loading...

MAKALAH FILSAFAT ILMU Serana Ilmu,Logika dan Bahasa

October 31, 2016
loading...
MAKALAH FILSAFAT ILMU Serana Ilmu,Logika dan Bahasa


MAKALAH
FILSAFAT ILMU
(Serana Ilmu,Logika dan Bahasa)

KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum wr.wb
Syukur alhamdulilah atas rahmat dan karunia ALLAH SWT. Kami dapat menyelesaikan masalah ini. Adapun makalah yang Kami buat ini mengenai (Serana Ilmu, Logika dan Bahasa) Makalah yang kami buat ini tidaklah sesempurna dengan makalah yang sebenarnnya. Karena kami menyadari bahwa makalah kami buat ini jauh dari kesempurnaan, baik dalam penyajian maupun dalam penguraiannya.
Karena itu dengan segala kerendahan hati sudilah untuk pembaca terutama kepada dosen untuk memberi kritik dan saran, untuk membenarkan makalah ini. Makalah ini kami buat berdasarkan tugas yang di berikan oleh dosen pendidikan agama islam, Semoga dengan selesainya masalah ini hal-hal yang berkaitan dengan nilai pendidikan agama tidak akan ada masalah lagi . Dan semoga makalah ini juga akhirnya bermanfaat untuk hal-hal selain yang berhubungan dengan nilai pendidikan agama islam. Dengan segala hormati kami ucapkan terima kasih.



penulis



DAFTAR ISI


Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Bahasa 2
B. Fungsi Bahasa 5
C. Bahasa Sebagai Serana Berfikir Ilmiah 7
D. Bahasa Ilmiah dan Bahasa Agama 8
E. Logika 10
F. Aturan Cara Berpikir yang Benar 10

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 13
B. Saran 14
DAFTAR PUSTAKA


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat dan Ilmu adalah dua kata kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.
Pada perkembangan selanjutnya, Ilmu terbagi dalam beberapa disiplin, yang membutuhkan pendekatan, sifat, Objek, tujuan, dan ukuran yang berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya. Pada gilirannya, cabang ilmu semakin subur dengan segala Variasinya. Namun, tidak dapat juga dipungkiri bahwa ilmu yang terpesialisasi itu semakin menanbah sekat-sekatan antara satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu yang lain, sehingga muncul arogansi ilmu yang satu terhadap ilmu yang lain. Tidak hanya sekedar sekat-sekat antar disiplin ilmu dan arogansi ilmu, tetapi yang terjadi adalah terpisahnya ilmu itu dengan nilai luhur ilmu, yaitu untuk menyejahterakan umat manusia.
Pada makalah yang kami buat ini, kami membahas tentang serana ilmu ayitu logika dan bahasa. Logika dan bahasa ini sangat mempengaruhi dan berperan penting dalam kehidupan manusia. Tidak hanya itu, logika dan bahasa ini juga sangat berperan penting bagi pemikiran ilmiah dalam Filsafat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peranan bahasa dan logika dalam kehidupan manusia?
2. Apa fungsi bahasa dalam berpikir ilmiah dan seperti apakah bahasa ilmiah dan bahasa agama itu?
3. Apa peranan logika dalam berpikir sistematis dan berpikir secara benar itu?
BAB II PEMBAHASAN

A. Bahasa
Bahasa memegang peranan penting dan suatu hal yang lazim dalam hidup dan kehidupan manusia. Kelaziman tersebut membuat manusia jarang memperhatikan bahasa dan menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa, sperti bernafas dan berjalan. Padahal bahasa mempunyai pengaruh-pengaruh yang luar biasa dan termasuk yang membedakan manusia dari ciptaan lainnya. Hal ini senada dengan apa yang diutarakan oleh Ernest Cassirer, sebagaimana yang dikutip oleh jujun,bahwa keunikan manusia bukanlah terletak pada kemampuan berpikirnya melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa. Oleh karena itu, Ernest menyebut manusia sebagai Animal Symbolicum, yaitu makhluk yang mempergunakan symbol. Secara generic istilah ini mempunyai cakupan yang lebih luas dari istilah homo sapiens, sebab dalam kegiatan berpikir manusia mempergunakan simbol.
Bahasa sebagai serana komunikasi antar manusia, tanpa bahasa tiada komunikasi. Tanpa komunikasi apakah manusia dapat bersosialisasi, dan apakah manusia layak disebut dengan makhluk sosial? Sebagai serana komunikasi maka segala yang berkaitan dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa, seperti berpikir sistematis dalam menggapai ilmu dan pengetahuan. Dengan kata lain, tanpa mempunyai kemampuan berbahasa, seseorang tidak dapat melakukuan kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur .
Dengan kemampuan berbahasa akan terbentang luas cakrawala berpikir seseorang dan tiada batas dunia baginya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wittgenstein yang menyatakan: “batas bahasaku adalah batas duniaku”. Melalui pernyataan ini orang-orang yang berpikir (homo sapiens) akan bertanya dala diri apa itu bahasa? Apa fungsinya? Bagaimana peran bahasa dalam berpikir ilmiah?.
Banyak ahli bahasa yang telah mamberikan uraiannya tentang pengertian bahasa. Sudah barang tentu setiap ahli berbeda-beda cara menyampaikannya. Blonch and Trager menyatakan bahwa a language is a system of arbitrary vocal symbols by means of which a social group cooperates (bahasa adalah suatu sistem simbol-simbol bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat untuk berkomunikasi).
Senada dengan definisi diatas, Joseph Broam mengatakan bahwa a language is structured system of arbitrary vocal symbols by means of wich members of social grup interact (Bahasa adalah suatu sistem yang berstruktur dari symbol-simbol bunyi arbitrer yang digunakan oleh para anggota sesuatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain).
Batasan di atas memerlukan sedikit penjelasan agar tidak terjadi salah paham. Oleh karena itu, perlu diteliti setiap unsure yang terdapat di dalamnya:
1. Simbol-simbol
Simbol-simbol berarti things that stand for other things atau sesuatu yang menyatakan sesuatu yang lain. Hubungan antara symbol dan “sesuatu” yang dilambangkannya itu tidak merupakan sesuatau yang terjadi dengan sendirinya atau sesuatu yang bersifat ilmiah, seperti yang terdapat antara awan hitam dan turunnya hujan, ataupun antara tingginya panas badan dan kemungkinan tejadinya infeksi. Awan hitam adalah tanda turunnya hujan, panas sushu badan yang tinggi tanda suatu penyakit. Simbol atau lambang memperoleh fungsi khususnya dari mufakat kelompok atau konvensi sosial, dan tidak mempunyai efek apa pun bagi setiap orang yang tidak mengenal consensus atau konvensi tersebut.
Jika dikatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem symbol-simbol, hal tersebut mengandung makna bahwa ucapan sipembicara dihubungkan secara simbolis dengan objek-objek ataupun kejadian dalam dunia praktis.
2. Simbol-simbol vocal
Simbol-simbol yang membangun ujaran manusia adalah symbol-simbol vocal, yaitu bunyi-bunyi yang urutan-urutan bunyinya dihasilkan dari kerja sama berbagai organ atau alat tubuh dengan sistem pernapasan. Untuk mengetahui maksudnya, bunyi-bunyi tersebut haruslah didengar oleh oranglain dan harus diartikulasikan sedemikian rupa untuk memudahkan si-pendengar untuk merasakannya secara jelas dan berbeda dari yang lainnya.
Demikanlah, pada dasarnya ujaran merupakan fenomena akustik. Dengan kata lain, tidak semua bunyi yang dihasilkan organ-organ vocal manusia merupakan symbol-simbol bahasa, lambang-lambang kebahasaan. Bersin, Batuk, dengkur, dan lain sebagainya, biasanya tidak mengandung nilai simbolis, semua itu tidak bermakna apa-apa di luar mereka sendiri. Hanya apabila bunyi tersebut mempunyai makna konvensional tertentu dalam suatu kelompok sosial tertentu, misalnya batuk-batuk kucing diartikan lambang dari rasa hormat atau keadaan yang memalukan, barulah diterima sebagai sejenis status tambahan dalam bahasa masyarakat tersebut.
3. Simbol-simbol vocal arbitrer
Istilah arbitrer disini bermakna “mana suka”dan tidak perlu ada hubungan yang valid secara filosofis antara ucapan lisan dan arti yang dikandungnya. Hal ini akan lebih jelas bagi orang yang mengetahui lebih dari satu bahasa.
4. Suatu sistem yang berstruktur dari symbol-simbol yang arbitrer.
Walaupun hubungan antara bunyi dan arti ternyata bebas dari setiap suara hati nurani, logika atau psikologi, namun kerja sama antara bunyi-bunyi itu sendiri, didalam bahasa tertentu, ditandai oleh sejumlah konsitensi, ketetapan intern. Misalnya saja, setiap bahasa beroperasi dengan sejumlh bunyi dasar yang terbatas (dan cirri-ciri fonetik lainnya seperti tekanan kata dari informasi).
5. Yang dipergunakan oleh para anggota sesuatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain.
Bagian ini menyatakan hubungan antara bahasa dan masyarakat. Para ahli sosial menaruh perhatian pada tingkah laku manusia, sejauh tingkah laku tersebut mempengaruhi atau dipengaruhi manusia lainnya. Mereka memandang tingkah laku sosial sebagai tindakan atau aksi yang ditujukkan terhadap yang lainnya. Fungsi bahasa memang sangat penting dlam dunia manusia. Dengan bahasa para anggota masyarakat dapat mengadakan interaksi sosial. Telaah mengenai pola-pola interaksi ini merupakan bagian dari ilmu Sosiologi.

B. Fungsi Bahasa
Para pakar telah berselisih pendapat alam hal fungsi bahasa. Aliran filsafat bahasa dan psikolinguistik melihat fungsi bahasa sebagai serana untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan emosi, sedangakan aliran sosiolinguistik berpendapat bahwa fungsi adalah serana untuk perubahan masyarakat.
Walaupun tampak perbedaan, pendapat ini saling melengkapi. Secra umum dapat dinyatakan bahwa fungsi bahasa adalah:
1) Koordinator kegiatan-kegiatan masyarakat.
2) Penetapan pemikiran dan pengungkapan
3) Penyampaian pikiran dan perasaan
4) Penyenangan jiwa
5) Pengurangan kegoncangan jiwa
Menurut Hallidaysebagaimana yang dikutip oleh Thaimah bahwa fungsi bahasa adalah seagai berikut:
1) Fungsi Instrumental: penggunaan bahasa untuk mencapai suatu hal yang bersifat materi seperti makan, minum, dan sebagainya.
2) Fungsi Regulatoris: penggunaan bahasa untuk memerintah dan perbaikan tingkah laku.
3) Fungsi Interaksional: pengguanaan bahasa untuk saling mencurahkan perasaan pemikiran antara seseorang dan orang lain.
4) Fungsi Personal: seseorang menggunakan bahasa untuk mencurahkan perasaan dan pikiran.
5) Fungsu Heuristik: penguanaan bahasa untuk mencapai mengungkap tabir fenomena dan keinginan untuk mempelajarinya.
6) Fungsi Imajinatif: penguanaan bahasa untuk mengungkapkan imajinasi seseorang dan gambaran-gambaran tentang discovery seseorang dan tidak sesuai dengan realita (dunia nyata).
7) Fungsi Representasional; pengguanaan bahasa untuk menggambarkan pemikiran dan wawasan serta menyampaikannya pada orang lain.
Kneller menggunakan 3 fungsi bahasa sebagaimana yang dikutip oleh jujun dalam Filsafat Ilmu, yaitu simbolik, emotif, dan efektif. Fungsi simbolik dan fungsi emotif menonjol dalam komunikasi imiah, sedangkan fungsi afektif menonjol dalam komunikasi estetik.
Sedangkan Buhler membedakan fungsi bahasa kedalam bahasa ekspresif, bahasa konatif, dan bahasa representasional. Bahasa ekspresif yaitu bahasa yang terarah pada diri sendiri yakni si pembicara, bahasa konatif yaitu bahasa yang terarah pada lawan bicara, dan bahasa representasional yaitu bahasa yang terarah pada kenyataan lainnya, yaitu apa saja selain si pembicara atau lawan bicara. Lebih lanjut, Desmond Morris mengemukakan 4 fungsi bahasa yaitu:
1) Information talking, pertukaran keterangan dan informasi.
2) Mood talking, hal ini sama dengan fungsi bahasa ekspresif yang dikemukakan oleh Buhler.
3) Exploratory talking, sebagai ujaran untuk kepentingan ujaran, sebagaimana fungsi estetis.
4) Grooming talking, tuturan yang sopan yang maksudnya kerukunan melalui percakapan, yakni menggunakan bahasa untuk mempelancar proses sosial dan menghindari pertentangan.
C. Bahasa Sebagai Serana Berfikir Ilmiah
Untuk dapat berfikir ilmiah, seseorang selayaknya menguasai kreteria maupun langkah-langkah dalam kegitan ilmiah. Dengan manguasai hal tersebut tujuan yang akan dicapai akan terwujud. Di samping menguasai langkah-langkah tentunya kegiatan ini dibantu oleh serana berupa bahasa, logika matematika, dan statistika. Berbicara masalah sarana ilmiah, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu pertama , sarana ilmiah itu merupakan ilmu dalam pengertian bahwa ia merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah, seperti menggunakan pola berpikir induktif dalam mendapatkan pengetahuan. Kedua, tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah agar dapat melakukan penelaahan ilmiah secara baik.
Dengan demikian, jika hal tersebut dikaitkan dengan berpikir ilmiah, sarana ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuan berdasarkan metode ilmiah. Sarana berpikir ini juaga mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah alam mendapatkan pengetahuan. Ini disebabkan sarana ini adalah alat bantu proses metode ilmiah dan bukan merupakan ilmu itu sendiri.
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang digunakan dalam proses berpikir ilmiah di mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain, baik pikiran yang berladaskan logika induktif maupun deduktif. Dengan kata lain, kegiatan berpikir ilmiah ini sangat berkaitan erat dengan bahasa. Menggunakan bahasa yang baik dalam berpikir belum tentu mendapatkan kesimpulan yang benar apalagi dengan bahasa yang tidak baik dan benar. Premis yang salah akan menghasilkan kesimpulan yang salah juga. Semua itu tidak terlepas dari fungsi bahasa itu sendiri sebagai serana berpikir.
Ketika bahasa disifatkan dengan ilmiah, fungsinya untuk komunikasi disifatkan dengan ilmiah juga, yakni komunikasi ilmiah. Komunikasi ilmiah ini merupakan proses penyampaian informasi berupa pengetahuan. Untuk mencapai komunikasi ilmiah, maka bahasa yang digunakan harus terbatas dari unsure emotif. Disamping itu bahasa ilmiah juga harus bersifat reproduktif, dengan arti jika si pengirim komunikasi menyampaikan suatu informasi berupa “X” misalnya, si pendengar juga harus menerima “X” juga. Hal ini dimaksudkan untuk tidak terjadi kesalahan informasi, dimana suatu informasi berbeda maka proses berpikirnya juga akan berbeda.
D. Bahasa Ilmiah dan Bahasa Agama
Telah diutarakan sebelumnya bahwa bahasa ilmiah adalah bahasa yang digunakan dalam kegiatan ilmiah, berbeda dengan bahasa agama. Ada dua pengertian mendasar tentang bahasa agama, pertama, bahasa agama adalah kalam Ilahi yang terabadikan kedalam kitab suci. Kedua, bahasa agama merupakan ungkapan serta prilaku keagamaan dari seseorang atau sebuah kelompok sosial. Dengan kata lain, bahasa agama dalam konteks kedua ini merupakan wacana keagamaan yang dilakukan oleh umat beragama maupun serjana ahli agama, meskipun tidak selalu menunjuk serta menggunakan ungkapan-ungkapan kitab suci. Walaupun ada perbedaan antara kedua bahasa ini namun keduanya merupakan serana untuk menyampaikan sessuatu dengan gaya bahasa yang khas.
Bahasa ilmiah dalam tulisan-tulisan ilmiah, terutama sejarah, selalu dituntut secara deskriptif sehingga memungkinkan pembaca (orang lain) untuk ikut menapsirkan dan mengembangkan lebih jauh. Sedangkan bahasa agama selain menggunakan gaya deskriptif juga menggunakan gaya preskriptif, yakni struktur makna yang dikandung selalu bersifat imperatif dan persuasif dimana pengarang menghendaki si pembaca mengikuti pesan pengarang sebagaimana terformulasikan dalam teks. Dengan kata lain gaya bahasa ini cenderung memerintah. Gaya bahasa yang demikian kurang di perkenankan dalam bahasa ilmiah yang tentu tidak mengembangkan pemikiran dan pengertian para pembaca. Jika demikian adanya, apakah bahasa agama yang bergaya demikian tidak baik?
Bahasa agama dengan pengertian pertama yang berasal dari Tuhan tidaklah selalu tidak baik, dimana Dia Maha Bijak dalam memilah dan memilih ungkapan dengan tepat dan sesuai dengan ruang, waktu, dan objek yang dituju. Dalam bahasa preskriptif Tuhan, terdapat juga narasi deskriptif dan ungkapan-ungkapan metaforis yang mengandung pemikir-pemikir melakukan perluasan makna dan penafsiran yang lebih luas (hermenuetic) untuk mendekati makna dan tujuan yang dimaksud.
Bahasa ilmiah yang nota bene kreasi manusia bagaimanapun indahnya gaya bahasanya dan teraturnya urutan katanya namun tetap akan berhadapan dengan kritik dan saran dari para pembaca. Hal inilah yang sangat berbeda dengan bahasa agama, di mana para jagoan sastra harus mengakui kekalahan mereka jika dihadapkan dengan gaya bahasa agama yang termaktub dalam Al-Qur’an.
Melihat kemahaan gaya bahasa dalam al-Qur’an ini, maka gaya tersebut tidak termasuk prosa maupun puisi jika ditinjau dari segi disiplin ilmu sastra atau kritik sastra. Hal ini disebabkan bahasa yang terkandung dalam kitab ini lebih menekankan makna yang sanggup menggugah kesadaran batin dan akal budi ketimbang sekedar ungkapan kata yang berbunga-bunga.
Dengan demikian, tampaklah kelebihan dan kekurangan antara bahasa ilmiah yang digunakan manusia dalam kegiatan ilmiahnya dengan bahasa agama yang di pesankan Tuhan kepada manusia untuk menyampaikannya. Di sisi lain juga bahasa ilmiah dapat digunakan dalam bahasa agama, baik dalam definisi pertama maupun kedua tetapi bahasa agama tidak selalu dapat digunakan dlam bahasa ilmiah.
E. Logika
Logika adalah serana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat di pertanggungjawabkan . Karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar daripada satu .
Tidak hanya de facto, menurut kenyataannya kita sering berpikir, secara de jure. Berpikir tidak dapat dijalankan semau-maunya. Realitas begitu banyak jenis dan macamnya, maka berpikir membutuhkan jenis-jenis pemikiran yang sesuai. Pemikiran diikat oleh hakikat dan struktur tertentu, kendati hingga kini belum seluruhnya terungkap. Pikiran kita tunduk pada hukum-hukum tertentu.
Memang sebagai perlengkapan ontologisme, pikiran kita dapat bekerja secara spontan, alami, dan dapat menyelesaikan fungsinya dengan baik, lebih-lebih dlam hal yang biasa, sederhana, dan jelas. Namun, tidak demikianlah halnya apabila menghadapi bahan yang sulit, berliku-liku dan apabila harus mencapai kesimpulan. Dalam situasi seperti ini dibutuhkan adanya yang forma, pengertian yang sadar akan hukum-hukum pikiran beserta mekanismenya secara eksplisit. Mkasudnya hukum-hukum pikiran beserta mekanisme dapat digunakan secara sadar dalam mengontrol perjalanan pikiran yang sulit dan panjang itu.

F. Aturan Cara Berpikir yang Benar
Kondisi adalan hal-hal yang harus ada supaya sesuatu dapat terwujud, dapat terlaksana. Untuk berpikir baik, yakni berpikir benar, logis-dialektis, juga dibutuhkan kondisi-kondisi tertentu yaitu :
a. Mencintai kebenaran
Sikap ini sangat fundamental untuk berfikir yang baik, sebab sikap ini senantiasa menggerakkan si pemikir untuk mencari, mengusut, meningkatkan mutu penalarannya; menggerakkan si pemikir untuk senantiasa mewaspadai “ruh-ruh” yang akan menyelewengkannya dari yang benar
b. Ketahuilah (dengan sadar) apa yang sedang Anda kerjakan
Kegiatan yang sedang dikerjakan adalah kegiatan berpikir, Seluruh aktivitas intelek kita adalah suatu usaha terus-menerus mengejar kebenaran yang diselingi dengan di perolehnya pengetahuan tentang kebenaran tetapi parsial sifatnya. Andaikata intelek kita intuitif, pada setiap langkah, kita dapat melihat kebenaran secara lnsung tanpa terlebih dahulu memburunya melalui proses yang berbelit-belit dan banyak seluk-beluknya.
c. Ketahuilah (dengan sadar) apa yang sedang Anda katakana
Pikiran diungkapkan kedalam kata-kata. Kecermatan pikiran terungkap ke dalam kecermatan kata-kata. Karenanya kecermatan ungkapan pikiran ke dalam kata merupakan sesuatu yang tidak boleh ditawar lagi.
d. Buatlah distingsi (pembedaan) dan pembagian (Klasifikasi) yang semestinya
Jika ada dua hal yang tidak mempunyai bentuk yang sama , hal itu jelas berbeda. Tetapi banyak kejadian diamana dua hal atau lebih mempunyai bentuk sama, namun tidak identik. Disinilah perlu dibuat suatu distingsi, suatu perbedaan. Eksplisitkan hal-hal yang membuat yang satu bukan yang lain. Hindari setiap usaha main pukul rata. Karena realitas begitu luas, perlu diadakan pembagian (klasifikasi).
e. Cintailah definisi yang tepat
Punggunaan bahasa sebagai ungkapan sesuatu kemungkinan tidak ditangkap sebagaimana yang akan di ungkapkan atau sebagaimana yang dimaksudkan. Karenanya jangan segan membuat definisi. Definisi harus diburu hingga tertangkap. Definisi artinya pembatasan, yakni membuat jelas batas-batas sesuatu.
f. Ketahuilah (dengan sadar) mengapa Anda menyimpulkan begini atau begitu
Ketahuilah mengapa Anda berkat begini atau begitu. Anda harus bisa dan biasa melihat asumsi-asumsi, implikasi-implikasi, dan konsekuensi-konsekuensi dari suatu penuturan (assertion), pernyataan, atau kesimpulan yang Anda buat. Sering terjadi banyak orang yang tidak tahu apa yang mereka katakana (nyatakan) dan mengapa mereka berkata (menyatakan) begitu. Jika bahan yang ada tidak atau kurang cukup untuk menarik kesimpulan, hendaknya orang menahan diri untuk tidak membuat kesimpulan atau membuat pembatasan-pembatasan (membuat reserve) dalm kesimpulan.
g. Hindarilah kesalahan-kesalahan dengan segala usaha dan tenaga, serta sangguplah mengenali jenis, macam, dan mana kesalahan, demikian juga mengenali sebab-sebab kesalahan pemikiran (penalaran).








BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa bahasa memegang peranan penting dan merupakan suatu yang lazim dalam hidup dan kehidupan manusia. Oleh karena itu banyak ahli bahasa yang telah memberikan uraiannya tentang pengertian bahasa.Bahasa adalah suatu sistem symbol-simbol bunyi yang arbitrer. Namun, pakar berselisih pendapat dalam hal fungsi bahasa. Aliran filsafat bahasa dan psikolinguistik melihat fungsi bahasa sebagai serana untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan emosi, sedangakan aliran sosiolinguistik berpendapat bahwa fungsi adalah serana untuk perubahan masyarakat. Selain itu bahasa juga merupakan serana untuk berpikir ilmiah, untuk dapat berpikir ilmiah seseorang selayaknya menguasai kriteria maupun langkah-langkah dalam kegiatan ilmiah.
Bahasa dikategorikan menjadi dua macam yaitu: pertama, bahasa ilmiah dan kedua, bahasa agama. Bahasa ilmiah adalah bahasa yang digunakan dalam kegiatan ilmiah, sedangkan bahasa agama ada dua pengertian yang mendasar, pertama, bahasa agama adalah kalam Ilahi yang terabadikan kedalam kitab suci. Kedua, bahasa agama merupakan ungkapan serta perilaku keagamaan dari seseorang atau sebuah kelompok sosial.
Dan untuk masalah logika, berdasarkan penjelasan diatas, logika merupakan serana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir, seperti misalnya setengah tidak boleh lebih besar daripada satu. Selain itu, untuk mengetahui aturan cara berpikir yang benar ada suatu hal yang harus diperhatiakan, hal tersebut ialah kondisi karena kondisi adalah hal-hal yang harus ada supaya sesuatu dapat terwujud dan dapat terlaksana.

B. Saran
Adapun saran kami disini ialah untuk berfilsafat yang benar dan baik terlebih dahulu kita harus menguasai dan memahami tentang bahasa dan logika. Karena dengan menguasai kedua hal tersebut kita bisa berpikir secara ilmiah yang baik .





DAFTAR PUSTAKA

Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2009).
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta:Pustaka Sianar Harapan,1995).
Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, (Jakarta: Pamaradina,1996).
W.Poespropojo, Logika Scientifika; Pengantar Dialektika dan Ilmu, (Bandung:Pustaka Grafika,1999).













loading...
Previous
Next Post »
0 Komentar

Yang sudah kunjung kemari, jangan lupa bagikan ke teman ya

https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929