loading...

METODE TAFSIR, METODE IJMALI (GLOBAL)

April 24, 2013
loading...
PENDAHULUAN


Nabi Muhammad SAW, bukan hanya bertugas menyampaikan wahyu Al-qur’an tetapi melainkan sekaligus mentafsirkan (menjelaskannya) kepada umat-umat manusia, sebagai mana ditegaskan di dalam Al-Qur’an di dalam surah annahal ayat 44


Artinya : Dan kami turunkan kepadamu Al-dzikir (Al-Qur’an) Agar kamu menerangkan / menjelaskan kepada umat-umat manusia apa-apa yang telah diturunkan kepada mereka.

Dan di ayat 64 Surah an-nahal

Artinya : Dan kami telah menurunkan kitab (Al-Qur’an) ini kepadamu (Muhammad) melainkan agar engkau dapat menjelaskan kepada mereka apa-apa yang mereka selisihkan itu, serta menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang beriman.

BAB II
METODE IJMALI

A. Pengertian
Yang dimaksud dengan metode ijmali (global) ialah menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an secara ringkas tapi mencakup, dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti, dan enak dibaca. Sistematika penulisannya menuruti susunan ayat-ayat di dalam mush-haf. Di samping itu, penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya bahasa Al-Qur’an sehingga pendengar dan pembacanya seakan-akan masih tetap mendengar Al-Qur’an padahal yang di dengarnya itu adalah tefsirannya. Kitab Tafsir Al-Qur’an al-Karim karangan Muhammad Farid Wajdi, Al-Tafsir al-Wasith terbitan Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyat, dan Tafsir al-Jalalain serta Taj al-Tafasir karangan Muhammad Utsman al-Mirghani, masuk ke dalam kelompok ini.

B. Ciri-Ciri Metode Global
Dalam sub bahasan ini sengaja tidak dibandingkan metode global dengan metode komparatif dan tematik, karena kedua metode yang terakhir ini sudah jelas jauh sekali polanya dari metode global. Hal itu disebabkan metode komparatif didominasi oleh perbandingan, sementara metode tematik berangkat dari judul yang telah ditetapkan. Kedua pola tersebut sangat jauh dari apa yang berlaku dalam tafsir yang menggunakan metode global, yakni musafirnya langsung menafsirkan Al-Qur’an dari awal samapai alhir tanpa perbandingan dan penetapan judul. Pola serupa ini tak jauh berbedadengan metode analitis, namun uraian di dalam metode global, sehingga musafir lebih banyak mengemukakan pendapat dan ide-idenya. Sebaliknya, di dalam metode global tidak ada ruangan baginya untuk mengemukakan pendapat serupa itu. Itulah sebabnya, kitab-kitab tafsir ijmali seperti disebutkan di atas tidak memberikan penafsiran secara rinci, tapi ringkas dan umum, sehingga seakan-akan kita masih membaca Al-Qur’an padahal yang dibaca adalah tafsirannya. Namun pada ayat-ayat tertentu diberikan juga penafsiran yang agak luas, tapi tidak samapai pada wilayah tafsir analitis (tahlili).
Di atas telah disebutkan sejumlah musafir ijmali dan karya-karya mereka. Berikut akan dikemukakan contoh-contoh daro tafsir ijmali tersebut dan dibandingkan dengan tafsir analitis :



(Artinya nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (Alif Lam Mim), Allah yang lebih mengetahui maksud dari itu. (Itu) artinya, (Kitab) yang dibacakan oleh Muhammad ini tidak ada keraguan (syak) di dalalmnya, bahwa kitab itu datang dari Allah. Kalimat berfungsi sebagi predikat, dan subjeknya ialah Lafal ini memberi isyarat akan keagungan kitab suci itu. ( ) yang befungsi sebagai predikat kedua bagi ( ) mengandung arti pemberi petunjuk (bagi orang-orang yang takwa) yang selalu bertakwa dengan mematuhi semua perintah Allah dan menjahui semua laragan-Nya agar mereka terpelihara dari azab neraka (yakni mereka yang memeprcayai) sepenuh hati (akan eksistensi yang gaib), seperti kebangkitan di akhirat kelak, surga dan neraka; (mendirikan sholat) dengan memenuhi semua persyaratannya; (sebagian dari anugrah) yang kami berikan, (mereka infakkan) di jalan Allah; (dan mereka yang mempercayai kitab yang diturunkan kepadamu) yakni Al-Qur’an ; (dan kitab0kitab yang diturunkan sebelum kamu) seperti taurat, Injil dan Lain-lain; (serta mereka meyakini pula akan adanya hari akhirat) sebenar-benar yakin. (Orang-orang) yang mempunyai sifat seperti disebutkan itulah (yang berada pada atas petunjuk dari Tuhan, dan mereka itu pulalah yang akan beruntung) dengan memenangkan surga serta lolos dari neraka.
Penafsiran yang diberikan oleh Al-Jalalain terhadap 5 (lima) ayat pertama dari al-Baqarah itu tampak kepada kita sangat singkat dan global sehingga tidak di temui rincian atau penjelesan yang memamdai. Penafsiran tentang , isalnya, di hanya berkata : Allah Maha Tahu maksudnya. Demikian pula penafsiran ( ), hanya di katakan : Yang dibacakan oleh muhammad. Begitu seterusnya, tanpa ada rincian sehingga penafsiran lima ayat itu hanya dalam beberapa baris saja.
Kondisi yang digambarkan di atas berbeda secara mencolok dari tafsir yang menggunakan metode tahlili (analitis). Al-Maraghi, misalnya, untuk menjelaskan lima ayat pertama itu ia membutuhkan 7 (tujuh) halaman. Hal itu disebabkan karena uraiannya bersifat analitis dengan mengemukakan berbagai pendapat dan didukung oleh fakta-fakta dan argumen-argumen, baik bersal dari Al-Qur’an sendiri atau hadis-hadis Nabi serta pendapat para sahabat dan tokoh ulama, juga tidak ketinggalan argumen semantik. Sebagai contoh, ketika menafsirkan ( ) ia menuliskan sebagai berikut :



Artinya : al-Kitab ialah nama bagi sesuatu yang tertulis dalam bentuk huruf-huruf dan angka-angka yang mengandung makna. Yang dimaksud di sini ialah sebuah kitab yang sudah populer bagi Nabi Saw, yang Allah telah berjanji (memberikan) kepada Nabi untuk mendukung (kebenaran) risalahnya; dan Allah menjamin dengan berpegang teguh kepadanya, maka pencari kebenaran akan memperoleh petunjuk dan bimbingan demi mencapai cita-cita mereka di dunia dan di akhireat. Dalam ungkapan kalimat serupa itu ( ) memberi isyarat kepada Nabi Saw bahwa beliau tidak diperintahkan untuk menuliskan apapun selain kitab tersebut.
Adapun tidak ditulisnya Al-Qur’an keseluruhan secara faktual pada waktu isyarat tersebut disampaikan kepadanya, tidak dapat [diosimpulkan] bahwa isyarat tersebut [tidak ada]. Tidaklah anda perhatikan bahwa suatu yang sangat lumrah dalam berkomunikasi bahwa seseorang berkata kepada temannya : “kesinilah saya diktekan kepadamu sebuah kitab, padahal kitab yang dimaksud belum pernah ada.”
Uraian yang relatif rinci serupa itu juga terlihat ketika ia menafsirkan
( ) seperti :




Artinya : Lafal al-rayb dan al-raybat berarti ragu (syak). Hakikatnya iqalah kegoncangan jima. Seseorang disebut syak ialah karena jiwanya goncang dan tidak tentram. Tersebut didalam sebuah hadis Rasul: “Tinggalkanlah apa-apa yang membuatmu ragu dan ambillah yang tidak meragukan. Sebab syak ialah sumber keraguan, dan jujur (kebenaran) sumber tentram.”
Tidak ragu yan dimaksud (disini) ialah, bahwa kitab ini (Al-Qur’an) tidak diragukan lagi bahwa ia benar-benar datang dari Allah, ia merupakan petunjuk dan bimbingan, dan juga tidak diragukan tentang gaya bahasa dan balaghal-nya yang tinggi, sehingga tak ada yang mampu menyusun kalimat yang mendekati ketinggian balaghal dan fashaha-nya. Hal ini diisyarakat didalam firman Allah. “ dan jika kalian masih meragukan apa yang kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad), maka kemukakanlah sebuah surah sperti yang ada di dalam Al-Qur’an.
Adanya keraguan pada sebagian besar umat manusia mengenai kitab itu dikarenakan mereka tidak mengerti hakikat kitab tersebut; atau dikarenakan butanya matahati mereka, atau dikarenakan keingkaran, kesombongan, godaan hawa nafsu; ataupun dikarenakan taklid buta kepada pendapat orang lain.
Tampak dengan jelas kepada kita perbedaan yang mencolok antara penaifsiran yang diberikan oleh Al-Jalalain dalam menafsirkan kelima ayat itu hanya memerlukan beberapa baris saj, maka Al-Maraghi sebaliknya, menguraikannya jauh lebih banyak dari itu. Untuk menjelaskan dua kalimat saja : dan sebagaimana terlihat di alam contoh di atas, dia membutuhkan ruang hampir satu halaman; sementara Al-Jalalain hanya menjelaskannya dalam dua baris saja.
Kutipan dari Al-Jalalain diatas cukup representatif untuk menggambarkan bentuk dan pola penafsiran yang mengikuti metode global. Begitulah, pola dan gaya penafsiran yang diterapkan dalam metode global tersebut dari awal sampai akhir surat di dalam mush-haf. Dengan demikian, tidak perlu ditambah lagi contoh yang lain karena contoh dia atas cukup jelas dan memadai. Namun perlu diingat bahwa ciri metode global ini tidak terletak pada jumlah ayat yang ditafsirkan, apakah keseluruhan musha atau hanya sebagian saja. Yang menjadi tolok ukur ialah pola atau sistematika pembahasan. Selam musafir hanya menafsirkan suatu ayata secar ringkas dan singkat, tanpa urauain yang detail, tanpa perbandingan dan tidak pula mengikuti suatu tema tertentu, maka penafsiran tersebut dapat di kategorikan ke dalam tafsir ijmali, sekalipun hanya satu atau dua ayat

C. Kelebihan dan Kekurangan Metode Global
Apa dan bagaimana bentuk suatu metodologi, ia tetap merupakan produk ijtihadi, yakni hasil olah pikir manusia. Manusia, meskipun dikaruniai kepintaran yang luar biasa jauh melebihi kemampuan penalaran yang dimiliki oleh makhluk-makhluk lain, mereka tetap mempunyai kelemahan dan keterbatasan yang tidak bisa mereka hinadrkan seperti adanya sifat lupa, lalai, dan sebagainya. Dengan demikian, setiap produk manusia, baik yang beebentuk fisik maupun non-fisik, termasuk metodologi tafsir, tidak terlepas dari kekurangan dan kelemahannya. Bahkan dapat disebutkan, terapatnya kekurangan-kekurangan itu menunjukkan bahwa itu adalah produk manusia dan bukan produk Allah yang selalu benar dan tak pernah salah.
Penilaian terhadap suatu produk ijtihadi seperti yang digambarkan itu bersifat relatif. Artinya, terdapatnya sesuatu kekurangan pada produk tetentu ialah bila dibandingkan dengan produk lain dalam biang yang sama. Dengan ditemukannya kekurangan pada suatu produk, maka pada produk yang lain terdapat kelebihan. Di sinilah timbulnya penilaian lebih dan kurang dalam suatu benda atau produk. Namun perlu disadari bahwa kelebihan dan kekurangan yang dimaksud di sini bukan merupakan sifat negatif bagi metode tersebut, tetapi menunjuk pada ciri-ciri yang ada pada metode itu.
1. Kelebihan Metode Ijmali
Dalam kaitan ini metode global dalam penafsiran Al-Qur’an memiliki kelebihan. Di antaranya adalah sebagi berikut :
a. Praktis dan Mudah dipahami
Tafsir yang menggunakan metode ini terasa lebih praktis dan mudah dipahami. Tanpa berelit-belit pemahaman Al-Qur’an segera dapat diserap oleh pembacanya sebagaimana terlihat di dlam contoh yang dinukilkan di atas. Pola penafsiran serupa ini lebih cocok untuk para pemula seperti mereka yang berada dijenjang pendidikan SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) ke bawah, atau mereka yang baru belajar tafsir Al-Qur’an dan yang setingkat dengan mereka. Demikianlah pula bagi mereka yang ingin memperoleh pemahaman ayat-ayat Al-Qur’an dalam waktu yang relatif singkat, tafsir dengan metode global ini akan banyak membantu daripada tafsir tahlili.
Berdasarkan kondisi yang demikianlah, tidak heran bila tafsir dengan metode global ini banyak disukai oleh umat dari berbagai strata sosial dan lapisan masyarakat.

b. Bebas dari penafsiran israiliat
Dikarenakan singkatnya penafsiran yang diberikan, tafsir ijmali relatif lebih murni dan terbebas dari pemikiran-pemikiran israiliat. Dengan demikian, pemahaman Al-Qur’an sebagai kala Allah yang Maha Suci. Selain pemikiran-pemikiran israiliat, dengan metyode ini dapat dibendung pemikiran-pemikiran yang kadang-kadang terlalu jauh dari pemahaman ayat-ayat Al-Qur’an seperti pemikiran-pemikiran spekulatif yang dikembangkan oleh seorang teolog, sufi, dan lain-lain.
Berbeda halnya dengan tafsir yang menggunakan tiga metode lainnya. Di dlam metode-metode yang lain itu, mufasir mendapat peluang yang seluas-luasnya untuk dapat memasukkan berbagai pendapat dan pemikiran lain ke dalam penafsiran Ayat-Ayat Al-Qur’an, sehingga kadang-kadang penafsiran yang diberikan terasa jauh sekali dari penahaman ayat, sebagaimana akan telihat nanti di dalam uraian tentang ketiga metode itu.

c. Akrab dengan bahasa Al-Qur’an
Uraian yang dimuat didalam tafsir ijmali terasa amat singkat dan padat, sehingga pembaca tidak merasakan bahwa dia telah membaca kitab tafsir. Hal itu disebabkan karena tafsir dengan metode global ini menggunakan bahasa yang singkat dan akrab dengan bahasa kitab suci tersebut. Kondisi serupa ini tidak akan dijumpai pada tafsir yang menggunakan metode tahlili, muqarin, atau maudhu’i. Dengan kondisi yang demikian, pemahaman kosakata dari ayat-ayat suci lebih mudah didapatkan daripada penafsiran yang menggunakan tiga metode lainnya. Hal itu dikarenakan di dalam tafsir ijmali musafir langsung menjelaskan pengertian kata atau ayat dengan sinonimnya dan tidak mengemukakan ide-ide atau pendapatnya secara pribadi.

2. Kekurangan Metode Ijmali
Kekurangan-kekurangan yang terdapat didalam metode ini antara lain sebagai berikut :
a. Menjadikan petunjuk Al-Qur’an bersifat Parsial
Al-Qur’an merupakan satu-kesatuan yang utuh, sehingga satu ayat dengan ayat yang lain membentuk satu pengertian yang utuh, tidak terpecah-pecah. Itu berarti, hal-hal yang global atau samr-samar di dalam suatu uayat, maka pada ayat yang lain ada penjelasan yang lebih rinci. Dengan menggabngkan ayat itu, akan diperoleh suatu pemahaman yang utuh dan dapat terhindar dari kekeliruan. Sebagai contoh, perhatikan firman Allah dalam ayat 11 surah ar-Ra’du dan ayat 53 surah al-Anfal sebagai berikut :

Kedua ayat itu ditafsirkan oleh Al-Jalalain sebagai berikut :



(sesungguhnya Allah tidak mengubah apa yang ada pada suatu kaum) tidak mencabut dari mereka nikmatnya (kecuali mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka), dari sifat-sifat yang bagus dan terpuji menajdi perbuatan maksiat.



(yang demikian itu) yakni menyiksa orang-orang kafir (dikarenakan) sesungguhnya (Allah selamannya tidak pernah mengubah nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum) dengan menggantinya dengan kutukan (kecuali mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri), yakni mereka mengganti nikmat itu dengan kufur seperti perbuatan para kafir Mekkah yang menukar anugerah makanan, keamanan dan kebangkitan Nabi dengan bersikap ingkar, menghalang-halangi agama Allah, dan memerangi umat islam.

Kedua penafsiran yang diberikan itu tampak tidak sinkron. Di dalam ayat pertama ia (al-suyuthi) menafsirkan itu dengan : “ mengubah sifat-sifat yang baik dengan perbuatan maksiat.” Sementara pada ayat kedua untuk ungkapan yang sam dia memberikan penafsiran yang berbeda seperti dikatakannya: “ mengganti nikmat itu dengan kufur.” Jadi penafsiran yang pertama bersifat abstrak dan yang kedua bersifat konkret.
Berdasarkan kenyataan itu dapat dikatakan bahwa terjadinya perbedaan yang demikian bermula dari kurang diperhatkannya kaitan antara satu ayat dengan ayat-ayat yang alain di dalam Al-Qur’an, padahal ayat-ayat Al-Qur’an itu merupakan satu kesatuan yang utuh. Agaknya, berdasarkan kondisi ayat-ayat Al-Qur’an yang demikian itu pulalah maka Ibn Taimiyah mengakui adanya saling melengkapi antara saru ayat dengan ayat yang lain didalam Al-Qur’an. Jadi, jika mau memahami Al-Qur’an secara utuh maka metode ijmali kurang dapat membantu. Di sinilah terletak salah satu kelemahannya.

b. Tak ada ruangan untuk mengemukakan analisis yang memadai
Tafsir yang memakai metode ijmali tidak menyediakan ruangan untuk memberikan uraian atau pembahasan yang memuaskan berkenaan dengan pemahaman suatu ayat seperti terlihat di dalam contoh yang dikutip di atas. Oleh karenanya, jika menginginkan adanya analisis yang rinci, metode global tak dapat dioandalkan. Ini boleh disebut suatu kelemahan yang perlu disadari oleh musafir yang akan memakai metode ini. Namun tidak berarti kelemahan tersebut bersifat negatif, kondisi yang demikian amat positif sebagai ciri dari tafsir yang menggunakan metode global ini sebagaimana telah disebutkan. Artinya, jika seorang musafir tidak mengikuti pola yang demikian, lali dia dia menguraikan tafsirnya secara luas, maka ketika itu dia telah keluar dari metode ijmali dan masuk ke areal metode analitis atau metode yang lainnya.
Jadi, dalam penerapan metode global ini para musafir harus menyadari bahwa memang tidak ada ruangan bagi mereka untuk mengemukakan pembahasan-pembahsan yang memadai sesuai dengan keahlian mereka masing-masing. Jika menginginkan yang demikian itu, haruslah digunakan slah satu dari tiga metode lainnya yang cocok dengan kecenderungan mereka. Didalam ketiga itu secara relatif musafir lebih bebas mengemukakan ide-ide dan aspirasaspirasi yang terpendam dalam benaknya.

D. Urgensi Metode Global
Manusia di ciptakan Allah dalam berbagai tingkatan danstrata sosial. Perbedaan semacamn itu juga terlihat pada tingkat-tingkat kecerdasan dan daya nalar mereka. Al-Qur’an sebagai pedoman hidup perlu mereka ketahui dan mereka pahami dengan baik agar petunjuk-petunjuk yang terkandung didalamnya dapat berfungsi secara efektif untuk mengarahkan kehidupan mereka ke jalan yang benar. Untuk memahami Al-Qur’an secar baik dan benar diperlukan penafsiran yang tepat. Untuk maksud ini perlu penguasaan metodologi tafsir secara baik pula.
Mengingat kondisi yang demikian, maka penafsiran Al-Qur’an harus sesuai dengan kadar dan daya serap mereka serta kemampuan penalaran yang mereka miliki.
Dalam kaitan ini, bagi para pemula atau mereka yang tidak membutuhkan uraian yang detail tentang pemahaman suatu ayat, maka tafsir yang menggunakan metodologi global sangat mebantu dan tepat sekali untuk digunakan. Hal itu disebabkan uraian di dalam tafsir yang menggunakan ini sangat ringkas dan tidak berbelit-belit, sehingga relatif lebih mudah dipahami oleh mereka yang berada pada tingkat ini. Sebaliknya, tafsir yang memberikan uraian panjang lebar seprti dalam metode tahlili akan membuat mereka bosan dan merasa tersiksa oleh uraian-uraian yang tidak menarik, bahkan dapat menyesatkan mereka karena uraiannya kadang-kadang tak sejalan dengan kemampuan dan daya naar mereka. Kondisi tafsir global yang ringkas dan sederhana ini juga lebih cocok bagi mereka yang disibukkan oleh pekerjaan ritun sehari-hari. Dengan demikian, tafsir dengan metode ini sangat urgen bagi mereka yang berada pada tahap permulaan mempelajari tafsir dan mereka yang sibuk dalam mencari kehidupannya.
Dalam kondisi yang demikian akan dapat dirasakan betapa cocokya tafsir ijmali ini bagi mereka dalam rangka membimbing mereka kejalan yang benar serta diridhai Allah.

BAB III
PENUTUP

Alhamdullilah dengan ridho dan izin Allah SWT. Kami bisa menyelesaikan makalah ini yang sangat jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu kami berharap bagi para pembaca khususnya bapak dosen mohon memaklumi makalah kami yang ssangat tidak sempurna dan tidak bisa mencapai harapan yang di kehendaki bapak.
Dalam makalah ini yang benar adalah semata-mata dari Allah SWT dan yang salah adalah semata-mata dari kami sendiri.
loading...
Previous
Next Post »

1 comment

Yang sudah kunjung kemari, jangan lupa bagikan ke teman ya

https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929