loading...

Partisipasi Politik di Negara Demokrasi dan Otoriter

January 29, 2015
loading...
BAB I
PENDAHULUAN


1.1 LATAR BELAKANG
Dalam analisis politik modern partisipasi politik merupakan merupakan suatu masalah yang penting, dan akhir-akhir ini banyak di pelajari terutama dalam hubungannya dengan negara-negara berkembang. Pada awal nya studi mengenai partipasi politik memfokuskan diri pada partai politik sebagai pelaku utama, tetapi dengan berkembangyademokrasi banyak muncul kelompok masyarakat yang juga ingin memengaruhi proses pengambilan keputusan mengenai kebijakan umum. Kelompok-kelompok lahir dimasa pasca industrial (post industrial) dan dinamakan gerakan sosial baru (new social movement). Kelompok-kelompok ini kecewa dengan kinerja partai politik dan cenderung untuk memusatkan perhatian pada satu masalah tertentu (single issue) saja dengan harapan lebih efektif memengaruhi proses pengembilan keputusan melalui direct action.
Apakah partisipasi politik itu? Sebagai defenisi umum dapat dikatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak langsung, memengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghindari rapat umum, mengadakan hubungan (contacting) atau lobbying dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen, menjadi anggota partai atau salah satu gerakan sosial dengan
direct actionnya, dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini di ajokan pendapat beberapa sarjana yang memelopori studi partisipasi dengan partai politik sebagai pelaku utama.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Partisipasi Politik di Negara Demokrasi dan Otoriter
2. Jenis jenis Kelompok
3. Partisipasi Politik di Negara Berkembang







BAB II
PEMBAHASAN


2.1. Partipasi Politik di Negara Demokrasi
Kegiatan yang dapat di kategorikan sebagai partisipasi politik pelbagai bentuk dan intensitas. Biasanya di adakan pembedaan jenis partisipasi menurut frekuensi dan intensitasnya. Orang yang mengikuti kegiatan secara tidak intensif, yaitu kegiatan yang tidak banyak menyita waktu dan yang biasanya tidak berdasarkan prakarsa sendiri (seperti memberikan suara dalam pemilu umum) besar sekali jumlahnya. Sebaliknya, kecil sekali jumlah orang secara aktif dan sepenuh waktu melibat kan diri dalam politik.
2.2 Partisipasi Pilitik di Negara Otoriter
Di negara-negara otoriter seperti komunis pada masa lampau, partisipasi masa umumnya diakui kewajarannya, karna secara formal kekeasaan anda di tangan rakyat. Akan tujuan utama partisipasi massa dalam masa pendek masyarakat adalah merombak masyarakat yang terbelakang menjadi masyarakat modern, produktif, kuat, dan berideologi kuat. Hal ini memerlukan disiplin dan pengarahan ketat dari mono poli partai politik.
Terutama, persentase partisipasi yang tinggi dalam memilih umum di anggap dapat memerlukan keabsahan sebuah rezim di mata dunia. Karna itu, rezim otoriter selalu mengusahakan agar persentase pemilih mencapai angka tinggi. Uni soviet adalah salah satu negara yang berhasil mencapai persentase voter turnout yang sangat tinggi. Dalam pemilihan umum angka partisipasi hampir selalu mencapai lebih dari 99%. Akan tetapi perlu diingat bahw sistem umumnya berbeda dari sistem di negara demokrasi, terutama karna hanya ada satu calonuntuk setiap kursi yang di perbutan, dan para calon itu harus melampaui suatu proses penyaringan yang ditentukan dan diselenggarakan oleh partai komunis.
Partisipasi politik di luar pemilihan umum dapat juga dibina melalui organisasi-organisasi yang mencakup golongan pemuda, golongan buruh, serta oraganisasi-organisasi kebudayaan. Melalui pembinaan yang ketat masyarakat dapat dimanfaatkan secara terkontrol. Partisipasi yang bersifat community action terutama di Uni Soviet dan China sangat intensif dan luas, melebihi kegiatan serupa di negara-negara demokrasi Barat. Akan tetapi ada unsur mobilized participation di dalamnya, karena bentuk dan intensitas partisipasi ditentukan oleh partai.
2.3 Jenis jenis Kelompok
Karena beragamnya kelompok-kelompok kepentingan ini Gabriel A. Almond dan Bingham G. Powell dalam buku Comparative Politics Today A: World View (1992) yang di edit bersama, membagi kelompok kepentingan dalam empat kategori, yaitu: a) kelompok anomi (anomic group), b) kelompok nonasosiasional (nonassociational groups), c) kelompok institusional (institutional groups), dan d) kelompok asosiasional (associational groups).


1. Kelompok Anomi
Kelompok-kelompok ini tidak mempunyai organisasi, tetapi individu-individu yang terlibat mempunyai perasaan frustrasi dan ketidak puasan yang sama. Sekalipun tidak teroganisir dengan rapi, dapat saja kelompok-kelompok ini secara spontan mengadakan aksi massal jika tiba-tiba timbul frustrasi dan kekecewaan mengenai suatu masalah. Ketidak puasan ini di ungkapan melalui demonstrasi dan pemogokan yang tak terkontrol,yang kadang-kadang berakhir dengan kekerasan. Ledakan emosi yang seringtanpa rencana matang, dapat saja tiba-tiba muncul, tetapi juga cepat mereda. Akan tetapi jika keresahan tidak segera diatasi, maka masyarakat dapat memasuki keadaan anomi, yaitu situasi chaos dan lawlessness yang diakibatkan runtuh nya perangkat nilai dan normayang sudah menjadi tradisi, tanpa diganti nilai-nilai baru yang dapat diterima secara umum. Hal ini tercermin dalam kejadian seperti pemberontakan di Berlin Timur dan Hungria (tahun 1989-an) dan Polandia (tahun 1980-an), demonstrasi di Tiananmen Square (1989), dan demonstrasi-demonstrasi mengutuk kartun Nabi Muhammad SAW di Denmark (2006) dan di beberapa negara di dunia.
2. Kelompok Nonasosiasional
Kelompok kepentingan initumbuh berdasarkan rasa solidaritas pada sanak saudara, kerabat, agama, wilayah, kelompok etnis, dan pekerjaan. Kelompok-kelompok ini biasanya tidak aktif secara politik dan mempunyai organisasi ketat, walaupun lebih mempunyai ikatan dari pada kelompok anomi. Anggota-anggotanya merasa mempunyai hubungan batin karna mempunyai hubungan ekonomi, massa konsumen, kelompok etnis, dan kedaerahan. Contoh di Indonesia: Paguyuban pasundan, kelompok penggemar kopi, dan lain-lain.
3. Kelompok Institusional
Kelompok-kelompok formal yang berada dalam atau bekerja sama secara erat dengan pemerintah seperti birokrasi dan kelompok militer. Contoh di Amerika: military complex dimana pentagon bekerja sama dengan industri pertahanan. Contoh di Indonesia: DarmaWanita, KORPRI, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesi (PKBI)
4. Kelompok Asosiasional
Organisasi-organisasi ini dibentuk dengan suatu tujuan yang eksplisit, telah menjadikan mereka lebih efektif dari pada kelompok-kelompok lain dalam memperjuangkan tujuannya. Contoh di Indonesia: Federasi Persatuan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Himpunan Kerukunan Petani indonesia (HKPI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan Kamar Dagang Indonesia (KADIN).
5. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Indonesia
Di Indonesia LSM sepadan dengan NSM serta kelompok kepentingannya, dan dalam banyak hal terinspirasi oleh koleganya dari luaar negeri. Ideologi serta cara kerjanya pun banyak miripnya. Secara historis di Indonesia LSM ada sejak awal abad ke-20. Ketika itu umumnya LSM lahir sebagai cerminan dari kebangkitan kesadaran golongan masyarakat menengah terhadap kemiskinan dan ketidakadilan sosial.
Sejak Indonesia merdeka, kehadiran LSM pertama kali terjadi pada tahun 1957 dengan berdirinya PKBI (Persatuan Keluarga Berencana Indonesia). Lembaga yang pada akhirnya menjadi mitra pemerintah ini menjadikan pembinaan keluarga yang sehat sebagai fokus kegiatan.
Menjelang 1960-an, lahir juga LSM-LSM baru. Pada masa ini muncul kesadaran bahwa kemiskinan dan masalah yang berkaitan dengan itu takdapat hanya diatas dengan menyediakan obat-obatan, bahan pangan, dan sejenisnya. Sebaliknya, perbaikan taraf hidup masyarakat miskin harus dilakukan dengan meningkatkan kemampuan mereka dengan mengatasi masalah. Maka sejak kurun waktu ini muncul LSM-LSM yang tidak saja merupakan perwujudan kritik terhadap LSM jenis sebelumnya, tetapi sekaligus juga perwujudan dari kritik tehadap strategi pembangunan yang dianut pemerintah yang dikenal sebagai trickle down effect.
2.4 Parsitipasi Politik di Negara Berkembang
Negara-negara berkembang yang non-komunis menunjukan pengalaman yang berbeda-beda. Kebanyakan negara baru ini ingin cepat mengadakan pembangunan untuk mengejar keterbelakangannya, karena dianggap bahwa berhasil-tidaknya pembangunan banyak bergantung pada partisipasi politik rakyat. Ikut sertanya masyarakat akan membantu penanganan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh perbedaan-perbedaan etnis, budaya, status sosial dan ekonomi, agama, dan sebagainya. Integrasi nasional, pembentukan identitas nasional, serta loyalitas kepada negara diharapkan akan ditunjang pertumbuhan melalui partisipasi politik.
Di beberapa negara berkembang, partisipasi yang bersifat otonom, artinya lahir dari diri mereka sendiri, masih terbatas. Berkaitan dengan gejala itu, jika halitu terjadi di negara-negara maju sering kali dianggap sebagai tanda adanya kepuasan terhadap pengelolaan kehidupan politik. Tetapi kalau hal itu terjadi di negara-negara berkembang tidak selalu demikian halnya. Di beberapa negara yang rakyatnya apatis, pemerintah menghadapi masalah bagai mana meningkatkan partisipasi itu, sebab jika partisipasi mengalami jalan buntu, dapat terjadi dua hal yaitu menimbulkan “anomi” atua justru “revolusi”.





BAB III
PENUTUP


3.1. Kesimpulan
Partisipasi politik adalah hal yang sangat diperlukan didalam kehidupan, dengan berpartisipasi dalam politik kita bisa mengubah dan mempengaruhi suatu kebijakan pemerintah, selain itu dengan berpartisipasi dalam politik kita telahmelaksanakan kewajiban kita sebagai warga negara, demi mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Tanpa adanya partisipasi politik maka negara akan menjadi suatu negara yang otoriter dimana penguasalah yang akan menentukan segala sesuatunya tanpa boleh satu orangpun untuk mengubah ataupun menentang keputusan penguasa.

3.2. Saran
Menyadarkan kepada masyarakat bagaimana pentingnya partisipasi politik dan manfaat dari partisipasi politik bagi kehidupan negara ini dapat dilakukan melalui pendidikan sosialisai politik kepada masyarakat itu sendiri, sehingga dengan ini kita bisa menimbulkan kesadaran pada diri masyarakat untuk berpartisipasi dalam politik.


DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam, Prof. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

loading...
Previous
Next Post »
0 Komentar

Yang sudah kunjung kemari, jangan lupa bagikan ke teman ya

https://go.oclasrv.com/afu.php?zoneid=1401929