara harfiah berarti "dari bentuk keseluruhan berubah menjadi kesatuan". Integrasi ini merupakan salah satu proses ekonomi yang secara fungsional berkaitan dengan penggaburigan dari beberapa bentuk proses produksiyang terpisah-pisah menjadisatu kesatuan. MenurutRavallion (1985) dan Heytens (1986) cit Aulang et.al (1996 : 328), integrasi/keterpaduan pasar pada dasarya untuk melihat keeratan hubungan pasar dengan pasar lain yang menjadi rujukan (yang mempengaruhinya). Selanjutnya Karjono (199%) cit Widyastuti (2001: 24) menjelaskan bahwa integrasi pasar didefinisikan sebagai pergerakan harga yang berhubungan dengan dua pasar atau lebih. Lebih jauh dijelaskan bahwa hal tersebut digunakan untuk mengetahui seberapa besar pembentukan harga suatu komoditas pada suatu tingkat lembaga pemasaran dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga pemasaian lainnya. Untuk menganalisis perilaku pasar, terdapat dua pendekatan integrasi, yaitu pendekatati integrasi vertikal dan horisontal. Menurut Sudiyono (2002: 195), integrasi vertikal digunakan untuk melihat keadaan pasar antara pasar lokal, kecamatan, kabupateri, dan propinsi, serta nasional. Hal tersebut mampu menjelaskan kekuatan tawar menawar antara pasar dengan lembaga pemasaran atau antar lembaga pemasaran. Integrasi horizontal digunakan untuk melihat apakah mekanisme harga pada tingkat pasar yang sama, misalnya antar pasar desa, berjalan secara serentak ataukah berjalan tidak serentak. Alat analisis yang digunakan dalam integrasi horizontal adalah korelasi harga antara pasar satu dengan pasar yang lainnya. Korelasi tersebut menunjukkan keeratan antara harga suatu komoditas pertanian di suatu daerah dengan harga komoditas; pertanian lainnya. Kemudian untuk menjelaskan bagaimana tranasi ¬perubahan harga pasar sekitarnya digunakan koefisien koefisien deteminasi. Menurut Karjono (1997) cit. Widyastuti (2002 : 24), integrasi vertikal adalah keterpaduan harga antara pasar produsen dengan ¬pasar konsumen, hal tersebut menjelaskan kekuatan tawar menawar ¬(bargaining power) antara produsen dan konsumen. Sementara integrasi horizontal adalah integrasi harga antar pasar konsumen atau antar pasar produsen. Tingkat integrasi pasar antara dua pasar dapat dipakai untuk melihat sistem persaingan pasar yang ditujukan oleh besarnya angka koefisien korelasi antara harga di tingkat produsen dan harga di tingkat konsumen. Dalam mengkaji integrasi atau pasar digunakan analisis korelasi. Menurut Azzaino (1982) cit Ginting (2001 : 16), koefisien korelasi dapat mernberikan penafsiran sampai seberapa jauh pembentukan harga suatu komoditas pada suatu tingkat pasar yang dipengaruhi oleh pasar lainnya. Tingkat integrasi antara dua tingkat pasar dapat dipakai untuk melihat tingkat persaingan yang ditunjukkan oleh besarnya koefisien korelasi harga di tingkat produsen dan harga di tingkat konsumen. Koefisien korelasi sebagai indikasi adanya integrasi pasar yang dapat dipakai sebagai ukuran struktur pasar yang efisien. Berkaitan dengan efisiensi, Sugiarto (1992) cit Haryunik (2002 : 25) menentukan tingkat keeratan hubungan dalam analisis korelasi dapat diketahui dengan pedoman pada Tabe14.8. Tabe14:8.Tingkat Hubungan dalam Analisis Korelasi Nilai r Kriteria Hubungan Integrasi Pasar 0 Tidak ada korelasi Tidak sempurna 0-0,5 Korelasi lemah Tidak sempurna > 0,5 -, 0,8 Korelasi sedang Tidak sempurna
0,8 – 1 Korelasi kuat Tidak sempurna
1 Sempurna Sempurna
Sumber: Sugiarto (1992) cit Haryunik (2002:25)
Harga di tingkat pengecer berintegrasi sempurna dengan harga tingkat petani dengan r = 1 yang berarti integrasi tersebut dengan terdapat persaingan sempurna.
Secara teori, korelasi harga di tingkat produsen atau petani (P1) dengan harga di tingkat pengecer atau konsumen (P2) dapat diturunkan dari fungsi penawaran sebagai berikut:

Pf = a0 + a1Q
Pr = b0 + b1Q

di mana :
ao dan bo :konstanta
a1 dan bl : koefisien arah
b0 > ao
Perbedaan bo dan ao merupakan biaya tetap yang diperlukan untuk menyatukan komoditas dari produsen ke konsumen. Dari persamaan tersebut, diperoleh:
B1Q = Pr – b0
atau

Dengan mensubstitusikan persamaan tersebut, diperoleh:





Untuk menganalisis integrasi pasar digunakan analisis korelasi linear model Gujarati (1998: 46) dan analisis regresi berganda model Ravallion (1986 : 27)

Model korelasi linear:



Jika hubungan harga di pasar produsen (P) dan pasar konsumen (P) diasumsikan linear, korelasi harga adalah:



di mana :
β1 : intersep
β2 : koefisien korelasi
Pr : harga di tingkat konsumen/pengecer
Pf : harga di tingkat petani
N : jumlah sample

Jika β1=1 maka struktur pasarnya adalah persaingan sempurna, artinya pembentukan pasar antara pasar di tingkat produsen dengan pasar di tingkat konsumen berintegrasi sempuma sehingga dapat dikatakan sistem pemasannya adalah efisien.
Jika β1 < 1 maka struktur pasarnya adalah bukan persaingan sempurna, tetapi mengarah ke monopoli, oligopoli, monopsoni, atau oligopsoni sehingga dapat dikatakan sistem pemasarannya tidak efisien. Selanjutnya digunakan pendekatan regresi linear berganda model Rovallion (1986) cit Widyastuti (2002: 32), sebagai berikut : di mana : Pk : rata-rata di pasar konsumen tahun t Pp : rata-rata harga dipasar produsen tahun t Pk-1 : rata-rata harga di pasar konsumen tahun t-1 B0 dan C0 : intersep B1 dan C1 : konstanta T : trend waktu Kemudian untuk mengetahui seberapa kuat dan lemahnya/ tingkat keterpaduan pasar atau derajat keeratan pasar produsen dan pasar konsumen digunakan analisis keterpaduan pasar berdasarkan model Timmer (1987: 68), yaitu Index of market Connection (IMC). IMC didefinisikan sebagai rasio keserkjangan pasar produsen dan kcefisien kesenjangan pasar konsumen, sedangkan menurut Amang et.al (1996: 329) sejauh mana tingkat keterpaduan pasar lokal dengan pasar rujukan diukur dengan nilai indeks keterpaduan pasar yaitu IMC. Secara umum model matematik indeks integrasi pasar (IMC) menurut Heytens (1986) cit Amang et.al (1996: 349) adalah: atau di ubah menjadi: di mana : β1 : (1 + b2) β2 : b2 β3 : (b3 – b1) Pit : harga di pasar lokal pasar yang dipengaruhi oleh pasar rujukan) pada waktu t Pit-1 : harga di pasar lokal i pada waktu t-1 Pr t2, : harga di pasar rujukan pada waktu (pasar yang yang dianggap mempengaruhi pasar lainnya P*1t-1* : harga di pasar rujukan pada waktu t-1 Indeks integcasi pasar (Indeks ofMarket Connection/IMC) dihitung dengan rumus sebagai berikut : Menurut tlmang et.al (1996 : 350), dalam menguji keterpaduan pasan antara ada dua kualifikasi nilai indeks integrasi pasar untuk jangka pendek dan jangka panjang. Suatu pasar rujukan (pasar yang mempengaruhi pasar lokal) dengan pasar lokal: (pasar yang dipengaruhi) dikatakan terintegrasi kuat sekali dalam jangka pendek jika IMC = 0, ini terpenuhi jika nilai P1 = -1 serta suatu pasar rujukan dengan pasar lokal dikatakan terintegrasi kuat dalam jangka panjang jika β1 = 1. Sedangkan menurut Widyastuti (2002 : 33) jika IMC < 1 maka derajat integrasi pasarnya tinggi dan struktur pasar yang terjadi adalah pasar persaingan sempurna. Kemudian apabila WC > 1 maka dapat dikatakan bahwa integrasi pasarnya lemah dan struktur pasaryang terjadi adalah bukan pasar persaingan sempurna.

Tabe14.9. Hasil Analisis Korelasi Harga di Tingkat Konsumen Dengan Harga di Tingkat Produsen, 2001
No Jenis Produk Korelasi Harga (r)
1 Produk SGM-2 kemasan 300 g 0,4011
2 Produk SGM-2 kemasan 600 g 0,3095
3 Produk SGM-2 kemasan 150 g 0,3241
Rata-rata 0,3449
Sumber: Widyastuti (2002-73)
Hasil penelitian Wiayastuti (2002:73) mengenai koretasi harga di tingkat konsumen dengan harga di tingkat produsen untuk produk susu SGM-2 dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel tersebut menunjukkan pasar yang terjadi untuk produk susu SGM-2, baik kemasan 150 gram, 300 gram, maupun 600 gram adalah bukan pasar persaingan sempurna. Hal tersebut terlihat hasil korelasi harga menunjukkan r < 1. Hasil penelitian Widyastuti (2002:74) mengenai integrasi pasar untuk produk susu SGM-2 kealasan 150 gram dengan model Ravallion (1986) dapat dilihat pada Tabel 4.10. Tabe14.10. Hasil Perhitungan Integrasi Pasar untuk Produk SGM-2 Kemasan 150 gram PT Sari Husada Yogyakarta No Variable Bebas Koef. Regresi Standar Error t-hitung 1 Harga fit k produsen bln (b1) 0,92699*** 0,76527E-01 12,113 2 Selisih harga di tk konsumen (b1) 0,79124*** 0,37181 2,1281 3 Harga di tk konsumen bln t-1 (b2) 0,14038 0,38707 0,96268 4 Konstanta -407,97 2187,2 -8,18653 R2 0,9170 F hitung 69,994 Durbin - Watsom Tes 2,1797 Sumber: Widyastuti (2002:74) Keterangan. *** : signifikansi pada tingkat kepercayaan 95% ttabel :2,093 Ftabel : % :5,01 Persamaan regresi untuk integrasi pasar sebagai berikut: Tabel 4.10 menunjukkan hasil IMC (bt/b2) = 0,9269970/14038 = 6,6034. Nilai IMC yang lebih kecil dari satu menunjukkan integrasi pasar yang lemah (pasar dalam kondisi persaingan tidak sempurna yang berarti sistem pemasaran produk susu SGM-2 kemasan 150 gram tidak efisien. 3. Elastisitas Transmisi Harga Elastisitas transmisi harga merupakan rasio perubahan harga rata-rata di tingkat pengecer dengan perubahan harga rata-rata di tingkat produsen. Menurut Sudiyono (2002 : 107) elastisitas transmisi harga merupakan perbandingan perubahan nisbi dari harga di tingkat pengecer dengan perubahan harga di tingkat petard. Sementara menurut Widyastuti (2002 : 28), elastisitas transmisi harga digunakan untuk mengetahui respori komoditas karena perubahan harga di tingkat konsumen melalui informasi harga, dengan kata lain meriipakan rasio perubahan relatif harga rata-rata tingkat pengecer dengan perubahan relatif harga rata-rata tingkat produsen. Menurut Alhusninduki (1989) cit Haryunik (2002: 27), elastisitas transmisi harga digunakan untuk mengetahui respon harga komoditas pertanian di tingkat petard karena perubahan harga perubahan harga di tingkat konsumen melalui informasi harga. Menurut Sudiyono (2002: 110), jika diketahui besar elastisitas transmisi, dapat diketahui pula besar perubahan nisbi di tingkat pengecer dan perubahan nisbi harga di tingkat petard. Dengan diketahuinya hubungan tersebut diharapkan ada manfaat informasi pasar tentang: pertama, kemungkinan adanya peluang kompetisi yang efektif dengan memperbaiki "market tranperency"; kedua, keseimbangan penawaran dan permintaan antara petard dengan pedagang sehingga dapat mencegah fluktuasi yang berlebihan; ketiga, kemungkinan pengembangan pedagang antat daerah dengan menyajikan informasi perkembangan pasar nasional atau lokal; keempat, kemungkinan pengurangan risiko produksi dan pemasaran sehingga dapat mengurangi kerugian; dan kelima, peluang perbaikan pemasaran (terutama campuran harga) dengan menyediakan analisis yang retevan pada pembnatan keputusan (decision maker). Untuk menganalisis elastisitas transmisi harga digunakan rumus sebagai berikut: Jika ditransformasikan dalam bentuk linear: di mana: : intersep : koefisien elastisitas transmisi harga : harga rata-rata di tingkat pengecer(Rp) Pf : harga rata-rata di tingkat produsen (petard) (Rp) e : gangguan stokhastik atas kesalahan (disturbance term) Jika ET > 1, persentase perubahan harga di tingkat pengecer mengakibatkan perubahan harga lebih besar dari pada di tingkat petard. Dengan kata lain, persentase kenaikan' harga di tingkat konsumen lebih tinggi dibandingkan di tingkat produsen. Keadaan tersebut mencerminkan praktik lembaga pemasaran yang mengarah pada pasar persaingan tidak sempurna. Jika Fr < 1, persentase perubahan harga di tingkat pengecer mengakibatkan perubahan lebih kecil dari pada di tingkat petard. Dengan kata lain, persentase kenaikan harga di tingkat konsumen lebih rendah dibandingkan tingkat produsen.
Jika Fr = 1, persentase perubahan harga yang sama di tingkat pengecer mengakibatkan perubahan harga di tingkat produsen. Perubahan sebesar 1% di tingkat petani diikuti dengan perubahan harga sebesar 1% di tingkat konsumen. Keadaan tersebut menyebabkan terjadi perbedaan harga di tingkat produsen dan harga di tingkat konsumen hanya dibedakan oleh margin pemasaran yang tetap setungga kecenderungan iru dapat dikatakan persaingan sempurna:
Hasil penelitian Haryunik (2001: 54-85) mengenai elastisitas transmisi harga beras di Kabupaten Magelang dapat dilihat pada Tabe14.11.
Tabel 4.11. Elastisitas Transmisi Harga Beras di Desa Mangunsari Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang, 2001
Variable Bebas Koefisien Regresi
Harga Konsumen (br) 0,481
(2,325)***
Konstanta (b0) 3,749
(2,4282)***
R2 0,082
F hitung 5,896
DW 2,103
N 68
Sumber: Haryunik (2002:84)

Keterangan :
*** : Signifikan α = 5%

Hasil regresi linear sederhana diperoleh koefisien regresi b1 sebesar 0,481, nilai bl merupakan nilai elastisitas transmisi harga Ei < 1 artinya, perubahan harga sebesar 1% di tingkat pengecer/ komsumen akan mengakibatkan perubahan harga sebesar 0,481% di tingkat petani. Dengan kata lain, perubahan harga di tingkat produsen sebesar 48,1% dipengaruhi oleh harga di tingkat konsumen. Selain itu, Er dapat dinyatakan sebagai tingkat kompetisi suatu pasar, penampakan, atau struktur pasar yang terbentuk. Jadi nilai Er sebesar 0,481 (lebih kecil dari satu) menunjukkan harga yang terbentuk antara pasar petani dengan pasar konsumen lemah sehingga struktur pasar yang terbentuk bukan persaingan sempurna.
Nilai persamaan regresi untuk elastisitas transmisi harga di Kabupaten Malang sebagai berikut :
LnP1 = 3,749 + 0,481LnPr + e atau Pr = 42,478 Pr 0,481 e
loading...
Previous
Next Post »
0 Komentar

Yang sudah kunjung kemari, jangan lupa bagikan ke teman ya

https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929