loading...

RESUME PENDIDIKAN GENDER

May 01, 2013
loading...
RESUME PENDIDIKAN GENDER

RESUME

A. Pengertian Gender
- Gender secara harpiah adalah sexs (kelamin)
- Gender dalam keseharian adalah suatu pandangan dengan perbedaan pranfungsi dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan aktivitas sosial.
- Kesadaran gender adalah kemampuan untuk mengidentifikasi permasalahan yang timbul akibat kesenjangan gender dan diskriminasi dalam permaslahan tersebut tidak dirasakan oleh perempuan atas laki-laki.

B. Landasan Hukum Gender
1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 Tentang Perekembangan Kependidikan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.
4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah
5. Gbhn Tahun 1999
6. Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 2000 Tentang BKKBN
7. Keputusan Menteri Nomor 60 Tahun 2000 Tentang Organisasi Tata Kerja BKKBN

Akhir-akhir ini wacana tentang Islam dan hak reproduksi perempuan di Indonesia baru naik kepermukaan meskipun isu tentang Islam dan gender sudah lama menjadi bahan pembicaraan.
Salah satu penyehab persoalan adalah dalam memperoleh hak-hak reproduksi. Kaum perempuan masih mengalami hambatan-hambatan. Ajaran agama merupakan salah satu faktor penghambatnya. Islam menyatakan harga diri perempuan adaiah separo dari harga diri laki-laki, separo dimaksudkan tidak saja fisikalnya tapi juga haknya, hak Saki-laki lebih banyak sedangkan hak perempuan lebih sedikit. Dan kami berharap makalah ini dapat diiadikan salah satu upaya untuk mempertakukan para wanita sebagai mana layaknya.

“Dunia adalah perhiasan dan sebalk-baik perhiasan adalah wanita dunia adalah wanita sholihah" (HR. Muslim).

A. Gender dalam Perspektif Islam
1. Sikap terhadap Islam
Di Indonesia Islam menjadi kerangka narmatif bangsa karena komposisi papulasinya. Oleh karena itu, konstruk sasial ini tentu saja banyak dipengaruhi oleh pemahaman dan pemikiran agama yang berkembang:
Sikap yang begitu peduli dengan ajaran agama biasanya disebabkan oleh sikap fanatisme yang berlebihan terhadap peninggalan nenek moyang. Sikap semacam MI. dapat mermbuat seseorang individu buta terhadap kebenaran individu lain kasena mereka merasa apa yang mereka warisi dari nenek moyang itu adalah suatu kebenaran hakiki yang telah baku dan tidak boleh diotak atik atau di ubah sedikitpun.
Sebagus dan sebaik apapun ajaran yang datang dengan sikap apriori mereka tolak karena dianggap tidak benar. Mereka tidak peduli apapun resikanya, bahkan kadang-kadang nyawapun mereka korbankan demi mempertahankan sebuah ideolagi. Jika ideologi itu berada di atas tataran kebenaran, maka itu patut di dukung, tetapi sebaliknya jika hal itu suatu yang keliru, sungguh amat sangat disayangkan.
Sikap ini pernah dijumpai di kalangan bangsa Arab jahiliyah. Dimana mereka dengan semena-mena tega membunuh seorang anak hanya karena anak itu berjenis kelamin perempuan (Q.S, 81:8-9).
Islam datang membawa ajaran yang amat ramah, Egaliter tidak membedakan manusia dari jenis kelaminnya. Mulai saat itu sikap mental terhadap kaum perempuan berubah total. lli masa jahiiiyah mereka merasa matu dan sangaa terhina atas kehadiran seorang bayi perempuan, sedangkan di masa Islam perasaan semacam itu sirna sudah. Seorang Bapak tidak perlu lagi menyembunyikan mukanya dari khalayak ketika menerima kabar gembira atas kelahiran bayinya yang berjenis kelamin perempuan. Jadi tidak salah jika ada pernyataan bahwa Islam adalah agama penyelamat kaum perempuan.
Setelah Islam membebaskan perempuan dari penindasan kaum laki-laki, soak 15 abad yang lalu. Agama islampun mengangkat mereka ke tingkat martabat yang lebih tinggi lagi agar mereka tidak dipandang remeh lalu diganggu oleh masyarakat pada umumnya. Selain itu juga agama Islam telah menghapuskan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Sehingga Islam memberikan posisi yang tinggi kepada perempuan. Upaya ini diawafi Allah SW T dengan mengajarkan mereka berpakaian secara sopan, tidak memamerkan keindahan tubuh mereka sebagaimana dilakukan oleh perempuan-perempuan jahiliyah (Q.S, 24:60, 33-34).
Perempuan memang diciptakan Allah dalam bentuk yang indah dan menarik. Oleh karena itu keindahan tersebut hanya boleh dilihat oleh orang-orang tertentu (Q.S. 24-31).
Oleh karena itu tampak sekali Islam tidak hanya mengakui eksistensi perempuan akan tetapi sangat tinggi menghargainya penghargaan tersebut tidak hanya secara teoritis normatif tetapi lebih dari itu mereka diberi hak untuk memiliki kekayaan pribadi yang sama dengan hak yang dimiliki oleh kaum laki-laki baik yang berbentuk material maupun intelektual (Q.S. 4 : 7,32).
Dengan demikian jelaslah bahwa Islam sangat memperhatikan (concern) terhadap nasib perempuan. Karena banyak orang tidak mengindahkan ajaran Islam tersebut, maka sebagaimana kita ketahui sering ierjadi tindakan sewenang-wenang terhadap mereka bahkan ada yang sangat di luar peri kemanusiaan. O1eh karena itu untuk menghentikan tindakan sewenang-wenang tersebut maka tidak ada jalan lain kecuali kembali kepada ajaran Islam secara utuh dan benar (kaffar) untuk mengamalkan ajaran-ajarannya secara murni dan konsekwen serta janganlah sekalipun untuk mengikuti ajakan-ajakan syetan yang terkutuk karena syetan itu berul-betul musuh nyata bagi kita tegas Allah SWT dalam berbagai ayat Al-Qur'an antara lain Q.S, 2:108.

2. Interpretasi ulang terhadap Al-Qur'an dan hadits
Interpretasi ulang terhadap Al-Qur'an dn hadits juga amat diperlukan karena tafsiran lama banyak yang bisa gender sehingga menimbulkan deskriminasi antar jenis kelamin. Jika ini tidak dilakukan maka kesetaraan dan keadilan gender yang diperuangkan ini akan menjadi sia-sia. Dimana kaum perempuan akan selalu tinggal di landasan sementara bagi jenis kelamin yang lain telah tinggal iandas. Lebih bahaya lagi adalah apabila ayat-ayat suci Al-Qur'an dan hadits dijadikan iegitimasi untuk menindas kaum perempuan. Apabila kondisi ini terjadi, maka yang rugi bukannya kaum perempuan semata melainkan semua manusia akan kembali kebelakang (setback) karena jumlah kaum perempuan cukup besar bahkan pada. beberapa wilayah jumlah mereka melebihi jumlah kaum Iaki-laki.
Jadi melantarkan apalagi menisak dan mengkebiri nasib mereka sama artinya merusak bangsa itu sendiri. Kelangsunan kehidupan dan masa depan suatu bangsa akan tergantung pada kemajuan kaum perempuan tersebut. Dalam konteks ini Abbas Kararah melukiskan dengan sangat indah peran serta kaum perempuan dalam membangun suatu bangsa, bahkan hat itu dijadikan sebagai motto pada sampul bukunya yang monumental al-Din wa al-Mar'ah sebagai berikut:
Ibu bagaikan sekolah apabila kamu mempersiapkannya (dengair baik) berarti kamu telah mempersiapkan suatu generasi bangsa dengan integrasi dan watak kepribadian yang baik pula.
Untuk mempersiapkan perempuan menjadi seorang ibu yang balk tidak akan pernah ada jika di tengah masyarakat terdapat sikap bias terhadap jenis kelamin perempuan Perempuan dianggap tugasnya hanyaiah tiga ur (dapur, sumur, kasur), sehingga banyak orang mengira bahwa fungsi reproduksi menjadi alasan untuk mempertahankan domestikasi, subordinasi, marginalisasi, dan diskriminasi terhadap perempuan. Atau dikatakan pula bahwa perempuan itu adalah koncowingking dan berbagai stereotipe yang sangat tidak enak untuk di dengar misalnya perempuan adalah mahluk yang kurang berakal, perempuan terbuat dari tulang rusuk laki-laki dan sebagainya. Suara-suara sumbang serupa itu berkaitan dengan adanya semacam misinterpretation terhadap Al-Qur'an dan hadits.
Al-Qur'an sebagai "lrudan linnasi" dan kehadiran Nabi Muhammad Rasulullah SAW dengan sunnahnya sebagai "rahmatan lil alamin", tentu saja menoiak anggapan di atas. Dalam hal ini yang salah bukan teksnya, melainkan interpretasinya. Oleh karenanya, perlu dilakukan interpretasi ulang agar tafsiran teks tersebut tidak lagi bias gender, kesaksian dan sebagainya. Semua itu telah banyak dikaji dan didiskusikan pada berbagai forum-forum ilmiah dan juga banyak buku-buku yang membahas persoalan-persoalan tersebut.
Pada prinsipnya Allah SWT menciptakan manusia baik perempuan maupun laki-laki semata-mata ditujukan agar mereka mampu mendarma baktikan dirinya untuk mengabdi kepada-Nya. Dan apabila ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits Rasutullah SAW dipahami secara holistik dan benar (kaffizlt), maka akan ditemukan landasan bermulanya kesetaraan antara perempuan adalah bawahan (subordinasi) laki-Iaki; dan Allah menyebut istri tersebut dengan sebutan pasangan (zawj) malah spesifik lagi Dia menyebutnya sahabat (shahibah) sebagaimana telah disinggung di awal. Jadi jelas sekali di dalam Al-Qur'an dan hadits tidak mengenai istilah subordinat tersebut.
Itu berarti istri bagi suami digambarkan oleh Allah SWT bukan sebagai koncowingking atau hanya bertugas melaksanakan tiga UR saja, tetapi kedudukannya jauh lebih terhormat dan sejajar dengan suaminya.
Secara etimoiogis kosa kata shahibah berasat dari akar kata "shuhbah" yang berarti "menyertai" (selalu bersama). Itu berarti ralasi antara dua orang yang bersahabat itu ialah relasi kemitraan, duduk sama rendah tegak sama tinggi saling mempercayai dan saling membutuhkan serta saling menghormati.
Alangkah indahnya persahabatan antara dua orang yang berlainan jenis kelamin, jauh dari rasa dendam kesumat apalagi rasa permusuhan. Hat itu dapat terjadi karena antara mereka sudah terjalin rasa kasih sayang yang mendalam. Bahkan Allah SWT menggambarkan hubungan kemitraan suami isteri itu bak ibarat pakaian "isteri adalah pakaian bagi suaminya sebaliknya suami adalah pakaian bagi isterinya" (Q. S, 2:187).
Dalam konteks ini, Rasulullah SAW dalam bahasa singkat dan padat bersabda: "perempuan (isteri) adalah belahan jiwa laki-laki (suaminya). Belahan jiwa artinya tempat mencurahkan kasih sayang dan memberikan kesetiaan penuh.
Walhasit penggambaran kemitraan yang dicanangkan dalam Al-Qur'an dengan "shahibah" dan dafam hadits dengan "syaqiqah" mempunyai makna yang mendalam dan berimpiikasi luas pada hidup dan kehidupan suatu ketuarga yang ada di tengah masyarakat. Pola hubungan semacam inilah yang diterapkan oleh generasi salaf al-shalih yakni generasi Nabi dan sahabat, tabi'in dan tabi' tabi'in (sekitar tiga abad) pertama dalam sejarah penyiaran Islam.
Kemudian pada generasi-generasi selanjutnya, apalagi setelah berkenalan dengan ajaran materialisme, pedonisme dan lain sebagainya, laki-laki mulai dipengaruhi oleh ajaran-ajaran yang bukan islami. Akibatnya hak-hak perempuan terabaikan dan keadilan mulai dipermainkan, maka terjadilah tindakan-tindakan kekerasan, penganiayaan bahkan pembunuhan demi memenuhi ambisi dan keinginan-keinginan sebagai laki-laki. ironisnya kadang-kadang tindakan mereka terhadap kaum perempuan itu dilegitimasi oleh fiqh-fiqh produk generasi salad-. Padahai pada masa salaf, produk tiqh tersebut tidak menzholimi perempuan, malah sebaliknya mengayomi mereka. Tetapi diabad-abad generasi belakangan (khalaf) produk fiqh itu pula yang dijadikan legitimasi untuk menzholomi dan menindas hak-hak perempuan.
Jadi sebenarnya yang menjadi biang keladi terjadinya bias gender sehingga membuat perempuan tertindas lebih banyak disebabkan oleh tidak diamalkannya ajaran moral yang amat luhur dari ajaran Islam secara murni dan konsekwen. Maka dari itu tidak ada salahnya semua penafsiran yang bias gender tersebut direformasi atau ditafsir ulang kembali agar tidak ada lagi alasan untuk berbuat di luar jalur yang benar dalam mencapai kesetaraan dan keadilan gender. Dalam hal ini Allah SWT telah menggariskan: Jika kalian bertengkar tentang sesuatu kasus, mka selesaikanlah dengan berpedoman langsung kepada kitab.


ISU-ISU GENDER
(Dalam Konteks Kekinian di Indonesia)

Kata kunci : Isu-Isu Gender
Berbicara mengenai gender kita tidak akan pernah terlepas dari ketidakseteraan antara perempuan dan laki-laki. Oleh-karena itu masalah tersebut harus tetap diatasi sejak tahap perencanaan pembangunan dengan mengetengahkan konsep pembangunan benvawasan gender (gender and development GAD) sebagai koreksi terhadap konsep: peranan perempuan dalam pembangunan (women in development). Konsep GAD ini merupakan cerminan dari prinsip keadilan yang menempatkan perempuan dan laki-laki sesuai dengan fungsi, hak, kewajiban dan kodratnya. Tetapi dari implementasinya sebagaimana yang dapat kita dengar, lihat, rasakan "keadilan" yang kita harapkan tersebut pada dasarnya belum mencerminkan konsep GAD tersebut. Sehingoa setiap kurun waktu ter;entu isu-isu gender ini tidak pernah jauh dari hal-hal yang, utama sebagai berikut :
1. Diskriminasi perempuan dalam kesetaraan dan keadilan gender
Pemberdayaan perempuan untuk mewujudkari kesetaraan dan keadilan gender pada saat-saat ini sesunggu}unya sedang hangat-hanratnya di bicarakan, didiskusikan malah banyaknya proses gugatan-gugalan. Karena adanya perbedaan gender mengakibatkan pada diskriminrtsi dan ketidak adilan gender.
Diskriminasi gender pada dasarnya adalah setiap pembedaan, penbingiran atau pembatasan atau sebaiknya yakni pilih kasih yang dilakukan seseorang karena alasan gender, sehingga mengakibatkan penolakan pengakuan dan kebahagiaan serta penolakan keterlibatan dan pelanggaran atas pengakuan hak nsasinya dan persamaan arltara lelaki dan peretnpuan serta hak dasarnya dalam bidang politik, ekonomi, sosial serta budaya. Diskriminasi yang terjadi bentuknya bermacam-macam, diantaranya:
Diskriminasi secara langsung di mana terjadi jika seseorang diperlukan dengan berbeda secara terbuka dan langsung dalam bentuk diskriminasi akibat perilaku atau sikap atau akibat dari suatu aturan. misalnya pernyataan yang mendiskrikiminasikan seperti "perempuan jangan diberi tugas angkat mengangkat karena tidak cocok dengan potensi mereka".
Diskriminasi secara tidak langsung di mana terjadi jika suatu peraturan atau kebajikan sama tetapi berakibat hanya pada kelompak atau jenis kelamin tertentu yang di senangi. Jadi aturannya netral tetapi praktiknya hanya menguntungkan kelompok atau jenis kelamin tertentu saja, misalnya untuk menjadi satpam pabrik hanya mereka yang memiliki tinggi badan 170 cm saja. Aturan ini menyingkirkan atau hanya sedikit perempuan yang akan mendapat posisi itu.
Diskriminasi sistemik dimana terjadi sebagai hasil ketidak adilan yang berakar dalam sejarah, adat, norma atau struktur masyarakaf yang mewariskan keadaan diskriminatif. Diskriminasi dalam hal ini terjadi mungkin tidak sengaja dan tanpa disadari, tetapi berakibat bumk pada korbannya
Hari berbagai diskrimina.si yang bersumber pada keyakinan gender, maka akan muncullah ketidak adilan gender. Karena mem.ang di dunia ini banyak ketidak adilan atau diskriminasi yang dasarnya macam-macam, seperti karena perbedaan warna kulit, karena kekayaan atau perbedaan klas, suku bangsa bahkan di banyak tempat karena keyakinan agamanya. Salah satu bentuk diskriminasi dan ketidak adilan itu dasarnya adalah karena keyakinan gender di masyarakat atau biasa disebut dengan konstruksi sosial masyarakat seperti perempuan itu lembut, keibuan dan bersifat emosional, sedangkan pria tegas, keras dan rasional dari hal ini maka bentuk diskriminasinya adalah perempuan tidak boleh jadi manager atau bahkan menjadi pemimpin bangsa. Bukankah kita semua tahu ba}nva di Indonesia hal ini dalam kurun waktu lebih kurang setahun dan sampai sekarang perdebatan tentang masalali ini cukup menjadi topik diskusi maupun debat yang tidak pernah selesai dengan tuntas.
Pada masyarakat yang luas dan majemuk ini juga ada konstruksi sosial masyarakat yang sering kali berbentuk steotip terhadap baik perempuan balk laki-laki. Konstruksi sosial tersebut meskipun sebagian besar korbannya adalah kaum perempuan, namun diskriminasi dan ketidak adilan gender tiduk hanya menimpa kaum perempuan saja, melainkan juga pada kaum lelaki. Oleh karena itu diskriminasi gender adalah nursuh baik bagi perempuan maupun laki-laki.
Bentuk dari ketidak adilan gender itu antara lain:
a. Subordinasi
Subordinasi disini berhubungaul dengan hal politik dan proses pengambilan keputusan dan pengendali kekuasaan. Meskipun jumlah kaum perempuan mencapai 50 % lebih dari.penduduk bumi, namun posisi mereka ditentukan dan dipimpin oleh hum laki-laki. Subordinasi tersebut tidak saja secara global melainkan juga dalam birokrasi pemerintahan, dalam masyarakat maupun dalam rumah tangga. Banyak sekali kasus baik dalam tradisi dan tafsir keagamaan maupun dalam aturan birokrasi dimana kaum pere:mpuan diletakkan sebagai subordinasi dari kaum laki-laki. Misalnya saja perempuan-perempuan yang hendak menunaikan tugas belajar diluar negeri, harus mendapatkan izin dari suami (kaum laki-laki), tetapi suatu (kaum laki-laki) tidak perlu mendapat izin dari isteri (kaum peremhuan) dan lain sebagainya.

b. Marginaslisasi
Marginalisasi terjadi dalam budaya, birokrasi maupun program pembangunan. Misalnya saja dalam program pertanian yang dikenal dengan "green revolution", dinmna kaum perempuaii secara sistematis disingkirkan dan dimiskinkan. Penggantian bibit pertanian jenis unggul telah memaksa digantikannya ani-ani dengan safit, yang berakibat menggusur banyak sekali pekerjaan kaum perempuan desa. Dengan hanya mengakui lelaki berbagai kepala rumah tangga, program indusiialisasi pertanian ataupun akses media, Dalam kasus ini. telah terjadi marginalisasi kaum perempuan. Disamping itu banyak sekali jenis pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan “perempuan” selain dianggap bernilai lebih rendah juga mendapat imbalan lebih rendah”.

c. Stereotip
Stereotip adalah suatu bentuk ketidak ketidak adilan budaya yakni pemberian label negative yang memojokan kaum perempuan sehingga berakibat pada posisi dan kondisi kaum perempuan. Misalnya label kaum perempuan sebagai "ibu rumah tangga" sangat merugikan mereka jika mereka hendak aktif dalam "kegiatai lala-laki" seperii kegiarian politik dan bisnis ataupun birokrasi. Sememara label laki-laki sebagai "pencari nafltah" mengakibaikan apa saja yang dihasilkan oleh kaum perempuam dianggap sebagai "sambilan" dan "tambahan" dan cenderung tidak dipergitungkan. Karena label bahwa perempuan lembut dan emosional, menyulitkan mereka memasuki pasaran tenaga kerja yang dianggap "laki-laki" seperti misalnya keamanan atau manajer

d. Beban Kerja
Pada umumnya suatu rumah tangga, beberapa, jenis kegiatan yang dilakukan oleh kaum perempuan dan beborapa jenis yang dilakukan oleh kaum laki-laki. Di banyak observasi menunjukkan bahwa kaum perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan domestik. Terlebih-lebih bagi mereka yang bekerja, karena selain bekerja di tempat kerja namun juga masih harus mengerjakan pekerjaan domestik. Apalagi di era refor-masi ini, di mana banyak kaum perempuan dituntut untuk dapat lebih berkreativitas di dalam mengerjakan pekerjaan domestik tersebut, karena mau tidak mau kaum perempuan dalam hal ini juga diharapkan dapat menambah penghasilan suami (kaum laki-laki) ataupun juga bagaimana memutar otak agar penghasilan suami (kaum laki-laki) dapat mencukupi kebutuhan hidup yang melonjak dengan sangat cepat.


e. Sasialisasi keyakinan gender
Sosialisasi keyakinan gender mengakibatkan. tersosialisasinya citra posisi kodrat dan penerimaan nasib perempuan yang ada. Dengan kata lain segenap manifestasi dari ketidakadilan gender itu sendiri juga merupakan proses penjinakan terhadap peran gender kaum perempuan, sehingga akhirnya mereka sendiri menganggap kondisi dan posisi itu sebagai norma dan kodrati. Kesemua manifestasi tersebut saling berakit dan saling tergantung serta saling menguatkan.
Perlengkapan posisi subordinasi dan stereotip terhadap kaum perempuan ini secara tidak sadar juga dilanggengkan oleh ideologi dan budaya "patriaki", yakni ideologi kelelakian. Ideologi ini adalah dikepalai baik kaum perempuan maupun kaum laki-laki. Selain itu juga dilanggengkan oleh pendidikan, adat istiadat, dan tersembunya dalam aturan pemerintah juga tersembunyi dalam tafsiran keagamaan bahkan mempengaruhi kebijakan negara. Oleh karena itu untuk menghentikan dan membongkar ketidakadilan gender ini diperlukan usaha multidisiplin dan berbagai ragam kegiatan.
1. Kekerasan bagi perempuan
Sejarah kemanusian secara global tidak hanya diwarnai oleh kemajuan pemikiran ilmu pengetahuan, teknologi, pola produksi 3an konsumsi, tetapi juga dikotori oleh kekeras untuk menyebut diantaranya seperti adanya tindakan pemaksaan, perkosaan, pembantaian, pembunuhan dari peperangan. Tragisnya lagi sebagiarl dari kekerasan itu sering dianggap sebagal sllalu yang tidak serius bahkan sanbat wajar lebih-lebih lagi sekarang sepertinya cenderung membudaya dan kurang mendapat perhatian yang memadai walaupun mengancam keselamatan tubuh dan nyawa kaum perompuan. Kekerasan yang kurang mendapat perhatian memadai itu diadakan kekerasan terhadap kaum perempuan baik dalam keluarga (domestic violence), masyarakat (public violence) maupun Negara (state -violence). Padahal kalau dilihat penempatannya sebagai bagian dari KU HO, permasalahan ini dapat dimasukkan pada bab tentang kejahatan terhadap nyawa orang.
Kekerasan terhadap kaum perempuan dianggap sebagai masalah individu, sehingga banyak diabaikan atau tidak dianggap sebagai masalah hak asasi manusia. Kenyataan inilah yang menempatkan kekerasan terhadap kaum perempuan berada di bawah kejahatan kesusilaan. Dengan demikian semakin hari nampaknya angka-angka statistik kekerasan terhadap kaum perempuan tanpa disertai perlindungan yang memadai kian semakin meningkat. Sekalipun demikian perubahan pandangan terhadap posisi dan peran kaum perempuan serta penghormatan terhadap martabat kaum perempuan membawa masyarakat lebih menaruh perhatian atas sejumlah tindak kekerasan dimana anak dan kaum perempuan menjadi korban.
Pada intinya tindak kekerasan terhadap kaum perempuan muncul karena adanya hubungan yang timpang, hubungan mewujudkan kekuasaan yang ditunjukkan oleh orang yang memiliki posisi atau kedudukan yang lebih tinggi atau kuat terhadap orang yang lebih tingggi atau kuat terhadap orang yang lebih rendah atau lemah posisinya. Hal mana justru mendukung dijadikannya kaum perentpuan sebagai obyek kekerasan mereka.
Konsep HAM yang telah menjadi komitmen internasional dan menegaskan bahwa setiap manusia dilahirkan sama dan memiliki martabat untuk mencapai kemanusiaan yang diharapkan bersama, tetapi ternyata tanggapan dari masyarakat khususnya di Indonesia belum cukup banyak. Hal ini nampak dari sejumlah pengaduan ke komisi Hak Asasi Manusia atas tindak kekerasan terhadap kaum perempuan. Sekalipun jumlah yang ada masih jauh dari realitas yang telah disampaikan dan muncul dipermukaan menunjukkan bahwa reaksi masyarakat sudah mulai tumbuh. Walaupun selama ini sikap budaya masyarakat yang pada umumnya selalu beranggapan bahwa kejadian atau perlakuan kekerasan itu bukan menjadi urusan mereka, tetapi urusan aib pribadi. Sehingga kejadian itu akan memberikan stigma yang buruk pada keluarga.
Sebenarnya masyarakat dapat lebih dapat berdaya untuk turut berpartisipasi mengatasi/mengulangi tindak kekerasan terhadap kaum perempuan. Tentu saja apabila masyarakat cukup memperoleh informasi dan pemahaman yang jelas tentang masalah tersebut berkenaan dengan pelanggaran hak asasi kaum perempuan, perlindungan hukum baik bagi korban dan pelapor. Karena selama ini banyak anggapan bahwa lapor kepada aparat hanya membuang waktu dan tenaga. Anggapan itu berkembang sebab selama ini banyak kasus yang oleh aparat sengaja tidak ditanggapi dengan haik. Akibatnya banyak orang mempunyai anggapan bahwa janganjangan yang dilaporkan hanya akan dipetieskan, tidak akan pernah diusut atau malah merugikan waktu dan energi
Lebih dari itu bukanlah pada setiap pertenruan internasional, regional dan nasional telah disepakti bahwa tindak kekerasan terhadap kaum perempuan mutlak suatu kejahatan. Hak asasi perempuan wajib diperlakukan dengan kebanggaan secara utuh dan adil, sehingga mampu menjamin kedamaian, keagamaan dan kebebasan bersama (deklarasi Phnom pehn tentang kekerasan terhadap perempuan, 1994). Bahkan suatu persiapan yang cermat telah dilaksanakan di tingkat PBB yaitu dengan disempurnakannya International victim assistance training manual in the use and application of declaration of basic principle of justice for cictims of critic and abuscof power.
Tetapi tidak dapat kita pungkiri pula secara kenyataan bahwa dalam kehidupan kiln sehari-hari masalah tindak kekerasan terhadap kaum perempuan cenderung dianggap peristiwa umum. Justru inilah yang menimbulkan masalah baru berupa tidak terjangkaunya perlindungan hukum terhadap kaum perempuan dalam keluarga maupun masyarakat dan Negara.
Khusus kekerasan bagi kaum perempuan dalam bentuk perkosaan diseluruh dunia mengalami under reporting. Karena keinginan korban dan keluarganya akan kerahasiaan identitasnya sebagai Koran perkosaan. Dalam hal ini kita tidak dapat menyamakan trauma akibat perkosaan dengan trauma kekerasan yang lain seperti trauma yang dialami kaum perempuan karena hilang atau diculik walaupun juga mengalami penyiksaan. Kaum perempuan yang hilang dan disiksa kemudian muncul kembali di depan public, tidak akan mendapat stigma negative dari masyarakat. Lain halnya dengan korban perkosaan. Mengumumkan palagi menampilkan korban perkosaan sebagai pemenuhan tuntutan pembuktian justru akan menghancurkan masa depan korban. Selain itu juga akan menimbulkan stigma dan aib bagi korban dan keluarganya.
Hal lain lagi yaitu berisiko merendahkan martabatnya sebagai manusia. Sehingga stigma tentang perkosaan ini harus dipahami sebagai suatu trauma yang dialami kaum perempuan dan keluarganya adalah campuran dari rasa takut, rasa malu, rasa hina dan juga merasa marasa masa depannya telah hancur sehingga ada yang sampai bunuh diri karenanya.
Untuk menghapus segala bentuk tindak kekerasan terhadap kaum perempuan in the family, within the community and state ciolence sebagai bagian dari penghapusan diskriminasi kaum perempuan hendaknya-lah didasari atas kebijakan nasional "zero, tolerance policy" (tindak kekerasan sekecil apapun tidak dapat ditoleransi)

2. Kesehatan Reproduksi Perempuan
Berbicara soal kesehatan reproduksi kaum perempuan maka tidak terlepas pula dengan persoalan-persoalan hak-hak reproduksinya. Oleh sebab itu agar tidak menimbulkan berbagai tafsiran yang keliru, ditegaskan pula dalam dokumen ICPD Kairo tentang hak-hak reproduksi yang merupakan bagian dari hak-hak azazi manusia dan yang harus dipahami oleh setiap individu mencakup tiga hal pokok, yaitu :
- Hak pasangan dan individu untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab jumlah dan jarak kelahiran anak-anaknya, berdasarkan pengetahuan dan informasi yang dimilikinya.
- Hak untuk mendapatkan pelayanan dan infarmasi tentang kesehatan sexsual dan reproduksi yang berkwalitas
- Hak untuk membuat keputusan yang bebas dari diskriminasi paksaaan atau kekerasan (FCI, 1994).

Bagi Indonesia untuk melaksanakan hak-hak kesehatan reproduksi sebenarnya telah cukup memadai dengan adanya berbagai perangkat Undang-undang seperti UU No.7/1984, UU No. 10/1992 dan UU No. 23/1992 seperti dokumen ICPD Kairo sendiri. Persoalannya sekarang bagaimana berbagai perangkat undang-undang yang ada serta kesepakatan Internasional dapat dilakukan secara konsisten. Memang diakui upaya meningkatnya kualitas kesehatan reprodukai agar menjadi titik sentral dalam proses pembangunan bangsa ternyata jauh lebih sulit dari pada pembangunan sarana fisik. Sebab upaya ini menurut perubahan perilaku penyedia pelayanan.
Upaya yang telah dilakukan pemerintah dengan mengadopsi dua pendekatan paket terpadu, yaitu paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE) yang diterapkan seluruh propinsi dengan muatan materinya tentang kesehatan Ibu dun bayi, Keluarga Berencana, dan pencegah serta penanganan (nfeksi saluran reproduksi (ISR/PMS/HIV) dan kemandulan: Kedum paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Konfrehensif (PKISK) yang diterapkan di propinsi yang telah mampu dengan muatan dan materinya empat materi di atas ditambah dengan pencegahan dan penanganan usia lanjut patut kita hargai, namun sejauh mana PKRE dan PKRK tersebut dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat masih harus dipantau dan dievaluasi.
Realitas sosial terjadinya ketimpangan kesehatan reproduksi bagi kaum perempuan adalah seperti konsep kita tentang; keluarga adalah keluarga heteroreksual artinya hanya dimungkinkan, bagi perkawinan kaum perempuan dan kaum laki-laki dan harus dilakukan dengan sah (pasal 2 undang-undang perkawinan juncto pasal 1.10 Undang-undang perkembangan kependudukan dan KB). Dengan demikian, hukum hanya mengakui bentuk perkawinan heteroseksual walaupun undang-undang perkembangan kependudukan dan KB mengintrodusir komposisi baru keluarga single parent (Ibu dan anak-anak atau ayah dengan anak-anak), hal itu tetap dalam kerangka perkawinan yang sah itu .
Keluarga yang berkurang ialah kalau keputusan deklarasi Kairo itu mengurangi hak masyarakat, baik kaum perempuan maupun kaum laki-laki untuk mengekpresikan aktifitas seksualnya. Nah jika kita teliti lebih lanjut kebijakan kebijakan tentang kesehatan masyarakat, khususnya yang tertuang dalam undang-undang kesehatan Nomor 23 tahun 1992 dan undang-undang nomor 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan KB, tampak sekali bahwa kedua undang-undang ini menggunakan perspektif laki-laki.
Sebetulnya secara biologis kaum laki-laki selalu siap berproduksi, sedangkan kaum perempuan tidak karena harus menunggu masa kesuburan. Akan tetapi dalam kenyataannya kaum perempuanlah yang menjadi target dari KB dan aktivitas program hak reproduksi. Kaum lelaki kurang menjadi target sehingga dalam praktek hak-hak reproduksi, sukar sekali direalisasikan. Demikian juga didalam dunia kerja meskipun buruh memiliki cuti haid dengan mendapatkan upah penuh. Bagi kaum perempuan yang sebagai ibu yang sedang menyusui sebenarnya juga mempunyai hak untuk menyusui anaknya pada waktu-waktu tertentu. Tetapi hak inipun juga sukar untuk dilaksanakan.
Dalam Undang-undang kependudukan, pengaturan hak reproduksi perempuan difokuskan pada masalah control atas fe;rtilitas perempuan untuk membatasi kelahiran sehingga control kelahiran berubah tujuannya menjadi control terhadap pertumbuhan penduduk. Akibatnya kaum perempuan hanya dilihat sebagai target penggunaan kontrasepsi tanpa pemberian informasi dan pelayanan pasca pemakaian konrasepsi yang memadai. Pelaksanaanya seringkali menggunakan insetif-insentif yang sama sekali di luar kepentingan kesehatan reproduksi kaum perempuan. Misalnya, di satu desa A berhasil menaikkan target KB maka akan diberikan aliran listrikatau kredit dengan mudah. Itu sama sekali tidak ada hubungan dengan kepentingan reproduksi perempuan, walaupun itu termasuk kepentingan masyarakat untuk meningkatkan ekonominya.
Masalah krusial lain yang berkaitan dengan masalah hak reproduksi perempuan adalah "mathernal care" kematian di Indonesia adalah 420/100.000 dibandingkan dengan Philipina 80 dan Malaysia 50, Singapura I-5 (Affandi, 1996). Adapun penyebab kematian adalah pendarahan setelah melahirkan yang kemungkinan terlalu banyak anaknya, waktu ditolong tidak dipersiapkan dengan baik atau sewaktu dikirim nafasnya tinggal satu-satu kemudian mati dirumah sakit. Segi yang mempengaruhi kematian ibu sebenarnya pada jangka pendek yang harus kita lakukan yaitu persalinan harus ditolong oleh tenaga terlatih termasuk dukun terlatih. Oleh Karena itu setiap kematian kaum perempuan sebagai ibu harus diaudit, apa pennyebabnya, mengapa sampai mati, walau pun mati itu sebenarnya di tangan Tuhan.

3. Tenaga Kerja Perempuan
Masalah kaum perempuan bekerja, khususnya yang bekerja di luar negeri tetap menjadi itu primadona jika kita berbicara tentang isu-isu gender. Persoalan kaum perempuan bekerja ini sangat kompleks karena berkaitan dengan situasi dan lingkungan sosial budaya dan tradisi masyarakat yang kadang memberikan citra dan penilaian kurang positif bahwa paling tepat kaum perempuan hanya mengerjakan pekerjaan kerumah tanggaan, mulai dari memelihara, mengasuh, membimbing, anak-anaknya hingga melayani keluarga pekerjaan tersebut, dikenal dengan pekerjaan domestik.
Padahal secara konsepsional teoritis kaum prempuan sebagai mitra kaum laki-laki dalam segala bidang semakin lama semakin jelas adanya. Di Indonesia hal ini didukung oleh UUD 1945 pasal 27 ayat 2 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pengertian warga negara di sini tidak dibedakan antara tenaga kerja kaum perempuan dan tenaga kerja kaum laki-laki. Dengan demikian masing-masing kaum perempuan dan kaum laki-laki berhak memperoleh pekerjaan yang sama dan masing-masing bebas memilih profesi yang sesuai dengan keahliannya.
Melihat besarnya peluang lowongan kerja di luar negeri di satu sisi dan di satu sisi lagi masih banyaknya masalah yang dihadapi berkaitan dnegan kaum perempuan bekerja di luar negeri termasuk juga persoalan pengangguran sekarang ini, maka pemecahannyapun harus aktif dan tidak bisa hitam dan putih. Karena sikap yang terbaik dalam hal ini adalah bukan mencegah kaum perempuan bekerja di luar negeri termasuk juga persoalan pengangguran sekarang ini, maka pemecahannyapun harus arif dan tidak bisa hitam dan putih. Karena sikap yang terbaik dalam hal ini adalah bukan mencegah kaum perempuan bekerja baik di dalam maupun di luar negeri. Hal yang penting adalah bagaimana meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan serta perlindungan hukum bagi kaum perempuan yang mau bekerja maupun perluasan kesempatan kerja herluasan kesempatan kerja kaum perempuan tersebut maka langkah yang harus ditempuh adalah peningkatan pendidikan antara lain melalui perbaikan sistem pendidikan, peningkatan pengetahuan dan keterampilan dan peningkatan kualitas pembinaan produktivitas. Sedangkan untuk mengefektifkan perlindungan hukum yang jelas, koordinasi antara instansi terkait di dalam dan luar negeri. Dan hal yang juga penting adalah ketegasan dari aparat hukum terhadap penguasa tenaga kerja kaum perempuan yang "bandel" "Feminim atau maskulin...... mana yang terbaik bagi anak? Yang terpenting adalah bukan membentuk anak, laki-laki atau perempuan, menjadi feminim atau maskulin bahkan androgini sekalipun, namun bagaimana kita dapat menghorm;rti dan menghargai potensi dan menghargai potensi dan piluhan anak sehingga mereka dapat tumbuh menjadi perempuan dan laki-laki dengan perasaan yang positif (G. Eisenberg)
"Apa yang diperlukan bukan beberapa peremrvan yang membuat sejarah, tetapi banyak perempuan yang ikut memhuat kebijakan" (G. Ferraro).



Perspektif Gender dalam Manajamen
Sudut pandang gender dalam manajemen memiliki cakupan pembahasan yang menyangkut tentang pandangan berbagai pihak atas pengertian gender dalam lingkup manajemen. Manajemen diartikan sebagai satu kelompok personil pimpinan organisasi atau kumpulan orang-orang tertentu. Walaupun demikian dapat saja manajemen tersebut diartikan sebabai proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran tertentu.
Dari pengertian singkat itu, maka pembahasan perspektif gender akan banyak berkaitan dengan masaiah konsep gender dan sudut pandanganya dalam lingkup dari manajemen organisasi atau kelompok tertentu. Fakta sekarang ini semakin banyak dan justru nnulai nampak ada kecenderungan semakin berperannya wanita dalam posisi manajemen organisasi atau kelompok tertentu.
Namutn dalam kondisi seperti itu belum merupakan jaminan bahwa telah diakomodasikan konsep gender dalam lingkup manajemen, mungkin secara tidak langsung, selama ini telah terjadi proses pengekomodasian kemampuan wanita dalam memimpin organisasi, namun hal itu lebih banyak berdasarkan penilaian rasional atas kemampuan dan prestasi yang berhasil ditunjukkan mereka.
Apa yang dapat ditentukan sekarang ternyata sudah ada beberapa personil manajemen wanita. Mereka umumnya justru dipilih dengan kriteria berdasarkan kemampuan (profesionalisime), ditinjau dari penguasaan pengetahuan atau keterampilan. Hal-hal tersebut menggambarkan bahwa posisi wanita di sejumlah organisasi Umumnya telah diterima.
Paling tidak dalam tiga dasawarsa terakhir ini telah tumbuh pengakuan tentang pentingnya peran wanita dalam proses pembangunan. Masih dirasakan bahwa peran dan partisipasi kaum wanita itu ternyata belum sepenuhnya dapat terkait dengan proses dan kegiatan pembangunan nasional dan fakta konkrit, dapat ditemmkan indikasi tentang kesenjangan kesempatan dan kemampuan antara pria dan wunlta, selaingga tidak cukup peluang untuk menjadi mitra kerja yang aktif dalam berbagai bidang. Memperhatikan kondisi dan pandangan banyak pihak pada posisi dan keterlibatan wanita dalam perencanaan pembangunan pada gilirannya telah menyebabkan semakin pentingnya mengakomodasikan keberadaan para wanita itu saat ini maupun di masa mendatang.
Berikut ini dicatat kembali beberapa cacatan tentang gender. Gender tidak sama dengan jenis kelamin (sex). Kdangkala dalam manajemen terjadi diskriminasi gender, artinya ialah pembedaan perlakuan, fasilitas, prioritas, hak maupun kesempatan.

Peran Dan Fungsi Kelompok Manajemen
Jika diperhatikan peran dan fungsi kelompok manajemen dari suatu organisasi adalah secara semata-mata memimpin organisasi mewujudkan sasaran yang telah ditetapkan melalui pengalokasian dan pengendalian penggunaan sumber daya yang tersedia, termasuk memanfaatkan secara efektif dan efisien. Untuk itu apa yang diperlukan oleh manajemen organisasi tersebut pada para anggotanya diantaranya mencakup aspek-aspek:
1. Penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai dan mampu mendukungnya dalam mengambil keputusan dan memecahkan persoalan
2. Pemilihan sikap kepemimpinan dan terampil menerapkan hubungan antara personil yang efektif serta profesional dalam beroragnisasi atau presentasi
3. Pemilikan kemampuan yang efektif manakala menerapkan perannya sebagai anggota tim manajemen
4. Pemilihan sikap kewirausahaan dan inovasi serta transparansi dalam menerima masukan atau umpan balik, termasuk proaktif dalam menghadapi berbagai perubahan maupun dampaknya.
5. Pemilikan rasa tanggungjawab dan memiliki perusahaan dan bukan sekedar sebagai orang yang bekerja dan untuk itu ia memperoleh balas jasa.

Dengan cakupan gambaran minimum tentang kebutuhan umum yang diperlukan agar seseorang dapat bergabung dalam kelompok manajemen satu organisasi, pada dasarnya memerlukan track record yang jelas. Dan hal itu hanya mungkin diisi bagi mereka yang mengikuti jalur karir, sehingga tertingginya. Dalam kaitan itu pula nampaknya bahwa konsep gender seharusnya juga dapat diterapkan secara efektif dan transparan dalam proses mengelola kelompok manajemen tersebut. Untuk itu diperlukan pula proses sosialisasi konsep ini dalam kalangan eksekutif muda agar dapat menghilangkan berbagai ketidak fahaman tentang konsep gender, yang dapat mengakibatkan tumbuh dan berkembangnya ketidak seimbangan perlakuan antara laki-laki dan wanita yang sama-sama sebelumnya telah melalui track record tertentu dan mampu melalui proses persaingan yang kadang-kadang dalam praktek cukup sengit. Di samping itu dapat pula timbul upaya membedakan tugas dan perlakuan terhadap karyawan pria dan wanita. Kondisi ini memang perlu dikaji lebih lanjut, karena bisa jadi adapula kegiatan-kegiatan yang menurut faktanya sukar untuk dialokasikan kepada tenga kerja wanita mengingat kegiatannya memerlukan dukungan fisik dan psikologi yang umumnya atau sebagian besar hanya dapat dipenuhi oleh tenaga pria (misalnya mereka yang bekerja di tungku perapian atau boiler). Demikian pula dampak lainnya adalah banyak keputusan yang kurang menguntungkan wanita.

Peran Sosial Wanita Dalam Lingkungan Manajemen
Perspektif gender dalam manajemen tidak akan banyak menghadapi kendala. Walaupun demikian hal itu umumnya berlaku di wilayah perkotaan atau daerah relatif belum cukup terbuka, peran wanita dalam manajemen masih langka. Hipotesisnya justru menunjukkan bahwa tidak tersedia kandidat dari pihak wanita yang mampu bersaing dengan pihak pria. Hanya wanita-wanita yang mampu memenuhi tuntunan (tidak tertulis tetapi nampak sebagai tuntutan) seperti tegar dalam memegang prinsip, disiplin dalam bekerja dan bertindak, pandai dan terampil serta kerap kali pantang menyerah umumnya akan dengan bersaing untuk meraih posisi dalam kalangan manajemen atas. Kesemuanya itu tentu saja akan didukung oleh prestasi yang dapat dibuktikan.
Pada akhirnya kita tentu boleh bergembira dengan kondisi seperti itu dimana peransosial wanita dalam lingkungan manajemen bukan lagi menjadi maslaah serius, namun tentu saja sosialisasi konsep ender perlu dilakukan, di samping perlu dukungan nyata melalui upaya pembinaan kualitas untuk meningkatkan pengetahuan dan kewirausahaan mereka disamping juga perubahan nilai-nilai sosial dan kelompok masyarakat yang ada. Ketidak adilan gender akan mengakibatkan terjadinya kondisi yang merugikan pihak wanita, seperti marginalisasi bidang ekonomi atau tumbuhnya sikap subordinasi (tidak penting atau anggapan lebih rendah) serta stereotype atas kemampuan wanita, yang dalam manifestasinya mengakibatkan pihak wanita tidak pernah mampu memberikan partisipasinya dalam kelompok manajemen.
Pada mulanya berabad-abad silam, wanita tidak ada harganya sama sekali di masyarakat. Wanita dianggap sesuatu yang paling hina dan merupakali suatu penyakit dan fitnah. Keberadaan wanita saat itu tidak diperhitungkan, namun ketika muncul agalna-agama samawi, wanita mulai diakui keberadaannya kerena agama-agama tersebut mulai mengakui keberadaannya, againa-agama tersebut dianggap sebelah mata oleh masyarakat.
Namun pada perkembangan selanjutnya wanita semakin diakui eksistensinya, apalagi setelah agama islam muncul, wanita sudah bisa mengikuti pendidikan yang di ajarkan Nabi SAW. Di negara-negara Eropa pada awalnya tidak memperbolehkan wanita untuk ikut dalam proses belajar disekolah-sekolah. Kemudian muncul tuntunan-tuntunan dari kaum wanita agar diperbolehkan ikut dalam proses pendidikan sampai akhirnya pada tahun 1780 M parlemen Inggris pertama kali memasukkan Unang-undang pengajaran untuk umum yang artinya lelaki dan wanita boleh mengikuti proses pendidikan. Kemudiaan pada tahun 1868 M. Universitas Paris menyepakati penerimaan mahasiswa wanita.
Pada saat sekarang ini justru wanita-wanitalah yang kebanyakan berprestasi lebih tinggi di bidang akademik karena wanita kebanyakan lebih tekun dan lebih rajin membaca buku walaupun sebenarnya lelaki lebih memiliki banyak kelebihan. Karena itulah muncul berbagai prsoalan untuk menuntut keselarasan gender. Termasuk dalam hal pendidikan.

Pembangunan Pendidikan
Perbincangan tentang pentingnnya pendidikan telah di mulai sejak tahun 1970 an sejalan dengan lahirnya kritik kalangan Feminis terhadap model pembangunan yang merugikan perempuan. E. Aoserup berpendapat bahwa pendidikan mampu memjembatani pennasalahan yang dihadapi perempuan dalam dunia pembangunan. Sementara itu dalam bidang sosial, studi dilakukan oleh S. Co Cltrame (1983) menunjukl:an bahwa pendidikan perempuan mempunyai dampak psikologis dalam hal kesadaran yang lebih baik di bandingkan laki-laki.
Untuk kasus Indonesia pendidikan perempuan tidak begitu menggembirakan, terlihat dari data yang ada bahwa angka masuk siswa laki-laki dan perempuan dari tingkat SD sampai dari tahun 1980-1940 menunjukan semakin tinggi tingkat pendidikan semakin sedikit angka masuk siswa baik laki-laki dan lebih-lebih perempuan ini juga ditemui di negara berkembang bahkan juga negara maju hal ini dikarenakan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan lebih banyak diberikan kepada anak-laki-laki dibanding perempuan. Meski demikian, penting dicatat bahwa di tingkat SD Indonesia secara umum sangat mendekati gender parity (Keseimbangan gender).
Ada beberapa alasan perbedaan gender dalam kuantitas dan jenjang pendidikan ini tetap ada.
1. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin terbatas dan jumlah sekolah yang tersedia SD terdapat dihampir semua desa di Indonesia.
2. Orang tua enggan bila anak perempuan mereka pergi kesekolah yang jauh, kerena akan kehilangan bantuan tenaga kerja kedua
3. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin besar biaya yang harus dikeluarkan sistem patriarkhal yang txrlaku di masyarakat setempat. Selain itu juga melihat hubungan-hubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang kemudian menentukan keterbelakangan perempuan di berbagai bidang. Diskursus yang dipakai dalam teori ini adalah budaya partrikhal operasi seksualitas, pemberdayaan perempuan, mensentralkan kepentingan perempuan.
4. Teori Poststruktuails dan Post modernisme
Pada dasarnya merupakan teori yang mengkiritik dan mendekonstruksi flsafat yang berpihak pada "fondasionalisme dan absolutisme" dimana definisi pendidikan yann sangat berpusat pada laki-laki (male-centered) tidak dipertanyakan lagi atau sudah dianggap wajar dan semesta begitu. Teori hendak memboagkar semua anggapan-anggapan yang diterima begitu saja, konsentrasi ini adalah melibat semua teks-teks yang ada dalam pendidikan.

Kebijakan-kebijakan untuk melindungi perempuan
Kebijakan-kebijakan yang diambil dalam melindungi perempuan dari diskriminasi gender sangat disayangkan bahwa RUU yang akan diperjuangkan oleh DPR tidak satu pun berikut pasal-pasalnya yang mengkaitkan pendidikan dengan gender.
Ada 4 kebijakan yang dapar dipakai/difokuskan dan kemudian dibuat undang-undang serta memastikan pemerintah.
1. Kebiasaan yang memastikan akses pendidikan
Kebijakan ini biasanya dipakai oleh feminis liberal untuk mengusulkan UU (Undang-undang) yang melindungi peremuan dari diskriminasi dalam pendidikan. Contohnya: memastikan bahwa perempuan tidak akan diarahkan pada pendidikan di Stereotif, tidak mengalami diskriminasi dalam penyeleksian studi, adanya bantuan finansial (bea siswa0 bagi mereka yang membutuhkan bahkan lebih lagi perlu adanya tindakan afirmasi (Affiramative action) dan penyediaan fasilitas yang termasuk kualitas pengajar yang telah ikut pendidikan perspektif gender.

2. Kebijakan yang memperhatikan adanya persoalan budaya patriarkhal
Kebiasaan ini sebagian besar mengadopsi pandangan feminis radikal, kebijakan yang memastikan bahwa akan ada sangsi pada institusi, pendidikan bila mempraktekkan diskrminasi terhadap perempuan dalam hal adanya pelarangan bagi pelajar yang hamil untuk ,meneruskan sekolah. Kebijakan ini juga melarang diskriminasi gender dalam seluruh tinkkat pemerintah, swasta dan institusi-instritusi pendidikan.

3. Kebijakan yang Berpijak Pada Ekonomi Lemah (persoalan kemiskinan)
Kebijakan ini menganut teori Marxisf sosialis yang menganggap bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk memastikan akses pelldidikan untuk semua golongan. Kebijakan ini memperjuangkan pendidikan gratis untuk tingkat pendidikan dasar, menengah maupun atas, dan memastilan pula bahwa kuriKulum dan fasilitas yang didapat di sekolah pemerintah memadai dan wrkualitas atau sama dengan sekolah swasta yang lebih melayani keluarga-keluarga yang mapan dan mampu.

4. Kebijakan yang memperhatikan kurikulum dan teks-teks sekolah
Kebijakan ini memperhatikan kurikulum dari teks-teks bias gender, sesuai dengan teori feminisme postrukturalis dan post ender, sesuai dengan teori feminisme postrukturalis dan post modernisme, kurikulum bias gender perlu dibongkar dan digantikan dengan kurikulum yang berpihak pada kesetaraan gender, pendidikan gender wajib diajarkan didalam setiap tingkat pendidikan.

Kesetaraan Gender dalam Peadidikan Menurut Islam
Islam mulanya datang untuk memperbaiki kondisi bangsa Arab yang pada saat itu semuanya bodoh dan buta huruf, karena itu Islam memasukkan ilmu dan pngetahuan dalam ajarannya. Awalnya Nabi Muhammad petunjuk yang harus dil.akukan kaum muslimi melalui kegiatan belajar dan menaati perintahnya. Pada saat itu murid Nabi Muhammad terdiri atas lelaki dan wanita, maka persama Islam sama sekali tidak melarang lelaki dan wanita untuk mengajar justru menganjurkan mereka menuntut ilmu sebanyak mungkin. Hal ini berdasarkan hadits Nabi SAW "mencari ilmu diwajibkan atas setiap muslim". Jadi Islam tidak membeda-bedakan kebebasan lelaki dan wanita dalam hal pendidikan.

Gender dalam Kesehatan dan Reproduksi
Pemikiran mengenai hak-hak reproduksi wanita merupakan perkembang" dari konsep hak asasi manusia. Konsep hak asasi manusia itu sendiri dibagi dalam dua ide dasar, pertama bahwa setiap manusia lahir dengan hak-hak individu yang terus melekat dengannya. Dan kedua, bahwa hak-hak tiap manusia hanya dapat dijamin dengan ditekankannya kewajiban masyarakat dan negara untuk memastikan kebebasan dan kesempatan dari anggota-anggotannya untuk memperoleh dan melaksanakan kebebasan asasinya tersebut.
Selain bergulir dari hak asasi manusia, konsep hak reproduksi juga berkembang sebagai bentuk reaksi terhadap berbagai pandangan yang membahas hubungan laju pertumbuhan penduduk dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Dalam banyak cukup kasus, kebijakan dalam hal pengendalian pertumbuhan penduduk berhubungan dengan pelanggaran hak asasi manusia, khususnya hak reproduksi wanita. Sehingga dalam pembuatan kebijakan program harus disesuaikan dengan perspektif hak reproduksi wanita.
Sebelum berlanjut kepada kebijakan, mari kita lihat apa itu kesehatan reproduksi. Berdasarkatt Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo tahun 1994, kesehatan reproduksi diartikan sebagai keadaan kesejahtetaan fisik, mental dan sosial yang utuh, dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi-fungsi serta proses-prosesnya. Oleh karena itu kesehatan reproduksi berarti orang dapat menikmati kehidupan seksual yang memuaskan dan aman. Dan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk bereproduksi serta kebebasan untuk menentukan apakah mereka mau, kapan dan berapa anak yang diinginkan
Seperti telah diungkapkan di atas, bahwa kondisi reproduksi sehat dapat tercapai bila masyarakat dan negara dapat memberikan perhatian dan penghormatan terhadap pemenuhan kebutuhan dan hak-hak reproduksi.

Hak reproduksi yang dimaksud adalah :
1. Hak bagi setiap pasangan dan individu untuk secara bebas dan bertanggungjawab menentukan jumlah anak, selang waktu dan kapan melahirkan
2. Hak untuk mendapatkan informasi dan sarana untuk mewujudkannya
3. Hak untuk memperoleh standar kesehalan seksual dan reproduksi tertinggi.
4. Hak untuk mengambil keputusan tentang reproduksi tanpa diskriminasi,tanpa tekanan dan kekerasan
Saat ini isu kedudukan dan posisi sosial dalam masyarakat masih menomorsatukan kepentingan dan persfekiif pria. Keharusan untuk menggunakan kontasepsi masih ditangan wanita, pengasuhan anak yang menjadi tanggung jawab pihak wanita, Adanya marjinalisasi kepentingan wanita, dan tidak kekerasan terhadap wanita. Pada faktanya kejadian tersebut terefleksikan dengan masih sangat tingginya Angka Kematian Ibu, serta masih tingginya angka morbiditas seperti kondisi anemia pada wanita:
Beberapa hal yang membuktikan tidak dihotmatinya integritas tubuh dan hak-hak wanita untuk mengelola, mengatur dan mengendalikan aspek reproduksi sendiri diantaranya
1. Pendekafan kuantitatif menyebabkan direkrutrtya sebanyak mungkin wanita sebagai pengguna kontrasepsi, menjadi suatu pendekatan yang secara sengaja tidak diarahkan pada pemberdayaan dan pengembangan kesadaran masyarakat
2. Tidak adanya upaya untuk menyediakan pilihan konttasepsi yang memadai, yang menyebabkan wanita mau tidak mau menggurtakan kontrasepsi yang mungkin tidak sesuai dengan kondisinya dengan berbagai efek samping yang merugikan wanita
3. Tidak adanya upaya untuk memperhatikan dan menyediakan kualitas pelayanan yang baik, mulai dari tidak diberikannya informasi yang lengkap dan akurat tentang metode kontrasepsi sampai pada tidak adanva pelayanan baei pengguna untuk menangani masalah yang timbul.

Seharusnya Pelayanan Kesehatan Reproduksi harus memenuhi standar minimal sebagai berikut (Hardon dkk, 1997):
1. Penyediaan pilihan kontrdsepsi untuk pria dan wanita
2. Penyediaan melode-metode yang dikendalikan oleh pemakai seperti pil dan metode rintangan (barriers) seperti kondom
3. Penyediaan metode yang temporer dan permanen
4. Penyediaan metode hormonal dan non hormonal
5. Penyediaan pilihan kontrasepsi aman untuk wanita yang sedang menyusui
6. Penyediaan metode-metode yang digunakan setelah hubungan seks seperti kontrasepsi darurat, pengaturan menstruasi dan aborsi.

Bila kita perhatikan, standar minimal tersebut menjelaskan beberapa prinsip, yakni :
1. Bahwa pria dan wanita sama-sama bertanggung jawab atas pengendalian fertilitas dan masalah kesehatan reproduksi pada umumnya
2. Bahwa individu, pria dan wanita, harus mengambil keputusan dan tanggung jawab sendiri atas kesehatan reproduksinya, tidak diatur atau dikendalikan oleh pihak-. pihak lain
3. Bahwa individu, pria dan wanita befiak atas altematif-alternatif pilihan metode yang eocok dan dirasakan terbaik baginya.

Untuk itulah perlu kebijakan kependudukan yang sungguh-sungguh bertujuan untuk temapainya kondisi reproduksi sehat bagi pria dan wanita sebagai subjek. bukan kebijakan yang mengejar target kuantitatif untuk pengendalian laju pertumbuhan penduduk. Upaya memberikan perhatian kepada masalah hak asasi manusia tertnasuk pula didalamnya hak reproduksi wanita, sangat perlu mensosialisasikan pandangan sosial entitlement yaitu bahwa negara memiliki kewajiban dan ranggung jawab untuk memastikan dihapuskannya diskriminasi terhadap wanita

Dalam rangka menyusun kebijakan kependudukan yang pro terhadap hak reproduksi wanita, perlu mempertimbangkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Wanita harus menjadi subjek bukan objek dari kebijakan pembangunan terutama kebijakan pembangunan kependudukan. Wanita dapat membuat keputusan yang bertanggung jawab untuk dirinya sendiri, keluarganya dan masyarakat
2. Kebijakan kependudukan harus didasarkan pada prinsip penghormatan pada intergritas seksual dan ketubuhan anak wanita dan wanita. Wanita memiliki hak untuk menentukan kapan, seperti apa, mengapa, dengan siapa, dan bagaimana mengungkapkan seksualitasnya.
3. Semua wanita, tanpa memandang umur, status kawin dan kondisi sosial lain memiliki hak atas infonnasi dan pelayanan yang diperlukan untuk menjalankan hak-hak dan tanggung jawab reproduksinya
4. Pria juga memiliki tanggung jawab personal dan sosiat atas tingkah laku seksual dan fertilitasnya, dan atas dampak tingkah laku mrreka pada kesehatan serta kesejahtetaaa pasangan dan anakanaL
5. Hubungan seksual dan hubungan sosial antara wanita dan pria harus dilaksanakan melalui prinsip kesetaraan, keadilan, tanpa paksaan, saling hormat, dan tanggung jawab

Kesehatan Reproduksi
Kesettatan reproduksi adatah kesejahtetaan fisik, mental dan sosial yang utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau ketemahan, dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi-fungsinya serta prosesprosesnya
Masalah reproduksi
 Kesehatan, morbiditas (gangguan kesehatan) dan kematian perempuan yang berkaitan dengan kehamilan. Tetmasuk didalamnya juga masalah gizi dan anemia dikalangan perempuan, penyebab serta komplikasi dari kettamilan, masalah kemandulan dan ketidaksuburan;
 Peranan atau kendati sosial budaya terhadap masalah reprodulsi. Maksudnya hagaimana pandan gan masyarakat terhadap kesuburan dan kemandulan, nilai anak dan keluarga, sikap masyarakat terhadap perempuan hamil;
 Intervensi pemerintah dan negara terhadap masalah reproduksi. Misalnya program KB, undang-undang yang berkaitan dengan masalah genetik, dan lain sebagainya;
 Tersediannya pelayanan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana, serta terjangkaunya secara ekonomi oleh kelompok perempuan dan anak-anak;
 Kesehatan bayi dan anak-anak terutama bayi dibawah umur lima tahun;
 Dampak pembangunan ekonomi, industrialisasi dan perubahan lingkungan terhadap kesehatan reproduksi. .

Faktor-Faktor yang Mempeugaruhi Kesehatan Reproduksi
Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak buruk bagi keseshatan reproduksi:
 Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan
 yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil);
 Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, infotmasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling ber(awanan satu dengan yang lain, dsb);
 Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang membeli kebebasannya secara materi, dsb);
 Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual, dsb).
Pengaruh dari semua faktor diatas dapat dikurangi dengan strategi intervensi yang tepat guna, terfokus pada penerapan hak reproduksi wanita dan pria dengan dukungan disemua tingkat administrasi, sehingga dapat diintegrasikan kedalam berbagai program kesehatan, pendidikan, sosial dam pelayanan non kesehatan lain yang terkait dalam pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.

Tujuan Kesehatan Reproduksi
Sehubungan dengan fakta bahwa fungsi dan proses reproduksi harus didahului oleh hubungan seksual, tujuan utama program kesehatan reproduksi adalah meningkatkan ksesadaran kemandiriaan wanita dalam mengatur fungsi dan proses reproduksinya, termasuk kehidupan seksualitasnya, sehingga hak-hak reproduksinya dapat terpenuhi, yang pada akhirnya menuju penimgkatan kualitas hidupnya.

Tujuan Khusus
Dari tujuan umum tersebut dapat dijabarkan empai tujuan khusus yaitu :
 Meningkatnya kemandirian wanita dalam memutuskan peran dan fungsi reproduksinya;
 Meningkatnya hak dan tanggung jawab sosial wanita dalam menentukan kapan hamil, jumlah dan jarak kehamilan;
 Meningkatnya peran dan tanggung jawab sosial pria terhadap akibat dari perilaku seksual dan fertilitasnya kepada kesehatan dan kesejahteraan pasangan dan anak-anaknya;
 Dakungan yang menunjang wanita untuk menbuat keputusan yang berkaitan dengan proses reproduksi, berupa pengadaan infonnasi dan pelayanan yang dapat manenuhi kebutuhan untuk mencapai kesehatan reproduksi secara optimal.


Dampak Bagi Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Suatu kejadian luar biasa yang menimpa seseorang mungkin menyebabkan trauma bagi orang itu, tetapi mungkin tidak bagi orang lain. Dengan demikian dampak peristiwa traumatik tidak selalu sama antar satu orang dengan orang lain.
Secara umum, pada kasus kekerasan terhadap perempuan (penganiayaan dan pelecehan seksual) korban mengalami dampak jangka pendek (Short term effect) dan dampak jangaka panjang (long term effect) (Lim Kah ceng, 1990) keduanya merupakan suatu proses adaptasi yang normal (wajar0 setelah seseorang mengalami peristiwa traumatis, dampak jangka pendek biasanya dialami sesaat sehingga beberapa hari kejadian. Dampak jangka pendek ini termasuk dari segi korban seperti ebagai berikut.
a. Luka memar
b. Patah tulang
c. Terkilir
d. Cacat fisik
e. Kerusakan organ reproduksi menyebabkan sebagai berikut:

a) Cemas
b) Pemurung
c) Sangat marah
d) Jengkel
e) Stress
f) Minder
g) Malu
h) Terhina
i) Merasa bodoh
j) Menyalahkan diri sendiri
k) Kehilangan kepercayaan kepada anggota keluarga
l) Dan lain-lain


Gangguan psikologis ini biasanya menyebabkan terjadinya kesulitan tidur (insomia0 dan kehilangan nafsu makan (list apetite).
Dalam dampak jangka panjang dapat terjadi apabila korban kekerasan tidak mendapat penanganan dan bantuan konseling psikologis yang memadai. Dampak jangka panjang itu dapat berupa sikap atau persepsi yang negative terhadap laki-laki atau terhadap seks itu sendiri.
Selain hal-hal yang disebutkan diatas ada istilah khusus dalam memahami dampak kekerasan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga, yaitu apa yangi disebut sebagai trauma. Trauma adalah "luka jiwa" yang disebabkan oleh karena seseorang individu mengalami hal diluar batas normal (berdasarkan standar dirinya sendiri).
Bila seorang perempuan menjadi korban kekerasan didalam rumah tangga, dan kemudian ia mengalami gejala - gejala yang khas, seperti mimpi-mimpi buruk (nigh mares) atau ingatan-ingatan akan kejadian yang muncul secara tiba-tiba (flashback), dan gejaia tersebut berkepanjangan shingga lebih dari sekitar 30 hari, besar kemungkinan karban kekersan dalam rumah tangga mengalami post traumatik stress disolder (PTSD) atau kalou diterjemahkan dalani bahasa indonesia dapat dikatakan sebagai stress pasca trauma.
Ada 3 (tiga) kategori gejala yang paling umum dalam post traumatic stress disorder (PTSD) yaitu:
1. Hyper Arosusal
Gejala ini sangat dipengaruhi oleh kerja hormonal tubuh yang ikut berubah sehubungan dengan perubahan kondisi psikologis korban. Gejala yang paling umum adalah agresi, insomenia, dan reaksi emosional yang intens, seperti depresi yang menyebahkan korban uigin bunuh diri. Gejala ini merupakan indikasi dari adanya persistant continuing expectation of danger atau perasaan seolah-olah kejadian yang buruk itu akan terus terjadi.
2. Instusion
Nicrupak constant reliving of the traumatic event atau korban stungguh-sungguh tidak mampu mengontrol pemunculan ingatan-ingatan peristiwa yang mengerikan itu. Gejala ini biasanya berupa mimpi-mimpi buruk (nightmares) dan ingatan-ingatan yang berulang (flashback) seperti sebuah kitas balik, sehingga dapat dikatakar. sebagai kekacauan ingatan.
3. Numbing
Dalam istilah bahasa indonesia ini dapat diartikan sebagai "mati rasa" gejala ini pada dasamya wajar, tetapi menjadi tidak wajar jika terjadi terus menerus sehingga orang menjadi acuh tak acuh (indifferent) dan temisah (detached) dari interaksi sosial.
Ketiga hal inilah yang dikenal sebagai "dialektika trauma" yaitu gejalagejala yang sanagat umum dialami oleh seseorang individu yang mengalami trauma (Herman at all, 1997)
Lain halnya dari korban perkosaan, perempuan korban kekerasaan suami di dalam rumah tangga karena biasanya kekerasan itu bersifat berulang dar. berkelanjutan, maka para istri korban kekerasan ini juga biasanya memiliki karakter sebagai berikut :
1. Rendah diri dan tidak percaya diri
Selalu menyalahkan dirinya sendiri, karena merasa telah menyebabkan suaminya menjadi kalap
2. Mengalami gangguan reproduksi (misalnya infertilisasi, gangguan siklus haid, dan sebagainya), karena merasa tertekan (stress).

Langkah-langkah Penauggulangan Korban Kekerasan daiam Rumah Tangga
Kebanyakan perempuan sebagai istri korban kekerasan didalam rumah tangga memang lebih sulit untuk mengambii kepuiusan bagi dirinya sendiri, karena mereka cenderung berpikir bukan bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk anak-anak, suami keluarga besar dan sebagainya.
Cara perpikir yang demikian ini memang merupakan tipical cara berpikir perempuan yang dibeasarkan dengan irama untuk selalu berhubungan dengan dan bertanggung jawab terhadap orang “(Belenk-y, 186)
Hal ini terkait dengan konsep gender, yang menempatkan perempuan sebagai pihak yang diproteksikan kedepan untuk menjadi seorang ibu dan istri, yaitu pihak yang kelak akan menjadi penanggungjawab pengasuh anak-anak.
Disinilah letak pentingnya konseling yang berbeda dengan konseling pada umumnya, yaitu dengan memperhatikan konteks pembentukan mental psikologis perempuan dalam suatu masyarakat.

Bila anda menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga:
1. Ingatlah selalu bahwa apapun alasannya tidak seorangpun yang mau dianiaya dan bahwa kekerasan dalam rumah tangga itu tidak dibenarkan oleh norma apapun, baik agama, sosial maupun hukum.
2. Bicara persoalan ini dengan orang yang anda percaya
3. Mintalah bantuan dari lembaga yang mengeRi dan menangani persoalan ini
4. Mulailah mendekati keluarga atau teman yang sekiranya bisa menampung-jika diperlukan. Untuk menjaga keselamatan anda, sebaiknya keluarga atau teman itu yang tidak dikenal oleh pelaku.
5. Susunlah rencana perlindungan diri, siapkan kebutuhan anak, uang tabungan, baju, kunci rumah/mobil, selamatkan surat-surat penting, dan siapkan obat-obatan yang diperlukan. Sembunyikan di tempat yang amaa agar mudah dibawah dalam situasi darurat.
6. Laporkan ke polisi jika pengarriyayan tersebut mengancam jiwa anda dan anak-anak setidaknya anda akan mendapatkan perlindungan hukum
7. Kalau anda luka atau cedera karena penganiyaan potretlah bagian tubuh yang terluka foto ini dapat dipakai sebagai bukti dikemudian hari
8. Pergilah kedokter untuk memeriksa luka-luka yang diderita. Data yang ada di dokter akan berguna jika kasusnya menjadi kasus hukum.

Bila anda hendak membantu korban kekerasan dalam ruuah tanggga, maka lakukantah hat-hal sehagai berikut :
1. Kalau anda perempuan yang mau melakukan tindakan praktis membantu korban kejahatan ini, hubungan organ isasi-organisasi perempuan yang memberikan pelayanan kapada korban. Anda mungkin orang yang tetap untuk dilatih menjadi konselor. Dapatjuga anda dengan cara yang lain.
2. Bi1a anda mengetahui ada orang yang n.anjadi korban kekersan dalam rumah tangga segerala memberi pertolongan agar korban berada dalam keadaan aman, jangan menunda karena kekerasan dalam rumah tangga sering menyebabkan kematian atau luka parah
3. Membantu perempuan memperoleh tempat aman. Dengan melakukan ini tidak beraai membantunya meninggalkan perkawinan. Korban mungkin hanya perlu tempat lain yang aman untuk sementara waktu saja, dan ia kemudian bisa memutuskan apa yang akan dilakukannya. Ingat bahwa banyak perempuan tidak ingin perkawinannya hancur, yang mereka inginkan adalah suaminya tidak lagi memukul dan menganiayanya lagi
4. Ciptakan suasar.a yang membuat korban merasa aman untuk menumpahkan isi hatinya
5. Dengarkan korban dan berbicaralah sopan kepadanya. la telah dipermainkan olea suamilpesangannya, kita jangan mempermainkan juga
6. Jangan menyalahkan korban. Salahkan orang yang seharusnya disalahkan, yakni pelaku kekerasan
7. Menanyakan apa yang ingin dilakukannya dan bantuan apa yang diperlukannya
8. Memheri informasi dan menghubungkannya dengan lembaga perorangan yang dapat membantunnya
9. Meyakinkan bahwa dialah yang harus menolong dirinya sendiri dan anak-anaknya. Bagaiman menghadapi persoalan ini pada akhirnya tergantung pada dirinya. Seorang konselor terlatih dapat mem'oantunya memilila apa yang akan dilakukannya, tetapi keputusan harus terletak ditangannya sendiri
10. Mengenali dan menunjukkan kekuatan yang ada pada dirinya.
11. Kalau anda mengetahui apa seorang perempaan sedang dipukuli, anda dapat mengajak beberapa orang tetangga untuk memukuli panci-panci dan kaleng diluar rumah mereka. Ini akan membantu sisuami tahu bahwa orang-orang melihat dan mendengarkan sehingga lebih baik ia berhenti.
12. Percayalah seorang perempuan yang mengatakan bahwa dirinya diperlakukau kejam oleh pasangannya: Perempuan idak memperoleh keuntungan dengan membuat cerita tentang kekerasan rumah tangga. Dari beberapa pengalaman. Perempuan lebih banyak menutup-nutupi atau menyangkal terjadinya perlakuan kejam dari pada mengungkapkannya. Biasanya setelah mengungkapkannya, korban akan diperlakukan kejam lagi untuk waktu yang cukup lama oleh si pelaku. Kebanyakan korban mengungkapkannya dialaminya setelah penganiyaan berakhir karena kekhawatiran akan keselamatan anak-anaknya.
13. Ajaklah perempuan korban pemukulan pergi ke dokter. Pertama karena ia mungkin memerlukan nerawatan untwk luka-lnkanva, kedua. Untuk membuat pemukulan ini masuk dalam surat keterangan dokter. Surat ini akan menjadi bukti penting kalau korban memutuskan untuk mengajukan tuntutan hukum terhadap perilaku
14. Kalau seorang perempuan tidak berada dalam keadaan berbahaya, tetapi hanya perlu bicara kepada orang lain yang telah terlatih untuk memberikan bantuan, huhungi organisasi-organisasi perempuan yang memberi pelayanan kepada perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga. Mereka punya konselor terlatih yang dapat membantu.
15. Jangan memaksa perempuan untuk melakukan sesuatu yang tidak diinginkannya
16. Bercerai adalah hat yang sangat sulit untuk dilakukan. Kalau seorang individu perempuan luarus meninggalkan suaminya, ia memerlukan dukungan yang terus menerus. Ia akan terguncang dan sering merasa sedih. Ia membutuhkan dukungan praktis serta dukungan emosional.
17. Banyak perempuan dan anak-anak terus menanggung kekerasan hanya karena mereka tidak punya tempat tinggal lain dan tidak punya uang. Kata harus berbuat sesuatu untuk memberi alternatif kepada istri yang meujadi korban pemukulan sehingga mereka tidak harus terus menerus hidup dengar, kekerasan hanya karena tidak ada tempat lain, kita perlu rumah dan dana untuk perempuan dan anak-anak agar mereka dapat berdikari kalau memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah yang sangat keras dan menakutknn, untuk memenuhi keperluan ini memang diperlukan kerja sangat keras, tetapi kalau kita tidak memulai berbuat kearah sana sekarang, kita tidak akan pernah dapat membantu mereka dengan baik.
18. Membiarkan orang lain memperomosikan kekerasan dalam rumah tangga. Kita harus menentang pandangan yang salah (mitos) yang dimiliki orang-orang. Lelucon mengenai kekerasan :dalam rumah tangga itu sama sekali tidak lucu.
19. Kalau anda tahu ada lelaki yang, menverang istri, cobalah menunjukkan kepadanya bahwa yang diperbuatnya itu tidak bisa diterima. Sebelum laki-laki mengakui bahwa tanggung jawab atas kekerasan itu ada padanya, dan ia berhenti membenarkan tindakannya, maka ia tidak akan ben:bah, kekerasan itu tidak akan terhenti.
20. Kalau ada lelaki pelaku kekerasan yang menyadari dan ingin menghentikan perbuatannya. Berikan bantuan pelaku sangat mem.butuhkan bar.tuan untuk menghentikan kebiasaannya me?akukan pemuku!an dan penganiyaan.


Kekerasan Dalam Rumah Tanggga
Kekerasan dalam rumah tangga hamper dialami oleh setiap bangsa di dunia ini, bahkan dinegara maju sekalipun. Sehingga telah banyak Perempuan yang menjadi korban dari kekerasan teisebut. Bahkan ada yang sampai meningga. Tetapi amat disayangkan hal ini tidak disikapi sebagai sebuah persoalan serius karena konteksnya yang demikian ekslusif yaitu dalam sebuah kehidupan perkawinan. Menjadi keyakinan masyarakat, baik masyarakat tradisional maupun modern bahwa kehidupan dalam rumah tangga merupakan, sebuah area tertutup dan hanya untuk kalangan keluarga itu sendiri .
Dolainen penting yang digunekan untuk mewujukkan batasan kekerasan dalam rumah tangga adalah deklarasi penghapusn kekerasan terhadap perenpuan yang disyahkan Pada 1993 oleh PBB. Dalam pasal 1 dokumea terssebut disebutkan bahwa "kekerasan terhadap perempuan adalah segala bentuk tindakan kekerasan yang herbasis gender, yang mengalabatkan rasa sddt atau penderitaan terhadap perempuan. Tennasuk ancaman, paksaan, pembatasan, kebebasan, baik yang terjadi diarea publik"
Pemyataan ini jelas menunjukan pengajuan badan dunia PBB agar masyarakat dunia mengakui adanya persoalan terhadap perempuan, tidak hanya diarea publik. Tentu saja dalam ha; ini agar masyarakat dunia mengakui akan adanya persoalan kekerasan terhadap perempuan. Tentu saat ini meiupakan lompatan besar yang menjadi buah dart perjuangan gerakan feminisme, menginangat perempuan telah mengalami penindasan luar biasa di dalam rumah tangga mereka sendiri dan oleh anggota keluarganya sendiri yang notabenenya adalah pasangan hidupnya, yang katanya "saling mengasihi."
Tradisi penindasan terhadap perempuanini akan menimbalkan gejala kejiwaan bagi perempuan dalam kehidupan. Menjadi nasib perempuan harus banyak berkorban demi keutuhan pekawinan, itulah sebabnya di Indonesia persoalan kekerasan dalam rumah tangga ini belum dikenali sepenuhnya sebagai persoalan serius karena masyarakat belum tahu banyak dampak dari tradisi “pengorbanan” perempuan.
Kekerasan dalam rumah tangga gada dasarnya edalah bagian dari kekentsan dalam keluarga. Biasairya kekerssan dalam nunah tangga adalah kekaasan yang dilakukan terhadap istri disamping itu kekerasan dalam arti yang umum adalah penganiayaan yang dilakukan oleh seseorang yang baada dalam suatu keluarga untuk melukai anggota keluarganya

Bentuk- Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga ini menyangkut fisik, psikologis dan emosional, seksual dan ekonomi.
1. Kekerasan fisik meliputi
a. Menampar
b. Memukul
c. Menarik rambut
d. Menyulut dengan rokok
e. Melaukai dengan sengaja
f. Mengabaikan kesehatan
2. Kekerasan psikologis
Bentuk-bentuk kekaesan dalam nmiah tangga yang tauiaasuk disini adalah nenganiayaan socara psikis dan emosional seperti:
a. Penganiayaan
b. Melontarkan kata-kata yang merendahkan si perempuan
c. Merendahkan harga diri si perempuan
d. Melarang untuk mengunjungi saudara atau teman kerabat
e. Memisahkan dengan anak-anak
g. Mengancam atau menakuti-nakuti sebagai sarana untuk memaksa kehendak
h. Melarang isteri terlibat dalam kwegiatan sosial masyarakat.
3. Kekerasan seksual
a. Pemaksaan hubungan seksual deagan pola yang tidak dikehendaki
b. Memaksa isteri berhubungan seks dengan orang lain baik untuk kepuasan batin (suami) atau menjadikan isterinya menjadi pelacur untuk mendapatkan uang
c. Menguasai hasil kerja
d. Memaksa isteri untuk kebutuhan suami

Dampak Bagi Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Pelanggaran hak asssi perampuan d.idalam kehidupan berumah tangga ini sangat menimbulkan dampak yang luar biasa secara fisik maupun psikolobris. Seringkali akan timbul tasa taut tefiadap figure ayah, bend kepada laki-laki ataupun trauma pada lembaga perkawinan. Walaupun pada dasarnya manusia adlah makhluk yang paling adaptif yakni mampu mellakuakn penyesuaian diri dalam segala situasi dan segala tempat. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa masing-masing individu adalah berbeda dan unik sehingga kemampuan adaptasinya berbeda-beda.
Secara umum, pada kasus kekemsan rumah tangga terhadap peremnuan. korban akan mengalami dampak dalam jangka pendek ( short term effect) dan dampak dalam jangka panjang (long term effect) koduanya mewpakan suatu proses adaptasi yang normal (wajar) setelah mengalami paistiwa itu. Dalam jangka nendPk biasanya dialami sesaat hingga beberapa hari saelah kejadian termasuk juga dari segi fisik korban seperti:
a. Luk- metnar
b. Fatah tulang
c. Terkilir
d. Cacat fisik
Dampak jangka panjang dapat terjadi apabila korban kekerasan tidak mendapat penanganan dan bantuan konseling psikologis yang memadai. Bamapk jangka panjang ini dapat berupa sikup/persepsi yang terhadap laki-laki/terhadap seks itu sendiri.


Ada dua kategori gejala yang paling umum:
1. Hyper Arosusal.
Gejala ini sangat dipengaruhi oleh kerja hormonal tubuh yang ikut berubah sehubungan dengan perubahan kondisi psikologis korban. Gejalanya berupa insomia susah tidur/rtiaksi emosional ymrg intens seperti depresi yang menyebabkan korban ingin bunuh diri.
2. Instusion
Korban sungguh-sungguh tidak mampu mengontrol pemunculan ingatan-ingatan peristiwa yang mengerikan itu. Gejala itu berupa mimpi buruk dan ingatan-ingatan yang berulangkali terhadap kejadian.

Langkah-langkah penanggulangan korban kekerasan dalam rumah tangga
Kebanyakan perempuan sebagai isteri korban kekerasan dalam rumah tangga memang lebih sulit untuk mengambil keputusan bagi dirinya sendiri, karena mereka cenderung berfikir bukan untuk dirinya tetapi juga untuk anak-anak, suami dan keluarga besar mereka.
Bila anda menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga maka:
1) ingatlah selalu bahwa apaun alasannya tidak seorang pun yang mau dianiaya dan bahwa kekerasan dalam rumah tangga tidsk dibenarican.
2) Bicarakan persoalan ini dengan orang yang anda percaya.
3) Mintalah bantuan dengan lembaga yang mengerti dan menangani pasoalan ini.
4) Mulailah mendekati kduargal teman yang sekirarrya bias membantu jika diperlukan.
5) Susunlah rencana perlindungan diri, siapkan kebutuhan anak,anak, uang, tabungan baru, kunci rumah/mobil. Selamatkan surat-surat penting dan siapkan obat-obatan yang diperlukan, sembunyikan ditempat yang aman.
6) Laporkan ke polisi jika penganiiyaan tersebut mengancam diri/jiwa.
7) Kelau anda luka/cidera kamna penganiayaan potretlah bagian tubuh yang terluka dengan foto. Ini dapat dipakai sebagai bukti dikemudian hari.
8) Pergilah ke dokter untuk memeriksa luka-luka yang diderita.
loading...
Previous
Next Post »
0 Komentar

Yang sudah kunjung kemari, jangan lupa bagikan ke teman ya

https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929