ANALISIS PENGARUH KARATERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP FINANCIAL DISTRESS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pengelolaan suatu perusahaan merupakan hal yang
wajib dilakukan oleh setiap perusahaan.
Dalam
pengelolaannya harus menerapkan tata kelola perusahaan yang baik karena dengan
hal itu, kemungkinan perusahaan mengalami
kondisi sehat atau dalam kondisi yang baik. Perusahaan sehat merupakan hasil
interaksi manajemen dalam mengelola dana dan lingkungan sekitar perusahaan. Kegiatan pengelolaan perusahaan
pasti akan menemukan kendala. Kendala perusahaan dapat menyebabkan perusahaan
akan gagal atau sukses dalam mempertahankan kelangsungannya. Kegagalan
perusahaan dapat diindikasikan dengan adanya kesulitan keuangan (financial
distress). Kegagalan perusahaan dalam mengatasi kesulitan keuangan dapat
dikatakan memiliki tata kelola perusahaan yang buruk, misalnya keputusan yang tidak
tepat yang diambil oleh manajemen atau kurangnya upaya pengawasan kondisi
keuangan sehingga terdapat penggunaan dana yang kurang tepat (Ardina dan Basuki : 2013).
Tujuan perusahaan tidak
hanya sekedar mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya tetapi juga memberikan
kesejahteraan bagi lingkungannya, dan untuk mencapai tujuannya tersebut,
perusahaan perlu menerapkan strategi yang tepat (Anggarini : 2010). Suatu
perusahaan juga di tuntut untuk dapat meningkatkan kinerja agar tidak
tertinggal di lingkungan industri sehingga kelangsungan hidup suatu perusahaan
dapat terjaga. Penurunan kinerja perusahaan dapat membuat kondisi keuangan
perusahaan memburuk dan mengakibatkan perusahaan mengalami financial distresss (Elyanto dan syafaruddin : 2013).
Perusahaan yang sehat merupakan hasil dari
manajemen perusahaan yang tepat, baik dalam pengelolaan SDM maupun pendanaan,
pada kenyataannya, tidak semua perusahaan mampu mengelola perusahaan dengan
baik. Hal tersebut dapat dikarenakan perusahaan tersebut mendapatkan kendala
eksternal maupun internal. Kendala yang dialami perusahaan dapat berupa
kerugian penjualan secara terus-menerus, penjualan yang tidak laku, bencana
alam, serta sistem tata kelola yang tidak baik. Kendala yang dapat dihadapi
oleh perusahaan dapat diindikasi melalui kegagalan keuangan (financial distress), dimana perusahaan
tersebut tidak mampu mengelola keuangan perusahaaanya sendiri dan menimbulkan
dampak keseluruhan bagian perusahaan (Samson : 2017).
Kesulitan keuangan
terjadi karena serangkaian kesalahan, pengambilan keputusan yang tidak tepat,
dan kelemahan-kelemahan yang saling berhubungan yang dapat menyumbang secara
langsung maupun tidak langsung kepada
manajemen serta tidak adanya atau kurangnya upaya mengawasi kondisi keuangan
sehingga penggunaan uang tidak sesuai keperluan (Hidayat dan Meiranto : 2014). Financial distress merupakan suatu keadaan
yang menunjukan tingkat penurunan kondisi keuangan perusahaan yang terjadi
sebelum kebangkrutan atau likuidasi atau ketidakmampuan perusahaan membayar kewajiban
pada saat jatuh tempo (Dwiyanti : 2010). Sejalan dengan dikatakan dengan
Rahmawati dan Marsono (2014) bahwa perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan
(financial distress) akan mengalami
kesulitan dalam menghasilkan laba dalam satu priode pelaporan,selain itu
perusahaan juga mengalami kesulitan memenuhi kewajiban jangka pendeknya
terhadap pihak ketiga seperti investor, kreditor, dan karyawan. Variabel financial distress ini menggunakan rasio
profitabilitas yang di proksi oleh net
profit margin ratio (NPM) (Masak dan Noviyanti : 2019). Net profit margin
atau margin laba bersih merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur besarnya
persentase laba bersih atas penjualan bersih, rasio ini dihitung dengan membagi
laba bersih terhadap penjualan bersih (Hery, 2017: 198).
Keanggotaan komite audit yang dijelaskan pada peraturan
Otoritas Jasa keuangan nomor 55/POJK.04/2015 yang mengatakan
bahwa Komite Audit paling sedikit terdiri dari 3 (tiga) orang anggota yang
berasal dari Komisaris Independen dan Pihak dari luar Emiten atau Perusahaan
Publik dan Komite Audit diketuai oleh Komisaris Independen. Efektivitas komite
audit akan meningkat jika ukuran komite meningkat, karena komite memiliki
sumber daya yang lebih untuk menangani masalah-masalah yang dihadapi oleh
perusahaan. Oleh karena itu, diharapkan keberadaan komite audit yang efektif
dapat mengubah kebijakan yang berbeda dalam pencapaian laba akuntansi pada
beberapa tahun ke depan sehingga perusahaan dapat menghindari terjadinya
permasalahan keuangan karena kurangnya kinerja yang baik. Kinerja tersebut
dapat diwujudkan dengan adanya tim yang terdiri dari beberapa orang yang
berpengalaman (Ardina dan Basuki : 2013). Sedangkan menurut Pembayun dan Januarti (2012) semakin
banyak jumlah anggota komite audit, maka semakin kecil financial distress
terjadi dalam sebuah perusahaan. Variabel ukuran komite audit ini menggunakan proksi dengan melihat
total keseluruhan anggota komite audit (Masak dan Noviyanti : 2019).
Pengaruh Independensi
Komite Audit terhadap Financial Distress di Peraturan BEI dan ketentuan pedoman corporate
governance dalam pembentukan komite
audit
yang efektif menyatakan bahwa komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya satu
orang komisaris independen dan
sekurang-kurangnya dua orang anggota lainnya berasal dari luar perusahaan. Syarat anggota komite
audit harus berasal dari pihak ekstern perusahaan yang independen, tidak terlibat dengan
tugas sehari-hari dari manajemen yang mengelola perusahaan,serta memiliki
pengalaman untuk melaksanakan fungsi pengawasan secara efektif. Adanya anggota
independen pada komite audit juga dapat menambah kepercayaan
investor terhadap penyajian laporan keuangan dan akan mengurangi kemungkinan perusahaan dalam kondisi kesulitan
keuangan (Ardina dan Basuki : 2013).
Sedangkan menurut Pembayun dan Januarti (2012) semakin banyak jumlah anggota
komite audit yang independen, maka semakin kecil financial distress terjadi
dalam sebuah perusahaan. Variabel independensi komite audit ini menggunakan proksi dengan melihat jumlah komite audit
independen di bagi total seluruh anggota komite audit (Masak dan Noviyanti :
2019).
Menurut SA Seksi 210, SPAP (2011)
kompentensi berkaitan dengan pendidikan dan pengalaman yang dimiliki oleh
auditor di bidang auditing dan akuntansi. Keahlian auditor independen dengan
pendidikan formal, lalu diperluas dengan pengalaman-pengalaman dalam praktik
audit. Penelitian teknis yang memadai juga diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan teknis auditor karena kemungkinan untuk menemukan pelanggaran pada
pelaporan laporan keuangan tergantung dalam pelaporan teknisnya (Castellani :
2008). Sedangkan menurut Pembayun dan Januarti (2012) semakin banyak anggota
komite audit yang berkompeten, maka semakin kecil financial distress terjadi
dalam sebuah perusahaan. Variabel kompentensi komite audit ini menggunakan proksi yaitu, 1 jika perusahaan memiliki anggota
komite audit kompeten dan 0 jika tidak ada (Masak dan Noviyanti : 2019).
Forum
for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mewajibkan komite
audit untuk mengadakan pertemuan tiga sampai empat kali dalam satu tahun.
Frekuensi pertemuan tersebut harus jelas terstruktur dan dikontrol dengan baik
oleh ketua komite. Komite audit yang menyelenggarakan frekuensi pertemuan yang
lebih sering dapat mencegah dan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan
dalam pembuatan keputusan oleh manajemen karena aktivitas pengendalian internal
perusahaan dilakukan secara terus menerus dan terstruktur sehingga setiap
permasalahan dapat cepat terdeteksi dan diselesaikan dengan baik oleh manajemen
(Ardina dan Basuki : 2013). Sedangkan menurut Pembayun dan Januarti (2012)
Semakin sering frekuensi pertemuan komite audit, maka semakin kecil financial
distress terjadi dalam sebuah perusahaan. Variabel frekuensi pertemuan komite
audit ini menggunakan proksi dengan
melihat total pertemuan komite audit dalam satu tahun (Masak dan Noviyanti :
2019).
Perusahaan Property,
Real Estate dan Konstruksi Bangunan merupakan perusahaan yang bergerak
dalam bidang pembangunan apartemen, perumahan, perkantoran, real estate dan sebagainya.
Bisnis properti merupakan salah satu usaha yang hampir dapat dipastikan tidak
akan pernah mati karena kebutuhan akan papan atau tempat tinggal merupakan
kebutuhan pokok manusia, dan setiap manusia akan berusaha untuk dapat memenuhinya.
Sektor Property, Real Estatedan Konstruksi Bangunan biasanya
dipilih sebagai salah satu instrument usaha bagi investor. Sektor Property,
Real Estate dan Konstruksi Bangunan merupakan salah satu alternatif
investasi yang diminati investor dimana investasi di sektor ini merupakan
investasi jangka panjang dan Property, Real Estate dan Konstruksi
Bangunan merupakan aktivamultiguna yang dapat digunakan oleh perusahaan sebagai
jaminan, oleh karena itu perusahaan sektor Property, Real Estate dan
Konstruksi Bangunan mempunyai struktur modal yang tinggi.
Grafik
1
Berdasarkan dari grafik di atas salah satu
perusahaan properti dan real estate di BEI tahun 2016 yaitu PT. Bumi Serpong
Damai Tbk (BSDE) mengalami penurunan laba bersih sebesar 15,96 persen. Perusahaan
hanya meraup laba bersih sebesar Rp1,79 triliun pada tahun 2016, sedangkan
tahun 2015 dapat mencapai Rp2,13 triliun. Selanjutnya PT. Ciputra Development
Tbk (CTRA) juga mengalami penurunan laba bersih sebesar 32,41 persen. Perusahaan
hanya mampu meraup laba bersih sebesar Rp867,63 miliar di tahun 2016, atau dari
sebelumnya yang mencapai Rp1,28 triliun di tahun 2015. Sementara itu, PT.
Summarecon Agung Tbk (SMRA) mengalami penurunan laba bersih yang paling
signifikan. Tercatat, laba perusahaan anjlok 63,55 persen dari Rp855,18 miliar
di tahun 2015
menjadi
Rp311,66 miliar di tahun 2016. (Dinda Audriene, 2017. CNNIndonesia.com).
Berdasarkan fenomena diatas penurunan laba bersih
pada PT. Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT. Ciputra Development Tbk (CTRA), dan
PT. Summarecon Agung Tbk (SMRA) tahun 2016 berpengaruh terhadap kondisi Financial Distress. Dengan demikian,
penelitian ini bahwa Financial Distress
dengan pertimbangan terjadinya penurunan laba dapat dijelaskan oleh laporan
rasio laba rugi yang dimiliki oleh perusahaan. Alasan yang cukup mendasar atas
diperolehnya hasil yang signifikan adalah bahwa kondisi keuangan yang agak
memprihatinkan dari suatu perusahaan, akan menjadikan sinyal atau early warning (peringatan dini) bagi
perusahaan bahwa mereka dapat mengalami tekanan keuangan atau financial
distress pada tahun berikutnya (Fanny, Sufitrayati, dan Badaruddin : 2018).
Penelitian terdahulu
terkait pengaruh ukuran komite audit terhadap financial distress yang dilakukan oleh Pembayun (2012) berhasil membuktikan
bahwa ukuran komite audit berpengaruh terhadap financial distress, sedangkan penelitian yang dilakukan Alimuddin (2012) menyatakan bahwa ukuran komite audit tidak berpengaruh signifikan
terhadap financial distress.
Penelitian mengenai pengaruh independensi
komite audit terhadap financial distress yang dilakukan oleh Alimuddin (2012) yang mengatakan bahwa independensi komite
audit perpengaruh terhadap financial distress, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Pembayun (2012) yang
mengatakan bahwa independensi komite audit tidak berpengaruh terhadap financial
distress.
Penelitian mengenai pengaruh kompetensi komite audit
terhadap financial distress yang dilakukan oleh Pembayun (2012) yang
mengatakan bahwa kompetensi komite audit berpengaruh terhadap financial
distress, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Samson (2017) yang
mengatakan bahwa kompetensi komite audit tidak berpengaruh terhadap financial
distress.
Penelitian mengenai
pengaruh frekuensi pertemuan komite audit terhadap financial distress
yang dilakukan oleh Alimuddin (2012) mengatakan bahwa frekuensi pertemuan audit
berpengaruh terhadap financial distress, sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Samson
(2017) mengatakan frekuensi pertemuan audit tidak berpengaruh terhadap
financial distress.
Penelitian ini mengacu dari penelitian yang dilakukan
oleh Masak dan Noviyanti (2019) dan penelitian lainnya yang meneliti tentang
pengaruh karakteristik komite audit terhadap financial distress ( Pada
Perusahaan Sektor Property dan Real Eatate yang terdaftar di BEI 2017). Peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai financial distress. Alasan melakukan
penelitian lebih lanjut adalah untuk menguji kembali hasil penelitian terdahulu
dengan mengacu pada beberapa fenomena yang terjadi pada objek penelitian
terbaru.
Penelitian ini memiliki beberapa perbedaan dari
penelitian terdahulu. Perbedaanya terletak pada variabel penelitian yang mana
peneliti terdahulu yang dilakukan oleh Masak dan Noviyanti (2019)
menggunakan empat variabel independen yaitu ukuran komite audit, independensi
komite audit, frekuensi pertemuan komite audit dan, jumlah ahli keuangan komite
audit, sementara penelitian ini mengganti karateristik komite audit yaitu
jumlah ahli keuangan komite audit dirubah menjadi kompetensi komite audit.
Selanjutnya perbedaanya terletak pada tahun penelitian yang mana penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Masak dan Noviyanti (2019) yaitu tahun 2017 sedangkan dalam
penelitian ini tahun 2015-2018.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah
diuraikan, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Karateristik Komite Audit terhadap
Financial Distress (Pada
Perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang
terdaftar di BEI tahun 2015-2018).
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka pokok
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Apakah ukuran
komite audit, independensi komite audit, kompetensi komite audit dan frekuensi
pertemuan komite audit berpengaruh secara bersama-sama terhadap financial
distress pada perusahaan Sektor Property dan
Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018?
2.
Apakah ukuran komite
audit berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018?
3.
Apakah independensi komite audit berpengaruh terhadap financial
distress pada perusahaan Sektor Property dan Real
Estate yang
terdaftar di BEI tahun 2015-2018?
4.
Apakah kompetensi komite audit berpengaruh terhadap financial
distress pada perusahaanSektor Property dan Real
Estate yang
terdaftar di BEI tahun 2015-2018?
5.
Apakah frekuensi pertemuan komite audit
berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan
pokok permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah, maka tujuan
dari penelitian ini adalah:
1.
Untuk memberikan
bukti secara empiris pengaruh ukuran komite audit, independensi komite audit,
kompetensi komite audit dan frekuensi pertemuan komite audit terhadap financial
distress pada perusahaan Sektor Property dan
Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018.
2.
Untuk memberikan
bukti secara empiris pengaruh ukuran komite audit terhadap financial
distress pada perusahaanSektor Property dan Real
Estate yang
terdaftar di BEI tahun 2015-2018.
3.
Untuk memberikan bukti secara empiris pengaruh
independensi komite audit terhadap financial distress pada perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018.
4.
Untuk memberikan bukti secara empiris pengaruh
kompetensi komite audit terhadap financial distress pada perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018.
5.
Untuk memberikan bukti secara empiris pengaruh
frekuensi pertemuan komite audit terhadap financial distress pada
perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun
2015-2018.
1.4
Manfaat Penelitian
1.
Bagi Manajemen
Perusahaan
Penelitian ini dapat menjadi acuan bagi pihak
manajemen untuk meningkatkan kinerjanya sehingga mampu menghindari perusahaan
dari financial distress.
2.
Bagi Peneliti
Diharapkan dengan adanya penelitian ini akan menambah
pengetahuan dan wawasan bagi peneliti khususnya pada bidang audit mengenai
hal-hal yang mempengaruhi financial distress dan sebagai bahan untuk
menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh dibangku kuliah.
3.
Bagi Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan
mendorong dilakukannya penelitian-penelitian audit dan memberikan kontribusi
pengembangan literatur akuntansi khususnya audit. Selain itu, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi penelitian berikutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Auditing
2.1.1 Pengertian Auditing
Menurut konrath
(2000:5) mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematis untuk secara
objektif mendapatkan dan mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang
kegiatan-kegiatan dan kejadian-kejadian ekonomi untuk menyakinkan tingkat
keterkaitan antara asersi tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan dan
mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Menurut Jusup (2014), pengauditan adalah
suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti yang
berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi
secara obyektif untuk menentukan tingkat kepatuhan antara asersi tersebut
dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengomunikasikan hasilnya kepada
pihak-pihak yang berkepentingan. Sedangkan menurut Agoes (2012), auditing
merupakan suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh
pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh pihak
manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya,
dengan tujuan untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan
tersebut.
Auditing bukan merupakan cabang akuntansi, tetapi merupakan
suatu disiplin bebas yang mendasarkan diri pada hasil kegiatan akuntansi yang
lain (Mulyadi : 2013). Akuntansi merupakan proses pencatatan,
penggolongan, peringkasan, dan penyajian transaksi keuangan perusahaan atau
organisasi lain. Hasil akhir proses akuntansi adalah laporan keuangan yang
dipakai oleh manajemen untuk mengukur dan menyampaikan data keuangan dan data
kegiatan yang lain. Selain definisi ini, ada definisi audit yang sangat
terkenal adalah definisi yang berasal dari ASOBAC (A Statement of Basic Auditing Concepts) yang mendefinisikan
auditing sebagai :
Suatu proses sistematis untuk menghimpun
dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang
berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian
antara asersi-asersi tersebut dengan kreiteria yang telah ditentukan dan
menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan.
2.1.2 Tipe-Tipe Audit
Menurut Kell dan Boyton (2008) mengatakan, audit
umumnya digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu: audit laporan keuangan, audit
kepatuhan, dan audit operasional. Pengertian ketiga jenis audit tersebut adalah
sebagai berikut:
1.
Audit Laporan
Keuangan (financial statement Audit)
Audit laporan keuangan mencangkup
menghimpun dan pengevaluasian bukti mengenai laporan keuangan suatu entitas
dengan tujuan untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan telah disajikan
secara wajar sesuai kriteria yang telah ditentukan yaitu prinsip akuntansi yang
berterima umum (PABU). Jadi, ukuran kesesuaian audit laporan keuangan adalah
kewajaran (fairness). Kriteria utama
yang digunakan adalah prinsip akuntansi yang berterima umum. Audit laporan
keuangan ini dilakukan oleh external auditor biasanya atas permintaan klien,
kecuali dalam audit laporan keuangan BUMN yang dilakukan oleh BPK atau BPKP.
Audit tersebut bukan atas permintaan klien, tetapi BPK atau BPKP memiliki hak
untuk melakukan pemeriksaan berdasarkan UU/peraturan yang ada. Hasil audit akan
disajikan dalam bentuk tertulis yang disebut laporan auditor independen.
2.
Audit kepatuhan (compliance audit)
Audit kepatuhan mencangkup penghimpunan
dan pengevaluasian bukti dengan tujuan untuk menentukan apakah kegiatan
finansial meupun operasi tertentu dari suatu entitas sesuai dengan
kondisi-kondisi, aturan-aturan, dan regulasi yang telah ditentukan. Kriteria
yang ditentukan tersebut dapat berasal dari berbagai sumber seperti manajemen,
kreditor, maupun lembaga pemerintah. Ukuran kesesuaian audit kepatuhan adalah
ketepatan (correctness), misalnya :
ketetapan SPT-Tahunan dengan undang-undang pajak penghasilan. Hasil audit
kepatuhan tersebut biasanya disampaikan kepada pihak yang menentukan kriteria
tersebut.
3.
Audit operasional
(operational audit)
Audit operasional meliputi penghimpunan
dan pengevaluasian bukti mengenai kegiatan operasional organisasi dalam
hubunganya dengan tujuan pencapaian efisiensi, efektivitas, maupun kehematan
(ekonomis) operasional. Efisiensi adalah perbandingan antara keluaran dengan
target yang sudah ditetapkan. Dengan demikian yang menjadi tolok ukur atau
kriteria dalam audit operasional adalah frencana, anggaran, dan standar biaya
atau kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya
Tujuan naudit operasional adalah:
-
Menilai prestasi
-
Mengidentifikasi
kesempatan untuk perbaikan
-
Membuat
rekomendasi untuk pengembangan dan perbaikan, dan tindakan lebih lanjut.
Audit operasional sering disebut juga dengan management audit atau performance audit. Ukuran
kesesuaian yang digunakan adalah keefisienan, keefektifan, dan kehematan /
keekonomisan, misalnya apakah suatu kegiatan atau program telah dilaksanakan
secara efisien, efektif dan ekonomis. Auditor diharapkan melakukan obsxervasi
obyektif dan analisis komperhensif atas operasi tertentu perusahaan.
2.1.3 Jenis - jenis Auditor
Menurut Jusup (2014), orang atau kelompok
yang melaksanakan audit (auditor) dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan:
auditor pemerintah, auditor internal, dan auditor independen
1.
Auditor pemerintah
Adalah auditor yang bertugas melakukan
audit atas keuangan negara pada instansi-instansi pemerintah. Di indonesia
audit ini dilakukan oleh Badab Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang dibentuk sebagai
perwujudan dari pasal 23 ayat 5
Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunti sebagai berikut.
Untuk memeriksa tanggung jawab tentang
keuangan negara diadakan suatu badan pemeriksa keuangan yang pengaturannya
ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
Badan pemeriksa keuangan merupakan badan
yang tidak tunduk kepada pemerintah sehingga diharapkan dapat melakukan audit
secara independen, namun demekian badan ini bukanlah badan yang berdiri di atas
pemerintah. Hasil audit yang dilakukan BPK disampaikan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat sebagai alat kontrol atas pelaksanaan keuangan negara.
Selain BPK, di indonesia kita juga
mengenal adanya badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP) yang merupakan
internal auditor pemerintah yang independen terhadap jajaran organisasi
pemerintah. Upaya yang diperankan internal auditor pemerintah merupakan
dorongan bagi diterapkannya good govermance pada setiap jenjang pemerintah
serta pengelola kekayaan negara yang dipisahkan. Selain itu, internal auditor
pemerintah merupakan kekuatan pendorong dalam upaya peningkatan efektivitas,
efisiensi, dan kehematan penyelenggaraan pelayanan publik dan pembangunan
nasional.
2.
Auditor internal
Auditor
internal adalah auditor yang bekerja pada suatu entitas (perusahaan) dan
oleh karenanya berstatus sebagi pegawai pada entitas tersebut. Tanggung jawab
auditor internal pada berbagai perusahaan sangat beranekaragam tergantung pada
kebutuhan perusaan yang bersangkutan. Kadang-kadang staf auditor internal hanya
terdiri dari satu atau dua orang yang sebagian besar waktunya digunakan untuk
melakukan tugas rutin berupa audit kepatuhan. Pada perusahaan lain, staff
auditor internal bisa banyak sekali jumlahnya dengan tugas yang bermacam-macam,
termasuk melakukan tugas-tugas di luar bidang akuntansi.
Agar dapat melakukan tugasnya secara
efektif, auditor internal harus indenpenden terhadap fungsi-fungsi lini dalam
orgfanisasi tempat ia bekerja, namun dengan demikian ia tidak bisa indenpenden
terhadap perusahaannya karena ia adalah pegawai dari perusahaan yang diaudit.
Auitor internal berkewajiban memberi informasi kepada manajemen yang berguna
untuk pengambilan keputusan yang berkaitan dengan efektifitas perusahaan. Pihak
luar perusahaan pada umumnya tidak bisa mengandalkan hasil audit yang dilakukan
oleh kedudukan yang tidak independen. Kedudukan yang tidak indenpenden inilah
yang membedakan auditor internal dengan auditor eksteren yang indenpenden dari
kantor- kantor akuntan publik.
3.
Auditor
indenpenden (Akuntan publik)
Tanggung jawab utama auditor indenpenden
atau lebih umum disebut akuntan publik adalah melakukan fungsi pengauditan atas
laporan keuangan yang diterbitkan entitas (peusahaan dan organisasi lainnya).
Pengauditan ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan terbuka (perusahaan yang
menjual sahamnya kepada masyarakat melalui pasar modal), perusahaan-perusahaan
besar, dan juga pada perusahaan-perusahaan kecil, serta oganiusasi-organisasi
yang tidak bertujuan mencari laba. Dengan demikian banyaknya perusahaan yang
harus diaudit laporan keuangannya, dan kalangan bisnis serta banyak pihak
lainnya semakin mengenal laporan ini, maka orang awam sering mengartikan
auditor sama dengan akuntan publik, padahal terdapat beberapa jenis auditor
yang berbeda-beda fungsi dan pekerjaannya. Pada saat ini keberadaaan akuntan
publik di indonesia di atur dalam undang-undang No 5 tahun 2011 tentang akuntan
publik. Menurut Undang-Undang tersebut, akuntan publikn adalah akuntan yang
telah memperoleh izin dari menteri keuangan untuk memberikan jasa akuntan
publik di indonesia.
2.2 Komite Audit
2.2.1 Pengertian Komite Audit
Komite nasional kebijakan Corporate Governance
mendefinisikan komite Audit sebagai: Suatu komite yang beranggotakan satu atau
lebih anggota Dewan Komisaris dan dapat meminta kalangan luar dengan berbagai
keahlian, pengalaman, dan kualitas lain yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan
Komite Audit.
Menurut Hiro Tugiman (2014) pengertian Komite Audit adalah: Komite audit adalah
sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar untuk mengerjakan
pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas khusus atau sejumlah
anggota Dewan Komisaris perusahaan klien yang bertanggungjawab untuk membantu
auditor dalam mempertahankan independensinya dari manajemen.
Sarbanes
Oxley Act mengartikan komite audit
sebagai sebuah komite (atau badan yang setingkat) yang didirikan oleh dan
terdiri atas Board of Directors dengan tujuan mengawasi proses pelaporan
akuntansi dan keuangan dan audit atas laporan keuangan perusahaan. Apabila
komite ini belum di bentuk maka Board of
Directors secara keseluruhan dianggap sebagai Komite Audit
Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-103/MBU/2002
menjelaskan pengertian audit yang tidak diterangkan secara gamblang, tetapi
pada intinya mengatakan bahwa komite audit adalah suatu badan yang berada dibawah
komisaris yang sekurang-kurangnya minimal satu orang anggota komisaris, dan dua
orang ahli yang bukan merupakan pegawai BUMN yang bersangkutan yang bersifat
mandiri baik dalam pelaksanaan tugasnya maupun pelaporannya dan bertanggung
jawab langsung kepada dewan komisaris.
Ketentuan dan peraturan mengenai Komite Audit
diantaranya :
a.
Surat Edaran
Bapepam No.SE-03/PM/2000, tentang pelaksanaan pembentukan Komite Audit bagi
perusahaan yang go public.
b.
Keputusan Direksi
BEJ No.Kep-339/BEJ/07-2001, mengatur mengenai Komite Audit dalam jumlah dan
kualifikasi keanggotaan.
c.
Surat Keputusan Ketua Bapepam
No.Kep-412/PM/2003, tentang pedoman Pembentukan Komite Audit.
d.
Peraturan No.IX.1.5 tentang pembentukan dan
pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam
No.29/PM/2004.
e.
Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55 /pojk.04/2015 tentang pembentukan dan pedoman
pelaksanaan kerja komite audit.
Umumnya dewan komisaris membentuk
komite-komite dibawahnya sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan peraturan
perundangan yang berlaku untuk membantu dewan komisaris dalam melaksanakan
tanggungjawab dan wewenangnya secara efektif (Anggarini : 2010). Tugas komite
audit pada dasarnya adalah membantu Dewan Komisaris dalam menjalankan fungsi
pengawasan atas kinerja perusahaan. Tugas komite audit erat kaitannya dengan
penelaahan terhadap risiko yang dihadapi perusahaan dan ketaatan peraturan yang
berlaku. Keberadaan komite audit menjadi sangat penting sebagai salah satu
perangkat utama dalam penerapan good corporate governance. Komite audit
memiliki beberapa karakteristik yaitu ukuran komite audit, independensi komite
audit, frekuensi pertemuan komite audit dan kompetensi komite audit (Revitasari,
dkk : 2017).
2.2.2 Sifat dan Pembentukan Komite Audit
Komite Audit dibentuk oleh Dewan Komisaris/Dewan
Pengawas, yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu Komisaris dalam
melaksanakan tugasnya. Komite Audit bersifat mandiri baik dalam pelaksanaan
tugasnya maupun dalam pelaporan, dan bertanggungjawab langsung kepada
Komisaris. Lebih jelas Undang-Undang Republik Indonesia No.19 Tahun 2003
Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Keputusan Ketua Bapepam Nomor:
Kep-41/PM/2003 menyatakan:
1.
BUMN maupun
Emiten atau Perusahaan Publik wajib membentuk Komite Audit yang bekerja secara
kolektif dan berfungsi membantu Komisaris dan Dewan Pengawas.
2.
Komite Audit
dipimpin oleh seorang ketua yang bertanggungjawab kepada Komisaris dan Dewan
Pengawas.
3.
Komite Audit
terdiri dari sekurang-kurangnya satu orang Komisaris Independen dan
sekurang-kurangnya dua orang lainnya berasal dari luar perusahaan.
Komite Audit dituntut untuk dapat
bertindak secara independen, independensi Komite Audit tidak dapat dipisahkan
dari moralitas yang melandasi integeritasnya. Hal ini perlu
disadari karena Komite Audit merupakan pihak yang menjembatani antara eksternal
auditor dan perusahaan yang juga sekaligus menjembatani antara fungsi
pengawasan Dewan Komisaris dengan Internal Auditor.
Tujuan dan Manfaat Pembentukan Komite Audit :
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mengemukakan bahwa Komite Audit mempunyai
tujuan membantu Dewan Komisaris untuk memenuhi tanggungjawab dalam memberikan
pengawasan secara menyeluruh. Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik
Negara Nomor: Kep117/M-MBU/2002 menjelaskan bahwa tujuan Komite Audit adalah
membantu Dewan Komisaris atau dewan Pengawas dalam memastikan efektivitas
sistem pengendalian intern dan efektivitas pelaksanaan tugas auditor eksternal
dan internal.
Sedangkan manfaat Komite Audit dikemukakan oleh Hiro
Tugiman (2014), adalah sebagai berikut:
1.
Dewan Komisaris
dan Direksi akan banyak terbantu dalam pengelolaan perusahaan.
2.
Bagi auditor eksternal adalah keberadaan
Komite Audit sangat diperlukan sebagai forum atau media komunikasi dengan perusahaan,
sehingga diharapkan semua aktivitas dan kegiatan eksternal auditor dalam hal
ini akan mengadakan pemeriksaan, disamping secara langsung kepada objek
pemeriksaan juga dibantu dengan mengadakan konsultasi dengan Komite Audit.
Dari penjelasan tersebut, maka dapat
diketahui bahwa Komite Audit dibentuk karena belum memadainya peran pengawasan
dan akuntabilitas Dewan Komisaris perusahaan. Pemilihan anggota Dewan Komisaris
yang berdasarkan kedudukan dan kekerabatan menyebabkan mekanisme check and
balance terhadap direksi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Fungsi audit
internal belum berjalan optimal mengingat secara struktural, auditor tersebut
berada pada posisi yang sulit untuk bersikap independen dan objektif. Oleh
karena itu, muncul tuntutan adanya auditor independen, maka Komite Audit timbul
untuk memenuhi tuntutan tersebut.
2.2.3 Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang Komite
Audit
Jenis tugas dan tanggung jawab komite audit secara
umum diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 55 /POJK.04/2015
tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit. Namun secara
spesifik jenis tugas dan tanggung jawab satu perusahaan dengan perusahaan
lainnya tidak sama persis. Peran dan tanggung jawab komite audit tersebut
tertuang dalam piagam komite audit setiap perusahaan. Berdasarkan peraturan
Otoritas Jasa Keuangan nomor 55 /POJK.04/2015 pasal 10 dalam menjalankan
fungsinya, Komite Audit memiliki tugas dan tanggung jawab paling sedikit
meliputi:
a.
melakukan
penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan Emiten atau Perusahaan
Publik kepada publik dan/atau pihak otoritas antara lain laporan keuangan,
proyeksi, dan laporan lainnya terkait dengan informasi keuangan Emiten atau
Perusahaan Publik.
b.
melakukan
penelaahan atas ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan kegiatan Emiten atau Perusahaan Publik.
c.
memberikan
pendapat independen dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara manajemen dan
Akuntan atas jasa yang diberikannya.
d.
memberikan
rekomendasi kepada Dewan Komisaris mengenai penunjukan Akuntan yang didasarkan
pada independensi, ruang lingkup penugasan, dan imbalan jasa.
e.
melakukan
penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal dan mengawasi
pelaksanaan tindak lanjut oleh Direksi atas temuan auditor internal.
f.
melakukan
penelaahan terhadap aktivitas pelaksanaan manajemen risiko yang dilakukan oleh
Direksi, jika Emiten atau Perusahaan Publik tidak memiliki fungsi pemantau
risiko di bawah Dewan Komisaris.
Keputusan Ketua Bapepem Nomor:
Kep-41/PM/2003 menyatakan bahwa komite audit memiliki wewenang mengakses secara
penuh, bebas dan tak terbatas terhadap catatan, karyawan. dana, asset, serta
sumber daya perusahaan dalam rangka tugasnya serta berwenang untuk bekerjasama
dengan auditor internal. menelaah pengaduan yang berkaitan dengan proses
akuntansi dan pelaporan keuangan Emiten atau Perusahaan Publik; menelaah dan
memberikan saran kepada Dewan Komisaris terkait dengan adanya potensi benturan
kepentingan Emiten atau Perusahaan Publik; dan menjaga kerahasiaan dokumen,
data dan informasi Emiten atau Perusahaan Publik.
Berdasarkan peraturan Otoritas Jasa
Keuangan nomor 55 /POJK.04/2015 pasal 10 dalam menjalankan fungsinya, Komite
Audit memiliki wewenang sebagai berikut:
a.
mengakses
dokumen, data, dan informasi Emiten atau Perusahaan Publik tentang karyawan,
dana, aset, dan sumber daya perusahaan yang diperlukan.
b.
berkomunikasi
langsung dengan karyawan, termasuk Direksi dan pihak yang menjalankan fungsi
audit internal, manajemen risiko, dan Akuntan terkait tugas dan tanggung jawab
Komite Audit.
c.
melibatkan pihak independen di luar
anggota Komite Audit yang diperlukan untuk membantu pelaksanaan tugasnya (jika
diperlukan).
d.
melakukan kewenangan lain yang diberikan
oleh Dewan Komisaris.
2.2.4 Komite Audit yang Efektif
Harmawan (2013) mengatakan komite audit yang efektif
bekerja sebagai suatu alat untuk meningkatkan efektifitas, tanggungjawab,
keterbukaan dan objektifitas dewan komisaris dan memiliki fungsi untuk:
a.
Memperbaiki mutu
laporan keuangan dengan mengawasi laporan keuangan atas nama dewan komisaris.
b.
Menciptakan iklim
disiplin dan kontrol yang akan mengurangi kemungkinan
penyelewengan-penyelewengan.
c.
Memungkinkan
anggota non-eksekutif menyumbangkan suatu penilaian independen dan memainkan
suatu peranan yang positif.
d.
Membantu direktur
keuangan, dengan memberikan suatu kesempatan di mana pokok-pokok persoalan yang
penting yang sulit dilaksanakan dapat dikemukakan.
e.
Memperkuat posisi
auditor eksternal dengan memberikan suatu saluran komunikasi terhadap
pokok-pokok persoalan yang memprihatinkan dengan efektif.
f.
Memperkuat posisi
auditor internal dengan memperkuat independensinya dari manajemen.
g.
Meningkatkan
kepercayaan publik terhadap kelayakan dan objektifitas laporan keuangan serta
meningkatkan kepercayaan terhadap kontrol internal yang lebih baik.
Dezoort et al. berpendapat bahwa
komite audit yang efektif ditentukan dua hal, yaitu sisi input merupakan
komposisi kualifikasi, kewenangan dan jumlah sumber daya, serta dari sisi
proses yaitu harus memiliki etos kerja yang tinggi (Harmawan : 2013). Dari input
dan proses tersebut diharapkan komite audit dapat bekerja efektif sehingga
mampu menghasilkan output berupa laporan keuangan, pengendalian internal
dan manajemen risiko yang bisa dipercaya.
2.2.5 Ukuran Komite Audit
Ukuran komite audit merupakan banyaknya anggota komite
audit dalam suatu perusahaan. Keanggotaan komite audit diatur dalam surat
keputusan direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-339/BEJ/07/2001 bagian C
yaitu sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang anggota. Hal serupa juga
dijelaskan pada peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 55 /POJK.04/2015 yang
mengatakan bahwa Komite Audit paling sedikit terdiri dari 3 (tiga) orang
anggota yang berasal dari Komisaris Independen dan Pihak dari luar Emiten atau
Perusahaan Publik dan Komite Audit diketuai oleh Komisaris Independen. Dalam
pedoman pembentukan komite audit yang efektif mengatakan berdasarkan praktek
dan pengalaman dalam lingkup internasional, kebanyakan dari komite audit yang
efektif terdiri dari 3 sampai 5 anggota.
Komite audit yang memiliki sedikit anggota cenderung
dapat bertindak lebih efisien dan efektif, tetapi komite audit dengan anggota
terlalu sedikit memiliki kelemahan yaitu minimnya pengalaman anggotanya (Samson : 2017). Jumlah anggota komite audit ini berkaitan
erat dengan seberapa banyak sumber daya yang dialokasikan untuk menghadapi
permasalahan yang dihadapi perusahaan. Komite audit haruslah memiliki jumlah
yang memadai untuk mengemban tanggung jawab pengendalian dan pengawasan
aktivitas manajemen puncak (Harmawan : 2013).
2.2.6 Independensi Komite Audit
Agoes (2012), menjelaskan Independensi adalah:
“Independensi artinya tidak mudah dipengaruhi, karena auditor melaksanakan
pekerjaannya untuk kepentingan umum”. Ini berarti seorang auditor haruslah
bersikap netral dan tidak mementingkan pihak manapun, independensi penting
dimiliki setiap auditor karena akan berpengaruh terhadap kepercayaan orang
lain.
Peraturan BEI dan ketentuan pedoman corporate
governance dalam pembentukan komite audit yang efektif menyatakan bahwa
komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya satu orang komisaris independen
dan sekurang-kurangnya dua orang anggota lainnya berasal dari luar perusahaan.
Syarat anggota komite audit harus berasal dari pihak ekstern perusahaan yang independen,
tidak terlibat dengan tugas sehari-hari dari manajemen yang mengelola
perusahaan, serta memiliki pengalaman untuk melaksanakan fungsi pengawasan
secara efektif. Dengan adanya komite audit independen bertujuan untuk
memelihara integritas serta pandangan yang objektif dalam laporan serta
penyusunan rekomendasi yang diajukan oleh komite audit, karena individu yang
independen cenderung lebih adil dan tidak memihak serta obyektif dalam
menangani suatu permasalahan FCGI
(2002).
Adanya anggota independen pada komite audit juga dapat menambah kepercayaan
investor terhadap penyajian laporan keuangan dan akan mengurangi kemungkinan
perusahaan dalam kondisi kesulitan keuangan (Nuresa, Ardina dan Hadiprajitno,
Basuki : 2013).
Jika seorang auditor diragukan independensinya maka
kredibilitas auditor tersebut juga akan menurun. Jusup (2014) menjelaskan
pengertian independensi terdiri dari jenis yaitu:
a.
Independensi
dalam penampilan (Independent In Appearance) merupakan sikap yang
menghindari tindakan atau situasi yang dapat menyebabkan pihak ketiga (pihak
yang rasional dan memiliki pengetahuan mengenai semua informasi yang relevan,
termasuk pencegahan yang diterapkan) meragukan integritas, objektivitas, atau
skeptisme professional dari anggota tim assurance, KAP, atau jaringan KAP.
b.
Independensi
dalam pikiran (Independent In Mind) merupakan sikap mental yang
memungkinkan pernyataan pemikiran yang tidak dipengaruhi oleh hal-hal yang
dapat mengganggu pertimbangan professional, yang memungkinkan seorang individu
untuk memiliki integritas dan bertindak secara objektif, serta menerapkan
skeptisme professional.
2.2.7 Kompetensi Komite Audit
Kompetensi merupakan kemampuan ataupun keahlian yang
harus dimiliki oleh seorang auditor serta pemahaman yang memadai mengenai ruang
lingkup pekerjaannya. Menurut Hiro Tugiman (2006) : “Peningkatan kompetensi
internal auditor secara signifikan dilakukan melalui program sertifikasi
profesi, baik sertifikasi tingkat nasional maupun internasional” (Samson : 2017). Kompetensi auditor penting untuk ditingkatkan
untuk menambah kemampuan auditor tersebut dalam menganalisa laporan keuangan
perusahaan.
Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan
pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan
seorang anggota komite audit untuk melaksanakan tugas dengan baik (Anggarini : 2010). Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PER-211/K/JF/2010 tentang standar
kompetensi auditor bahwa kompetensi auditor adalah ukuran kemampuan minimal yang
harus dimiliki auditor yang mencakup aspek pengetahuan (knowledge),
keterampilan/keahlian (skill), dan sikap perilaku (attitude)
untuk dapat melakukan tugas-tugas dalam jabatan fungsional auditor dengan hasil
baik. Hal ini berarti seorang auditor dapat dikatakan kompeten jika telah
memiliki pengetahuan, keahlian serta sikap atau prilaku yang baik agar dapat
mengemban setiap tanggung jawab yang telah ditugaskan.
2.2.8 Frekuensi Pertemuan Komite Audit
Pertemuan komite audit sangat penting bagi keberhasilan
komite audit dalam menjalankan tugasnya. Dalam setiap audit committee charter yang dimiliki oleh
masing-masing anggota, komite audit akan mengadakan pertemuan untuk rapat
secara periodik dan dapat mengadakan rapat tambahan atau rapat-rapat khusus
bila diperlukan (Anggarini : 2010). Komite audit biasanya perlu untuk
mengadakan pertemuan tiga sampai empat kali dalam satu tahun untuk melaksanakan
kewajiban dan tanggungjawabnya.
Berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 55 /POJK.04/2015 tentang pembentukan
dan pedoman kerja komite audit, komite audit mengadakan rapat secara berkala
paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan, rapat Komite Audit tersebut
dapat diselenggarakan apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu per dua)
jumlah anggota dan keputusan rapat komite audit diambil berdasarkan musyawarah
untuk mufakat. Komite audit juga dapat mengadakan pertemuan eksekutif dengan
pihak-pihak luar keanggotaan komite audit yang diundang sesuai dengan keperluan
atau secara periodik. Pihak-pihak luar tersebut antara lain komisaris,
manajemen senior, kepala auditor internal dan kepala auditor eksternal
(Harmawan : 2013). Frekuensi dan isi pertemuan tergantung pada tugas dan
tanggungjawab yang diberikan kepada komite audit. Jumlah pertemuan tersebut
ditentukan berdasarkan ukuran perusahaan dan besarnya tugas yang diberikan
kepada komite audit.
2.3 Financial Distress
Financial
distress (kesulitan keuangan) merupakan tahap penurunan kondisi
keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi,
perusahaan di kategorikan ke financial distress pada tahun pertama
dimana arus kas kurang dari saat ini pada utang jangka panjang yang jatuh tempo
(Bramanti dan Negoro : 2017). Selama arus kas melebihi hutang, perusahaan
memiliki cukup dana untuk membayar kreditur. Kunci utama yang menjadi faktor
dalam mengidentifikasi perusahaan-perusahaan dalam kondisi financial
distress adalah ketidakmampuan mereka untuk memenuhi kewajiban utang jangka
pendek.
Rendahnya efektivitas
yang dimiliki oleh komite audit berdampak pada penurunan kinerja perusahaan.
Penurunan kinerja perusahaan dapat membuat kondisi keuangan perusahaan memburuk
dan mengakibatkan perusahaan mengalami financial distress (Elyanto dan Syafruddin : 2013).
Perusahaan yang mengalami financial distress akan mengalami
ketidakmampuan atau kegagalan dalam membayar utang kepada kreditur, hal ini
yang kemudian dapat mendorong dilakukannya restrukturisasi hutang dengan
kreditur atau institusi keuangan lainnya. Bramanti dan Negoro (2017) menyatakan
bahwa kegunaan informasi jika suatu perusahaan mengalami kondisi financial
distress adalah:
1.
Dapat mempercepat tindakan manajemen
untuk mencegah masalah sebelum terjadinya kebangkrutan;
2.
Pihak manajemen dapat mengambil tindakan
merger atau takeover agar perusahaan lebih mampu untuk membayar hutang
dan mengelola perusahaan dengan lebih baik;
3.
Memberikan tanda peringatan dini adanya
kebangkrutan pada masa yang akan datang.
2.4 Penelitian Terdahulu
Dari beberapa hasil penelitian terdahulu mengenai
pengaruh karakteristik komite audit terhadap financial distress, dapat
dilihat ringkasannya dalam tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1
Ringkasan
Hasil Penelitian Terdahulu
NO
|
PENELITI
|
JUDUL PENELITIAN
|
HASIL PENELITIAN
|
PERBEDAAN PENELITIAN
|
1.
|
Martina Eny Kristanti jurnal Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro Semarang (2012)
|
Pengaruh Karakteristik Komite Audit
Pada Kondisi Financial Distress
Perusahaan
(Studi Pada Perusahaan Manufaktur
Yang Terdaftar Di BursaEfek Indonesia Tahun
2008-2010)
|
Hasil
penelitian ini menunjukkan : 1) ukuran komite audit tidak
memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap probabilitas perusahaan
mengalami financial
distress, 2) independensi komite audit tidak memberikan
pengaruh yang
signifikan terhadap probabilitas perusahaan mengalami financial
distress, 3) frekuensi
rapat komite audit memberikan pengaruh negatif yang
signifikan
terhadap probabilitas perusahaan mengalami financial distress,
perusahaan
yang memiliki frekuensi rapat lebih sering, memiliki probabilitas yang
lebih sedikit
untuk mengalami financial distress, dan 4) keahlian keuangan
anggota komite
audit tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
probabilitas
perusahaan mengalami financial distress.
|
Variabel
penelitian: penelitian ini menambah pengetahuan jumlah komisaris independen
komite
audit, frekuensi rapat komite audit, dan keahlian keuangan anggota komite audit Subjek penelitian: penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia di Indonesia
2008-2011
. Alat analisis financial
distress:
penelitian
ini menggunakan analisis z-score
|
2
|
Agatha Galuh Pembayun, Indira Januarti Jurnal
Akuntansi Diponogoro (2012)
|
Pengaruh Karakteristik Komite Audit Terhadap Financial Distress ( Studi Perusahaan Publik Di Bursa Efek
Indonesia Pada Priode 2007- 2010)
|
Hasil
penelitian ini menunjukkan : 1). Hasil pengujian regresi logistik menunjukkan
bahwa variabel ukuran Komite Audit (ACSIZE) berpengaruh negatif terhadap financial distress.
2). Hasil
pengujian regresi logistik menunjukkan bahwa variabel Komite Audit independen
(ACIND) tidak berpengaruh negatif terhadap financial distress.
3). Hasil
pengujian regresi logistik menunjukkan bahwa variabel Pertemuan Komite Audit
(ACMEET) tidak berpengaruh negatif terhadap financial distress.
4). Hasil
pengujian regresi logistik menunjukkan bahwa variabel kompetensi komite audit
(ACCOMP) berpengaruh negatif terhadap financial
distress.
|
Subjek penelitian: penelitian ini dilakukan pada perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia di Indonesia
2007-2010
Alat analisis financial
distress:
penelitian ini menggunakan analisis z-score.
|
1111111
11
|
Ardina
Nuresa, Basuki Hadiprajio
Jurnal Akuntansi semarang
(2013)
|
Pengaruh Karakteristik Komite
Audit Terhadap
Financial Distress (Studi Empiris Pada perusahaan manufaktur di Bursa
Efek Indonesia periode 2008-2011)
|
Hasilnya menunjukkan bahwa frekuensi komite audit dan pengetahuan keuangan audit
komite berpengaruh negatif
signifikan dengan financial distress.
|
Variabel penelitian: penelitian ini menambah pengetahuan keuangan audit sebagai variabel independen. Subjek penelitian: penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia di Indonesia 2008-2011
. Alat analisis financial
distress:
penelitian ini menggunakan
analisis z-score
|
Ni Wayan Krisnayanti Arwinda Putri1 &
Ni
Kt. Lely A. Merkusiwati
Jurnal Akuntansi Universitas Udayana (2014)
|
Pengaruh Karakteristik Komite
Audit Terhadap Financial Distress
(Studi Empiris
Pada perusahaan
manufaktur di Bursa Efek
Indonesia periode 2009-2012)
|
Ukuran
Perusahaan Memiliki Pengaruh
Negatif Dan
Signifikan Pada Financial Distress. Sedangkan Mekanisme Corporate
Governance,
Likuiditas Dan Leverage Tidak
Memiliki Pengaruh Signifikan Pada financial distress.
|
Variabel penelitian: penelitian
ini menambah corporate governance, likuiditas, leverage,
variabel independen. Subjek penelitian: penelitian ini dilakukan pada
perusahaan manufaktur tahun 2009-2012. Alat analisis financial distress: terdahulu
menggunakan
metode Metode purposive sampling
digunakan sebagai metode
penentuan sampel.
|
|
I
Gusti Agung Ayu Pritha Cinantya &
Ni
Ketut Lely Aryani Merkusiwati Jurnal Akuntansi Universitas Udayana (2015)
|
Pengaruh Corporate Governance, Financial
Indicators, Dan Ukuran Perusahaan Pada Financial Distress
(Studi
Kasus
Pada
Perusahaan Property & Real Estate Terbesar Di Indonesia Yaitu PT
Bakrieland Development, Tbk)
|
Hasil
analisis ditemukan bahwa kepemilikan institusional dan likuiditas berpengaruh
pada financial distress. Sedangkan kepemilikan manajerial, proporsi
komisaris independen, jumlah dewan direksi, leverage dan ukuran
perusahaan tidak berpengaruh pada kesulitan keuangan.
|
Variabel penelitian: penelitian ini menambah Pengaruh Corporate Governance, Financial Indicators variabel independen. Subjek penelitian: penelitian ini dilakukan pada perusahaan Property & Real Estate Terbesar Di Indonesia Yaitu PT Bakrieland Development, Tbk yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia di Indonesia
. Alat analisis financial
distress:
penelitian
ini menggunakan analisis z-score
|
|
6
|
Febri
Masak & Suzy Noviyanti Jurnal Akuntansi Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga (2019)
|
Pengaruh Karateristik Komite Audit Terhadap Funancial Distress (Studi Kasus
Perusahaan Property Dan Real Estate Tahun 2017)
|
Hasil penelitian
ini menunjukkan : 1) ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap
financial
distress,
2)
independensi komite audit tidak berpengaruh terhadap
financial
distress,
3) frekuensi
rapat komite audit tidak berpengaruh negatif yang
terhadap financial
distress,
4) jumlah
keahlian keuangan tidak berpengaruh terhadap kondisi
financial
distress.
|
Variabel penelitian:
penelitian ini menambah jumlah keahlian keuangan, tahun penelitian di jurnal
ini 2017. Alat analisis financial distress:
penelitian ini menggunakan analisis z-score.
|
2.5 Hubungan Antar Variabel
Financial distress dipengaruhi
oleh beberapa variabel. Dalam penelitian ini variabel independen yang digunakan
adalah karakteristik komite audit yang terdiri dari ukuran komite audit,
independensi komite audit, frekuensi komite audit dan kompetensi komite audit
yang mempengaruhi financial distress yang merupakan variabel
dependennya.
2.5.1 Hubungan Ukuran Komite Audit terhadap Financial
Distress
Komite audit yang efektif sangat
dibutuhkan dalam pengendalian dan pemantauan atas kegiatan pengelolaan
perusahaan, maka dari itu komite audit harus memiliki anggota yang cukup untuk
melaksanakan tanggung jawab. Dalam pedoman pembentukan
komite audit yang efektif merekomendasikan agar anggota komite audit terdiri dari
dari paling sedikit tiga orang anggota dan diketuai oleh komisaris independen
perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen terhadap perusahaan serta
menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan. Jumlah anggota
komite audit yang harus lebih dari satu orang ini dimaksudkan agar komite audit
dapat mengadakan pertemuan dan bertukar pendapat satu sama lain. Hal ini
dikarenakan masing-masing anggota komite
audit memiliki pengalaman tata kelola perusahaan dan pengetahuan keuangan yang
berbeda-beda (Harmawan : 2013).
Komite audit harus mampu menganalisa laporan keuangan perusahaan dan memahami permasalahan yang dihdapi perusahaan sehingga bisa memberikan masukan kepada dewan mengenai masalah tersebut. Oleh karna itu banyaknya jumlah anggota
komite audit yang ada akan mempermudah anggota komite
audit saling bertukar pikiran mengenai permasalahan yang dihadapi sehingga
hal-hal buruk yang akan atau yang sedang terjadi dapat dipecahkan. Hal ini
senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Pembayun (2012) berhasil
membuktikan bahwa ukuran komite audit berpengaruh terhadap financial
distress,
sedangkan penelitian yang
dilakukan Alimuddin (2012) menyatakan bahwa ukuran komite audit tidak berpengaruh signifikan
terhadap financial distress.
2.5.2 Hubungan Independensi Komite Audit terhadap Financial
Distress
Pedoman pembentukan komite audit yang
efektif menjelaskan anggota komite audit harus diangkat dari anggota dewan
komisaris yang tidak melaksanakan tugas-tugas eksekutif dan mayoritas harus
independen. Anggota komite audit dipersyaratkan berasal dari pihak ekstern
perusahaan yang independen, harus terdiri dari individu-individu yang
independen dan tidak terlibat dengan tugas sehari-hari dari manajemen yang
mengelola perusahaan, serta memiliki pengalaman untuk melaksanakan fungsi
pengawasan secara efektif. Kehadiran komite audit yang independen akan
meningkatkan reputasi komite audit yang independen, objektif dan mampu
memberikan kritik maupun saran yang membangun.
Anggota komite audit
independen dapat dikatakan sebagai pengawas yang baik karena dianggap lebih
objektif dan kritis dalam hubungannya dengan kebijakan yang dibuat oleh
manajemen. Di samping itu, anggota independen memiliki kepentingan untuk
meningkatkan reputasi sebagai pengawas yang baik. Oleh karena itu, anggota
independen akan mengurangi terjadinya financial distress. Hal ini
didukung oleh penelitian Alimuddin (2012) yang mengatakan bahwa independensi
komite audit perpengaruh terhadap financial distress, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Pembayun (2012) yang
mengatakan bahwa independensi komite audit tidak berpengaruh terhadap financial
distress.
2.5.3 Hubungan Kompetensi Komite Audit terhadap Financial
Distress
Keahlian keuangan merupakan kemampuan yang
harus dimiliki oleh Komite Audit yang disyaratkan oleh BAPEPAM. Pengetahuan
dalam akuntansi dan keuangan juga memberikan dasar yang baik bagi anggota
komite audit untuk memeriksa dan menganalisis informasi keuangan. Latar
pendidikan komite audit mengindikasikan seorang komite audit akan melaksanakan
perannya dengan baik. Oleh karena itu, kompetensi menjadi syarat utama bagi
komite audit.
Pedoman corporate governance menyatakan
bahwa anggota komite audit harus memiliki suatu keseimbangan keterampilan dan
pengalaman dengan latar belakang usaha yang luas. Setidaknya satu komite audit
harus pula mempunyai pengertian yang baik tentang pelaporan keuangan.
Keberadaan personal yang memenuhi syarat sebagai anggota komite audit
diharapkan dapat mengadopsi standar akuntabilitas dan tingkat prestasi yang
tinggi, dapat menyediakan bantuan dalam peran mengontrol dan pengawasan, dan
berusaha keras untuk citra dan kinerja perusahaan yang lebih baik sehingga
komite audit dengan kompetensi yang baik dapat mengurangi jumlah perusahaan yang
mengalami kesulitan keuangan Anggarini (2010).
Hal serupa juga dibuktikan dengan penelitian Pembayun (2012) yang mengatakan
bahwa kompetensi komite audit berpengaruh terhadap financial distress,
sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Samson (2017) yang mengatakan bahwa
kompetensi komite audit tidak berpengaruh terhadap financial distress.
2.5.4 Hubungan Frekuensi Pertemuan Komite Audit terhadap Financial
Distress
Forum for Corporate Governance in
Indonesia (FCGI) mewajibkan
komite audit untuk melakukan pertemuan tiga sampai
empat kali dalam setahun. Pertemuan tersebut haruslah terstruktur, jelas dan
terkendali oleh ketua komite audit. Pertemuan komite audit diperlukan agar
semakin baiknya fungsi pengawasan yang dijalankan. Pertemuan yang rutin tersebut
akan membantu komite audit dalam memeriksa bagian akuntansi perusahaan maupun
sistem pengendalian internalnya. Pembayun (2012), mengungkapkan bahwa komite
audit yang menyelenggarakan frekuensi pertemuan yang lebih sering memberikan
mekanisme pengawasan dan pemantauan kegiatan keuangan yang lebih efektif,
meliputi persiapan dan pelaporan informasi keuangan perusahaan.
Pertemuan
komite audit yang dilakukan secara periodik dapat mencegah dan mengurangi
kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pembuatan keputusan oleh manajemen
karena aktivitas pengendalian internal perusahaan dilakukan secara terus
menerus dan terstruktur sehingga setiap permasalahan dapat cepat terdeteksi dan
diselesaikan dengan baik oleh manajemen. Hal ini sesuai dengan penelitian Alimuddin
(2012) mengatakan bahwa frekuensi
pertemuan audit berpengaruh terhadap financial distress, sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Samson
(2017) mengatakan frekuensi pertemuan audit tidak berpengaruh terhadap
financial distress.
Dari hubungan antar variabel
yang telah dikemukakan diatas maka dapat dibuat hubungan untuk menjelaskan
pengaruh karakteristik komite audit terhadap financial distress pada
perusahaan sektor property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2018, sebagaimana gambar 2.1 berikut ini:
Gambar 2.1
Kerangka Penelitian
|
||||
|
|||||||||
|
|||||||||
|
|
||||||||
2.6 Model Penelitian
Berdasarkan hubungan antar variabel di atas, maka model penelitian disajikan
dalam bagan berikut ini:
Gambar 2.2
|
|
|
|
|
Keterangan
:
Pengaruh secara parsial
|
|
Pengaruh secara simultan
|
Kesimpulan dan Saran
2.7 Hipotesis
Kesimpulan dan Saran
|
Hipotesis merupakan jawaban sementara rumusan
penelitian. Dikarenakan jawaban sementara karena jawaban yang diberikan baru didasari oleh
teori yang relevan, belum didasarkan pada faktor-faktor empiris yang diperoleh
melalui pengumpulan data (Sugiono
:
2010).
Bukti empiris financial
distress dipengaruhi oleh ukuran komite audit, independensi komite audit,
Efektifitas komite audit dan kompetensi komite audit pada Perusahaan Sektor Property dan Real
Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018 untuk mendapatkannya, maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1 Ukuran Komite Audit, Independensi
Komite Audit, Kompetensi Komite Audit, dan Frekuensi Pertemuan Komite Audit secara
simultan berpengaruh terhadap Financial Distress pada Perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018
H2 Ukuran Komite Audit berpengaruh terhadap Financial
Distress pada Perusahaan Sektor Property dan Real
Estate yang
terdaftar di BEI tahun 2015-2018
H3 Independensi Komite Audit berpengaruh
terhadap Financial Distress pada Perusahaan Sektor
Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018
H4 Kompetensi Komite Audit berpengaruh
terhadap Financial Distress pada Perusahaan Sektor
Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018
H5 Frekuensi Pertemuan Komite Audit
berpengaruh terhadap Financial Distress pada Perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang
dipakai dalam penelitian ini adalah jenis kuantitatif yang menghasilkan
penemuan-penemuan yang dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan
prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran) (Sujarweni : 2015). Bertujuan untuk melihat
sejauh mana hubungan antar suatu variabel dengan variabel lainnya. Didalam
penelitian ini peneliti mencari pengaruh karakteristik komite audit yang
terdiri dari ukuran komite audit, independensi komite audit, kompetensi komite
audit dan Frekuensi Pertemuan komite audit terhadap financial distress pada
perusahaan industri Sektor Property dan Real
Estate yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018.
3.2 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data sekunder, yaitu jenis data penelitian yang diperoleh dari sumber yang
sudah ada dan tidak perlu dikumpulkan sendiri oleh peneliti (Sujarweni : 2015). Data yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan data sekunder yang terdiri dari:
1.
Data keuangan
untuk menghitung z-score diambil dari laporan keuangan auditan
perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018.
2.
Data untuk melihat
karakteristik komite audit diperoleh dari
laporan tahunan perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2015-2018.
3.3 Objek Penelitian
Objek penelitian
menjadi sangat penting dalam sebuah penelitian, hal ini berhubungan dengan
judul penelitian dan data yang diperlukan, jika penentuan objek penelitian
ternyata tidak mendukung judul dan data penelitian, tentu saja mempengaruhi
hasil penelitian tersebut (Sunyoto
:
2016). Objek penelitian ini adalah variabel-variabel yang akan diuji yaitu
variabel independen atau bebas dan variabel dependen atau terikat. Subjek dalam
penelitian ini perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015 Sampai dengan rahun 2018.
3.4 Populasi,
Sampel Penelitian dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi yang digunakan
dalam penelitan ini adalah perusahaan Sektor Property dan Real Estate terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2015 sampai dengan 2018. Data tersebut digunakan sebagai
pedoman penentuan apakah perusahaan mengalami financial distress ataukah
tidak. Periode penelitian ini dilakukan sampai dengan periode tahun 2018 disebabkan data ini merupakan data
terbaru yang tersedia selama penelitian dilakukan.
Penentuan jumlah sampel yang digunakan dalam
penelitian ini didasarkan pada metode purposive sampling, yaitu teknik
pengambilan sampel dengan pertimbangan dan kriteria tertentu yang disesuaikan
dengan tujuan penelitian. Adapun kriteria pemilihan sampel yang akan diteliti
adalah sebagai berikut:
1.
Perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2018.
2.
Perusahaan
mempublikasikan laporan tahunan lengkap selama periode 2015 – 2018.
3.
Perusahaan
menyajikan data secara lengkap selama periode penelitian tahun 2015 - 2018 berkaitan
dengan variabel yang diteliti, yaitu data komite audit dan financial
distress yang diukur dengan menggunakan altman z-score.
Proses purposive sampling dalam
penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini :
Tabel 3.1
NO
|
Proses Purposive
Sampling Penelitian Purposive Sampling
|
Jumlah
|
|
1.
2.
3.
|
Perusahaan
Sektor Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak
tahun 2015- 2018.
Dikurangi
perusahaan yang tidak mempublikasikan laporan tahunan berturut-turut 2015 – 2018.
Dikurangi
perusahaan yang tidak menyajikan data secara lengkap selama periode
penelitian tahun 2015-2018
|
59
(14)
(10)
|
|
Jumlah
|
35
|
||
Pengamatan
data selama 4 tahun
(2015 - 2018)
|
140
|
||
Berdasarkan kriteria yang ditetapkan diperoleh sampel sebanyak 35
perusahaan.
perusahaan
yang dapat dijadikan sampel dalam penelitian ini seperti yang ditampilkan pada
tabel 3.2 berikut ini:
Tabel 3.2
Sampel
Penelitian
No
|
Kode
|
Nama
Perusahaan
|
1.
|
APLN
|
Agung Podomoro Land Tbk
|
2.
|
BAPA
|
Bekasi Asri Pemula Tbk
|
3.
|
BEST
|
Bekasi Fajar Industrial Estte Tbk
|
4.
|
BIKA
|
Binakarya Jaya Abadi Tbk
|
5.
|
BKSL
|
Sentul City Tbk
|
6.
|
BSDE
|
Bumi Serpong Damai Tbk
|
7.
|
COWL
|
Cowell Development Tbk
|
8.
|
CTRA
|
Ciputra Development Tbk
|
9.
|
DART
|
Duta Anggada Reality Tbk
|
10.
|
DILD
|
Intiland Development Tbk
|
11.
|
DMAS
|
Puradelta Lestari Tbk
|
12.
|
DUTI
|
Duta Pertiwi Tbk
|
13.
|
FMII
|
Fortune Mate Indonesia Tbk
|
14.
|
GAMA
|
Gading Development Tbk
|
15.
|
GMTD
|
Goa Makasar Tourism Development Tbk
|
16.
|
GWSA
|
Greenwood Sejahtera Tbk
|
17.
|
JRPT
|
Jaya Real Property Tbk
|
18.
|
KIJA
|
Kawasan Industri Jababeka Tbk
|
19.
|
LCGP
|
Eureka Prima Jakarta Tbk
|
20.
|
LPKR
|
Loppo Karawaci Tbk
|
21.
|
MDLN
|
Modernland Reality Tbk
|
22.
|
MMLP
|
Mega Manunggal Property Tbk
|
23.
|
MTLA
|
Metropolitan Land Tbk
|
24.
|
MTSM
|
Metro Reality Tbk
|
25.
|
GPRA
|
Perdana Gapura Prima Tbk
|
26.
|
OMRE
|
Indonesia Prima Property Tbk
|
27.
|
PPRO
|
Pp Properti Tbk
|
28.
|
PLIN
|
Plaza Indonesia Reality Tbk
|
29.
|
PWON
|
Pakuwon Jati Tbk
|
30.
|
RDTX
|
Roda Vivatex Tbk
|
31.
|
RODA
|
Pikko Land Development Tbk
|
32.
|
SCBD
|
Dadanayasa Arthatama Tbk
|
33.
|
SMDM
|
Suryamas Dutamakmur Tbk
|
34.
|
SMRA
|
Summarecon Agung Tbk
|
35.
|
TARA
|
Sitara Propertindo Tbk
|
3.5 Operasionalisasi Variabel
Variabel
adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang
mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
ditarik kesimpulannya. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen).
3.5.1 Variabel Independen
Variabel ini, sering
disebut variabel stimulus, prediktor, antecedent. Dalam bahasa Indonesia
sering disebut variabel bebas. Variabel independen bebas adalah variabel yang
nilainya tidak tergantung oleh variabel lain (Sunyoto : 2016). Variabel independen dalam
penelitian ini adalah ukuran komite audit, independensi komite audit, frekuensi
pertemuan komite audit, kompetensi komite audit dan masa jabatan komite audit.
a.
Ukuran Komite Audit (X1)
Komite audit pada
perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia paling sedikit terdiri dari
3 (tiga) orang anggota yang berasal dari Komisaris Independen dan Pihak dari
luar Emiten atau Perusahaan Publik, hal itu berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 55 /POJK.04/2015. Variabel ukuran komite audit dalam penelitian
ini diukur dengan jumlah anggota di dalam komite audit.
Selanjutnya dalam penelitian ini variabel
ukuran komite audit akan dinamakan ACSIZE.
b.
Independensi Komite Audit (X2)
Komite audit independen
adalah jumlah komite audit yang berasal dari luar perusahaan. Komite audit
terdiri dari sekurang-kurangnya satu orang komisaris independen dan
sekurang-kurangnya dua orang anggota lainnya berasal dari luar perusahaan.
Anggota komite audit dipersyaratkan berasal dari pihak yang tidak terlibat
dengan tugas sehari-hari dari manajemen yang mengelola perusahaan dan memiliki
pengalaman.
Selanjutnya dalam
penelitian ini, variabel Independensi Komite Audit dinamakan ACINDP
c.
Kompetensi Komite
Audit (X3)
Anggota komite audit
disyaratkan memiliki kemampuan dan pengetahuan dibidang akuntansi dan keuangan.
Kompetensi anggota komite audit penelitian ini menggunakan variabel dummy. Pemberian
kode pada variabel ini adalah 1 (satu) jika minimal salah satu anggota komite
audit adalah seseorang yang memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman
di bidang keuangan, dan 0 (nol) jika tidak terdapat satu pun anggota komite
audit yang memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman di bidang
keuangan.
Selanjutnya dalam penelitian ini, variabel
Efektifitas komite audit akan dinamakan ACKNOW.
d.
Frekuensi
Pertemuan KomiteAudit (X4)
Komite Audit mengadakan
rapat secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan, hal ini
berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55 /POJK.04/2015. Frekuensi
pertemuan komite audit diperoleh
dari jumlah pertemuan komite audit dalam satu tahun.
Selanjutnya dalam
penelitian ini variabel frekuensi pertemuan komite audit akan dinamakan ACMEET.
3.5.2 Variabel Dependen
Variabel ini sering disebut variabel output,
kriteria, konsekuen, dan dalam bahasa Indonesia sering disebut variabel
terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang besar kecilnya tergantung
pada nilai variabel bebas (Sujarweni : 2015).
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Financial Distress.
a.
Financial
Distress (Y)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah financial
distress. Penelitian ini mendefinisikan perusahaan yang mengalami financial
distress dengan mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh (Pudjiono
(2009) yaitu menggunakan analisis diskriminan model Altman (z-score).
Tabel
3.3
` Operasional
Variabel
No
|
Variabel
Penelitian
|
Definisi
|
Indikator Pengukuran
|
Skala
Pengukuran
|
1.
|
Ukuran Komite Audit (X1)
|
Ukuran komite audit merupakan
jumlah atau banyaknya anggota komite audit yang terdapat dalam suatu perusahaan. Bramanti dan Negoro, (2017)
|
Σ Anggota Komite Audit
|
Rasio
|
2.
|
Independensi Komite Audit
(X2)
|
Independeni komite audit
mengacu pada rasio komite audit yang independen dan non-independe. Bramanti dan Negoro (2017)
|
Rasio
|
|
3.
|
Kompetensi Komite Audit (X3)
|
Kompetensi merupakan
profesional yang mempunyai latar belakang
Pendidikan
dan berpengalaman dalam bidang akuntansi dan auditing. Samson,
(2017)
|
1
jika perusahaan memiliki anggota komite audit kompeten dan 0 jika tidak ada
|
Nominal
|
4.
|
Frekuensi pertemuan komite
audit (X4)
|
Pertemuan
komite audit adalah frekuensi pertemuan komite audit Harmawan (2013)
|
∑ Pertemuan anggota komite audit
|
Rasio
|
6.
|
Financial Distress (Y)
|
Financial Distress merupakan kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan
tidak sehat atau krisis. Wulandari (2011)
|
1
jika perusahaan mengalami financial distress dan 0 jika perusahaan
tidak mengalami financial distress
|
Nominal
|
3.6 Teknik Analisis Data
3.6.1 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan
kegiatan setelah data dari seluruh responden terkumpul.
3.6.2 Statistik Deskriptif
Kuantitatif menggunakan statistik. Dalam
penelitian ini jenis statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif dan
statistik induktif (uji hipotesis). Menurut
Sugiyono (2010) statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah
terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku
untuk umum atau generalisasi. Statistik deskriptif dapat digunakan bila
peneliti hanya ingin mendeskripsikan data sampel. Termasuk dalam statistik
deskriptif antara lain adalah penyajian data melalui tabel, grafik, diagram
lingkaran, pictogram, perhitungan modus, median, mean (pengukuran tendensi
sentral), perhitungan desil, persentil, perhitungan penyebaran data melalui
perhitungan rata-rata dan standar deviasi, perhitungan persentase.
3.6.3 Analisis Regresi Logistik
Pengukuran yang digunakan dalam penelitian
ini adalah mean, standar deviasi, maksimum, dan minimum. Mean digunakan
untuk mengetahui rata-rata data yang bersangkutan. Standar deviasi digunakan
untuk mengetahui seberapa besar data yang bersangkutan bervariasi dari
rata-rata. Maksimum digunakan untuk mengetahui jumlah terbesar data yang
bersangkutan. Minimum digunakan untuk mengetahui jumlah terkecil data yang
bersangkutan.
Hipotesis dalam penelitian ini diuji
dengan menggunakan analisis regresi logistik karena variabel dependen diukur
dengan menggunakan variabel dummy, sehingga peneliti memilih menggunakan alat
uji tersebut untuk mengetahui pengaruh dari variabel independen terhadap
variabel dependen. Regresi logistik adalah regresi yang digunakan untuk menguji
apakah probabilitas terjadinya variabel dependen dapat diprediksi dengan
variabel independen. Pada teknik analisis regresi logistik tidak memerlukan
lagi uji normalitas dan uji asumsi klasik pada variabel bebasnya Ghozali (2016).
3.6.3.1 Menilai
Kelayakan Model Regresi
A. Menilai Model Fit (Overall Model Fit
Test)
Uji ini digunakan untuk menilai model yang telah
dihipotesiskan telah fit atau tidak dengan data. Pengujian dilakukan pada model
sebelum dimasukkan variabel independen (Block 0) dan model setelah
dimasukkan variabel independen (Block 1). Hipotesis untuk menilai model
fit adalah:
H0 : Model yang dihipotesiskan fit dengan data
HA : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data
Model yang baik adalah model yang fit dengan data,
sehingga H0 harus diterima. Statistik yang digunakan berdasarkan Likelihood.
Likelihood L dari model adalah probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan
menggambarkan data input. Untuk menguji hipotesis nol dan alternatif, L
ditransformasikan menjadi -2 LogL.
Setelah pengujian pada Block 0 dan Block 1,
kelayakan model regresi juga dinilai dengan menggunakan Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Model ini untuk menguji hipotesis nol
bahwa data empiris sesuai dengan model
(tidak ada perbedaaan antara model dengan data
sehingga model dapat dikatakan fit). Adapun hasilnya Ghozali (2011)
I.
Jika nilai
statistik Hosmer and Lemeshow’s goodness of Fit Test sama dengan atau
kurang dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak. Hal ini berarti ada perbedaan
signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga Goodness fit
model tidak baik karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya.
II.
Jika nilai
statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih besar dari
0,05, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model mampu
memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan bahwa model dapat diterima
karena sesuai dengan data observasinya
3.6.3.2 Persamaan
Regresi Logistik
Model regresi logistik yang digunakan untuk menguji
hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:
= β0 + β1 ACSIZEi + β2%
ACINDPi + β3 ACEFECTIVEi + β4ACKNOWi+ β5% ACTENUREi + εi
Keterangan
|
|
β0
|
Konstanta
|
ACSIZE
|
Audit
committee size atau
jumlah seluruh anggota komite.
|
ACINDP
|
Independence
of audit committee atau proporsi
anggota yang independen di dalam komite audit terhadap jumlah seluruh anggota
komite audit.
|
ACEFFECTIVE
|
Effective of
audit committee atau efektifitas
anggota komite audit
|
ACKNOW
|
Financial
Knowledge of audit committee atau
pengetahuan keuangan yang dimiliki oleh anggota komite audit. Nilai 1 (satu)
jika terdapat minimal satu anggota komite audit yang memiliki kemampuan dan
pengalaman di bidang akuntansi dan keuangan, dan 0 (nol) untuk lainnya.
|
ACTENURE
|
Audit
Committee Tenure atau masa jabatan
komite audit yang
menjabat
selama dua periode terhadap jumlah komite audit.
|
Ei
|
Disturbance
error.
|
3.6.1 Pengujian Hipotesis
3.6.4.1 Uji
Omnibus (Uji Simultan)
Uji ini digunakan untuk menilai model yang telah
dihipotesiskan telah fit atau tidak dengan data. Uji ini juga dapat menjawab
rumusan masalah nomor 1 dimana variabel independen dihipotesiskan berpengaruh
secara simultan terhadap variabel dependen. Hipotesis untuk menilai model fit
adalah:
H0 : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data
H1 : Model yang dihipotesiskan fit dengan data
Dari hipotesis ini, agar model fit dengan data maka H0
harus diterima. Statistik yang digunakan berdasarkan Likelihood. Likelihood
L dari model adalah probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan
menggambarkan data input. Untuk menguji hipotesis nol dan alternatif, L
ditransformasikan menjadi -2 LogL. Output SPSS memberikan dua nilai -2 LogL
yaitu satu untuk model yang hanya
memasukkan konstanta saja dan satu model dengan
konstanta serta tambahan bebas. Adanya pengurangan nilai antara -2LogL awal
dengan nilai -2LogL pada langkah berikutnya menunjukkan bahwa model yang
dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali, 2016). Log Likelihood pada
regresi logistik mirip dengan pengertian “Sum of Square Error” pada
model regresi, sehingga penurunan model Log Likelihood menunjukkan model
regresi yang semakin baik. Kriteri pengujian sebagai berikut:
1.
Chi Square hitung >Chi Square tabel atau sig. < 0,05
(α = 5%), maka H1 diterima.
2.
Chi Square hitung <Chi Square tabel atau sig. > 0,05
(α = 5%), maka H0 diterima.
3.6.4.2 Uji
Wald (Uji Parsial)
Uji ini juga dapat menjawab rumusan masalah nomor 2 -
6 dimana variabel independen dihipotesiskan berpengaruh secara parsial terhadap
variabel dependen. Hipotesis yang dirumuskan adalah:
H0 : Variabel independen tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen.
Ha : Variabel independen berpengaruh terhadap variabel
dependen.
Kriteri pengujian sebagai berikut:
1.
Wald hitung > Chi Square tabel atau sig.
< 0,05 (α = 5%), maka H1 diterima.
2.
Wald hitung < Chi Square tabel atau sig.
> 0,05 (α = 5%), maka H0 diterima.
3.6.4.3 Koefisien
Determinasi
Koefisien determinasi (R2) merupakan pengujian untuk
mengukur seberapa jauh kemampuan variabel independen dalam menerangkan variabel
dependen Ghozali (2016). Nilai R2 berkisar antara
0 sampai 1. Bila nilai R2 kecil berarti kemampuan variabel independen dalam
menjelaskan variabel dependen sangat terbatas. Sedangkan jika R2 mendekati 1
berarti variabel independen dapat memberikan hampir semua informasi yang
diperlukan untuk memprediksi variabel dependen. Pada regresi logistik terdapat
nilai Cox & Snell R Square dan Nagelkerke R Square.
Nilai-nilai tersebut disebut juga dengan Pseudo R-Square atau jika pada
regresi linear (OLS) lebih dikenal dengan istilah R-Square. Nilai Cox
& Snell R Square merupakan ukuran yang mencoba meniru ukuran R2 pada multiple
regression yang didasarkan pada teknik estimasi likelihood dengan
nilai maksimum kurang dari 1 (satu) sehingga sulit diinterpretasikan. Nagelkerke
R Square merupakan modifikasi dari koefisien Cox & Snell R Square untuk
memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0 (nol) sampai 1 (satu). Ghozali (2016).
Kriteria penafsiran koefisien korelasi sebagai
berikut:
Tabel 3.4
Kriteria Penafsiran Indeks Korelasi
No.
|
Indeks
|
Korelasi Keeratan
|
|
1.
|
0,00-0,20
|
Sangat lemah
|
|
2.
|
0,21-0,40
|
Lemah
|
|
3.
|
0,41-0,70
|
Kuat
|
|
4.
|
0,71-0.90
|
Sangat kuat
|
|
5.
|
0,91-0,99
|
Sangat kuat sekali
|
|
6.
|
1
|
Sempurna
|
|
Sumber
: Ghozali (2016)
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno. 2012. Auditing Petunjuk
Praktis Pemeriksaan Akuntan Oleh Akuntan
Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Alimuddin, Rieka Sartika HS. 2012. Pengaruh
Karakteristik Komite Audit Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Property
dan Real Estate Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2007-2011. Skripsi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin. Makassar.
Anggraini, Tivani Vota. 2010. Pengaruh Karateristik Komite Audit Terhadap
Financial Distress Padaperusahaan Property Dan Real Estate Yang Terdaftar Di
Bursa Efek Indonesia 2007-2011. Jurnal Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan
Bisnis Universitas Hasanuddin. Makasar.
Ardina, Basuki. 2013. Pengaruh Efektivitas Komite Audit Terhadap Financial Distress. Jurnal Volume 2, Nomor 2,
Halaman 1-10. Semarang.
Arwinda Putri, Ni Wayan Krisnayanti & A. Merkusiwati, Ni Kt. Lely. 2014. Pengaruh Mekanisme Corporate
Governance, Likuiditas, Leverage, Dan Ukuran Perusahaan Pada Financial Distress.Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana.
Bramanti, Haziro, A.L, dan Negoro. N.P. 2017.
Pengaruh Karateristik Komite Audit
Terhadap Financial Distress Perbankan Indonesia. Jurnal sains dan seni
volume 6 nomor 1. Institut teknologi sepuluh november . surabaya.
Dwiyanti, Ririn. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketepatan Waktu Pelaporan
Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.
Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang.
Elyanto, Alvin Agus., dan Syafruddin
Muchamad. 2013. Analisis Pengaruh
Karakteristik Komite Audit terhadap Financial Distress. Jurnal Akuntansi Volume
2 Nomor 2. Universitas Diponegoro. Semarang.
FCGI. (2002). Tata Kelola
Perusahaan (CG); The Essence Of Good Corporate Governance; Konsep Dan
Implementasi Perusahaan Publik Dan Korporasi Indonesia. Yayasan Pendidikan
Pasar Modal Industri & Sinergy Communication. Jakarta.
Ghozali,
Imam.2016. Aplikasi Analisis Multivartate Dengan Program IBMSPSS 23. Semarang Badan Universitas Diponogoro.
Harmawan, Dhika. 2013. Pengaruh Karakteristik Komite Audit, Ukuran Dewan, dan Struktur
Kepemilikan Terhadap Financial Distress. Skripsi Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Hery. 2017. Analisis Laporan
Keuangan. Jakarta : Pt. Grasindo.
Hidayat, Muhammad
Arif, Dan Wahyu Meiranto. 2017. Prediksi Financial Distress Perbankan Indonesia. Jurnal Akuntansi
Volume 3 Nomor 3. Universitas Diponogoro. Semarang.
I Gusti, Ni Ketut.
2015.Pengaruh Corporate Governance, Financial Indicators, Dan
Ukuran Perusahaan Pada Financial Distress. Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana.
Jusup, AL Haryono. 2014. Auditing
(Pengauditan Berbasis ISA). Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu
YKPN.
Kristanti, Martina Eny. 2012. Pengaruh
Karakteristik Komite Audit Pada Kondisi Financial Distress Perusahaan. Jurnal
Akuntansi Diponegoro Semarang.
Masak, Febri, dan
Suzy Noviyanti. 2019. Pengaruh
Karateristik Komite Audit Terhadap Financial Distress. Jurnal Akuntansi
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Mulyadi. 2013. Auditing . Jakarta: Salemba Empat.
Nailufar, Fanny, Sufitrayati., dan
Badaruddin 2018. Pengaruh Laba dan Arus
Kas Terhadap Kondisi Financial Distress Pada Perusahaan Non Bank Yang Terdaftar
Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Penelitian Ekonomi Akuntansi (Jensi), Vol.
2, No. 2. Banda Aceh
Pembayun, Agatha Galuh, Dan Indira Januarti.
2012. Pengaruh Karateristik Komite Audit
Dan Perusahaan Terhadap Kecurangan Pelaporan Keuangan. Jurnal Akuntansi Dan
Auditing Volume 1 No 1. Universitas Diponegoro. Semarang.
Prasetyo, Andrian Budi, 2014 Pengaruh Karateristik
Komite Audit Dan Perusahaan Terhadap Kecurangan Pelaporan Keuangan. Jurnal
Akuntansi Dan Auding Volume 11 Nomor 1 . Universitas Diponegoro.
Pudjiono, A. (2009). Prediksi Corporate Financial Distress Yang Terjadi Pada Perusahaan Go
Public Di Indonesia Dengan Menggunakan Analisis Diskriminan Model Altman
(Z-Score). Skripsi Universitas Airlangga. Surabaya.
Rahmawati, Melisa., dan Marsono. 2014. Analisis Pengaruh Karakteristik Komite Audit
terhadap Financial Distress. Jurnal Akuntansi Volume 3 Nomor 3 Universitas
Diponegoro. Semarang.
Revitasari, Febrianti Tri., Nurdin., dan
Azib. 2017. Pengaruh Karakteristik Komite
Audit terhadap Financial Distress. Jurnal Manajemen Volume 3 Nomor 1.
Universitas Islam Bandung.
Samson, Muhammad Zuhdi. 2017. Pengaruh Karateristik Komite Audit Terhadap Kondisi Finansial Distress.
Jurnal Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam Institut Agama Islam
Negeri Surakarta. Surakarta.
Sugiono. 2010. Metode Penelitian Bisnis.
Bandung: Alfabeta.
Sujarweni, V Wiratna. 2015. Metodologi Penelitian Bisnis dan Ekonomi.
Yogyakarta: Pustakabarupress.
Sunyoto, Danang, 2016. Metodologi
Penelitian Akuntansi. Bandung : Aditama
Tugiman, Hiro. 2014. Pandangan Baru Internal
Auditing. Kansius: Yogyakarta.
Vota Anggarini, Tifani. 2010. Pengaruh Karakteristik Komite Audit Terhadap
Financial Distress. Jurnal Akuntansi Universtas
Diponegoro Semarang.
(https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170331110511-92-204001/mencermati-emiten-properti-setelah-lesu-di-tahun-lalu) Diakses
pada 1 Januari 2020