loading...

Ulumul Hadits Dan Sejarah Penghimpunanya

April 13, 2013
loading...
Ulumul Hadits Dan Sejarah Penghimpunanya

A. Pengertian
Ulum yang berarti ilmu, sedangkan Hadits yang berarti sifat, perilaku, perkataan, perbuatan Rosulullah, jadi Ulumul Hadits adalah ilmu yang mempelajari tentang semua aspek yang ada dalam Rosulullah yaitu perilaku, perkataan, perbuatan dan semua yang ada dalam diri Rosulullah, selain itu ada dua pengertian hadits:
1. Secara Etimologis.
2. Termonologis.
Secara Etimologis kata hadits berasal dari akar kata :


Hadits dari akar kata diatas memiliki beberapa makna antara lain
1. (Al Jiddah) baru dalam arti sesuatu yang ada setelah tidak ada atau sesuatu yang wujud setelah tidak ada lawan kata Al-Qadim = terdahulu
Misal : = alam baru, alam maksudnya segala sesuatu selain Allah, baru berarti diciptakan setelah tidak ada makna etimologi ini mempunyai konteks teologis, bahwa segala kalam selain kalam Allah bersifat hadits (baru) sedangkan Allah bersifat Qadim (terdahulu)
2. (ath-thari) = lunak, lembut dan baru.
Misalnya : = pemuda laki-laki Ibnu Faris mengatakan bahwa hadits dari kata ini kerena berita atau kalam ini datang secara silih berganti bagaikan perkembangan usia yang silih berganti dari masa kemasa.
3. (Al-Khabar) berita pembicaran dan perkataan yang diungkapkan oleh para parawi yang menyampaikan periwayatan jika tersambung sunadnya selalu gunakan ungkapan = beritakan kepada kami atau sesamanya seperti mengkabarkan pada kami dan menciptakan kepada kami, hadits disini diartikan sama dengan Al-Kabar dan Al-Naba, dalam Al-Qur’an banyak sekali kata hadits. Disebutkan dalam Al-Qur’an kurang lebih mencapai 27 tempat termasuk dalam bentuk jamak, seperti Surah Annisa (4):77



“Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun.”

Maka etimologis ketiga di atas lebih tepat dalam konteks istilah ulumul hadits nanti, karena yang dimaksud hadits disini adalah berita yang dating daru nabi, sedang makna pertama dalam konteks teologis bukkan konteks ilmu hadits.

Manfaat Mempelajari Ilmu Hadits

a. Mengetahui istilah-istilah disepakati ulama hadits dalam penilaian penelitian hadits, dan dapat mengenali mana hadits dan yang bukan.
b. Mengetahui kaidah-kaidah yang disepakati para ulama dalam menilai menyaring (filterisasi) dan mengklasifikasikan kedalam beberapa macam, baik dari segi kuantitas maupun kualitas sanad dan macam hadits sehingga dapat menyimpulkan mana hadits yang diterima dan mana yang ditolak.
c. Mengetahui usaha-usaha dan jerih payah para ulama dalam menerima dan menyampaikan periwayatan hadits, kemudian menghimpun dan mengkomodifikasikan kedalam berbagai kitab hadits
d. Mengenal tokoh-tokoh ilmu hadits baik Dirayah maupun Riwayah yang punya peran penting dalam perkembangan pemeliharaan hadits sebagai sumber Syari’ah Islamiyah sehingga hadits terpelihara dari pemalsuan tangan-tangan kotor yang tidak bertanggung jawab.


Enam Model Pembagian Hadits


1. Hadits dari segi sanad (rangkaian rawi) dan mata (materi atau susunan kata-kata hadits) terbagi dua bagian:
- Hadits riwayah, yaitu yang membicarakan hal yang disandarkan atau diberitakan dari Nabi (kata, pembuatan, dsb)
- Hadits dirayah, untuk ketahui peri keadaan sanad atau rawi, matan hadits, sifat rawi, cara menerima/menyampaikan hadits, berdasarkan banyaknya parawi, juga terbagi dua bagian:
• Hadits mutawatir: Rawi atau sanadnya banyak sehingga dianggap mustahil sepakat berdusta atas Nabi Muhammad SAW.
• Hadits ahad: Rawinya satu atau dua orang.
2. Hadits dari segi sifat atau kualitas, terbagi atas dua bagian:
- Hadits Maqbul, yang dapat diterima sebagai pedoman dan untuk menjadi hujah guna menetapkan, misal hukum halal-haram atas sesuatu dan rawinya memenuhi syarat, hadits ini ada dua macam :
• Hadits Shahih diriwayatkan oleh parawi yang adil, tak cacat sifat pribadinya dan daya ingatnya dan sanadnya tak terputus sehingga dapat ditelusuri.
• Hadits Hasan (“satu kelas” dibawah hadits sahih) pada sanadnya yang tak terputus tak seorang pun tertuduh dusta.
- Hadits Mardud, yang tak dapat diterima sebagai pedoman terdiri atas dua jenis:
• Hadits Dha’if (hadits yang kurang memenuhi syarat hadits Hasan apalagi hadits shahih)
• Hadits Mawadhu (hadits palsu yang dikarang oleh pendusta atas nama Nabi)


3. Hadits ditinjau dari segi sampainya kepada Nabi, sahabat dan tabi’in ada 3 macam:
- Hadits Marfu = Hadits yang disandarkan langsung kepada Nabi tanpa menyebut rawinya.
- Hadits Mawquf = Hadits yang materi beritanya hanya berhenti pada apa yang dikatakan atau diperbuat oleh sahabat.
- Hadits Maqtu = Hadits yang materi beritanya hanya disandar pada Tabi’in atau Tabi’it-Tabi’in
4. Hadits ditilik dari bersambung tidaknya sanad
- Hadits Muttashil: hadits yang hubungan sanadnya sampai ke Nabi atau berhenti hingga sahabat, dengan sanad tak terputus.
- Hadits Mawshul: Hadits yang berhubungan sanadnya kepada Nabi atau sahabat.
- Hadits Musnad: Hadits yang bersambung sanadnya sampai ke Nabi atau tidak, dari parawinya.
5. Hadits dilihat dari sifat-sifat sanad dan cara menyampaikanya terbagi enam macam:
- Hadits Musasal: Hadits yang dinyatakan sanadnya atau rawinya dengan suatu cara, sifat dan keadaan.
- Hadits Mu’an’an: Hadits yang diriwayatkan dengan cara dimana parawinya gunakan lafal’an (dari).
- Hadits Mu’annan: Hadits yang diriwayatkan dengan memakai kata-kata “anna”.
- Hadits Ali : Hadits yang sedikit sanadnya
- Hadits Nazal: Hadits yang banyak sanadnya 10-11 orang.
- Hadits Mudabbal: Hadits yang diriwayatkan oleh dua orang sahabat satunya dengan orang lain atau perantara.




Cabang-Cabang Ilmu Hadits

Banyak sekali cabang Ilmu Hadits, para ulama menghitung secara beragam, Ibnu-Shalah menghitung 65 cabang, bahkan ada yang menghitung hanya 10 hingga 6 cabang tergantung kepentingan penghitung itu sendiri, ada yang menghitung secara terperinci, ada pula yang secara global saja, jika dihitung 6 cabang adalah ilmu Tarikh Arrawah, ilmu Al-Jarhwa At-Thadil, ilmu Al-Hadits, ilmu Mukhtalif Al- Hadits Al Musykilafuh, Ilmu Masik Mansukh dan Ilmu Ilal Al-Hadits.
Cabang-cabang ilmu hadits yang terpenting baik dilihat dari segi sanad atau matan dapat dibagi jadi beberapa macam yaitu:
a) Ilmu lijal Al-Hadits
b) Ilmu Al-Jarh Wa At-Ta’dil
c) Ilmu Ilal Al-Hadits
d) Ilmu Gharib Al-Hadist
e) Ilmu Mukhtalif Al- Hadist


Sejarah Penghimpunannya

Dalam sejarah penghimpunanya dan kodifikasi hadits mengalami perkembangan yang agak lamban dan bertahap dibandingkan perkembangan kodifikasi Al-Qur’an, hal ini wajar saja sejak zaman Nabi sudah tercatat seluruhnya sekalipun sangat sederhana dan mulai dibukukan pada masa Abu Bakar Kalifah pertama dari Kulufaur Rasidin sekalipun dalam penyempurnaannya dilakukan pada masa Utsman bin Affan yang disebut dengan tulisan Utsmanisedangkan penulusan hadits pada masa Nabi secara umum justru dilarang masa pembukuannya pun terlambat sampai pada masa abad kedua hijriah yang mengalami kejayaan pada abad ketiga hijriah, akan tetapi hadits sangat sulit sekali untuk dihimpun atau dibukukan itu terasa pada saat Nabi Muhammad:
Yaitu: pada umumnya hadits itu diingat dan dihafal, mereka sebenarnya ingin membukuanya tetapi kondisi sangat tidak memungkinkan, kemampuan tulis menulis bagi para sahabat sangat langka, kemampuan mengingat orang-orang arab dikenal bersifat ummi (tak mengenal baca tulis).

Perkembangan Penghimpunan Hadits Dibagi Atas 5 Kelompok Periode
• Periode Nabi Muhammad (13 H-11H)
Nabi dangan tugas yang sangat suci yang dilakukan dengan cara dakwah menyampaikan dan mengajarkan risalah Islam pada umatnya, Nabi sebagai sumber hadits menjadi figure sentral yang mendapat perhatian segala sahabat, segala aktivitas beliau seperti: perkataan, parbuatan, dan segala keputusan beliau diingat dan disampaikan kepada sahabat lain yang tidak ikut menyaksikan.
Ajaj Al-Khatib menjelaskan bahwa proses terjadinya hadits ada 3 dari berbagai sisi:
- Terjadi pada Nabi sendiri kemudian dijelaskan hukumnya kepada sahabat dan disampaika kepada lainnya.
- Terjadi pada sahabat atau kaum muslimin karena mengalami suatu problem kemudian bertanya kepada Rasulullah.
- Segala amal perbuatan dan tindakan Nabi dalam melaksanakan Syari’ah islamiah baik menyangkut ibadah dan akhlak yang disaksikan para sahabat kemudian mereka menyampaikan kepada tabi’in.

• Periode Sahabat
Karena terjadi banyak problem diantaranya kaum murtad kekhawatiran Umar bin Khatab dalam pembukuan hadits adalah Tassabbun/menyerupai dengan ahli kitab yakni yahidi dan nasrani yang meninggalkan kitab Allah dan menggantikan dengan kalam mereka dan menempatkan biografi para Nabi mereka dalam kitab Tuhan mereka, Umar khawatir umat Islam meninggalkan Al-Qur’an dan hanya membaca hadits, jadi Abu Bakar dan Umar tidak berarti melarang mengkodifikasikan untuk itu.
Pada masa Ali timbul perpecahan diantara kalangan Umat Islam akibat konflik politik antara pendukung Ali dan Mu’awiyah umat Islam terpecah jadi 3 golongan:
- Khawarij : Golongan pemberontak yang tidak setuju dengan perdamaian.
- Syah : Pendukung setia terhadap Ali, diantara mereka fanatik dan terjadi pengkultusan terhadap Ali.
- Jumhur Muslimin : Diantara mereka ada yang mendukung pemerintahan Ali ada yang mendukung Mu’awiyah dan ada pula yang netral tidak mau melibatkan diri dalam kancah konflik.

Akibat perpecahan ini tidak segan-segan membuat hadits palsu (mawdhu) untuk mengklaim bahwa dirinya yang paling benar diantara golongan dan partai diatas, dan untuk dapat dukungan dari umat Islam, ulama tidak tinggal diam menghadapi pemalsuan hadits diatas, mereka berusaha juga kemurnian dengan serius, dengan mengadakan perlawanan keberbagai umat Islam.

• Periode Tabi’in
Pada masa abad ini disebut masa pengkodifikasian Khalifah Umar bin Abdul Aziz (99-101 H) yakni yang hidup pada akhir abad 1 H menganggap perlu adanya penghimpunan dan pembukuan hadits karena beliau khawatir lenyapnya ajaran Nabi setelah wafatnya para ulama, baik dikalangan sahabat maupun tabi’in, maka beliau menstruksikan kepada Gubenur diseluruh wilayah negeri Islam agar para ulam dan ahli ilmu penghimpun dan membukukan hadits.


Lihatlah hadits Rasulullah dan kemudian himpunlah ia demikian juga surat khalifah yang dikirim kepada Ibnu Hazm (W-117 H)



Tulislah kepadaku apa yang tetap padamu dari pada hadits Rasulullah sesungguhnya aku khawatir hilangnya ilmu dan wafatnya para ulama.

Tidak diketahui secara pasti siapa diantaranya ulama yang lebih dahulu dalam melaksanakan intruksi khalifah tsb, sebagian pendapat mengatakan Abu Bakar Muhammad bin Amr bin Hazm, sebagaimana bunyi teks diatas, pendapat lain mangatakan Ar-Rabibin Rahim Said bin Arubah dan Muhammad bin Muslim bin Asy-syhab Az-zahri, dan yang paling popular adalah Muhammad bin Muslim bin Asy-syhab Az-zahri.

• Periode Tabi’it Tabi’in
Artinya perode pengikut tabi’in yakni pada abad 14 H, yang disebut ulama dahulu/salaf/mutaqaddimin, sedangkan ulama pada berikutnya abad ke 4H dan setelahnya disebut ulama belakang khalaf/mutakharirin pada abad ke 3 H disebut kejayaan sunnah (Minlushur Al-Izdihar) atau masa keemasan (min al-ushutadz-dzanabiyah) maka lahirlah 6 buku induk hadits diantaranya adalah yang dijadikan pedoman dan referensi para ulama hadits berikutnya yaitu:
- Al-Jami” Ash-Shahih li Al- Bukhari (194-256 H)
- Al-Jami” Ash-Shahih li Muslim bin Al-Hallaj al-Qusyayry (204-261H)
- Sunan An-Nasai (215-303H)
- Sunan Abu Dawud (202-276H)
- Jami At-Tarmidzi(209-269H)
- Sunan ibn Majah Al-Quzwini (209-276H)

Pada akhir abad ke 7 H Turki dapat menguasai daerah Islam kecuali bagian barat seperti Maroko dan sekitarnya, pada abad pertengahan 9 H Turki dibawah pemerintahan otonom berhasil merebut kota konstansi nopel dan dijadikan Ibu Kotanya, kemudian menaklukan Mesir dan melenyapkan khalifah Abbasyyah, turki semakin kuat akan tetapi bersamaan itu pemerintahan Islam di Andalusia dan Islam padam setelah memancarkan sinarnya selama 8 abad, belum lagi imperalis barat yang memperbudak Islam, hal ini menyebabkan kemunduran umat Islam dalam segala bidang termasuk dalam pengabdianya terhadap agama.
Karena kondisi diatas ulama hadits tidak bebas dalam menyampaikan dan menerima hadits, maka dilakukan secara murasalat (korespondensi) ijazan dan imla, metode ijazah artinya seorang guru memberikan izin kepada muridnya untuk meriwayatkan hadits yang ditulis oleh gurunya, metode imla artinya seorang guru hadits duduk di Mesjid (pada hari jum’at) kemudian dia menguraikan hadits itu baik dari segi kualitas, kandunganya dan lain-lain, dan yang hadir itu baik yang dilakukan oleh Zainuddin Al-Iraal (W. 806H) dan Ibnu Hajar Al-Asaalani (W. 852H)

• Periode Setelah Tabi’tabi’in
Pada masa ini disebut penghimpunan dan penerbitan (Al-Jami Waaltartib) ulama yang hidup pada masa abad ke 4 H dan berikutnya disebut ulama Mutak Haririn atau Khalaf (modern) dan yang tetap hidup sebelum abad ke 4 H disebut Musaqaddimi atau ulama Shalaf (klasik) perbedaan mereka dalam periwayatan dan kodifikasi hadits, ulama Mutakaddimin menghimpun hadits Nabi dengan cara langsung, mendengar dari guru-gurunya kemudian adakan penelitian sendiri baik sanad maupun matannya mereka tidak segan untuk perjalanan jauh, untuk mengecek kebenaran hadits yang mereka dengar dari orang lain, sedang ulama Mutakharirin periwayatanya gereferinsi mengutip kitab Mutaqaddimin.


KITAB-KITAB YANG DIPEDOMI DALAM HADITS

Al-Qasimi menukil dari Ad-Qahwali dalam Al-Hujjah Al-Baligna membagi derajat kitab hadits jadi 4 :
1. Kitab Shahih ialah Al-Muwathatha: Sahih Al-Bukhari dan Shaih Muslim.
2. Kitab Sunah yaitu 4 Sunah, Abu dawud, Sunan Al-Tirmidzi, Sunnan Al-Nasya’i, dan Sunan Ibnu Majah.
3. Kitab Musnand, ialah selain musnad ahmad seperti musnad Abi Ya’la musnad Abd. Ar-Razzaq, mushannaf Abi Bakar bin Abi Syaybah, musnad Ath-Thayalist, Sunan Al-Bayhaqi, Kitab-kitab Al-Fahawi dan kitab Ath-Thabrani.
loading...
Previous
Next Post »
https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929