loading...

Karakteristik Pembelajaran Konstruktivistik

April 26, 2013
loading...
Karakteristik Pembelajaran
Konstruktivistik


Istilah `konstruktivisme' merupakan payung beragam paridangan dan pendekatan tentang belajar dan pembelajaran. Sebagaimana dijelaskan dalam Kegiatan Belajar l, paling tidak kita mengenal istilah `individual konstruktivisme' dan `social konstruktivisme.' Pada bagian ini kita juga akan bertemu istilah `belajar aktif, `belajar kolaboratif, `perspektif jamak' (ntultiple perspektij), dan sebagainya. Pada Kegiatan Belajar 2 ini akan dibahas karakteristik pendekatari konstruktivis serta penerapannya dalam pembelajaran, dan Anda diharapkan akan dapat membuat model pembelajaran sendiri menggunakan prinsip-prinsip tersebut.

A. KARAKTERISTIK PERSPEKTIF KONSTRUKTIVISME

Beberapa Karakteristik yang juga merupakan prinsip dasar perspektif konstruktivisme dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
1. Mengembangkan strategi alternatif untuk memperoleh dan menganalisis informasi.
2. Dimungkinkannya perspektif jamak (multiple perspective) dalam proses belajar
3. Peran siswa utama dalam proses belajar, baik dalam mengatur atau mengendalikan proses berpikirnya sendiri maupun ketika berinteraksi denganlingkungannya
4. Penggunaan scaffolding dalam pembelajaran
5. Peranan pendidik/guru lebih sebagai tutor, fasilitator dan mentor untuk mendukung kelancaran dan keberhasilan proses belajar siswa
6. Pentingnya kegiatan belajar dan evaluasi belajar yang otentik

Prinsip-prinsip dasar tersebut dapat diterapkan guru dalam pembelajaran, misalnya dengan:
1. Mengeinbangkan strategi alternatif untuk memperoleh dan menganalisis informasi
Siswa perlu dibiasakan untuk dapat menemukan (mengakses) informasi dari berbagai sumber, seperti buku, majalah, koran, pengamatan, wawancara, dan dengan menggunakan `internet; yang sekarang sedang giat dikampanyenya oleh pemerintah. Sesuai dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, mereka perlu belajar menganalisis informasi, sejauh mana kebenarannya, asumsi yang melandasi informasi tersebut, bagaimana mengklasifikasikan informasi dan menyederhanakan informasi yang banyak. Atau dengan istilah lain siswa dilatih bagaimana `memproses informasi.' Ketika mempelajari suatu materi, siswa dapat mencoba untuk membuat ringkasan dengan mengidentifikasi inti atau esensi mated, membuat pertanyaan berkaitan dengan materi, mencoba membuat penjelasan lanjut dari materi yang dipelajari, atau bahkan membuat prediksi atau perkiraan apa yang akan terjadi pada penerapan konsep materi yang dibahas. Dalam hal ini guru perlu aktif dan kreatif dalam memberikan penugasan kepada siswa. Dalam proses belajar, kesalahan berpikir yang dilakukan siswa secara positif dapat dilihat sebagai indikator bagaimana cara berpikir siswa sehingga guru dapat memancing atau mendorong siswa untuk mencari alternatif berpikir lain, yang dinilai lebih baik.
2. Dimungkinkannya perspektif jamak (multiple penspective) dalam proses belajar
Sebagai suatu proses dialogis baik antara siswa dengan guru maupun dengan siswa yang lain, dalam belajar akan muncul pendapat, pandangan dan pengalaman yang beragam. Dalam menjelaskan suatu fenomena, di antara siswa pun akan terjadi perbedaan pendapat yang dipengaruhi oleh pengalaman, budaya dan struktur berpikir yang dimiliki. Sebagai contoh, ketika anak-anak belajar tentang aktivitas letusan gunung Merapi di Jawa Tengah bulan Mei 2006 yang lalu, sosok Mbah Marijan sebagai `penunggu' gunung Merapi mungkin akan menarik perhatian siswa saat membicarakan tentang pentingnya mengungsi pada saat dinyatakan `awas Merapi' oleh Badan pengawas Gunung Merapi. Mengapa Mbah Marijan meholak untuk mengungsi, bahkan ketika dihimbau dan dibujuk oleh berbagai pihak yang mengkuatirkan keselamatannya? Dalam kesempatan diskusi siswa ini, pendapat yang diwarnai pemikiran ilmiah akan bertemu dan berinteraksi dengan pendapat yang berlandaskan kultural, kebiasaan dan kepercayaan setempat. Dalam hal ini tidak ada `hanya satu' kebenaran yang berlaku. Siswa perlu diperkenalkan dan diizinkan berpikir plural, supaya dapat memahami kenyataan yang berlaku dengan lebih baik.
3. Siswa mempunyai peran utama dalam proses belajar, baik dalam mengatur atau mengelola proses berpikirnya sendiri maupun ketika berinteraksi dengan lingkungannya
Dalam usaha untuk menyusun pemahaman, siswa harus aktif dalam kegiatan belajar bersama. Dalam hal ini siswa perlu terlatih untuk `mendengarkan' dan mencerna dengan baik pendapat siswa lain dan guru. Sesuai dengan tahap perkembangan emosi dan berpikirnya dia perlu dapat menganalisis pendapat tersebut dikaitkan dengan pengetahuan yang dimilikinya. Dia perlu mampu bertanya evaluatif seperti, `apakah pendapat yang ini sama atau berbeda dengan pendapat saya?' `mengapa berbeda?', `mengapa dia berpendapat seperti itu?, dan sebagainya. Dan pada akhirnya dia mampu menyusun pengertian dan pendapat yang bersifat inklusif, yang merupakan rekonstruksi pemahaman sendiri dan dengan mempertimbangkan pendapat lain yang berbeda.
4. Penggunaan scaffolding dalam proses pembelajaran
Scaffolding merupakan proses memberikan tuntunan atau bimbingan kepada siswa untuk mencapai apa yang harus dipahami dari apa yang sekarang sudah diketahui. Berdasarkan pemahaman guru terhadap kemampuan siswa, siswa didorong dan ditugaskan untuk mengerjakan tugas yang sedikit lebih sulit, dan selangkah lebih tinggi dari kemampuan yang saat ini dimiliki dengan intensitas bimbingan yang semakin berkurang. Dengan cara ini kemampuan berpikir siswa akan berkembang, di samping sesuai dengan perkembangan intelektual siswa, juga dipengaruhi oleh `tantangan berpikir' dalam penugasan dari guru.
5. Peranan pendidik/guru lebih sebagai tutor, fasilitator dan mentor untuk mendukung kelancaran dan keberhasilan proses belajar siswa
Dalam hal ini terjadi perubahan paradigma dari `pembelajaran berorientasi guru' menjadi `pembelajaran berorientasi siswa.' Siswa diharapkan mampu untuk secara sadar dan aktif mengelola belajarnya sendiri, dalam arti mempunyai pemahaman tentang tujuan belajarnya dan pengertian yang jernih mengapa tujuan belajar tersebut mempunyai nilai bagi dirinya, serta bagaimana dia akan mencapainya.
Perhatikan cantoh berikut ini.

Guru menugaskan siswa untuk mencari informasi tentang daya saing produk kosmetik Indonesia dibandingkan dengan produk negara lain, khususnya untuk kelas menengah ke bawah.
Siswa tersebut jelas dengan tujuan yang harus dicapai, dan bahwa metalui tugas ini dia akan dapat melakukan riset sederhana dan membuat kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh: Sebagai hasil akhir dia harus dapat menjelaskan bagaimana daya saing produk kosmetik Indonesia dibandingkan dengan produk dari negara lain. Dia berpendapat tujuan belajar ini cukup bernilai baginya karena kemampuan melakukan riset akan berguna bagi perkembangan pengetahuan dan keterampilan akademisnya.
Untuk mencapai itu, dia merancang untuk mencari data melalui kliping koran dan mengecek asal negara produk kosmetik langsung di lapangan: Untuk itu dia merencanakan, pergi ke swalayan dan mencatat negara mana yang memproduksi suatu produk. Ternyata hasil catatan dia menunjukkan banyak sekali produk yang 'made-in' Thailand atau Malaysia, dan hanya sedikit jenis barang yang dibuat di Indonesia. Dari data ini dan kliping koran yang relevan maka siswa tersebut dapat memberikan presentasi yang cukup bagus, rinci dan informatif, dan menyimpulkan bahwa saat ini daya saing produk Indonesia benar-benar ditantang oleh produk negara-negara tetangga di Asia Tenggara, yaitu oteh Thailand dan Malaysia, belum lagi kalau memperhitungkan banjir produk dari China.



Penugasan seperti ini jelas akan membuat siswa menjadi aktif dan termotivasi untuk belajar, karena dia dapat melihat manfaat atau nilai tugas bagi perkembangan intelektualnya. Dalam hal ini peran guru lebih sebagai wasit, atau mediator bila diperlukan, untuk memfasilitasi siswa memperoleh data dan melakukan analisis dengan cermat.

6.Pentingnya kegiatan lielajar dan evaluasi belajar yang otentik
Yang dimaksudkan dengan kegiatan belajar yang otentik adalah seberapa dekat kegiatan yang dilakukan dengan kehidupan dan permasalahan nyata (sesungguhnya) yang terjadi dalam masyarakat, yang akan dihadapi siswa ketika berusaha menerapkan pengetahuan tertentu. Dalam berbagai contoh kondisi riil ini siswa perlu belajar bahwa tidak ada cara pemecahan masalah tertentu yang tepat digunakan untuk berbagai kondisi tersebut. Siswa pada tahap perkembangan intelektual tertentu cenderung menyederhanakan masalah yang kompleks dan menganggap cara pemecahan masalah yang umum sudah akan memadai. Demikian pula ketika guru menguji hasil belajar siswa sebaiknya juga menggunakan pendekatan yang otentik, misalnya menggunakan kasus yang terjadi atau mendekati kenyataan.

B. MENGEMBANGKAN KOMUNITAS PEMBELAJAR DI KELAS

Suasana dan kegiatan pembelajaran dapat dikemas bersifat kompetitif atau kolaboratif , tergantung tujuan yang ingin dicapai. Pembelajaran yang bersifat kompetitif dapat menggunakan perlombaan atau pertandingan untuk mencari dan menentukan hasil kerja siapa yang terbaik. Pendekatan ini dapat saja dipilih dengan catatan ada kondisi tertentu yang harus dipenuhi, yaitu bahwa setiap individu siswa mempunyai kemampuan yang setara dan bahwa keberhasilan ditentukan sepenuhnya oleh usaha siswa dan bukan oleh faktor-fahtor lain di luar kendali siswa (Stipek, 199G). Secara individu siswa berusaha untuk `mengonstruksi' sesuatu, dapat berupa produk IPA, ceritera, hasil penelitian, dan sebagainya. Pendekatan ini dapat menghasilkan hasil terbaik siswa, tetapi terkadang juga dapat menimbulkan hambatan psikologis pada siswa, sebab mereka lebih mencemaskan bagaimana supaya menang dan tidak merasa malu kepada guru daripada bagaimana dapat mempelajari suatu kemampuan atau pengetahuan secara optimal.
Pembelajaran dapat juga dikemas sebagai suatu kegiatan kerja sama (cooperative efforts). Dalam tim siswa bekerja sama untuk `mengonstruksi' suatu hasil kerja bersama. Dalam suasana kerja sama siswa biasanya merasa lebih termotivasi untuk belajar dan berprestasi, karena mereka beranggapan kemungkinan untuk berhasil lebih besar (C.Ames, 1984). Dalam proses belajar bersama siswa berpikir dan bekerja bersama dan saling mengamati, atau bahkan meniru, strategi pemecahan masalah dari yang lain. Mereka berbagi informasi dan saling mengoreksi, bahkan berperan sebagai tutor sebaya (peer tutoring) untuk temannya. Dalam proses seperti ini jelas bahwa pemahaman yang dihasilkan akan lebih baik dibandingkan dengan pemahaman seorang siswa yang belajar sendiri. Dalam auasana belajar bersama yang kooperatif seluruh siswa membentuk suatu masyarakat pembelajar untuk tumbuh bersama.
Dalam pembelajaran collaboratif ada lima aspek yang perlu dipenuhi supaya proses pembelajaran menjadi efektif, yaitu: saling ketergantungan yang positif, tanggung jawab individual, proses kerja kelompok, keterampilan sosial, dan tugas yang spesifik (Johnson, R. & David, 1998). Guru perlu dapat menciptakan kondisi yang mendukung dan melatih atau membiasakan siswa supaya terampil bekerja dalam kelompok.

C. MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK

Dalam praktek seringkali tidak selaras antara tujuan pembelajaran dengan model pembelajaran yang digunakan. Meskipun secara sadar guru menganggap penting tujuan pembelajaran yang berupa kemampuan berpikir analitis-kritis, atau sikap pribadi yang toleran menghargai keragaman pendapat, tetapi model pembelajaran yang digunakan guru tanpa disadari justru dapat menekan pertumbuhan sikap analitis-kritis siswa, misalnya sikap guru yang otoriter. Mungkin sekarang sudah bukan zamannya lagi guru merasa tersinggung atau marah apabila pendapatnya dibantah oleh siswa, atau bersikap meremehkan ketika siswa mengemukakan gagasan yang kedengaran aneh.
Demikian pula halnya dengan prinsip-prinsip pembelajaran konstruktivisme. Pembelajaran seperti apakah yang dapat mendukung proses belajar siswa untuk dapat mengonstruksi pemahaman dan pengetahuan melalui penalaran individual dan dialog dengan teman, guru dan lingkungannya. Dalam hal ini guru perlu kreatif untuk dapat menciptakan berbagai proses pembelajaran yang dimaksud, tentunya dilandasi dengan pemahaman yang memadai tentang pembelajaran yang baik dan konstruktivistik.
Pada bagian berikut ini akan disajikan contoh suatu model pembelajaran konstruktisitik, yang disusun dengan mempertimbangkan berbagai karakteristik yang dibahas sebelumnya.
Dua model pembelajaran konstruktivistik yang sering digunakan adalah pembelajaran menemukan (discovery learning) dan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning).
Cobalah ingat sesuatu yang pernah Anda pelajari dari pengalaman atau percobaan yang Anda lakukan sendiri, bukan dari bacaan. Apakah pengalaman seperti itu memberikan kesan yang lebih mendalam bagi Anda dibandingkan dengan sekadar membaca atau mendengar dari orang lain?
Sewaktu masih sekolah dasar kami pernah melakukan percobaan lab kimia, yaitu mencampur zat-zat kimia yang berbeda dan melihat reaksi yang terjadi. Saya kebagian untuk mencampur zat kalsium sulfida dengan air, dan tiba-tiba mencium bau yang mPmbuat mual. Teman - teman lain satu kelompok mulat tertawa-tawa dan saling tuding, dasar anak-ariak. Saya baru paham bahwa bau itu dihasilkan oleh asam sulfida ( H 2S). Sampai tua bau yang khas itu saya ingat, dan kesannya akan lain kalau hanya membaca dari buku teks.
Percobaan ini dapat dikategorikan sebagai `discovery learning' karena dalam kesempatan tersebut siswa berinteraksi dengan lingkungan fisik atau sosialnya, yaitu dengan melakukan percobaan lab dan melihat `implikasinya' pada kehidupan sosial. Siswa mencoba untuk mencari tahu dan menjelaskan apa yang terjadi, dan mengapa sesuatu terjadi, dengan menggunakan berbagai sumber belajar, misalnya dengan melakukan studi literatur, atau melakukan wawancara. Supaya percobaan yang dilakukan bermanfaat, sebaiknya siswa telah terlebih dahulu memahami berbagai konsep atau prinsip yang dibutuhkan. Dalam `discovery learning' siswa dapat saja melakukan kesalahan (trial and error), dan kesalahan ini justru menjadi bagian dari proses belajar.
Daiam beberapa penelitian ditemukan bahwa seseorang akan mengingat dan menggunakan kembali pengetahuan yang diperoleh, apabila pengetahuan tersebut dihasilkan dari upaya `mengonstruksi' sendiri. (McNamara & Healy, 1995).
Belajar melalui pengalaman (leaniuzg by doing) dalam bentuk eksplorasi dan memanipulasi akan menjadikan sesuatu yarb dipelajari diingat untuk waktu lama (long-term memory). Dan khususnya bagi anak-anak usia sekolah dasar, sesuai dengan tahap perkembangannya, mereka lebih mudah memahami suatu fenomena melalui pengalaman konkret, dibandingkan hanya mendengar dari guru saja.
Dalam `pembelajaran melalui menemukan' intinya adalah `kerja kelompok', `penugasan' dan `berbagi informasi.' Dalam hal ini guru perlu merancang langkah-langkah sebagai berikut.
1. Menentukan hasil belajar siswa dan merancang tugas
2. Merancang tahapan atau langkah-langkah sebagai pedoman kegiatan siswa.
3. Memastikan siswa telah memahami konsep dan prinsip yang relevan (prior knowledge)
4. Menugaskan siswa dalam kerja kelompok atau individual.
5. Memberi kesempatan siswa melaporkan temuannya, dan mendorong mereka mengidentifikasi bagaimana mereka dapat menerapkan temuan mereka dalam konteks yang lain.
6. Memberi balikan dan pengayaan sebagaimana diperlukan.

Agar proses pembelajaran menjadi efektif, guru perlu mempunyai sikap sebagai berikut.
1. Pada awal proses pembelajaran siap menjawab pertanyaan siswa dan membantu mereka memulai kegiatan
2. Mendorong siswa untuk membuat keputusan sendiri
3. Mendorong siswa membuat pertanyaan `apa yang akan terjadi, bila...' (what-if questions)
4. Mendorong siswa menggunakan metode atau cara belajarnya sendiri
5. Memfasilitasi diskusi, guru perlu bersikap netral tidak menganggap dan langsung mengkoreksi pendapat dan pemikiran siswa yang `salah' tetapi usah.akan pendapat tersebut didiskusikan oleh siswa.
6. Memasukkan unsur yang tidak diperkirakan sebelumnya (surprise).
7. Mengusahakan suasana belajar yang menyenangkan.

LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!

Salah satu model pembelajaran yang berlandaskan prinsip belajar konstruktivisme adalah pemecahan masalah (problem solving).
Dari contoh kasus pada halaman 21, guru dapat menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah, yang pada intinya merupakan serangkaian langkah dari mengidentifikasi permasalahan, mengumpulkan data sampai dengan merumuskan hasil analisis dan menemukan alternatif pemecahan masalah.
Untuk setiap langkah, temukan dari paparan kasus, kegiatan yang dilakukan siswa dan hasilnya.
1. Identifikasi masalah Sebagai comoh:
Sebagai contoh:
Siswa merumuskan masalah bahwa daya saing produk kosmetik Indonesia rendah dibandingkan dengan produk negara lain.
2. Mengumpulkan informasi


3. Menganalisis informasi


4. Membuat kesimpulan


5. Membuat alternatif pemecahan masalah



Petunjuk jawaban Latihan

Untuk mengisi setiap langkah Anda dapat menulis jawaban berupa rumusan hasil yang diminta, dan/atau cara melakukan langkah-langkah tersebut.
Dalam hat ini terjadi perubahan paradigma dari 'pembelajaran berorientasi guru' menjadi 'pembelajaran berorientasi siswa.' Siswa diharapkan mampu untuk secara sadar dan aktif mengelola belajarnya sendiri, dalam arti mempunyai pemahaman tentang tujuan belajarnya dan pengertian yang jernih mengapa tujuan belajar tersebut mempunyai nilai bagi dirinya, serta bagaimana dia akan mencapainya.

Perhatikan contoh berikut ini.

Guru menugasi siswa untuk mencari informasi tentang daya saing produk kosmetik Indonesia dibandingkan dengan produk negara lain, khususnya untuk elas menengah ke bawah.
Siswa tersebut jelas dengan tujuan ya-.; harus dicapai, dan bahwa melalui tugas ini dia akan dapat relakukan riset sederhana dan membuat kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh. Sebagai hasil akhir dia harus dapat menjelaskan bagaimana daya saing produk kosmetik Indonesia dibandingkan dengan produk dari negara lain. Dia berpendapat tujuan belajar ini cukup bernilai baginya karena kemampuan melakukan riset akan berguna bagi perkembangan pengetahuan dan ketrampilan akademisnya.
Untuk mencapai itu, dia merancang untuk mencari data melalui kliping koran dan mengecek asal negara produk !cosmetik langsung di lapangan. Untuk itu dia merencanakan, pergi ke swalayan "Hero" dan "Sogo" dan mencatat negara mana yang memproduksi suatu produk. Ternyata hasil catatan dia menunjukkan banyak sekali produk yang 'made-in' Thailand atau Malaysia, dan hanya sedikit jenis barang yang dibuat di Indonesia. Dari data ini dan klipping koran yang relevan maka siswa tersebut dapat memberikan presentasi yang cukup bagus, rinci dan informatif, dan menyimpulkan bahwa saat ini daya saing produk Indonesia benarbenar ditantang oleh produk negara-negara tetangga di Asia tenggara, yaitu oleh Thailand dan Malaysia, belum lagi kalau memperhitungkan banjir produk dari China.

Penugasan seperti ini jelas akan membuat siswa menjadi aktif dan termotivasi untuk belajar, karena dia dapat melihat manfaat atau nilai tugas bagi perkembangan intelektualnya. Dalam hal ini peran guru lebih sebagai wasit, atau mediator bila diperlukan, untuk memfasilitasi siswa memperoleh data dan melakukan analisis dengan cermat.

RANGKUMAN

Perspektif konstruktivisme dalam pembelajaran mempunyai karakteristik atau ciri-ciri bahwa pembelajaran dilakukan sebagai proses berpikir individual dalam kolaborasi dan interaksi dengan siswa lain, untuk memecahkan masalah yang otentik. Sebagai konsekuensi proses yang kolaboratif d'an kooperatif, maka keragaman dalam berpendapat (rnultiple perspekti harus diberi tempat dalam proses pembelajaran. Siswa. harus lebih berperanan dan bertanggungjawab dalam proses belajar, dengan bimbingan guru yang lebih berperanan sebagai fasilitator dan motivator.
Sebagai model yang mengutamakati keaktifan siswa dan pengembangan kemampuan berpikir tinggi (kompleks), model pembelajaran konstruktivistik yang sering digunakan adalah Pembelajaran menemukan (discovery learning) dan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning), yang biasanya menggunakan prosedur pemberian tugas, kerja kelompok dan berbagi informasi.

TES FORMATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Menurut wawasan konstruktivisme, kesalahan yang dilnlill ; pembelajarar: ....
A. merupakanindikator kecerdasan
B. merupakan indik,ator perkembangan berpikir
C. menunjukkan salah pengertian konsep
D. merupakan indikator motivasi belajar

2) Stategi belajar yang mendukung terbentuknya herpil tinggifkompleks adalah berikut ini kecLCali ....
A. membuat ringkasan materi
B. membuat pertanyaan relevan
C. menghafalkan rumus
D. Membuat perkiraan/prediksi

3) Rumusan tujuan belajar berikut ini mana yang ternwsuk berpikir paling tinggi'?
A. Menyebutkan komponen-komponen mobil.
B. Menjelaskan cara inenjalankan mobil
C. Membuat model prototipa mobil.
D. Menunjukkan perbedaan mobil dengan pedati.

4) Perbedaan pendapat dalam proses pembelajaran ....
A. dapat mengganggu proses berpikir siswa
B. dapat menyebabkan salah pengertian
C. dibiarkan terjadi sebagai bentoK berpikir jamak
D. menjadikan proses belajar tidak efektif

5) Dalam pembelajaran konstruktivis, peran dan tanggungpwsM ; utama karena siswa ....
A. menerima pengetahuan yang disampaikan guru
B. harus membentuk sendiri pemahaman terhadap pengrlnhtv
C. harus mengubah perilaku belajarnya
D. harus mencapai tujuan belajar secepatnya

6) Yang dimaksudkan dengan "scaffolding' adalah ....
A. membiasakan siswa melakukan suatu pekerjaauui
B. memberi umpan balikkepada hasil pekerjau,m siswa
C. menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa
D. memberikan bimbingan bertahap kepada siswa

7) Dalam suatu pembelajaran biologi guru menugaskan setiap siswa untuk membuat kecambah beberapa jenis biji-bijian. Penugasan tersebut merupakan contoh kegiatae ....
A. scaffolding
B. otentik
C. kooperatif
D. analitis

8) Aktifitas `tutor sebaya' akan lebih mungkin terjadi dalam pembelajaran kolaboratif, karena siswa akan ....
A. termotivasi untuk bersaing satu dengan yang lain
B. memilih guru sebagai tutor
C. berbagi informasi dan saling mengoreksi
D. membatasi terlibat dalam diskusi
9) Pembelajaran kolaboratif merupakan bentuk penerapan konstruktivisme, karena alasan berikut ini, kecuali memungkinkan siswa ....
A. melakukan dialog dan interaksi
B. menghargai keragaman pendapat dan persepsi
C. mengembangkan strategi berpikir kompleks
D. membentuk perilaku independen

10) "Belajar melalui menemukan' (discovery learning), mempunyai berbagai manfaat berikut ini, kecuali ....
A. mengembangkan kemampuan siswa menghafal berbagai teori
B. mengembangkan kreativitas siswa
C. mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
D. membuat siswa senang belajar

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap mated Kegiatan Belajar 2.




Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali
80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 3. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum dikuasai.
loading...
Previous
Next Post »
0 Komentar

Yang sudah kunjung kemari, jangan lupa bagikan ke teman ya

https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929