loading...

“TAFSIR AYAT HUKUM PERDATA”

October 18, 2016
loading...
BAB II
PEMBAHASAN

QS.AL-BAQARAH (226-227)

لِّلَّذِينَ يُؤۡلُونَ مِن نِّسَآئِهِمۡ تَرَبُّصُ أَرۡبَعَةِ أَشۡهُرٖۖ فَإِن فَآءُو فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ٢٢٦
وَإِنۡ عَزَمُواْ ٱلطَّلَٰقَ فَإِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٞ ٢٢٧
Kepada orang-orang yang meng ila’ istrinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang. Dan jika mereka berketetapan hati untuk ttalak (bercerai) maka sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha mengetahui.”

a. Makna Mufradat (Kosakata)
يُؤۡلُونَ : Secara bahasa kata ini yang berarti bersumpah. Dalam istilah fiqh, hal ini disebut dengan ila’. Maksudnya adalah sumpah seorang suami untuk tidak mempergauli istrinya.

ٱلطَّلَٰقَ : Secara bahasa, ath-thalaq berarti lepas atau berpisah. Dalam ayat ini, kata tersebut diartikan kepada “ terlepasnya ikatan perkawinan seseorang laki-laki dari istrinya, dengan sebab suatu lafal yang diungkapkan oleh laki-laki tersebut, seperti , “Aku menceraikan kamu.” Dan perempuan yang diceraikan itu disebut dengan al-muthalaqah (perempuan yang telah diceraikan suaminya)”.

يَتَرَبَّصۡنَ : Kata ini berarti menunggu, yaitu wanita yang diceraikan suaminya harus melalui masa menunggu dalam batas tertentu. Sebelum masa itu habis ia tidak boleh mencari pengganti laki-laki yang telah menceraikannya. Masa menunggu itu disebut iddah.

قُرُوٓءٖۚ : Secara harfiah, kata ini mempunyai dua arti, yaitu suci dan haid.
ۡمَعۡرُوفِ : Kata ini berasal dari ‘arafat, yang berarti mengtahui. Dan ۡمَعۡرُوفِ merupakan ism maf’ulnya, yang diartikan kepada “sesuatu yang diketahui”. Dalam ayat ini, kata tersebut berarti “sesuat yang biasa”, karena yang biasa itu telah diketahui ditengah masyarakat.

b. Sabab An-Nuzul (Sebab Turunya Ayat)
Sa’id bin Al-musayyab berkata : “ila’ adalah merupakan cara orang jahiliah menyakiti wanita. Apabila seorang laki-laki tidak lai menyukai istrinya dan ia tidak mau istrinya menikah dengan laki-laki lain, maka suaminya tersebut bersumpah bahwa ia tidak akan mendekati sang istri selama lamanya. Maka Allah membatasi sumpah itu, paling lama hanya empat bulan saja dengan menurunkan ayat لِّلَّذِينَ يُؤۡلُونَ مِن نِّسَآئِهِمۡ.
Diriwayatkan dari Umar bin Muhajir yang diterima ayahnya; Asma’ binti Yazid Al-Ansharia berkata: “saya diceraikan dizaman Rasulullah. Pada waktu itu belum ada iddah bagi wanita yang diceraikan oleh suaminya. Kemudian Allah menurunkan ayat tentang iddah ketika saya diceraikan.” Maka Asma’lah wanita pertama kali menerima iddah talak.

c. Syarah Ayat
Firman Allah :
لِّلَّذِينَ يُؤۡلُونَ مِن نِّسَآئِهِمۡ تَرَبُّصُ أَرۡبَعَةِ أَشۡهُرٖۖ فَإِن فَآءُو فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٞ٢٢٦ وَإِنۡ عَزَمُواْ ٱلطَّلَٰقَ فَإِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٞ٢٢٧
Kepada orang-orang yang meng ila’ istrinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang. Dan jika mereka berketetapan hati untuk ttalak (bercerai) maka sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha mengetahui.”

Ila’ adalah sumpah yang dilakukan oleh suami, baik dalam keada’an marah maupun tidak, untuk tidak melakukan hubungan seks dengan istri mereka dalam suatu masa.
Apabila hal ini terjadi, maka suami harus membatasi sumpahnya itu maksima empat bulan. Masa ila’ tidak boleh melewati empat bulan. Jika masa itu kurang dari empat bulan, maka ditunggu sampai tiba masa itu. Jika lebih dari empat bulan, maka dibatasi hanya empat bulan. Jika masanya kurang dari empat bulan, maka istri harus bersabar, dan tidak berhak menuntut untuk disetubuhi sebelum selesai masanya. Jika masanya telah selesai, maka harus segera disetubuhi.
Adapun jika masanya lebih dari empat bulan, maka istrinya berhak menuntut suami. Sesudah lewat masa empat bulan, suami punya pilihan menyetubuhi istrinya atau menceraikannya. Jika tidak mau bercerai, maka hakim berhak menceraikannya supaya tidak menyusahkan istinya.
Karena itulah Allah berfirman. “kemudian jika mereka kembali (kepada istri-istrinya) maka sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi maha penyayang.” Yakni, jika kembali menyetubuhi istrinya dalam masa empat bulan itu, maka suami tidak diwajibkan membayar kifarat sumpahnya. Hal ini juga berdasarkan hadist. “Barang siapa yang telah bersumpah, kemudian ia melihat yang lebih baik dari pada sumpahnya itu, maka kifaratnya ialah meninggalkan sumpahnya.” (HR. Ahmad)
ِّلَّذِينَ يُؤۡلُونَ مِن نِّسَآئِهِم. kalimat min nisaa-ihim menunjukan bahwa ila’ hanya belaku pada istri, tidak termasuk budak wanita.
Demikian pula, bagi yang melanggar ila’ maka kifarat nya adalah memilih salah satu dari tiga alternatif, yaitu :
1. Memberi makan 10 orang miskin.
2. Memerdekakan budak.
3. Berpuasa tiga hari berturut-turut .

Ayat ini memberikan kesempatan kepada para suami berfikir selama empat bulan untuk mengambil keputusan tegas, yakni kembali hidup sebagai suami istri yang normal atau mmenceraikan istrinya. Kalau merek memutuskan untuk kembali sebagai suami istri, hidup secara harmonis, dan saling memaafkan, maka Allah akan mengampuni kesalhan-kesalahan mereka dan akan mencurahkan rahmatnya, karena sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang. Dan bila mereka menetapkan hati tanpa ada keraguan, maka mereka wajib mengambil keputusan yang pasti. Dan sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha mengetahui.
Ayat ini ditutup dengan kedua sifat Allah tersebut, bukan saja untuk menegaskan bahwa Allah maha mendengar ucapan suami serta maha mengetahui niatnya. Penutup ayat ini juga mengandung kesan bahwa isi hati seseorang atau ucapan-ucapannya yang menyakitkan hati istri, didengar dan diketahui oleh Allah swt., sehingga suami hendaknya berhati-hati.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ila’ adalah sumpah yang dilakukan oleh suami, baik dalam keada’an marah maupun tidak, untuk tidak melakukan hubungan seks dengan istri mereka dalam suatu masa.
Demikian pula, bagi yang melanggar ila’ maka kifarat nya adalah memilih salah satu dari tiga alternatif, yaitu :
4. Memberi makan 10 orang miskin.
5. Memerdekakan budak.
6. Berpuasa tiga hari berturut-turut.

Ayat ini memberikan kesempatan kepada para suami berfikir selama empat bulan untuk mengambil keputusan tegas, yakni kembali hidup sebagai suami istri yang normal atau mmenceraikan istrinya. Kalau merek memutuskan untuk kembali sebagai suami istri, hidup secara harmonis, dan saling memaafkan, maka Allah akan mengampuni kesalhan-kesalahan mereka dan akan mencurahkan rahmatnya, karena sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang.














DAFTAR PUSTAKA

Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al Misbah. Jakarta : Lentera Hati.
Kadar, M. Yusuf. 2013. Tafsir Ayat Ahkam. Jakarta : Amzah.
Bahreisy, Salim. 2004. Tafsir Ibnu Katsir. Surabaya : PT Bina Ilmu.
loading...
Previous
Next Post »
0 Komentar

Yang sudah kunjung kemari, jangan lupa bagikan ke teman ya

https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929