loading...

TASAUF FALSAFI

April 13, 2013
loading...
Makalah tentang istihsan

TASAUF FALSAFI

Tasauf falsafi adalah tasauf yang ajara-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional pengasasnya. Berbeda dengan tasauf akhlaki, tasauf falsafi menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapan serta berasal dari bermacam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.
Menurut At-Taftazani, tasauf falsafi muncul dengan jelas dalam khazanah islam sejak abad keenam hijriyah meskipun para tokohnya baru dikenal seabad kemudian.
Menurut At-Taftazani, ciri umum tasauf falsafi adalah yang samar-samar akibat banyaknya istilah khusus yang hanyadapat dipahami oleh mereka yang memahami ajaran tasauf jenis ini. Tasauf falsafi tidak dapat dipandangsebagai filsafat karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa (Dzauq), tetapi tidak dapat pula dikategorikan sebagai tasauf dalam pengartiannya yang murni, karena ajaranya sering diungkapkan dalam bahasa filsafat dan lebih berorientasi pada panteisme.

A. IBN ‘ARABI
1. Ajaran-ajaran Tasaufnya
Ajaran sentral Ibn ‘Arabi adalah tentang Wahdat Al-Wujud (kesatuan wujud). Istilah Wahdat Al-Wujud ,tindakan berasak dari dia, tetapi berasal dari Ibnu Taimiyah, tokoh yang paling keras dalam mengecam dan mengkritik ajaran sentralnya tersebut. Ibnu Taimiyahlah yang telah berjasa dalam mempopulerkan Wahdat Al-Wujud ketengah masyarakat islam. Mespun semua orang sepakat mengunakan istilah Wahdat Al-Wujud untuk menyebut ajaran sentral Ibn ‘Arabi, mereka berbada pendapat dalam memformulasikan pengertian Wahdat Al-Wujud.
Menurut Ibnu Taimiyah, Wahdat Al-Wujud adalah penyamaan Tuhan dengan alam. Menurutnya orang-orang yang mempunyai paham Wahdat Al-Wujud mengtakan bahwa wujud itu sesungguhnya hanya satu dan Wajib Al-Wujud yang dimiliki oleh khaliq adalah juga mumkin Al-Wujud yang dimiliki makhlik selain itu, orang-orang yang mepunyai paham Wahdat Al-Wujud itu juga mengatakan bahwa wujud alam sama dengan wujud Tuhan, tidak ada kelainan dan tidak ada perbedaan.
Ibnu Taimiyah menilai bahwa ajaran sentral Ibn ‘Arabi itu adalah dari aspek tasybeh-nya (penyerupaan khaliq dengan makhluk)
Menurut Ibn ‘Arabi wujud semua yang ada ini hanyalah satu dari pada hakikat wujud makhluk adalah wujud khaliq pula. Tidak ada perbedaan diantara keduanya (khaliq dengan makhluk) dari segi hakikat. Adapun kalau ada yang mengira adanya perbedaan wujud khaliq dan makhluk, hal itu dilihat dari sudut pandang panca indera lahir dan akal yang terbatas kemampuannya dalam menangkap hakikat apa yang ada pada Dzat-nya
Menurut Ibn ‘Arabi wujud alam pada hakikatnya adalah wujud Allah, dan Allah adalah hakikat alam, tidak ada perbedaan antara wujud qadim yang disebut khaliq dengan wujud yang baru yang disebut makhluk. Tidak ada perbedaan antara ‘abid (menyembah) dengan ma’bud (yang disembah). Antara yang menyembah dan disembah adalah satu. Perbedaan itu hanya pada bentuk dan ragam dari hakikat yang satu.
Apabila dilihat dari segi adanya kesamaan antara wujud Tuhan dan wujud alam pemahaman Ibnu Taimiyah tentang wahdat Al-wujud ada benarnya meskipun demikian, perlu pula diingat bahwa apabila Ibn ‘Arabi menyebut wujud, maksudnya adalah wujud yang mutlak, yaitu wujud Tuhan, satu-satunya wujud. Ini berarti, apapun selain Tuhan, baik berupa alam maupun yang ada didalam alam, tidaklah memiliki wujud. Kesimpulannya kata “wujud”tidak diberikan selain Tuhan. Ibn ‘Arabi juga menggunakan kata “wujud” untuk sesuatu selain Tuhan.
Selanjutnya Ibn ‘Arabi menjelaskan hubungan antara Tuhan dengan Alam. Menurutnya alam ini adalah bayangan Tuhan atau bayangan wujud yang hakiki. Alam tidak mempunyai wujud sebenarnya. Oleh karena itu alam merupakan tempat tajali dan mazhar (penampakan) Tuhan.
Menurut Ibn ‘Arabi, ketika Allah menciptakan alam ini, Ia juga memberi sifat-sifat ketuhanan kepada segala sesuatu. Alam ini merupakan mazhar (penampakan) dari asma dan sifat Allah yang terus-menerus.tanpa alam, sifat dan asmanya itu kehilangan maknanya dan senantiasa dalam bentuk zat yang tinggal dalam ke-mujarrad-an (kesendirian)-Nya yang mutlak yang tidak dikenal oleh siapapun.
Menurut Ibn ‘Arabi. Tuhan adalah pencipta alam semesta. Adapun proses penciptaanya adalah sebagai berikut:
1. Tajali Dzat Tuhan dalam bentuk a’yan tsabitah
2. Tanazul Dzat Tunah dari alam ma’ani ke alam ta’ayyunat(realitas-realitas rohaniah), yaitu alam arwah yang mujjarad
3. Tanazul kepada realitas-realitas nafsiah, yaitu alam nafsiah berpikir
4. Tanazul Tuhan dalam bentu ide materi yang bukan materi, yaitu alam mistal(ide) atau khayal.
5. Alam materi, yaitu alam inderawi.

Menurutnya tahapan-tahapan kejadian proses penciptaan alam dan hubungannnya dengan kedua ajaran itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Wujud Tuhan sebagai wjud mutlak, yaitu Dzat yang mandiri dan tidak berhajat pada apapun.
2) Wujud hakikat Muhammadiyah sebagai emanasi (pelimpahan) pertama dari wujud Tuhan kemudian munculah segala yang wujud dengan proses tahapan-tahapannya.

B. AL-JILLI
1. Ajaran Tasauf Al-Jilli
Ajaran tasauf Al-Jilli yang terpenting adalah paham insan kamil (manusia sempurna).menurut Al-Jilli, insan kamil adalah naskah atau copy Tuhan, seperti disebutkan dalam hadits:


Artinya:
“Allah menciptakan Adam dalam bentuk yang mengharamkan”
Hadits lain berbunyi:



Artinya:
“Allah menciptakan Adam dalam bentuk diri-Nya.”

Adan dilihat dari sisi penciptaannya merupakan salah seorang insan kamil dengan segala kesempurnaannya sebab pada dirinya terdapat sifat dan nama Ilaihiah
Al-Jilli berpendapat bahwa nama dan sifat Ilaihiah pada dasarnya merupakan milik insan kamil sebagai suatu kemestian yang inheren dengan esensinya. Karena sifat dan nama tersebut tidak memiki tempat berwujud, melainkan pada insan kamil , Al-Jilli mengemukakan bahwa perumpamaan hubungan Tuhan dengan insan kamil bagai cermin. Seseorang tidak dapat melihat bentuk dirinya kecuali melalui cerminitu, demikian pula halnya dengan insan kamil, ia tidak dapat melihat dirinya, kecuali dengan cermin nama Tuhan, sebagaimana Tuhan tidak dapat melihat diri-Nya, kecuali melalui cermin insan kamil.
Dengan demikian, dari sudut pandang manusia, Tuhan merupakan cermin bagi manusia untuk melihat dirinya. Manusia tidak mungkin melihat dirinyatanpa cermin itu. Sebaliknya karena Tuhan mengharuskan diri-Nya agar semua sifat dan namanya tidak dilihat maka tuhan menciptakan insan kamil sebagai cermin bagi dirinya. Dari sini tampaklah hubungan antara Tuhan dengan insan kamil.
Menurut Al-Jilli, insan kamil merupakan proses tempat beredarnya segala yang wujud (Aflak Al-Wujud) dari awal sampai akhir.
Dari uraian diatas, Al-Jilli menunjukkan penghargaan dan penghormatan yang tinggi kepada Nabi Muhammad sebagai insan kamil yang paling sempurna sebab sungguhpun beliau telah wafat, nur nya akan tetap abadi dan mengambil bentuk diri pada orang yang masih hidup. Ketika mengambil bentuk menampakkan diri pada seseorang, Nur Muhammad dipanggil dengan nama yang sesuai dengan bentuk itu.
Berkaitan dengan insan kamil , Al-Jilli merumuskan beberapa maqam yang harus dilalui seorang sufi. Dalam istilahnya , maqam itu disebut Al-martabah (jenjang/tingkatan). Martabah-martabah itu adalah:
1) Islam. Islam yang didasarkan pada lima pokok atau rukun dalam pemahaman kaum sufi tidak hanya dilakukan secara ritual, tetapi harus dipahami dan dirasakan lebih dalam.
2) Iman.yakni membenarkan dengan sepenuh keyakinan akan rukun iman dan melaksanakan dasar-dasar islam.
3) Ash-shalah.pada maqam ini seorang sufi mencapai tingkatan ibadah yang terus menerus kepada Allah dengan perasaan hkauf dan raja’. Tujuan ibadah pada maqam ini adalah mencapai nuqtah ilahiah pada lubuk hati sehingga mentaati syari’at dengan baik.
4) Ihsan,maqam.ini menunjukkan bahwa seorang sufi mencapai tingkat menyaksikan efek (astar) nama dan sifat Tuhan, sehingga dalam ibadahnya merasa seakan-akan berada dihadapanya.
5) Syahadah.pada maqam ini seorang sufi telah mencapai iradah yang bercirikan mahabbah kepada Tuhan tanpa pamrih, mengingat-Nya terus menerus, dan meninggalkan hal-hal yang menjadi keinginan pribadi.
6) Shiddiqiyah. Istilah ini menggambarkan tingkat pencapaian hakikat ma’rifat yang diperoleh secara bertahap dari ilmu Al-yaqin’ain Al-yaqin dan haqq Al-yaqin.
7) Qurbah. Merupakan maqam yang memungkunkan seorang sufi dapat menampakkan diri dalam sifat dan nama yang mendekati sifat dan nama Tuhan.

C. IBN SAB’IN
1. Ajaran Tasauf Ibn Sab’in
Ibn Sab’in adalah seorang pengasas sebuah paham dalam kalangan tasauf filosofis, yang dikenal dengan. paham kesatuan mutlak. Gagasan esensial pahamnya yaitu wujud adalah satu alias wujud Allah semata. Wujud-wujud yang lainnya hanyalah Wujud Yang Satu Itu Sendiri.jelasnya wujud-wujud yang lain itu hakikatnya sama sekali tidak lebih dari Wujud Yang Satu.
Paham ini lebih dikenal dengan sebutan paham kesatuan mutlak. Hal ini berbeda dari paham-paham tasauf yang memberi ruang lingkup pada pendapat-pendapat tentang hal yang mungkin dalam suatu bentuk. Kesatuan mutlak menurut terminologi Ibn Sab’in sendiri hampir tidak mungkin mendeskripsikan kesatuan itu sendiri.
Dalam paham ini, Ibn Sab’in menempatkan ketuhanan pada tempat pertama. Wujud Allah, menurutnya adalah asal segala yang adapada masa lalu, masa kini , maupun masa depan. Sementara wujud materi yang tampak justru dirujukan pada wujud mutlakyang rohaniah. Ibn Sab’in terkadang menyerupakan wujud dengan lingkaran atau porosnya adalah wujud yang mutlak alias luas, sementara wujud yang nibsi alias sempit berada dalam lingkaran. Menurut Ibn Sab’in, wujud hanyalah satu, tidak ada dua apalagi banyak.
Pendapat Ibn Sab’in tentang kesatuan mutlak tersebut, merupakan dasar dari paham, khususnya tentang para pencapai kesatuan mutlak ataupun pengakrapan dengan Allah. Pencapaian kesatuan mutlak, menurut Ibn Sab’in adalah individu yang paling sempurna, sempurna yang dimiliki seorang fakih, teolog, filosof, maupun sufi.
Ibn Sab’in juga mengembangkan pahamnya tentang kesatuan mutlak keberbagai bidang bahasan filosofis. Misalnya, menurutnya jiwa dan akal budi tidak mempunyai wujud sendiri, tetapi wujud keduanya berasal dari yang satu, dan yang satu tersebut justru yidak terbilang. Yang menarik perhatian dari pendapat Ibn Sab’in ialah bahwa latihan-latihan rohaniah praktis, yang bisa mengantar pada moral luhur, tunduk dibawah kosepsinya tentang wujud.

D. IBN MASARRAH
1. Ajaran Tasauf Ibn Masarrah
Diantara ajaran-ajaran Ibn Masarrah adalah:
a. Jalan menuju keselamatan adalah menyucikan jiwa, zuhud dan mahabbah yang merupakan asal dari semua kejadian.
b. Dengan penakwilan ala philun atau isma’iliyyah terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, Ibn Masarrah menolak adanya kebangkitan jasmani.
c. Siksa neraka bukanlah dalam bentuk yang hakikat.
loading...
Previous
Next Post »
https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929